Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 284 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"In this book, a critical analysis is made on service life models related to reinforcement corrosion. The contributors are on the frontier of knowledge in the field of durability of reinforced concrete. Topics covered in the book include: causes and mechanisms of deterioration, transport mechanisms in concrete, numerical modeling of concrete behavior, durability modeling and prediction, reliability approach to structural design for durability, structural behavior following degradation of concrete structures, deterioration and repair of concrete structures, and corrosion measurement techniques.;In this book, a critical analysis is made on service life models related to reinforcement corrosion. The contributors are on the frontier of knowledge in the field of durability of reinforced concrete. Topics covered in the book include: causes and mechanisms of deterioration, transport mechanisms in concrete, numerical modeling of concrete behavior, durability modeling and prediction, reliability approach to structural design for durability, structural behavior following degradation of concrete structures, deterioration and repair of concrete structures, and corrosion measurement techniques."
Dordrecht, Netherlands: Springer, 2012
e20397853
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
McCafferty, E.
"Introduction to Corrosion Science is suitable for a one-semester course in corrosion science at the graduate or advanced undergraduate level for students that do not have backgrounds in electrochemistry but have taken introductory courses in materials science or physical chemistry. The text follows the approach of a physical chemist or materials scientist and is geared toward students of physical chemistry, materials science, and engineering. In addition, practicing corrosion engineers and materials engineers will find useful information that will broaden their understanding of the fundamental principles of corrosion science. This textbook grew out of classroom lectures, which the author presented as a Professorial Lecturer at George Washington University, Washington, D.C. --Book Jacket."
New York: Springer, 2010
620.112 MCC i
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
LaQue, Francis
New York: Wiley, 1975
623.87 LAQ m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Rizeki Ridhowati
"Paduan Cu-Zn (70/30) kerap digunakan sebagai saluran pipa untuk menyalurkan air. Pada saluran pipa tersebut umumnya ditemukan ion klorida. Produk korosi yang terbentuk pada paduan Cu-Zn akibat interaksi dengan ion Cl- dapat menurunkan efisiensi kerja alat. Oleh karena itu, pada penelitian ini digunakan metode pengembangan lebih lanjut untuk meningkatkan ketangguhan dan ketahanan korosi paduan Cu-Zn dengan Thermomechanical Control Process (TMCP). Pengerjaan canai dilakukan dengan metode bolak-balik sebanyak 2x25%, 2x30%, dan 2x35% pada temperature 300℃.
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa pada peningkatan deformasi dari 31.63% menjadi 41.93%, terjadi peningkatan kekerasan dari 153.7 VHN menjadi 162.16 VHN dan kekuatan tarik dari 501.1 MPa menjadi 599.3 MPa. Namun, pada deformasi tertinggi yakni 48.93%, terjadi penurunan kekerasan dari 162.16 VHN menjadi 159.52 VHN dan kekuatan tarik dari 599.3 MPa menjadi 546.5 MPa. Fenomena ini terjadi disebabkan karena adanya partial recrystallization yang diindikasikan dengan adanya butir kecil baru. Selain itu, dengan peningkatan deformasi dari sebesar 31.61% hingga 48.39%, ukuran diameter butir rata-rata menurun dari 50.53µm menjadi 24.41µm menyebabkan penurunan laju korosi dari 0.564 mm/year menjadi 0.426 mm/year.

Cu-Zn alloy (70/30) are used for piping and delivery of water. These pipes are frequently employed in a condition where chloride ions are present. Corrosion products formed on paduan Cu-Zn (70/30) as the result of interaction with Cl‑ ion can lead to the decrease of efficiency of the equipment. Therefore, this research focuses to study toughness and corrosion resistance of paduan Cu-Zn (70/30) by conducting Themomechanical Control Process (TMCP). Rolling on temperature 300℃ is conducted by double pass reversible method with deformation 2x25%, 2x30%, and 2x35%.
The result showed that as the increase of deformation degree from 31.6% to be 41.93%, there are also increase in hardness value from 153.7 VHN to be 162.16 VHN and tensile strength from 501.1 MPa to be 599.3 MPa. However, at the highest deformation degree there is a decline in hardness from 162.16 VHN to be 159.52 VHN and tensile strength from 599.3 MPa to be 546.5 MPa. This phenomenon is due to partial recrystallization which is indicated by existence of nuclei. In addition, with the increase of deformation degree from 31.61% to be 48.39%, the size of the average diameter grain size decrease from 50.53 to be 24.41 causes a decrease in the corrosion rate from 0.564 mm/year menjadi 0.426 mm/year.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S62182
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Flick, Ernest W.
New Jersey: Noyes Publications, 1987
R 620.11223 FLI c
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Reyan Qowi Dzakyprasetyo
"Penelitian ini menganalisa tentang mekanisme korosi dari paduan aluminium AA7075 pada dua kondisi T651 dan T735 yang sering digunakan pada industri pesawat terbang. Komposisi pemadu utama dari paduan alumunium ini adalah Zn, Mg, dan Cu. T651 diketahui sebagai temper dengan puncak kekuatan tertinggi dan T7351 diketahui sebagai over-ageing temper. Sifat korosi dan mekanisme korosi dari bahan ditentukan menggunakan metode uji hilang berat selama 8, 16 , dan 24 dalam larutan 30 g/L NaCl + 10 ml/L HCl pada suhu 35 oC sesuai dengan ASTM B597. Mekanisme korosi dikonstruksi berdasarkan hasil uji SEM dan mikroskop optik dari AA7075 yang sudah di uji hilang beratnya. Hasil pengujian tersebut divalidasi menggunakan metode elektrokimia yaitu Open Circuit Potential, Electrochemical Impedance Spectroscopy, dan Potentiodynamic Polarization. Hasil uji hilang berat AA7075 memperlihatkan laju korosi lebih lambat dialami pada kondisi T735 dibandingkan T651. Pola ini juga didapatkan dari hasil uji Open Circuit Potential, dan Potentiodynamic Polarization yang menunjukan potensial dari T735 lebih tinggi dibandingakan potensial T651. Hasil SEM dan mikroskop optik menunjukan AA7075 pada kondisi T651 dan T735 memiliki pola korosi dan kerusakan yang berbeda. Pada kondisi T651 korosi yang dominan adalah korosi intergranular yang berevolusi menjadi korosi eksfoliasi, dengan kedalaman penyerangan 300 μm dari permukaan logam. Pada kondisi T735 korosi yang dominan adalah korosi intergranular dengan kedalaman penyerangan 1000 μm dari permukaan logam. Korosi pitting terbentuk karena lepasnya fasa intermetalik pada penampang AA7075 namun korosi ini tidak dominan terjadi pada paduan ini.

The present work investigates the corrosion mechanism of a high strength aluminum alloy AA7075 with condition T651 and T7351 which is widely used in the aerospace industry. The alloy composet of Zn, Mg, and Cu as the main alloying elements. T651 referred to a peak strength temper and T735 refered to overageing temper. Corrosion behavior and corrosion mechanism of this materials was studied by conducting an immersion test in 30 g/L NaCl and 10 ml/L HCl solution at 35 oC based on ASTM B597 for 8, 16, 24 h. Corrosion mechanism was constructed based on result of SEM and optical microscope. The results of immersion test were validated by using several electrochemical methods specifically open circuit potential, electrochemical impedance spectroscopy, and potentiodynamic polarization. The result of immersion test showed T735 has slower corrosion rate than T651. The same trend is obtained from the result of open circuit potential and potentiodynamic polarization that showed T735 has higher potential than T651. The image of SEM and optical microscope showed AA7075 with condition T651 and T735 have different corrosion mechanism and different damage. For T651, dominant corrosion occured is intergranular corrosion which evolved into exfoliation corrosion, with 300 μm depth of attack from the surface of metal. The main corrosion that occured in T735 is intergranular corrosion, with 1000 μm depth of attack from the surface of metal. Pitting corrosion formed because of there are some intermetalic phase that has been detached during immersion test, however this type of corrosion is not dominant in this alloy."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Grace Tj. Sulungbudi
"Korosi merupakan salah satu masalah yang dihadapi oleh sistem pendingin sekunder Reaktor Serbaguna G.A. Siwabessy, di camping masalah deposit dan mikroorganisme. Mengingat fungsinya, maka dibutuhkan inhibitor korosi untuk menghambat laju korosi yang terjadi. Inhibitor yang digunakan adalah Nalco 7354 yang dicampurkan ke dalam air pendingin bersama NaOCl dan Nalco 7330 sebagai kontrol mikroorganisme. Faktor-faktor yang diteliti adalah konsentrasi inhibitor, pengaruh penambahan NaOCl dan Nalco 7330, pH dan kekasaran permukaan sampel. Selanjutnya diteliti pengaruh penggunaan inhibitor urea dan tiourea terhadap laju korosi. Laju korosi diukur dengan perangkat alat dari EG&G Princeton Applied Research Corporation, yang terdiri dari perangkat lunak M342 Softcorr, potensiostat M273 dan sel korosi. Teknik yang digunakan adalah Tahanan Polarisasi dan Potensiodinamik. Sampel berupa baja karbon DIN ST 35.8 yang dibuat kepingan lingkar berdiameter 1,5 cm. Sampel sebelum dan sesudah dioptimasi dilakukan analisis permukaan dengan SEM-EDAX. Kondisi optimum inhibitor Nalco 7354 diperoleh pada pH 7,0 dan konsentrasi Nalco 7354 50 ppm, dengan efisiensi inhibisi 32,49 %; kondisi optimum inhibitor urea diperoleh pada pH 8,0 dan konsentrasi urea 70 ppm, dengan efisiensi inhibitor 80,80 %; kondisi optimum inhibitor tiourea diperoleh pada pH 7,0 dan konsentrasi tiourea 20 ppm, dengan efisiensi inhibitor 86,80 %. Konsentrasi NaOCl dan Nalco 7330 masing-masing 1 ppm dan 50 ppm; kekasaran permukaan sampelsesuai dengan amplas nomor 800. Adanya deposit sulfur pada permukaan sampel dengan inhibitor tiourea yang memberi percepatan laju korosi sampel ditunjukkan oleh hasil analisis SEM-EDAX dan didukung oleh hasil potensiodinamik. Laju korosi dipengaruhi oleh macam inhibitor yang digunakan."
Depok: Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Stansbury, E.E.
"Self-contained textbook covering the essential aspects of the corrosion behavior of metals in aqueous environments. Provides an overview of aqueous corrosion, electrode reactions, and electrode kinetics. DLC: Electrolytic corrosion."
Materials Park, OH: ASM International, 2000
e20442181
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Sanusar
"Primary saturator coil dipasang pada Pusri 11 berfungsi untuk meningkatkan temperatur uap-air pada sisi masuk ± 195 °C dan sisi keluar t 205 °C dengan tekan cat operasi 140 kg/cm, naiknya temperatur tersebut didapat dengan memanfaatkan panas sisa gas buang pada sisi masuk f 215 °C dan sisi keluar t 208 ' yang didapatkan dari pembakaran dapur primary reformer. Primary saturator coil 101-B P-PP difabrikasi oleh SEB dengan desain aleh FOSTER WHEELER UK London Inggris tahun 1990. Bahan saturator coil Austeniti c stainless steel sesuai ASTM SA 312 IF 304.
Primary saturator coil P-II yang telah beroperasi selama 2 tahun, diketahui bocor pada saat paneriksaan rutin tahun 1995. Kebocoran tersebut ditenuci pada baris ke-3 dari arah brava dan kolom ke-3 dari samping kanan, yang berjarak f 50 an. dari carter line hider, yang dilakukan saat test hydrostatis dengan tekanan t 75 kg/an, selama 45 menit.
Analisis kegagalan yang dilakukan pada saturator coil 101-B P-11 dengan memotong 125 an pada tube yang mengalami kebocoron. Disarming pemeriksaan visual pada tube saturator coil yang bocor, diambil sampel pada posisi melintang dan menumjang Untuk pengamataa metalograffi, perneriksaan yang lain adalah naicrohardness serta Energi Dispersi Spektrometer (EDS), untuk mengamati pengaruh proses High Frequency Resitance Welding (IIFRW) pads tube dan,in, dari tube saturator coil.
Dari hasil analisis dapat diduga bahwa penyebab kegagalan adalah Stress Corrosion Craciding (SCC), karena adanya residual stress, sensitasi akibat pengelasan dan adanya unsur dorida (Cl)."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1996
T8932
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iskandar Husin
"Paduan Aluminium 6201 adalah paduan yang khusus dipakai untuk kawat penghantar. Oleh karena lingkungan pemakaiannya seringkali menerima beban tarik yang cukup besar dan bersifat korosif, maka untuk memenuhi kriteria ini paduan tersebut harus diberikan perlakuan panas penguatan (precipitation hardening). Dalam penelitian ini proses perlakuan panas (artificial-aging) paduan Aluminium 6201 dilakukan pada temperatur antara 140°C-200°C dengan waktu "aging" selama 4 (empat) jam.
Hasil pengamatan pengaruh temperatur aging terhadap kekuatan-tarik dan kekerasan menunjukkan, harga optimum terjadi pada temperatur "aging" antara 155°C-170°C. Sedangkan pengaruh temperatur "aging" terhadap laju korosi, menunjukkan laju terendah terjadi pada temperatur aging antara 140°C-155°C.
Dari hasil pengamatan dengan "SEM-EDAX" menunjukkan bentuk korosi merupakan kombinasi antara "pitting" dan "intergranular" dan umumnya paduan Aluminium 6201 tidak tahan terhadap unsur Cl (chloride) yang terdapat didalam elektrolit disamping unsur yang lain seperti Si, Fe, Mn, Cu, dan Cr yang bersifat lebih katodik terhadap matrik aluminium. Sedang unsur Mg dan Zn bersifat lebih anodik.
Hasil pengamatan dengan EPMA pada produk korosi menunjukkan makin tinggi temperatur "aging" makin banyak distribusi unsur paduan yang muncul ke permukaan sampel uji seperti Fe, Mg, Cu, Zn, Cl, K dan 0 yang berarti laju korosi maksimum lebih mungkin terjadi pada temperatur "aging" maksimum 200°C. "
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>