Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 284 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Laksmana Putra Leuvinadrie
"Lapangan-X merupakan salah satu penyumbang gas terbesar di Jawa Barat, dimana
pelanggan gasnya merupakan perusahaan-perusahaan yang memberikan konstribusi
terhadap keberlangsungan perekonomian di pulau Jawa. Gas alam lapangan-X memiliki
kandungan CO2 dengan konsentrasi tinggi sebesar 23%, pengoperasian pemisahan CO2
removal dimaksudkan untuk mengurangi kandungan CO2 sehingga memiliki heating
value yang tinggi. Hal ini karena CO2 dengan kadar > 5% dapat mempengaruhi heating
value gas, toxicity dan sangat korosif khususnya pada pelanggan untuk memproses lebih
lanjut produknya. Pada proses pemurnian gas di lapangan-X, bejana tekan Absorber, LP
Flash Column dan Rich Solution heater memiliki peranan utama dalam proses absorbsi
CO2. Hasil analisa menunjukkan mekanisme kerusakan aktual bejana tekan dengan
standard amine treating pada API RP 571 memiliki perbedaan, khususnya mekanisme
kerusakan amine corrosion pada ketiga bejana tekan dan chloride stress corrsion cracking
pada LP Flash Column. Nilai corrosion rate tertinggi sebesar 0,604 mm/year pada tahun
2020 karena adanya peningkatan jumlah HCO3- dalam bentuk kondensasi asam (HSAS)
yang dapat bereaksi dengan Fe akibat perubahan temperatur proses melalui model
corrosion rate Y = -0,0556x + 4,6359 (head) dan Y = -0,0161x + 1,3682 (shell) pada
bejana tekan. Dari matriks kekritisan didapatkan 2 bejana tekan pada peringkat resiko
medium dan 1 bejana tekan medium high, sehingga respon inpeksi/maintenance yang
perlu dilakukan adalah bersifat corrective maintenance dengan interval setiap 6 tahun
sekali dan ruang lingkup inspeksi pada kategori medium. Model polynomial Y =
0,0007X2 – 0,0099X + 3,7452 (head) dan Y = 0,0005X2 – 0,0842X + 3,3876 (shell)
sebagai model prediksi amine corrosion rate pada temperatur rentang 40 s/d 1300C
menunjukkan perbedaan grafik antara aktual dan standard API RP 581, hal ini disebabkan
karena pada standard prediksi corrosion rate digunakan untuk amine treating pada sistem
H2S dan CO2 sedangkan pada grafik polynomial aktual digunakan untuk prediksi
corrosion rate untuk amine treating pada sistem CO2 tanpa adanya H2S.

Field-X is one of the largest gas contributors in West Java, where gas customers are
companies that contribute to the sustainability of the economy in Java. X-field natural
gas has a high CO2 content of 23%, the CO2 removal operation is intended to reduce the
CO2 content so that it has a high heating value. This is because CO2 with levels> 5% can
affect the heating value gas, toxicity and is very corrosive, especially for customers to
further process the product. In the gas purification process in field-X, the Absorber
pressure vessel, LP Flash Column and Rich Solution heater have a major role in the CO2
absorption process. The analysis results show that the actual damage mechanism of the
pressure vessel with the standard amine treating on API RP 571 has a difference,
especially the damage mechanism of amine corrosion in the three pressure vessels and
chloride stress corrosion cracking on the LP Flash Column. The highest corrosion rate value
is 0.604 mm / year in 2020 due to an increase in the amount of HCO3- in the form of acid
condensation (HSAS) which can react with Fe due to changes in process temperature
through the corrosion rate model Y = -0.0556x + 4,6359 (head) and
Y = -0.0161x + 1.3682 (shell) in the pressure vessel. From the criticality matrix, there
are 2 pressure vessels at the risk rating for medium and 1 pressure vessel for high medium,
so that the inspection / maintenance response that needs to be done is corrective
maintenance at intervals every 6 years and the scope of the inspection is in the medium
category. Polynomial model Y = 0.0007X2 - 0.0099X + 3,7452 (head) and
Y = 0.0005X2 - 0.0842X + 3,3876 (shell) as a prediction model for amine corrosion rate
at temperatures ranging from 40 to 1300C shows the difference in the graph between the
actual and the API RP 581 standard is because the prediction standard of corrosion rate
is used for amine treating in H2S and CO2 systems while the actual polynomial graph is
used for prediction of corrosion rate for amine treating in CO2 system without H2S.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Sulaeman Manggung
"ABSTRAK
Pengendalian korosi pada body mobil pada umumnya dilakukan dengan cara pelapisan cat. Pada penelitian ini, dilakukan studi efektivitas pengendalian korosi oleh cat. Dengan cara, beberapa produk cat (yang dipakai di pabrik Gaya Motor Astra) dilapiskan pada sampel dari pelat baja St 37 (pelat body mobil), dengan prosedur dan spesifikasi sesuai dengan pengecatan body mobil. Untuk mengetahui sifat-sifat ketahanan lapisan cat dan laju korosinya, dilakukan uji tes sebagai berikut; tes adhesi, tes kekerasan, tes impact, tes bending, tes salt spray (ASTM B117-73), dan perendaman sampel dalam larutan korosif, untuk menghitung laju korosinya (ASTM G31-'72). Diperoleh urutan (ranking) dan umur dari kemampuan pengendalian korosi dari beberapa produk cat yang dipakai pada pabrik mobil tersebut.

ABSTRACT
Corrosion control on car's body, usually by paint coat. In this research, to study effectiveness of corrosion control by paint coat. With method such as, several paint products are covering on specimen from steel plate St 37 (plate of car's body), which process and specification are according to paint process of car's body. To know mechanical strength and corrosion rate, its need some test for example; test of the adhesive coat, test of the hardness coat, test of bending coat, test of impact-coat, test of salt spray (ASTM B117-73) and test of corrosion rate on coat, by soaking sample in corrosion liquid. So that we shall know, the ranking and life time of several paint product to control corrosion."
1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuli Yetri
"Tujuan utama pelapisan elektrogalvanisasi pada baja adalah untuk meningkatkan ketahanan korosi dan ketahanan aus, akan tetapi proses pelapisan tersebut dapat menyebabkan atom-atom hidrogen berdifusi ke dalam baja yang bisa mengakibatkan hydrogen embrittlement sehingga dapat menggetaskan material. Penggetasan ini mengarah kepada terjadinya kegagalan atau kerusakan yang tertunda (delayed brittle failure). Material yang digunakan dalam penelitian ini adalah baja karbon rendah untuk U-bolt pada salah satu komponen otomotif. Untuk mengurangi hidrogen yang berdifusi ke dalam material baja karbon rendah akibat proses galvanisasi, dalam penelitian ini dilakukan pemanasan (baking) pada temperatur 200 °C selama 15 jam, 48 jam dan 65 jam.
Pengujian metalografi dilakukan menggunakan mikroskop optik, sedangkan pengujian sifat mekanik yang dilakukan meliputi pengujian kekerasan, tekuk, tank dan kelelahan. Hasil pengujian struktur mikro memperlihatkan bahwa material mempunyai struktur ferit dan perlit, dan temperatur baking 200 °C tidak merubah struktur mikro material namon merubah sifat mekanik material tersebut. Kekerasan semakin menurun dengan meningkatnya waktu baking, hal ini diduga disebabkan oleh menurunnya kadar hidrogen yang terkandung di dalam material karena terjadi difusi hidrogen ke permukaan akibat pemanasan. Dengan demikian, untuk temperatur yang sama dengan meningkatnya waktu baking, waktu perpatahan pengujian kelelahan (fatigue) juga semakin lama.

The main purpose of electrogalvanizing in steel is to improve corrosion resistance and wear resistance. Unfortunately, electrogalvanizing can cause hydrogen atoms to diffuse into the steel core which results in hydrogen embrittlement. The embrittlement of materials tends to cause failure or delayed brittle failure. Materials used in this research are low carbon steel for U-bolt used as an automotive component. To reduce hydrogen diffusion into the low carbon steel after electrogalvanizing the materials were baked at temperature 200 °C at various time, i.e. 15, 48 and 65 hours.
Metallographic examination was carried out using optical microscope and mechanical properties measurements included hardness, bending, tensile and fatigue test. The micro structural examination shows that the samples have ferrite and pearlite structure. The baking temperature at 200 °C does not change the microstructure but changed the mechanical properties of the materials. The lengthening of baking time decreases the hardness due to the decreasing of hydrogen content in the materials as a result of diffusion process during the baking."
Depok: Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Winarto
"Pengaruh berbagai parameter proses seperti tekanan kompaksi, pengikat tambahan, temperatur sinter dan lamanya sinter dalam menghasilkan padatan ferrosilikon yang homogen dan tanpa poros dengan kandungan 12 % berat silikon, parameter tsb sangat terkait satu dengan lainnya. Serbuk besi, serbuk silikon dan serbuk besi-silikon dengan kandungan 15 % dan 45 % berat dicampur untuk memperoleh paduan serbuk ferrosilikon dengan kandungan 12 % berat silikon. Dari penelitian ini menunjukkan bahwa sinter padatan ferrosilikon yang mengandung 12 % berat silikon yang diperoleh dengan cara mencampurkan serbuk ferrosilikon yang mengandung 15 % berat silikon dengan serbuk besi murni memiliki berat jenis yang relatif lebih tinggi (paling rendah persen volume porosnya). Berat jenis ferrit (padatan yang terpampat) ditentukan dengan menggunakan difraksi sinar X dengan cara Debye-Scherer. Dari eksperimen tersebut juga terbukti bahwa padatan ferrosilikon yang telah disinter dan dianalisa dengan EDAX didapatkan struktur matrik yang homogen.

The influence of various process parameters such as compaction pressure, additional binder, sintering temperature and sintering time in producing homogeneous and non-porous ferrosilicon solids with a content of 12 wt% silicon, these parameters are closely related to each other. Iron powder, silicon powder and iron-silicon powder with a content of 15 wt% and 45 wt% were mixed to obtain a ferrosilicon powder alloy with a content of 12 wt% silicon. This study shows that the sintered ferrosilicon solid containing 12 wt% silicon obtained by mixing ferrosilicon powder containing 15 wt% silicon with pure iron powder has a relatively higher density (the lowest percentage of its pore volume). The density of ferrite (compressed solid) was determined using X-ray diffraction by the Debye-Scherer method. From the experiment it was also proven that the ferrosilicon solid that had been sintered and analyzed by EDAX obtained a homogeneous matrix structure.
"
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1994
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Arijanto Salmoen Wargadinata
"Korosi adalah proses alami yang terjadi pada material logam yang berakibat menurunnya kekuatan dari material logam tersebut. Proses korosi yang terjadi secara alami ini sangat sulit dihindari , usaha yang dilakukan hanyalah menghambat laju korosi yang terjadi dengan cara melakukan pencegahannya. Penggunaan pelat baja sebagai pilihan material suatu peralatan teknik, sering didatangkan dari mancanegara mengingat kwalitas /standard dari material tersebut belum diproduksi didalam negeri. Kasus yang dijumpai dilapangan menjelaskan bahwa, didalam gudang penyimpanan Tanjung Periuk didapatkan tidak kurang dari 20 % jumlah import material pelat baja dengan standard JIS G 3101 yang sesuai dokumen penyerta terserang korosi. Penelitian di lakukan terhadap sampel pelat baja JIS G 3101, guna mengetahui sebab terjadinya korosi pada material tersebut dan menjawab sampai sejauh mama pengaruhnya terhadap perubahan kekuatan material pelat baja itu."
Depok: Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Soerjadi Hassan Hoesein
"ABSTRAK
Baja tipe AISI 304 adalah salah satu baja anti karat jenis Austenit merupakan modifikasi dari komposisi 18-8 yang memiliki ketahanan korosi yang lebih baik dari baja anti karat jenis Ferit dan Martensit. Pemberian panas dan pendinginan secara perlahan-lahan pada baja AISI 304 di daerah temperatur sensitasi sekitar 4000C sampai dengan 8000C akan terbentuk presipitasi Chrom karbida sepanjang batas butir, sehingga daerah di sekitar batas butir mengalami kekurangan Chrom. Akibatnya pada daerah tersebut tidak terbentuk lapisan pasif C Cr 2 03 dan akibat adanya media korosi larutan asam dan perlakuan tegangan tarik akan mempercepat pecahnya lapisan pasif yang merupakan awal terjadinya retak.
Penelitian i ni ber t u j uan mengamati efek korosi akibat deformasi terhadap sifat mekanik baja anti karat Austenit 304 yang mengalami berbagai pendinginan. Dengan metode yang digunakan adalah melakukan uji tarik, uji kekerasan dan pemeriksaan struktur mikro pada sampel yang dipanaskan 10000C selama satu jam, kemudian didinginkan secara cepat dalam air (Water Cooling, WC), udara (Air Cooling, AC) dan secara lambat di dalama tungku (Furnace Cooling, FC).
Kemudian di l ak uk an perendaman dal am media korosi larutan Natrium Chlor i da dan setelah itu diberikan variasi tegangan tarik. Hasil penelitian sampel yang mengalami korosi tegangan menunjukkan adanya perubahan sifat mekanik, kekuatan, keuletan dan kekerasannya."
1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Patricius Purwanto
"ABSTRAK
Telah dilakukan pengujian sifat termal bahan paduan zirkaloy-4 dengan mempergunakan DTA-TGA dengan kecepatan pemanasan 15, 20, dan 25 °C/menit. Dari termogram DTATGA, terjadi pergeseran pada temperatur transformasi zirkaloy-4 dan entalpi. Temperatur transformasi rata-rata (837,9 ± 3,9 ) °C dan entalpi rata-rata (-35,7 ± 0,3 ) mJ/mg. Setelah perlakuan panas ( T = 600, 700 dan 900 °C), temperatur transformasi menurun dan entalpinya naik terhadap temperatur perlakuan panas. Temperatur transformasi zirkaloy-4 setelah perlakuan panas adalah 847,0 , 837,7 dan 811,5 mJ/mg dan entalpinya adalah -22,9 ,-28,7 dan -44,5 mJ/mg.
Dari pola difraksi sinar -x pada temperatur ruang terhadap zirkaloy-4 baik tanpa dipanasi maupun yang mengalami perlakuan panas menunjukan tidak terjadi perubahan struktur kristalnya yaitu HCP. Perbandingan parameter kisi c/a untuk sampel-sampel yang tanpa perlakuan panas dan yang telah dipanasi pada suhu T= 700 °C dan T= 900 °C masing-masing selama 1 jam menunjukan harga 1,89 , 1,89 dan 1,91, sedangkan harga kerapatannya adalah 5,13 g/Cm3, 5,17 g/Cm3 dan 5,20 g/Cm3.
Dari gambar mikroskop sapuan elektron (SEM), struktur mikro zirkaloy-4 menunjukan butiran nampak berubah menjadi besar, setelah mengalami perlakuan panas pada temperatur 600, 700 dan 900 °C.
Setelah perlakuan panas (T= 600, 700 dan 900 °C), laju korosi zirkaloy-4 dengan teknik potensiodinamik menunjukan kecenderungan naik. Hasil laju korosi adalah 0,297 MPY (T = 600 °C, t= 1 jam), 0,383 MPY (T = 600 °C, t = 5 jam), 0,378 MPY (T = 600 °C, t= 7 jam), 0,400 MPY (T= 700 °C, t= 1 jam), 0,667 MPY (T= 700 °C, t= 5 jam), 0,560 MPY (T= 700 °C, t= 7 jam), 0,520 MPY (T= 900 °C, t= 1 jam), 0,493 MPY (T= 900 °C, t= 5 jam) dan 0,492 MPY (T= 900 °C, t= 7 jam)."
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indra
"ABSTRAK
Baja paduan rendah berkekuatan tinggi dapat diperoleh dengan perlakuan panas (normalisasi, quench--temper) dan penambahan unsur paduan penghalus butir. Kekuatan tinggi tersebut dapat dicapai tetapi ketangguhan akan berkurang dan rentan terhadap korosi retak tegang. Banyak kegagalan telah terjadi dalam penggunaan baja tersebut dan pada daerah sambungan las diperkirakan sebagai bagian kritikal terjadinya pertumbuhan retak. Menurut beberapa referensi, penggunaan baja dengan kekuatan luluh dibawah 135 KPsi secara umum imun terhadap lingkungan yang merusak seperti terjadinya korosi retak tegang. Kepekaan material getas maupun tangguh terhadap korosi retak tegang tergantung pada penerapan tegangan dan lingkungan yang dilayaninya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kelayakan penggunaan pipa baja berkekuatan tinggi terhadap lingkungan H2S/CO2 dari ikutan senyawa kondensat (sour corrosion) dan mekanisme terjadinya kegagalan korosi retak tegang.
'Metode yang digunakan adalah dengan melakukan pemeriksaan visual (pengukuran dimensi), uji NDT, uji sifat mekanis, uji metallografi dan uji korosi pada setiap specimen serta daerah yang mengalami kegagalan.
Hasil observasi menunjukkan bahwa telah terjadi retak patah getas prematur pada pipa yang berorientasi tegangan, diperkirakan hoop stressnya 85% SMYS (specified minimal yield strength) atau masih dibawah desain Hoop stress 90% SMYS dan tidak dijumpai adanya retak pada bagian yang mengalami kompressi. Material pipa tersebut sebenarnya masih layak untuk dioperasikan dengan keberadaan kekuatan pipa sisa (perbandingan antara tebal pipa dengan kedalaman korosi sumuran) sekitar 3,83% atau masih dibawah 10% dari yang diizinkan. Menurut beberapa sumber acuan umumnya material yang mempunyai tingkat kekerasan 200 HB (248 HV) rentan untuk terjadinya korosi retak tegang. Hasil pengujian kekerasan pada logam induk A 182 HV, HAZ A 181 HV, las A 171 HV. Selanjutnya pada logam induk B dan C (279 HV dan 256 HV), daerah HAZ B dan C (234 HV dan 219 HV), las B dan C (227 HV dan 213 HV). Berarti material pipa daerah upstream (B) dan downstream (C) rentan untuk terserang korosi retak tegang. Sedangkan hasil pengamatan metalografi mengindikasikan bahwa penjalaran retak diawali dari batas butir.
Lingkungan H2S mudah melepaskan H+ terhadap material tersebut sehingga dapat menyebabkan penggetasan hydrogen (hydrogen emrittlement,).
"
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Sairin Haning
"Perubahan struktur mikro daerah las baja karbon rendah menyebabkan terjadinya perubahan dan perbedaan sifat ketahanan korosi. Tingkat ketahanan korosi secara tidak langsung dipengaruhi oleh bentuk dan jenis pertakuan atau pengerjaan yang telah dialami sebelumnya. Untuk meningkatkan pengawasan terhadap kerusakan yang diakibatkan oleh korosi pada daerah sambungan las maka dilakukan penelitian tingkat ketahanan korosi pada daerah logam las (WM), daerah logam induk (BM) dan daerah terpengaruh panas (BM-HAZ, HAZ, WM-HAZ) dengan menggunakan bahan dari baja karbon rendah hasil canai panas yang telah mengalami proses pengelasan. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan tingkat ketahanan korosi antara masing-masing daerah disekitar sambungan las. Tingkat ketahanan tertinggi terjadi pada daerah logam las (WM) spesimen WM.2 dan tingkat ketahanan korosi terendah terjadi pada daerah berbutir halus (HAZ) spesimen WM.3.

The change of microstructure in the welding joint region of low carbon steel more often to cause difference in corrosion resistance- Corrosion resistance indirectly is influenced by the heat treatment or fabrication procedure. Improving fabrication procedure is necessary to prevent deleterious effect of corrosion in the welding joint area. Therefore in this investigation corrosion resistance in the weld metal area (WM), heat affected zone area (HAZ) as well as base metal (BM) become prime concern. The materials used in this investigation come from hot rolled process. The result indicated the different corrosion resistance between WM, BM and HAZ in the weld joint area. Highest corrosion resistance was found in the WM area while low corrosion resistance is the HAZ area."
1999
JIRM-1-3-Des1999-70
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library