Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 49 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nabila Adistri
"ABSTRAK
Keberhasilan pengajaran bahasa Mandarin tidak hanya bergantung pada unsur-unsur linguistiknya saja, namun dibutuhkan pula aspek budaya sebagai komponen penunjangnya. Dengan memahami aspek budaya dalam proses pembelajaran bahasa Mandarin, pemelajar akan lebih mudah menyerap materi yang diberikan oleh pengajar. Aspek budaya dalam pengajaran bahasa seringkali diabaikan bahkan ditinggalkan. Hal ini berakibat pada kemunculan berbagai masalah pada saat harus menggunakannya di kehidupan nyata. Untuk menghindari hal tersebut, maka dibutuhkan suatu metode pengajaran yang dilengkapi aspek budaya yang diperkenalkan di dalam materi ajar. Aspek budaya yang paling mendasar yang dibahas dalam penulisan ini adalah panggilan terhadap anggota keluarga.

ABSTRACT
The success of teaching Mandarin does not only depend on the linguistic factors; cultural aspects also play an important role as a supporting factor. By understanding the cultural aspects in learning Mandarin, students or learners will accept the teaching materials more easily. In language studies, cultural aspects are often taken for granted or even abandoned. This causes problems when they are required to practice their Mandarin in real life. In order to prevent this, it is necessary to apply a teaching method that is supported by cultural aspects. The most fundamental aspect that is discussed in this journal is the manner of addressing family members."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2017
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Tiur Nabilah
"ABSTRAK
Bahasa Mandarin memiliki pelengkap kata kerja dalam struktur kalimat. Salah satu pelengkap kata kerja tersebut yaitu pelengkap arah. Pelengkap arah ini biasa digunakan untuk memberi petunjuk arah terhadap suatu tindakan yang dilakukan oleh pelaku. Tindakan tersebut dinyatakan dalam sebuah kata kerja dan dilengkapi dengan kata petunjuk arah yang dinyatakan di dalam suatu kalimat. Makalah ini akan fokus pada cara memaparkan materi pelengkap arah dan metode pengajaran yang tepat untuk materi tersebut. Penulisan makalah ini bertujuan untuk menjabarkan struktur pelengkap arah berikut metode pengajaran yang melandasi pengajaran dan pelatihannya, serta menjabarkan sikap-sikap penting yang harus dilakukan oleh pengajar apabila para pembelajar masih belum memahami dengan jelas materi tersebut. Pengajaran di kelas diusulkan menggunakan rekaman suara, video, dan gambar untuk membantu pengajar menanggulangi kesulitan pemelajar dalam memahami materi pelengkap arah. Makalah ini menggunakan metode penelitian kepustakaan yakni buku, skripsi, kamus, jurnal internasional, dan artikel internet.

ABSTRACT
Mandarin language has a verb complement in it rsquo s sentence structure. One of them is directional complement. It is usually used for giving directions on an action a person is about to commit. Such action is expressed on a verb, equipped with a certain directional word that is stated in the sentence. This paper focuses on how to explain the directional complement material, and how best to teach it. This paper aims to explain the structure of the directional complement, including it rsquo s methods that underlies it rsquo s teaching and training, as well as outlining the substantial attitudes that must be shown by the teachers if their students still doesn rsquo t fully understand the material. Teaching in class is suggested by using sound recordings, videos and also pictures to help teachers in dealing with the difficulties the students may encounter. This paper is conducted by using library research methods such as books, thesis, dictionary, international journals and internet articles."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2017
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Santi Tania Mardianti
"Mengajarkan guratan bahasa Mandarin kepada anak usia dini membutuhkan suatu metode pengajaran yang tepat untuk mereka. Salah satu metode yang memperhatikan pengajaran untuk anak usia dini adalah metode Montessori. Penelitian ini mencoba melihat pengaruh dan efektivitas pengajaran guratan bahasa Mandarin untuk anak usia dini. Pada penelitian ini, penulis menggunakan metode kualitatif dan observasi kelas.
Penulis mengobservasi salah satu media pembelajaran metode Montessori, yaitu ldquo;sandpaper rdquo; yang digunakan untuk mengajarkan guratan dasar bahasa Mandarin. Pada penelitian ini, penulis mengambil subyek 5 anak usia dini dengan rentang usia 3 sampai 6 tahun, dan mengobservasi kegiatan selama enam kali tatap muka di dalam kelas Montessori. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh dan efektivitas media pembelajaran metode Montessori terhadap kemampuan anak usia dini.

Teaching Mandarin language basic strokes for early childhood needs the suitable teaching method for them. One of the method that pays attention to early childhood teaching is the Montessori method. This study tries to see the infulence and the effectiveness of teaching Mandarin language basic strokes for early childhood. In this study, the writer uses qualitative method and class observation.
Writer observes one of the Montessori learning material, ldquo;sandpaper rdquo; that is used for teaching Mandarin language basic strokes. The writer took 5 early childhood students as the subject with the age range between 3 to 6 years old. The study result indicates that there are influence and effectiveness between Montessori learning materials in the early childhood student skills.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Yang, Huanzi
"ABSTRAK
Pemelajaran bahasa pada hakikatnya adalah sebuah proses yang berlangsung sepanjang hayat dan dipengaruhi oleh faktor-faktor yang terdapat di sekitar pemelajar, seperti lingkungan sosial dan kebudayan yang melekat pada bahasa itu, serta aspek-aspek lain dari dalam diri pemelajar, seperti motivasi dan strategi pemelajaran. Penelitian ini
merupakan studi kasus terhadap tiga mahasiswa Indonesia yang mempelajari kemampuan berbicara bahasa Mandarin di sebuah universitas di Tiongkok dan masing-masing merepresentasikan tiga kelompok mahasiswa yang berkemampuan bagus, sedang dan lemah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan strategi kompensasi dan strategi sosial sebagai bagian dalam strategi pemelajaran bahasa oleh mahasiswa dengan capaian belajar yang tinggi dan sedang sangat berperan untuk menumbuhkan motivasi belajar bahasa Mandarin. Kedua strategi ini melibatkan hal-hal pragmatis yang dibutuhkan dan terjadi di kehidupan sehari-hari mahasiswa sehingga mahasiswa dapat melakukan evaluasi mandiri dan menumbuhkan motivasi diri. Di sisi lain, minimnya motivasi belajar juga memberikan dampak negatif pada
proses pemelajaran mahasiswa dengan capaian belajar yang rendah.

ABSTRACT
Language learning is essentially a process that lasts a lifetime and is influenced by factors surround the learner, such as social and cultural environment inherent to the language, as well as other aspects of the learner's self, such as motivation and learning strategies. This research is a case study of three Indonesian students studying Mandarin at a university in China and each represents three groups of students who have high, medium and low learning outcomes. The results showed that the use of compensation strategy and social strategy as part of language learning strategies by students with high and medium learning achievements held an important role to foster motivation in
learning Mandarin for they involved pragmatic things needed and occured in daily life so students could do self-evaluation and foster self-motivation. On the other hand, the lack of motivation to learn also brought negative impact on the learning process of student with low learning outcomes."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Melysa Martha Auliasari
"Tes pilihan ganda merupakan tes yang sering digunakan guru untuk menilai kinerja peserta tes. Jenis penilaian ini dapat mengukur kemampuan reseptif siswa. Tes pilihan ganda dapat digunakan untuk mengukur pengetahuan membaca, mendengarkan dan tata bahasa (Brown dan Hudson: 1998, hal.659). Tidak hanya batang soal, jumlah pilihan jawaban juga dapat menentukan kualitas tes, terutama jumlah distraktor. Distraktor adalah pilihan jawaban yang salah di setiap item pilihan ganda. Semakin banyak distraktor yang diberikan tidak serta merta berarti tes tersebut memiliki tingkat kesukaran dan diskriminasi yang baik. Penelitian ini berfokus pada pengujian dua tes pilihan ganda yang memiliki tiga pilihan, terdiri dari satu jawaban dan dua distraktor dan empat pilihan, terdiri dari satu jawaban dan tiga distraktor. Tes pilihan ganda yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes pilihan ganda bahasa Mandarin. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi tentang jenis tes pilihan ganda bahasaMandarin mana yang lebih efektif dalam hal jumlah pilihan jawaban yang digunakan, sehingga pembuat tes dapat membentuk tes pilihan ganda bahasa Mandarin dengan kualitas yang lebih baik. Metode penelitian ini adalah metode campuran dengan menggabungkan metode kuantitatif dan kualitatif. Instrumen data penelitian ini adalah dua tes Hanyu Shuiping Kaoshi (HSK) tingkat 4 dan hasil wawancara dengan dua puluhpartisipan. Hasil tes dianalisis menggunakan konsep metode klasik item facility dan itemdiscrimination (Brown dan Abeywickrama, 1950) serta menggunakan metode modern aplikasi pemodelan Rasch. Kedua metode ini digunakan untuk membuat analisis lebih akurat. Hasil analisis dibandingkan dan disajikan dengan table t-test. Setelah itu, data hasil wawancara juga disajikan untuk menjawab pertanyaan penelitian ketiga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan jumlah pilihan jawaban yang berbeda pada tes pilihan ganda bahasa Mandarin tidak berpengaruh pada tingkat kesukaran dan diskriminatif pada tes. Hasil wawancara partisipan menunjukkan bahwa partisipan lebih menyukai tes pilihan ganda bahasa Mandarin dengan tiga pilihan jawaban karena dengan jumlah pilihan jawaban yang lebih sedikit berarti mereka harus memahami karakter Han yang lebih sedikit juga. Selain itu, penggunaan tiga pilihan dapat menghemat waktu pembuat tes dalam membuat tes pilihan ganda bahasa Mandarin.

Multiple choice test is a test that is often used by teachers to assess test takers’ performance. This type of assessment can measure students' receptive abilities. Multiple choice tests can be used to measure reading, listening and grammar knowledge (Brown and Hudson: 1998, p.659). Question stems as well as the number of options can determine the quality of the test, in particular the number of distractors or the wrong options in each multiple choice item. The more choices provided in the test do not necessarily mean that the test has a good level of difficulty and discrimination. This study focuses on examining two multiple choice tests that have three options, consisting of one answer and two distractors and four options, consisting of one answerand three distractors. The multiple choice tests used in this study are Chinese multiple choice tests. The purpose of this research is to provide information on which type of Chinese multiple choice test is more effective in terms of the number of optionsused, so test makers can make a Chinese multiple choice test with better quality. This research method is a mixed method by combining quantitative and qualitative methods. The data instruments of this research are two tests of Chinese language Hanyu Shuiping Kaoshi (HSK) level 4 and interview results with twenty participants. The test results are analyzed using the classical method concept of item facility and item discrimination (Brown and Abeywickrama, 1950) and also using the modern method of Rasch model application. These two methods are used to make the analysis more accurate. The results of the analysis were compared and presented with a t-test table. After that, the data from the interviews were also presented to answer the third research question. The results showed that the use of different numbers of options in the Chinese multiple choice tests had no effect on the level of difficulty and discrimination on the test.. The results of the participant interviews show that the participants prefer to have a Chinese multiple choice test with three options because a fewer number of options means they have to understand fewer Han characters. In addition, the use of three options can save the test writer’s time in writing Chinese multiple choice tests."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Abiyyu Dary Yahya
"Penelitian ini akan membahas 7 jenis konjungsi temporal dalam Bahasa Mandarin, yaitu 以后 yǐhòu,以前yǐqián, 然后ránhòu, 当dāng, 刚才gāngcái, 同时 tóngshí, dan 最后zuìhòu. Setiap konjungsi tersebut memiliki perbedaan dan persamaan pada posisi dan urutan peristiwa pada klausa yang mengandung konjungsi temporal dalam kalimat Bahasa Mandarin. Data penelitian ini diambil dari cerpen Cina yang berjudul 手shǒu. Pada cerpen ini, terdapat 16 data berbahasa Mandarin yang memunculkan jenis konjungsi temporal Bahasa Mandarin. Dari data ini akan di analisis posisi dan urutan peristiwa pada klausa yang mengandung konjungsi temporal dalam kalimat Bahasa Mandarin. Hasil penelitian menemukan bahwa posisi konjungsi temporal ada yang terletak di awal kalimat, terletak pada klausa 1 sebagai klausa subordinatif atau inti, terletak di depan atau belakang klausa 1 sebagai klausa inti, di depan klausa 2 sebagai klausa inti atau subordinatif, dan berada pada klausa 2 sebagai klausa subordinatif. Selain itu, urutan peristiwa pada klausa yang mengandung konjungsi temporal ada yang menunjukkan suatu peristiwa terjadi lebih dulu daripada peristiwa lain, dua peristiwa yang terjadi pada waktu bersamaan, menunjukkan peristiwa yang sedang terjadi, peristiwa kedua akan terjadi selesai peristiwa pertama, dan menunjukkan peristiwa yang diinginkan dalam waktu lama baru terjadi.

This research will discuss 7 types of temporal conjuctions in Chinese, which are以后 yǐhòu,以前yǐqián, 然后ránhòu, 当dāng, 刚才gāngcái, 同时 tóngshí, dan 最后zuìhòu. Each of these conjuctions has differences and similarities in the position and order of the moments on the clauses that contain temporal conjuctions on the sentences in Chinese. Data for this research is taken from a Chinese short story entitled 手shǒu. In this short story, there are 16 Chinese language data that has Chinese temporal conjunctions, and then, will analyze positions and order of the moments on the clauses that contain temporal conjuctions on Chinese sentences. The results of the study found that the position of temporal conjunctions is located at the beginning of the sentence, located in clause 1 as a subordinating or core clause, located in front of or behind clause 1 as a core clause, in front of clause 2 as a core or subordinate clause, and is in clause 2 as a subordinate clause. In addition, the sequence of moments in clauses containing temporal conjunctions shows that a moment occurs before another moment, two moments that occur at the same time, indicate a moment that is currently happening, the second moment will occur after the first event, and indicates the moment desired to be happened in a long time just happened."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Anne Tarania Martani
"Tesis ini mencoba untuk menjawab permasalahan terjadinya kesenjangan pencapaian pemelajaran yang diraih pemelajar bahasa Mandarin sebagai bahasa kedua di Indonesia dengan meneliti strategi belajar hanzi yang digunakan oleh pemelajar Indonesia, faktor¬faktor yang mempengaruhi pemilihan suatu strategi belajar tertentu serta perbedaan strategi belajar yang digunakan oleh pemelajar yang berhasil dan pemelajar yang kurang berhasil.
Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus yang menggunakan instrumen kuesioner, verbal report, wawancara, dan tes dengan jumlah subjek penelitian sebanyak 13 orang. Data dianalisis dengan menggunakan teknik tipologi.
Dari penelitian ini, ditemukan 64 buah strategi belajar hanzi yang terbagi dalam enam buah kelompok strategi. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan strategi belajar tertentu dapat dilihat dari faktor pemelajar dan faktor ortografi. Selain itu, penelitian ini juga menemukan adanya strategi-strategi tertentu yang digunakan oleh pemelajar yang berhasil untuk mendukung pemelajarannya namun tidak digunakan oleh pemelajar yang kurang berhasil.

This study tried to answer why there was a gap in learning achievements among Indonesian learners who studied Mandarin Chinese Language as a second language. A research on the hanzi learning strategies used by the Indonesian learners, the factors that influenced the selection of a particular learning strategy and the differences of learning strategies applied by successful learners and unsuccessful learners was conducted to answer the question.
This research was a case study research with 13 research subjects. The instruments used for collecting the data were questionnaires, verbal reports, interviews as well as tests. The data were analyzed by using typology technique.
Based on the data collected, this research identified 64 harrzi learning strategies which were divided into six main categories. There were two factors that influenced the application of these strategies: learner factor and orthography factor. Furthermore, this research also found several particular strategies that were used effectively by the successful learners to enhance their studies, but they were not used by the unsuccessful learners.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2009
T37526
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Lu Li Qian Qian
"Di Indonesia, beberapa tahun terakhir ini, seiring dengan meningkatnya fenomena Rising China, terjadi peningkatan jumlah sekolah yang mengajarkan pelajaran bahasa Mandarin. Peningkatan ini sebagian juga disebabkan oleh berakhirnya periode Orde Baru yang membuka luas kesempatan bagi keturunan etnis Tionghoa untuk mendapat pendidikan bahasa Mandarin. Tren tersebut memunculkan pertanyaan, apakah terbukanya kembali kesempatan belajar bahasa Mandarin pada etnis Tionghoa tersebut menimbulkan adanya re-asersi ke-'Tionghoa'-an di antara etnis Tionghoa di Indonesia yang berorientasi akhir pada 'negeri leluhur' (Tiongkok) atau lebih didasarkan pada pandangan kosmopolitan yang tidak mempertimbangkan batasan lintas etnis sebagai bagian penting dari identitas mereka? Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, pendekatan etnografis, observasi dan survei terhadap para orangtua siswa etnis Tionghoa (baca: Indonesia-Tionghoa) yang lahir pada periode Orde Baru. Para responden yang diobservasi tersebut telah menyekolahkan anak-anak mereka ke sekolah yang mempunyai kurikulum pelajaran bahasa Mandarin.
Observasi dilakukan di tiga kota terbesar di Indonesia, yaitu Jakarta, Surabaya, dan Medan. Alat analisis yang digunakan adalah teori identitas, fenomena resinisisasi, konsep esensialisme dan stereotip, kosmopolitan dan globalisasi yang akan digunakan sebagai kerangka utama untuk membahas masalah ini. Temuan penelitian ini adalah, melalui pembelajaran bahasa Mandarin, telah terjadi re-(posisi) identitas. Identitas yang masih melekat kuat adalah identitas etnis dan identitas historis. Sementara itu, identitas komunal masih terlihat, tetapi relatif sedikit muncul pada sebagian responden. Dari deretan identitas tersebut, identitas yang begitu kuat muncul adalah identitas etnis dan identitas historis, yang tercermin melalui orientasi dan motivasi untuk meningkatkan ekonomi, pendidikan, dan teknologi. Ketiga orientasi ini merupakan bagian dari identitas historis yang melekat pada orang Tionghoa, seperti rajin mencari uang dan mudah adaptasi di mana pun. Sementara itu identitas etnis digambarkan melalui keinginan kuat untuk belajar berbahasa Mandarin dengan tujuan baru yaitu melihat peluang-peluang dari fenomena 'Rising China' dan unggul dalam peradaban melalui teknologi.
Temuan-temuan dari penelitian juga menunjukkan bahwa (1) sebagian besar responden merasa bangga akan negeri leluhur, tetapi mereka tidak ingin pindah ke negeri Tiongkok, (2) mereka mempunyai nama Tionghoa tapi sudah tidak menggunakannya di dalam dokumen resmi. (3) ketika di luar negeri, mereka lebih ingin diidentifikasi sebagai orang Indonesia-Tionghoa. Berdasarkan temuan tersebut, terlihat bahwa fenomena resinisisasi yang terjadi pada etnis Tionghoa di Indonesia pada umumnya merupakan koneksi sosio-kultural dan bukan politis. Pandangan esensialisme dan stereotip memang membentuk rasa bangga terhadap negeri leluhur, tetapi hal tersebut tidak signifikan terlihat. Selain itu, gagasan kosmopolitan dan globalisasi yang dinamis dapat lebih membantu untuk mendefinisikan identitas orang Indonesia-Tionghoa Bahasa Mandarin dan pembelajaran bahasa Mandarin di Indonesia oleh orang Indonesia-Tionghoa tidak hanya sebagai bentuk resinisisasi etnis, tetapi juga re-posisi peran bahasa Mandarin sebagai bagian dari identitas budaya kosmopolitan.

In Indonesia, there has been an increase in the number of schools that offer Mandarin language lessons in recent years, alongside the increasing 'Rising China' phenomenon. This increase was also partly due to the collapse of Indonesia's New Order government which opened opportunities for Chinese-Indonesian descendants to obtain Mandarin education. The trend raises the question, whether the reopening of opportunities to learn Mandarin has led to the reassertion of 'Chinese-ness' for Chinese-Indonesians which is oriented towards the 'ancestral homeland' (China), or is it based on a cosmopolitan view that considers cross-ethnic boundaries as an important part of their identity? This study uses qualitative method, ethnographic approaches, observations and surveys of parents of students (Chinese-Indonesian) who were born and raised during the New Order period. Respondents are the ones that have sent their children to schools that have a Mandarin language curriculum.
The research was carried out in the three largest cities in Indonesia, namely Jakarta, Surabaya and Medan. The analytical tool used is identity theory, the phenomenon of re-sinicization, the concept of essentialism and stereotypes, cosmopolitanism and globalism, which will be used as the main framework to discuss the issues. The findings of this study show through learning Mandarin, there has been a re-positioning of identities. Identities that are still inherently strong are ethnic identity and historical identity. Meanwhile, though communal identity is still visible, it only appears in relatively few respondents. From the aforementioned identities, identities that seems to be strong are ethnic identity and historical identity, which are reflected through orientation and motivation to improve economy, education and access to technology. Meanwhile, ethnic identity is portrayed through a strong desire to learn Mandarin with a new goal of seizing the opportunities offered by the 'Rising China' phenomenon and excelling through the mastery of technology.
The findings of the study also showed that (1) most respondents felt proud of their ancestral homeland, but they did not want to move to China, (2) they had Chinese names but did not used them in official documents. (3) when abroad, they would rather be identified as Chinese-Indonesians. Based on these findings, it can be seen that the phenomenon of re-sinicization that occurred amongst the Chinese-Indonesians in general is a socio-cultural and not political phenomenon. While essentialism and stereotypes indeed form a sense of pride for the ancestral homeland, this is not significant. In addition, the idea of cosmopolitanism and x dynamic globalism help redefine the identity of Chinese-Indonesians. Mandarin language learning in Indonesia by Chinese Indonesians is not only a form of re-sinicization, but also a re-positioning of the role of the Mandarin language as part of a cosmopolitan cultural identity."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
D2639
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayubi Cakradiwati
"Skripsi ini mengungkapkan pendistribusian, makna pemakaian, serta cara membedakan pemakaian pelengkap arah majemuk 起来 qǐlái dan 出来 chūlái pada predikat yang sama. Penelitian menggunakan metode kepustakan, dengan data berasal dari sumber elektronik korpus, cerpen, dan sumber cetak buku serta teks pidato. Hasil analisis menunjukkan pendistribusian kedua pelengkap dalam kalimat dapat dipengaruhi oleh keberadaan obyek, keterangan (tempat), dan partikel 了 le. Dalam pemakaiannya terdapat 34 buah data bermakna arah dan 82 buah bermakna kiasan. Pemakaiannya pada predikat yang sama dibedakan antara lain melalui tujuan/maksud yang ingin diungkapkan oleh pembicara (berkaitan dengan makna pelengkap arah majemuk tersebut).

This thesis reveals the distribution, meaning in usage, and ways to distinguish the use of Chinese compound directional complements 起来 qǐlái and 出来 chūlái when complementing the same predicate. This research used literature-based research method, used corpus, short stories, books and speech script as its data source. The results show that the distribution of both complements maybe affected by the object, adverb and use of 了 le particle in sentence. In their usage, there are data which have 34 literal and 82 metaphorical meanings. The difference of their usage on the same predicate can be distinguished by the purpose one wants to deliver in their speech (relates to the meaning).
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2017
S68179
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 >>