Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 26 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fika Afriyani
"Acanthaster planci anggota filum Echinodermata diketahui memiliki mekanisme pertahanan diri, baik mekanisme fisik maupun kimia. Pertahanan secara kimia karena adanya senyawa metabolit sekunder dalam Acanthaster planci yang diduga membuat hewan ini memiliki sifat antifeedant. Saponin adalah salah satu senyawa metabolit sekunder yang dominan dijumpai dalam A. Planci. Penelitian bertujuan untuk mengetahui apakah ekstrak Acanthaster planci bersifat antifeedant, serta membuktikan apakah saponin adalah senyawa yang bertanggung jawab sebagai senyawa antifeedant. Uji kualitatatif senyawa saponin dilakukan dengan metode Liebermann Burchard pada ekstrak A. planci kering. Untuk mengetahui bahwa senyawa saponin yang bertanggung jawab dalam proses antifeedant tersebut, pengujian juga dilakukan dengan menggunakan ekstrak A. planci fraksi air, etil asetat, dan n-heksan. Objek pengamatan adalah ikan-ikan karang di perairan Pulau Pramuka-Kepulauan Seribu, yang diberikan perlakuan berupa pemberian pakan kontrol dan pakan uji yang mengandung ekstrak metanol A. planci, kemudian diamati jumlah pakan yang dimakan, serta jenis dan perilaku ikan terhadap pakan yang diberikan. Hasil pengamatan dianalisis secara statistik menggunakan uji non-parametrik Wilcoxon dan Friedman. Hasil uji menunjukkan bahwa ekstrak A. planci dengan fraksi air bersifat antifeedant, yang juga didukung dengan hasil positif adanya senyawa saponin pada ekstrak A. planci dengan pelarut air dan metanol. Hasil uji saponin pada fraksi n-heksan yang bersifat nonpolar bersifat negatif, sedangkan ekstrak A.planci dengan fraksi etil asetat yang bersifat semipolar menunjukkan adanya senyawa lain selain saponin, yaitu terpenoid.

Acanthaster planci as member of phylum Echinodermata having mechanical defense both physical defense and chemical defense. Its chemical defense showed by secondary metabolites that is consider as antifeedant. Saponin is one of dominant secondary metabolites on A. Planci star fish. The research determines A. planci extract is antifeedant, furthermore saponin is the compound which responsible of this. The Liebermann Burchard test to A. planci dry extract to determine the saponin. In order to know that saponin has consider to be antifeedant, the test also use to fractionation extract with three different solvents, aquades, n-hexane, and etile acetate. Antifeedant test use the reef fishes on Pramuka Island water-Seribu Islands, as predator. Feeding experiments involve reef fishes making choices between food treated with A. planci extract and control foods. The data contains food score and fish behaviours. Field experiments with food treated methanol extract analyze with Wilcoxon paired-sample test, and experiments with fractionation extract using Friedman non-parametric test. Experiments result show that A. planci with methanol extract and aquades fraction are antifeedant. It`s also support by qualitative test about saponin. Saponin found negative on extract with n-hexane and etile acetate fractions."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
T38629
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fatin Nabilah
"Pertahanan hidup dilakukan oleh tiap organisme agar dapat terhindar dari kepunahan. Pada organisme laut, bentuk pertahanan diri ada tiga macam, dimana khususnya pada hewan dari filum Echinodermata yang menggunakan senyawa metabolit sekunder sebagai bentuk pertahanan dirinya. Tujuan dari penelitian berikut untuk mengetahui perilaku makan spesifik ikan karang terhadap pakan uji yang mengandung ekstrak Holothuria atra yang berbeda konsentrasinya telah dilakukan pada tanggal 8-14 November 2018 di Perairan Pulau Pramuka, Taman Nasional Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Proses yang dijalani yaitu ekstrasi menggunakan metanol dan menghasilkan persentase ekstrak kasar sebesar 0,56% dan memiliki konsentrasi fisiologis yang mengacu pada penelitian terdahulu yaitu 8 mg/mL. Proses pengujian dilakukan dengan memberikan pakan uji yang mengandung ekstrak kasar Holothuria atra yang telah dicampur oleh jeli dan pelet ikan sebanyak 4 set dengan komposisi set terdiri dari kontrol, pakan dengan ekstrak 0,5% dari konsentrasi fisiologis, pakan dengan ekstrak 1% dari konsentrasi fisiologis dan pakan dengan ekstrak 2% dari konsentrasi fisiologis. Uji perilaku makan ikan karang dilakukan di rataan terumbu karang pada tujuh titik berbeda di kedalaman 3-5 meter. Hasil uji statistik Chi-Kuadrat pada taraf signifikasi (α) 0,01 menyatakan bahwa ada perbedaan perilaku makan ikan karena perbedaan konsentrasi pakan yang digunakan dan untuk membuktikan keeratan hubungan, digunakan uji Cramer yang menunjukkan bahwa dengan nilai 0,316 dan uji ANOVA sebagai uji akhir yang pula menyatakan bahwa perilaku makan ikan karang berbeda pada masing-masing pakan yang berbeda konsentrasinya.

Life defense is carried out by each organism in order to avoid extinction. In marine organisms, there are three types of self-defense, especially in animals from phylum Echinodermata that use secondary metabolites as a form of defense.The research was purposed to know specific fish feeding behavior towards the fish food that contains different concentrations of crude extract of Holothuria atra. It was conducted on 8th until 14th November 2018 in Pramuka Island Waters, Kepulauan Seribu National Park, DKI Jakarta. The process begun with extractions of specimen using methanol to yield the 0,56% of crude extract that is equal to 8 mg/mL of physiological concentration. The fish feeding behavior assay was conducted by using artificial foods which is contained Holothuria atras crude extract mixed with jelly and fish pellets and it is made into 4 sets. Those sets composed with control, fish pellet mixed with 0,5% crude extract from physiological concentration, fish pellet mixed with 1% crude extract from physiological concentration and fish pellet mixed with 2% crude extract from physiological concentration. This field experiment conducted above the coral reefs on 7 different spots at 3-5 meter depth. Chi-square analysis (α=0,01) showed that there is difference feeding behaviour of reef fishes based on different of concentration in fish pellet. Another test used as in Cramer test to see the close relation and the result showed 0,316 and for ANOVA test showing that there is also different fish feeding behaviour as well."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Athiyya Nasywa
"Penelitian eksperimental yang bertujuan untuk menguji aktivitas antifeedant dan mengamati respons ikan karang pada uji antifeedant ekstrak kasar spons Axinyssa sp. telah dilakukan pada tanggal 3--11 Mei 2017 di perairan Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Sampel spons Axinyssa sp. diekstrak dengan menggunakan metanol, kemudian dicampurkan dengan jeli dan pelet komersil pada konsentrasi yang sama dengan konsentrasi alaminya yaitu 29 mg/mL. Uji antifeedant dilakukan terhadap pelet pakan kontrol dan perlakuan di rataan terumbu karang di dekat Dermaga Pulau Pramuka pada kedalaman 3--4 m.
Hasil analisis data menggunakan uji statistik chi-square pada taraf signifikansi 0,01 menunjukkan bahwa ekstrak kasar spons Axinyssa sp. memiliki aktivitas antifeedant dan menunjukkan respons yang spesifik pada ikan-ikan karang meliputi respons ikan karang yang mengalami kontak dengan pelet pakan perlakuan, dan respons ikan karang yang tidak mengalami kontak dengan pelet pakan perlakuan.

An experimental study aimed at testing antifeedant activity and observing the response of reef fishes on antifeedant assay of crude extract from Axinyssa sp. sponge was conducted on May 3rd 11th 2017 in Pramuka Island Waters, Seribu Islands, DKI Jakarta. The Axinyssa sp. sponge sample was extracted by using methanol, then mixed with jelly and commercial pellets at the same concentration with its natural concentration of 29 mg mL. The antifeedant assay was performed on control feed pellets and treatments on the coral reef near the Pramuka Island Pier at a depth of 3 4 m.
The result of data analysis using chi square statistic test at significance level of 0,01 indicates that Axinyssa sp. sponge crude extract has antifeedant activity and shows specific responses to reef fishes including response of reef fishes contact with feed treatment pellets, and response of reef fishes that are not in contact with feed treatment pellets.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2017
S69585
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Austin, Brian
"This completely updated fifth edition of Bacterial fish pathogens is a comprehensive discussion of the biological aspects of the bacteria which cause disease in farmed and wild fish. Since the 4th edition was published in 2007, there has been an upturn in the application of molecular approaches to taxonomy, diagnosis and vaccine development. New pathogens, e.g. Aeromonas schubertii, have been described. Also, there has been the emergence of diseases caused by bacteria which have not been cultured, and which have been equated with new taxa, i.e. ‘candidatus’. Consideration is given to all the bacterial fish pathogens, including primary pathogens and opportunists."
Dordrecht: [Springer, ], 2012
e20417307
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Putu Widyastuti Anggraeni S.
"Potensi perikanan terumbu karang telah memberikan sumbangan bagi perekonamian Indonesia melalui ekspor produk lautnya, namun di sisi lain penggunan bahan kimia seperti sianida sebagai metode tangkap telah menimbulkan masalah lingkungan yang cukup serius. Sianida mengakibatkan kematian karang, kematian biota laut lainnya termasuk larva ikan, putusnya rantai makanan dan rusaknya ekosistem terumbu karang beserta fungsinya, yaitu fungsi ekologis dan fungsi ekonomi. Sianida umumnya digunakan untuk menangkap ikan tanpa membunuhnya untuk industri ikan konsumsi dan ikan bias akuarium.
Seiring dengan makin tingginya kepedulian akan kelestarian terumbu karang dan kepentingan menjaga keberlanjutan usaha ikan hias laut maka muncul usaha dan beberapa pihak untuk memperkenalkan kembali penggunaan jaring sebagai alat tangkap alternatif sebagai pengganti sianida. Kendala muncul dari ketidakpercayaan di kalangan nelayan sendiri akan efektivitas jaring sebagai pengganti sianida. Bagi para nelayan yang telah terbiasa menggunakan sianida, ide penggunaan jaring menimbulkan pertanyaan. Menggunakan jaring berarti harus meluangkan waktu untuk belajar dan timbal keraguan apakah jumlah ikan yang ditangkap sama banyaknya dengan dibandingkan ketika menggunakan sianida. Di pihak lain, ada ketidakpercayaan pemerintah bahwa para nelayan akan dan mampu mengganti cara tangkap mereka dengan sukarela. Sikap antipati ini lebih banyak timbal karena pelanggaran penggunaan sianida yang tak henti-hentinya dilakukan oleh para nelayan.
Berdasarkan latar belakang tersebut maka permasalahan dalarn penelitian ini adalah:
1) Apakah manfaat metode jaring lebih besar dari metode sianida?
2) Apakah terdapat hubungan positif antara penerapan jaring dengan manfaat jaring?
3) Apakah pemberian insentif dari pemerintah mampu meningkatkan manfaat metode jaring?.
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1) Mengetahui seberapa besar nilai manfaat metode jaring dibandingkan metode sianida guna memberikan argumentasi ilmiah dalam mendukung penggunaan jaring sebagai metode alternatif,
2) Menganalisis hubungan antara manfaat metode jaring dengan penerapannya oleh nelayan di Desa Les,
3) Mengkaji bentuk-bentuk insentif dan disinsentif dari pemerintah guna meningkatkan manfaat penggunaan jaring dan menghentikan penggunaan sianida dalam kegiatan penangkapan ikan hias dan pengelolaan sumberdaya laut secara berkelanjutan.
Hipotesis yang diajukan dalan penelitian ini adalah:
1) Manfaat dari metode jaring lebih besar daripada metode sianida,
2) Terdapat hubungan antara penerapan jaring dengan manfaat jaring,
3) Manfaat metode jaring dapat ditingkatkan apabila Pemerintah mengusahakan:
a) Pemberian subsidi atau kompensasi selama peralihan cara tangkap,
b) Pelatihan penangkapan dengan metode jaring,
c) Insentif harga terhadap ikan yang ditangkap dengan menggunakan metode jaring,
d) Kemudahan dalam pengurusan dokumen perdagangan bagi pengusaha ikan bias yang menggunakan jaring.
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat berupa data yang sahib yang mampu memberikan masukan, ilmiah maupun praktis yang dapat mendorong penerapan metode penangkapan secara lestari dalam industri ikan hias laut khususnya dan sumberdaya alam laut pada umumnya dan bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam mendukung penggunaan jaring dan mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan industri ikan hias taut yang berkelanjutan.
Variabel penelitian adalah penerapan jaring sebagai variabel bebas dan manfaat jaring sebagai variabel terikat, sedangkan pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuisioner, wawancara dan observasi langsung. Pemilihan lokasi penelitian maupun pemilihan responden adalah purposive sampling mengingat seluruh nelayan di Desa Les telah melakukan uji coba penggunaan jaring dan berhasil dikumpulkan kuisioner dari 79 responden.
Analisis data dilakukan untuk membuktikan hipotesis yaitu analisis manfaat biaya untuk membuktikan hipotesis pertama, analisis korelasi Spearman Rank untuk membuktikan hipotesis kedua dan analisis deksriptif dengan menggunakan tabel frekuensi untuk hipotesis ketiga.
Analisis manfaat biaya dilakukan untuk tiga kategori nelayan ikan hias, yaitu nelayan kompresor, nelayan snorkeling jalan kaki dan nelayan snorkeling menggunakan angkutan umum.
Perhitungan manfaat biaya menghasilkan Nilai Bersih Sekarang (Net Present Value) dari jaring lebih besar daripada nilai NPV sianida yaitu 37,683,832: 32,976,174 untuk nelayan kompresor, 18,017,672 : 13,914,464 untuk nelayan snorkeling jalan kaki dan 35,376,020 : 31,356,362 untuk nelayan snorkeling menggunakan angkutan umum.
Perhitungan rasio manfaat biaya juga menghasilkan BCR jaring lebih besar daripada BCR sianida untuk semua kategori nelayan yaitu 3.14: 2.64 untuk nelayan kompresor, 4.87: 3.10 untuk nelayan snorkeling jalan kaki dan 4.31:3.49 untuk nelayan snorkeling menggunakan angkutan umum.
Berdasarkan hasil analisis maka diperoleh koefisien korelasi p (rho) sebesar 0.223 pada taraf signifikansi 5% yang berarti terdapat hubungan yang signifikan antara manfaat jaring dengan penerapannya oleh nelayan Les. Koefisien korelasi juga diuji dengan uji t dan menghasilkan t hitung sebesar 2,007 yang menunjukkan koefisien korelasi adalah signifikan karena nilainya lebih besar dari t tabel pada taraf 5%.
Hasil analisis deskriptif diperoleh hasil sebanyak 51.90% responden mengatakan bahwa peningkatan harga ikan hias jaring sangat diperlukan untuk meningkatkan manfaat jaring disusul oleh peningkatan mutu ikan (10,13%), penyediaan jaring (2,53%) dan insentif lain berupa pemberian ijin penangkapan, jaminan pasar, penyuluhan, penguatan kelompok nelayan, tambahan modal, penyediaan jaring sekaligus jaminan harga dan penyuluhan, pemberian ijin dan jaminan harga, masing-masing sebesar 1,27% dan sisanya sudah merasa cukup dengan manfaat yang ada sekarang (13,92%).
Kesimpulan dari penelitian ini adalah:
1. Manfaat metode jaring lebih besar dari manfaat metode sianida baik dari nilai bersih sekarang (Net Present Value), maupun dari rasio manfaat biaya untuk tingkat nelayan penangkap. Oleh karena itu secara ekonomi dan ekologis jaring layak untuk menggantikan sianida sebagai metode penangkapan ikan hias laut,
2. Terdapat hubungan yang signifikan antara penerapan jaring oleh nelayan desa Les dengan manfaat yang mereka terima dari penerapan jaring tersebut,
3. Untuk lebih meningkatkan keuntungan jaring terhadap para nelayan maka pemerintah berperan rnelaliii pemberian insentif berupa pemberian subsidi dan pelatihan, pelatihan dan jaminan pasar serta pemberian ijin penangkapan.
Saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil pembahasan dan kesimpulan adalah:
1. Mulai diterapkannya penggunaan jaring oleh semua pihak yang masih menggunakan sianida,
2. Pengakuan pemerintah terhadap metode jaring melalui penetapannya sebagai cara tangkap yang legal,
3. Keterlibatan pemerintah, pihak swasta dan para nelayan dalam pengusahaan ikan hias laut secara berkelanjutan melalui sistem pengelolaan bersama (coo-management).
Daftar Kepustakaan: 39 (1988-2002)

Sustainable Undertakings of Marine Ornamental Fishes: a Case Study of Fish Catching Methods Changes in the Les Subdistrict, Tejakula District, Buleleng Residency, Bali Coral reef ecosystem provided high contributions for economic of Indonesia through its export commodities although the use of chemical substance in fishing activities such cyanide had cause serious environmental problem. Cyanide has long known responsible for the dead of the coral's polyps, killed fishes larvae as well as other marine organisms' and therefore cut the food chain and, at the end damaged coral reef ecosystem with its ecological and economic function. Cyanide used to stunned target fishes, both for live fish and ornamental fish.
Overtime, there are the rising of interest to protect the coral reef and its resource and the sustainability of marine ornamental fish business. Barrier net as an alternative catching method was reintroduced to substitute cyanide. Problem arouse from the fishers community itself for the effectiveness of the net by their longtime comfortable of using cyanide. More time will need if they started to use net and whether the catches will stay in the same number like when they use cyanide. The government, on the other side, shown their skeptic opinion that the fisher will switch their method voluntary, almost based on their experience of violation of the law by the fishers themselves which remain spread out in Indonesian coastal and marine area.
Research problems identified from the background are:
1) Is the benefit of barrier net higher that cyanide's?,
2) Is there relationship between the used of net by the fishers and benefit received? and
3) Is the incentive by government can increase the net's benefit?
The aims of the research are:
1) To find out the value of net's benefit comparing to the cyanide's to provide scientific argument to support the use of net as alternative method,
2) To analyze the correlation between the used of net by the fishers and benefit received, and
3) To determine type of incentives and disincentive by the government to increase the net's benefit and terminate the use of cyanide.
The hypotheses for this research are:
1) Net's benefit is higher than cyanide's benefit,
2) There is the used of net by the fishers and benefit received, and
3) The net's benefit can be increase by government through,
a) Subsides offer or compensation along the switch time,
b) Net use training,
c) Price's incentive for net cached fishes,
d) Simplified administration process for businessmen that already used net.
The result were expected to provide reliable and scientific data to drive and motivated the use of sustainable catching method for, marine ornamental fish and marine resource and provide strong based to support the use of the nets and formulate policies related sustainability of marine aquarium fish.
Research variable were net's benefit and it used of the fishers, data collected trough questionnaire, interview and current observation. Location and respondence were chosen using purposive sampling. Research was conduct in Les Subdistrict, Tejakula District, Buleleng Residency, Bali, Population of this study was fishers in Les and ornamental fishers were use as the sample.
Data analyzed using Cost Benefit Analysis and Spearman Rank correlation analysis to verify the 1st and 2nd hypotheses. The 3rdhypothesis was analyzed using frequent table. The result showed Net Present Value (NPV) of net was higher than cyanides for three categories of fishers as well as the BC Ratio. The NPV for compressor used fishers was 37,683,832: 32,976,174; 18,017,672: 13,914,464 for walking snorkeling fisher and 35,376,020: 31,356,362 for ground transportation snorkeling fisher. The BCR for compressor used fishers was 3.14: 2.64; 4.87: 3.10 for walking snorkeling fisher and 4.31:3.49 for ground transportation snorkeling fisher.
Correlation of Spearman Rank showed the coefficient of correlation value of 0.223 at significance level of 5% means there is significance relationship between net's benefit and the fishers use it. The coefficient then was tested and came out with the result of tom (2.007) was higher that t table, mean the coefficient were significance at level of confidence of 5%.
Table frequency shown as much of 51.90% respondence said that the higher price will increase the net's benefit, followed by the improve of fish quality (10,13%), supply of net (2,53%) and another incentive such us catching permit, market guarantee, teaching, empowering fisher organization, capital, net supply together with catching permit and teaching, catching permit and price guarantee, each 1,27% and the rest said they already satisfied with current benefit (13,92%).
The research comes to the conclusion are:
1. The benefit of net is higher that the benefit of cyanide both for NPV and SCR, and therefore cyanide was appropriate to substitute cyanide as catching method,
2. There is significance relationship between the use of net by Desa Les' fishers and it's benefit,
3. To increase the benefit the net used, the government can take role by giving incentives such subsidies, training, price incentive and catching permit.
Based on analysis there are several recommendations:
1. Implementation of net by all the fishers and parties that still using cyanide,
2. Recognition of net as alternative method by government,
3. The involving the entire stakeholder to give effort for the sustainability of marine aquarium fishes by implemented coo-management.
Number of References: 39 (1988-2403)
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T11402
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 >>