Ditemukan 24 dokumen yang sesuai dengan query
Steven Kurniadi Idries
"Film adalah karya seni budaya yang merupakan pranata sosial dan media komunikasi massa, dan sensor merupakan filter untuk menentukan apa yang patut diperlihatkan dan apa yang tidak patut diperlihatkan. Dalam hal penyensoran film, wewenang tersebut dimiliki oleh Lembaga Sensor Film sebagai suatu representasi peran negara untuk melindungi Indonesia dari budaya yang bersifat destruktif bagi budaya Indonesia. Namun sebagai pelindung budaya, Lembaga Sensor Film tidak memiliki parameter yang jelas dalam menjalankan kegiatan penyensoran dan penentuan penggolongan usia penonton sehingga cenderung menjadi multi- interpretatif dan sangat bersifat subyektif. Kelenturan ketentuan tersebut mengakibatkan mudahnya suatu film yang hendak rilis untuk disetir sesuai dengan kepentingan pihak yang memegang kekuasaan.
Film as a form of art has the capacity of visual communication, and censorship is a filter thats used to determine what is proper to be shown to the public and whats not. The authority to censorize film is given to the Board of Film Censorship to represent the Indonesian governments willingness to protect Indonesia from something that could possibly destroy Indonesias culture but Board of Film Censorships regulation seems too abstract because of the seemingly loose parameter therefore it could cause some multi-interpretation, a higher possibility of unobjective assessment of the film for the sake of fulfilling the regimes interest."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Mulki Makmun
"Ditegakkannya Hukum Syariah di Provinsi Aceh memunculkan serangkaian peraturan bernuansa Islam. Hadirnya peraturan-peraturan yang mengatur perilaku menyimpang kemudian memunculkan diskriminasi terhadap perempuan dalam pelaksanaannya. Penelitian ini kemudian mencoba melihat konstruksi perilaku menyimpang terhadap perempuan yang terkandung di dalam peraturan tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan Sosiologi Hukum, Feminist Jurisprudence, dan Kriminologi Kritis melalui Teori Realitas Sosial Kejahatan. Menggunakan pendekatan kualitatif dengan memakai studi dokumen dan wawancara, serta ditambah dengan studi literatur, penelitian ini menemukan bahwa dalam dua Qanun tidak terdapat kalimat bias gender yang diskriminatif terhadap perempuan. Diskriminasi terjadi karena konstruksi budaya dalam masyarakat yang dipengaruhi oleh patriarki dalam menginterpretasikan Qanun.
The implementation of Shariah Law in Aceh Province triggered creation of series of Islam related rules. Several rules that regulate deviance, in time, impose discrimination towards women in the practice. This research tries to oversee the constructed deviance of women that were defined within the rules. This research based on Sociology of Law approach, Feminist Jurisprudence, and Critical Criminology within Social Reality of Crime Theory. Using qualitative approach supported with documents study and interview completed with literature study, this research found that in two Qanun there is no gender-biased lines and discrimination towards women. Discrimination in this case happened because of cultural construction within the local people that influenced by patrialchal views in interpreting Qanun."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S56480
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Gladys Nadya
"Fenomena peradilan sesat adalah ketika seorang terduga pelaku kejahatan mengalami penuntutan, penghukuman, dan penahanan karena kejahatan yang tidak dilakukan merupakan permasalahan hukum dan sosial yang terjadi dalam sistem peradilan pidana, juga menjadi permasalahan sistemik yang dapat merusak integritas dan legitimasi proses peradilan pidana. Sebagai bagian dari objek studi kriminologi, penulisan ini bertujuan ingin melihat bagaimana manifestasi fenomena peradilan sesat dalam sistem peradilan pidana dengan menggunakan deskripsi 2 kasus yang berbeda yaitu kasus YT dan YM serta menguraikan faktor-faktor penyebab peradilan sesat pada 2 kasus tersebut berdasarkan indikator dari Bohm (2005), Naughton (2007), Colvin (2009), serta Poyser dan Milne (2011). Tidak hanya itu, juga menganalisis menggunakan pembahasan peradilan sesat oleh Forst (2004) perihal error of due process dan mengaitkan fenomena tersebut dengan perspective of justice sistem peradilan pidana yaitu due process model. Melalui analisis dengan pendekatan tersebut menggunakan data sekunder putusan pengadilan dan dokumen pendukung kasus YT dan YM, ditemukan bahwa fenomena peradilan sesat pada kasus YT dan YM memiliki kesamaan dalam faktor penyebab terjadinya peradilan sesat pada kasus mereka dan faktor yang sangat berkontribusi besar berasal dari penyelewengan pada penyidikan Kepolisian, yang pada akhirnya memengaruhi proses peradilan pidana selanjutnya. Dan fenomena tersebut dapat dikatakan sebagai bentuk pelanggaran due process model yang bersifat due process prosedural yang juga mencakup pelanggaran hak asasi manusia pada aspek hak fair trial serta dalam kajian lingkup sosiologi hukum manifestasi dari pengingkaran moralitas praktisi hukum pada pemikiran Durkheim, ketidakrasionalan hukum modern Weber, dan kesadaran hukum yang palsu pada pemikiran Peters.
The phenomenon of Miscarriage of Justice is when a suspected criminal experiences prosecution, punishment, and detention because a crime that was not committed is a legal and social problem that occurs in the criminal justice system, it is also a systemic problem that can damage the integrity and legitimacy of the criminal justice process. As part of the object criminology studies, this paper aims to see how the manifestation of the phenomenon Miscarriage of Justice in the criminal justice system uses descriptions of 2 different cases, namely YT and YM cases, and describes the factors causing Miscarriage of Justice in these 2 cases based on indicators from Bohm (2005), Naughton (2007), Colvin (2009), and Poyser and Milne (2011). It also analyzes using the Miscarriage of Justice discussion by Forst (2004) regarding error of due process and associates this phenomenon with a perspective of justice in the criminal justice system, namely the due process model. Through analysis with this approach, using Court Decision and supporting documents as secondary data, it was found that the phenomenon of Miscarriage of Justice in YT and YM cases has similarities in the factors causing Miscarriage of Justice in their cases and the most contributing factor comes from investigation misconduct by the Police, which ultimately affects the subsequent criminal justice process. And this phenomenon can be said as a form of the due process model violation criminal justice system, which is due process procedural that also includes human rights violations in fair trial rights. In the study of the sociology of law, the manifestation of denial of the morality of legal practitioners in Durkheim’s thought, the irrationality of Weber’s modern law, and the false awareness of law in Peters’ thought."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Alifia Putri Yudanti
"Kerajaan Kedah adalah salah satu kerajaan yang ramai dikunjungi pedagang dari berbagai negara karena letaknya di pesisir pantai. Oleh karena perkembangan penduduknya yang pesat, pemerintah akhirnya membuat Undang-undang Kedah untuk mengatur kehidupan masyarakatnya. Salah satunya adalah Undang-undang Kedah ML 25 yang berisi pasal pernikahan. Di dalamnya, terdapat besaran mahar yang merupakan hasil implementasi agama Islam dan Hindu. Konsep mahar yang dimiliki oleh agama Islam berakulturasi dengan agama Hindu, yaitu sistem kasta. Hal ini ditunjukkan pada syarat mahar yang besarannya disesuaikan dengan kasta para calon perempuan. Oleh karena itu, masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh agama Hindu dan Islam pada syarat mahar yang terdapat dalam pasal pernikahan UUK ML 25. Untuk menjawab permasalahan tersebut, penelitian ini menggunakan kajian tekstologi dengan pendekatan historis dan sosiologi hukum. Adapun metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif untuk menjabarkan secara rinci. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa seorang raja mampu menggunakan kekuasaannya dengan mengimplementasikan dua konsep berbeda yang dimiliki agama Hindu dan Islam melalui Undang-undang Kedah untuk kepentingan pemerintahannya.
The kingdom of Kedah is one of the kingdoms that is crowded with traders from various countries because of its location on the coast. Due to the rapid development of its population, the government finally made the Kedah Law to regulate the lives of its people. One of them is Undang-undang Kedah ML 25 which contains articles on marriage. In the article, There is regulation for the amount of dowry which is the result of the implementation of Islam and Hinduism. The concept of dowry which is owned by Islam is acculturated with Hinduism, namely the caste system. In terms of dowry, the amount is adjusted to the caste of the female bride to be. Therefore, the problem raised in this study is how the influence of Hinduism and Islam on the dowry requirements contained in the marriage article UUK ML 25. To answer this problem, this study uses a textological study with a historical and sociology of law approach. The method used is descriptive qualitative to describe in detail. The results of this study indicate that a king is able to use his power by implementing the different concepts of two religions, Hinduism and Islam, through the Kedah Law for the benefit of his government."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja Universitas Indonesia Library