Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 82 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jakarta: Universitas Mercu Buana,
900 AST
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library
cover
Dodi Mantra
"Krisis Asia yang menemukan aktualisasinya di Indonesia pada pertengahan tahun 1997 telah membawa perekonomian negeri ini di bawah kendali lembaga moneter internasional, IMF. Selama empat periode pemerintahan dari tahun 1997-2004, kebijakan-kebijakan ekonomi Indonesia dirumuskan atas dasar kondisionalitas yang ditekankan oleh lembaga tersebut. Di bawah skema program fasilitas pinjaman siaga (stand-by arrangement) yang kemudian bergeser menjadi fasilitas pinjaman yang diperluas (extended fund facilities), IMF melakukan tekanan terhadap pemerintah Indonesia dalam rangka penerimaan dan pengimplementasian kondisionalitas yang menjadi syarat pencairan pinjaman. Penelitian ini berupaya untuk memberikan sebuah eksplanasi mengenai faktorfaktor yang melatarbelakangi tekanan IMF terhadap pemerintah Indonesia selama periode 1997-2004 baik yang bersifat ekonomi ataupun politik, secara ekstemal maupun internal. Selain itu, penelitian ini juga ditujukan untuk mengidentifikasi kepentingan-kepentingan ekonomi politik internal dan eksternal di balik eksistensi tekanan IMF yang berlangsung selama periode tersebut. Analisis mengenai pengaruh tekanan IMF terhadap stabilitas ekonomi politik Indonesia juga menjadi salah satu tujuan di dalam penelitian ini.
Penelitian ini menggunakan sebuah model analisa yang dikembangkan berdasarkan beberapa studi yang telah dilakukan sebelumnya dalam rangka menjelaskan latar belakang terjadinya tekanan IMF terhadap pemerintah Indonesia selama periode 1997-2004 dalam konteks yang lebih bersifat mutidimensional Model analisa tersebut menjadi sebuah panduan untuk menemukan data-data yang menunjukkan eksistensi tekanan IMF beserta denganfakta. fakta yang menjelaskan fuktor-faktor yang melatarbelakangi tekanan lembaga tersebut terhadap pemerintah Indonesia selama periode 1997-2004. Dengan menggunakan pendekatan yang bersifat multidimensional penelitian ini mencermati dinamika-dinamika instrumental, struktural, atau jejaring individual dan gagasan beserta kepentingan dan nilai yang melekat di dalamnya, untuk memberikan gambaran eksplanatif atas latar belakang tekanan IMF terhadap pemerintah Indonesia.
Berdasarkan temuan yang diperoleh dari beberapa sumber data, baik dokumen ataupun wawancara langsung dengan pengambil kebijakan di Indonesia, terdapat beberapa faktor yang menjadi latar belakang bagi tekanan IMF terhadap pemerintah Indonesia selama empat periode pemerintahan tersebut. Dari sisi ekstemaL terdapat empat faktor yang ditemukan di dalam penelitian ini. Pertama, upaya reformasi ekonomi politik Indonesia menuju proses liberalisasi lebih jauh. Kedua, pergeseran politik luar negeri Amerika Serikat terhadap pemerintahan Soeharto. Ketiga, upaya untuk memastikan pembayaran kembali utang luar negeri Indonesia terhadap negara-negara G-7 dan kreditor internasional. Keempat, eksistensi kepentingan komunitas finansial internasional. Sementara itu, terdapat tiga faktor internal ekonomi politik Indonesia yang secara efektif melatarbelakangi tekanan IMF pada periode Oktober 1997-September 2004. Pertama, monopoli oligarki Soeharto terhadap seluruh aset-aset strategis perekonomian Indonesia. Kedua, praktik: korupsi, kolusi dan nepotisme yang semakin merajalela. Ketiga, peranan komunitas epistemis liberal Indonesia.
Analisis dalam penelitian ini menunjukkan bahwa faktor-faktor tersebut berkolaborasi satu sama lain sehingga membentuk sebuah kombinasi faktor yang secara efektif melatarbelakangi tekanan IMF terhadap pemerintah Indonesia selama periode 1997-2004. Analisis dalam penelitian juga ini menunjukkan bahwa koalisi kepentingan baik eksternal ataupun internal yang bekerja melalui tangan IMF secara langsung telah berhasil membawa perekonomian Indonesia ke arah sistem pasar liberal di mana tiga pilar neoliberalisme, fiscal austerity, privatisasi dan liberalisasi dapat berdiri dengan kokoh berkat tekanan IMF terhadap pemerintah Indonesia selama periode tersebut. Marginalisasi peranan pemerintah dalam perekonomian yang berimbas pada semakin terpuruknya kondisi perekonomian masyarakat kelas bawah juga menjadi bukti tersendiri eksistensi faktor-faktor yang bersifat multidimensional di balik tekanan IMF terhadap pemerintah dalam periode 1997-2004."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
[Klaten]: Sahabat, 1999
900 DUA
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Azrohal Hasan
"

Studi ini mengangkat tentang Kampanye politik program kontrasepsi di masa pemerintahan presiden Soeharto yang terjadi antara tahun 1967-1989 di Jakarta. Dalam penelitian ini, penulis berusaha menggali dari dua sisi, yaitu pemerintah, dari segi sosialisasi, dan masyarakat dari segi penerimaan, dalam penerapan kebijakan keluarga berencana. Hal ini bertujuan agar penulis mendapatkan pandangan yang menyeluruh terhadap peristiwa sejarah penerapan program keluarga berencana di Jakarta pada tahun tersebut. Saat itu, kota ini mengalami peningkatan jumlah penduduk yang tinggi akibat semakin majunya ekonomi dan pembangunan. Hal ini pun menarik pendatang dari berbagai daerah. Namun sayangnya, rendahnya kualitas SDM para pendatang membuat tingkat kesejahteraan masyarakat di Jakarta rendah, salah satu penyebabnya adalah karena banyaknya anak yang harus ditanggung. Penelitian serupa tentang kependudukan, sebelumnya banyak dihasilkan oleh para pakar kependudukan dan kesehatan, seperti karya Firman Lubis & Anke Niehof (2003). Metode penelitian pada studi ini menggunakan konsep pendekatan korporatis dan struktur sosial dari Hegel sebagai alat bantu untuk memahami peristiwa sejarah. Pemerintah memulai Program keluarga berencana pada tahun 1967, dengan Jakarta sebagai pilot projectnya, sebagai solusi masalah pertumbuhan penduduk yang tinggi.

 


This research discusses about the political campaign on contraception during Soehartos reign between 1967 and 1989 in Jakarta. In this study, the authors tried to explore from two sides, the government, in terms of publication, and society, in terms of acceptance, on implementing the family planning program. This step was taken because the writer aims to get a comprehensive view of the historical events regarding the implementation of the family planning program in Jakarta during the period. At that time, the number of population in Jakarta highly increased due to the advancement of the economy and development. It attracted migrants from various regions in Indonesia to move to the city. However, the low quality of human resources of the migrants made the level of welfare of the people in Jakarta low, one of the reasons was because of the large number of children they must look after. Previously, similar research on population was produced by the experts of population and health, for example Firman Lubis and Anke Niehof (2003). The writers study utilizes historical method by using the concept of Hegels corporate approach and social structure as a tool for understanding historical events. Indonesias government began the family planning program in 1967, with Jakarta as the pilot project, as a solution to high population growth.

"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Tulisan ini bertujuan untuk membahas politik rekonsiliasi di Indonesia pasca-Soeharto dengan fokus utama pada tekanan yang sebelumnya belum pernah dialami pemerintah untuk menyikapi pelanggaran-pelanggaran hak aasasi manusia di masa lalu. Pengalaman Indonesia masa kini menggambarkan kerumitan proses penyikapan terhadap pelanggaran di masa lalu dan menunjukkan perlunya pembahasan dalam konteks semakin banyaknya literatur tentang keterbatasan dan kesempatan yang dihadapi negara-negara demokrasi baru dalam menyikapi pelanggaran di masa lalu. Adalah benar bahwa secara komparatif kasus Indonesia ini bukan kasus yang baru, karena negara-negara demokrasi baru juga harus menghadapi situasi serupa, namun studi kasus tentang pembantaian Tanjung Priok pada tahun 1984 yang akan disajikan dalam tulisan ini juga menunjukkan perlunya pengembangan strategi yang menggabungkan elemen-elemen penuntutan, rekonsiliasi dan pengampungan di Indonesia pasca-Soeharto. "
Jakarta: ELSAM,
340 DIG
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library
cover
Tria Sri Wahyuni
"ABSTRAK
Operasi Militer Seroja yang dilakukan untuk menyelesaikan masalah Timor Timur pada masa pemerintahan Soeharto menghasilkan permasalahan baru yang menimpa keluarga dan mantan prajurit Seroja, banyaknya prajurit yang gugur dan cacat misalnya. Permasalahan tersebut menyebabkan pemerintah Soeharto harus melakukan tindakan lanjutan untuk mengapresiasi perjuangan prajurit yang telah berjuang dalam Operasi Seroja. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kebijakan dan aplikasi kebijakan pemerintah Soeharto tersebut dalam menangani nasib keluarga dan mantan prajurit Operasi Seroja yang mengalami kerugian baik fisik maupun psikis pascaoperasi militer. Selain itu, penelitian ini juga ingin mengetahui reaksi keluarga dan mantan prajurit Operasi Seroja di Bekasi terhadap program bantuan pemerintah Soeharto. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah dengan sumber utama wawancara, yaitu keluarga dan mantan prajurit Operasi Seroja di Bekasi. Skripsi ini memberikan kontribusi terhadap kajian Sejarah Indonesia era Orde Baru di bidang militer. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemerintah berperan besar terhadap nasib kelangsungan hidup keluarga dan mantan prajurit Operasi Seroja di Bekasi.

ABSTRACT
The Military Operation of Seroja that was carried out to solve the East Timor problem during the Soeharto rsquo s administration led to new problems affecting the Serojas Operation former soldiers and their families. For example, many of soldiers died and got handicapped. The problem caused the Soehartos administration to take further action to appreciate the struggle of soldiers who have fought in Seroja Operation. The purpose of this thesis is to know the efforts of Soehartos administration in dealing with the fate of the Serojas Operation former soldiers and their families who suffered both physical and psychological problem after military operation. Secondly, it is to find out the reactions of the Serojas Operation former soldiers and their families especially in Bekasi on Soehartos administration assistance program. This thesis uses historical method by conducting interviews as the main source. The respondens are Serojas Operation former soldiers and their families in Bekasi. This thesis aimed to complete the study of Indonesian military history in the Soehartos era. This thesis shows that Soehartos administration has a big role for the fate of Serojas Operation former soldiers and their families in Bekasi."
2017
S68725
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fuad Gani
"ABSTRAK
Selama lebih dari tiga dekade 1965-1998 Presiden Soeharto memimpin Negara Kesatuan Republik Indoensia NKRI . Pemerintahannya sangat membatasi pembuatan dan penyebaran informasi di masyarakat. Lembaga pers dan penerangan diawasi ketat dan kebebasan berekspresi dibatasi. Tujuannya adalah menciptakan suatu stabilitas nasional yang menjamin keberlangsungan pembangunan nasional. Masalah penelitian adalah menganalisa bagaimana penerapan kebijakan informasi di bidang pers selama masa Orde Baru. Sedangkan tujuan penelitian ini adalah menjelaskan bagaimana penciptaan dan penerapan kebijakan informasi pada pers dan dampaknya sehingga mampu menopang pemerintah Orde Baru dengan memperhatikan peran Departemen Penerangan, lembaga pers dan perlawanan pers itu sendiri. Selain itu juga memperlihatkan bagaimana agen manusia dan lembaga bekerja dalam menciptakan dan membangun kebijakan informasi yang ditaati masyarakat. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif melalui kajian ideologis, pers, kebijakan informasi dan model politik informasi. Kontribusi penelitian ini dalam teoritis dan praktis adalah ditemukannya model politik informasi dan konsep informasi baru dalam kebijakan informasi yaitu model politik informasi korporasi dan informasi sebagai instrumen kekuasaan.

ABSTRACT
For more than three decades 1965 1998 President Soeharto had ruled the Unitary State of the Republic of Indonesia NKRI . His government controlled tightly the production and dissemination of information in the society. Press and information institutions were supervised and freedom of expression restricted systematically. The aim was to create a national stability ensuring the achievement of national development. The problem of the research is to analyze the implementation of information policy on press during the New Order era. Meanwhile the purpose of this study is to explain how to establish and apply the information policy in order to sustain the New Order government by focusing the strategic role of Information Department, press agencies and the resistances of press community. It also sees how human agent and institutions work together in establishing and operating information policy that was adhered to by the society. This research uses qualitative approach through ideological study, press theory, information policy and model of information politics. This research 39 s findings are a new model of information politics, the so called corporate model and a new concept of information, instrument of power sustainability."
2018
D2366
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Aswan Zanynu
"Peristiwa 1965 merupakan salah satu garis batas dalam sejarah Indonesi, keadaan dan orientasi Indonesia berbeda sebelum dan setelah tahun tersebut. Dalam dua dekade terakhir setelah Orde Baru tidak berkuasa lagi, narasi tentang tentang Gerakan 30 September (G30S) 1965 bukan menjadi alat propaganda negara lagi. Peran pewarisan memori dapat dengan leluasa dilakukan oleh media. Di tahun 2015 sejumlah media berita online mengisahkan kembali Peristiwa 1965 (G30S dan pasca-G30S). Memori atas Soeharto sebagai tokoh yang memainkan sejumlah langkah strategis di tahun 1965 menjadi penting untuk menjadi objek kajian mengingat peristiwa tersebut yang membawanya berada di tampuk kekuasaan Indonesia selama tiga dekade. Studi ini berangkat dari premis bahwa besarnya kapasitas ruang di internet dan dukungan pranala (hypertext) pada web, memungkinkan situs berita menyajikan memori yang beragam dan lebih lengkap. Oleh karena itu, penelitian ini mempertanyakan: Bagaimana situssitus berita daring Indonesia menarasikan memori atas Soeharto dan Peristiwa 1965 setelah setengah abad berlalu? Penelitian ini menggunakan cara pandang memori kolektif Maurice Halbwachs, konsep memori media dari Motti Neiger dkk, serta teori Paradigma Naratif Fisher. Dengan menggunakan metode framing dari Pan dan Kosicki, studi ini menganalisis 27 artikel artikel pelengkap yang dikaji dan tersebar di enam situs di Indonesia.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Soeharto ditampilkan dalam dua wajah. Pertama, sebagai tokoh militer ‘penyelamat’ yang berhasil menghentikan rencana makar. Kedua, sebagai ‘avonturir’ yang mengetahui rencana makar tersebut sambil mempersipkan diri untuk menggagalkan dan mengambil keuntungan atasnya. Keterlibatan Soeharto dalam persekusi pasca-G30S juga dilihat dari dua cara pandang atas dirinya tersebut. Namun demikian, tidak ditemukan ketepatan narasi antarteks yang kuat saat studi ini mengkonfirmasi satu narasi dengan narasi lain dari keseluruhan artikel. Satu teks dengan teks lain tidak cukup saling mendukung atau menguatkan. Studi ini juga menemukan bahwa internet dengan ruang yang nyaris tak terbatas, bukanlah jaminan bagi munculnya narasi memori alternatif. Implikasi teoritis yang ditawarkan dari studi ini adalah lima premis memori media yang dalam studi-studi terdahulu cenderung mengadopsi premis memori kolektif. Premis yang pertama, memori media merupakan memorabilia yang bersesuaian dengan nilai berita. Kedua, media berperan sebagai agen seleksi utama di antara agen-agen memori lain. Ketiga, memori media merupakan salah satu instrumen untuk menjaga kepentingan media. Keempat, media lebih cenderung mewariskan memori yang telah menjadi konsensus atau pengetahuan bersama dalam masyarakat. Kelima, memori media bersifat fragmen dan banal.

The 1965 event was one of the watershed in Indonesian history, the circumstances and orientation of Indonesia was different before and after that year. In the last two decades after the New Order was no longer in power, the narrative about the September 30th Movement (G30S) was not a state propaganda tool anymore. Media can offer the memory unimpeded. In 2015 a number of online news media retold the events of 1965 (G30S and post-G30S). The memory of Suharto as a figure who played a number of strategic steps in 1965 became important be the object of study which the event that brought him to control Indonesia for three decades. The premise of this study is the amount of space capacity on the internet and the support of links (hypertext) on the web, allows news sites to serve more complete and diverse memory. Therefore, this study questions: How do Indonesian online news sites narrate the memory of Soeharto and the events of 1965 after half a century has passed? This study uses the collective memory perspective of Maurice Halbwachs, the concept of media memory from Motti Neiger et al, and the theory of Fisher's Narrative Paradigm. Using the framing method from Pan and Kosicki, this study analyzed 27 supplementary article articles reviewed and spread across six sites in Indonesia.
As results, the study show that Suharto was narrated on two faces. First, as a military figure ‘savior’ who succeeded in stopping the plot of treason. Second, as 'avonturir' who knows the plot of the plan while preparing himself to overcome and take advantage of it. Suharto's involvement in the post-G30S persecution was also seen from the two perspectives on him. However, it was not found the accuracy in the texts when this study confirmed one narration with another narration of the entire article. One text with another text does not support or strengthen each other enough. The study also found that the internet with almost unlimited space is no guarantee for present the alternative memory narratives. The theoretical implications offered by this study are the five media memory premises which in any studies before tended to adopt the premise of collective memory. The first premise, media memory is memorabilia that corresponds to news value. Second, media acts as the main selection agent among other memory agents. Third, media memory is one of the instruments to safeguard the interests of the media. Fourth, the media are more likely to present memory that has become consensus or shared knowledge in society. Fifth, media memory is fragmental and banal.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
D2643
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arif Rizal Maulana
"Skripsi ini membahas tentang hubungan Indonesia dengan Australia ketika diberlakukannya The Agreement on Maintaining Security (AMS) pada tahun 1995-1999. Penelitian ini merupakan penelitian sejarah diplomasi yang memfokuskan pada bidang pertahanan dan keamanan, khususnya tentang persetujuan keamanan yang dibuat oleh Indonesia dan Australia pada tahun 1995. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah dengan menggunakan sumber-sumber tertulis. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian lain yang sejenis yaitu ruang lingkup permasalahannya yang menjadikan The Agreement on Maintaining Security (AMS) sebagai fokus pembahasan. Hasil dari penelitian ini menjelaskan bahwa AMS membuat hubungan kedua negara berada pada titik yang terdekat dibandingkan periode-periode sebelumnya. Akan tetapi, ternyata AMS tidak dapat bertahan lama karena persetujuan ini berakhir pada tahun 1999. Selain itu, dalam penelitian ini terdapat beberapa hasil temuan yang tidak menjadi perhatian khusus dari penelitian sebelumnya. Hasil-hasil temuan itu diantaranya proses negosiasi, respon dalam negeri dari kedua negara, serta implementasi dan dampaknya.

This thesis discusses the relationship between Indonesia and Australia on the implementation of the Agreement on Maintaining Security (AMS) in 1995-1999. This research is a research on history of diplomacy that focuses on the field of defense and security, especially regarding the security agreements made by Indonesia and Australia in 1995. The method used in this study is the historical method using written sources. The difference between this research and other similar studies is the scope of the problem which makes the Agreement on Maintaining Security (AMS) the focus of the discussion. The results of this study explain that AMS causes the relation between the two countries reached the closest point compared to the previous periods. However, it turned out that AMS could not last long because this agreement ended in 1999. In addition, in this study there were several findings that were not of particular concern from the previous researches. The findings include the negotiation process, the domestic responses from the two countries, also the implementation and impacts.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdullah Sammy
"Tesis ini membahas kerusuhan pada konser grup heavy metal terbesar dunia, Metallica, yang berlangsung di Jakarta pada 10 April 1993. Kerusuhan melibatkan generasi baru Indonesia yang  umumnya lahir setelah tragedi 1965. Generasi yang berjarak dengan peristiwa 30 September 1965 itu merupakan generasi yang menjadi target kebijakan normalisasi kehidupan kampus (NKK)  pemerintah Orde Baru. NKK bertujuan mengalihkan kehidupan pemuda, terutama mahasiswa, dari kehidupan sosial-politik kampus sehingga menjadi lebih berorientasi pada kehidupan individu dan hiburan. Harapan Orde Baru dari kebijakan NKK adalah untuk mendorong terciptanya stabilitas politik dan keamanan yang sempat menjadi isu usai pecahnya insiden Malari 1974. Upaya Orde Baru untuk menjauhkan pemuda dari politik dan mendekatkan ke arah hiburan, tak menjamin terciptanya stabilitas. Tesis ini menggunakan pendekatan sejarah naratif untuk menggambarkan latar belakang, detik-detik pecahnya kerusuhan, serta dampaknya bagi kehidupan sosial, politik, dan budaya anak muda Indonesia. Hasil dari penelitian mengungkapkan bahwa dunia hiburan malah membawa persoalan baru terkait stabilitas bagi Orde Baru. Hiburan, utamanya musik, justru digunakan anak muda Indonesia era 1980 maupun 1990-an untuk menyuarakan isu-isu sosial dan politik. Dunia hiburan juga menjadi medium baru anak muda untuk menggoncang stabilitas Orde Baru. Salah satu bentuknya tercermin dari Konser Metallica 1993 yang berujung rusuh. Di balik kerusuhan dalam konser Metallica 1993 ada isu seputar kesenjangan ekonomi yang memantik massa bertindak anarkis hingga menimbulkan korban jiwa dan materi.  Lepas kerusuhan itu Orde Baru mulai menaruh kewaspadaan pada kebijakannya sendiri yang mengalihkan kehidupan anak muda ke sektor hiburan. Sejak kerusuhan Konser Metallica 1993,  dunia hiburan mulai diwaspadai Orde Baru. Sejak itu, izin bagi kegiatan hiburan, seperti konser musik, dibatasi secara ketat. 

This thesis discusses the riots at the concert of the worlds largest heavy metal group, Metallica, which took place in Jakarta on April 10, 1993. The riots involved a new generation of Indonesians who were generally born after the 1965 tragedy. This generation is the target of New Order policy called normalization of campus life (NKK). NKK aims to divert the lives of young people, especially students, from the socio-political life of the campus so that it becomes more oriented towards individual life and entertainment. The hope of the New Order from the NKK policy was to encourage the creation of political and security stability which had become an issue after the outbreak of the Malari 1974 incident. This thesis uses a narrative historical approach to describe the background, the seconds of the outbreak of riots, and their impact on the social, political, and cultural life of Indonesian youth. The results of the study revealed that encourage young people to entertainment life brought new problems related to stability for the New Order. Entertainment life, especially music, is actually used by Indonesian youth in the 1980s and 1990s to voice social and political issues. The world of entertainment has also become a new medium for young people to shake the stability of the New Order. One form is reflected in the 1993 Metallica Concert which ended in chaos. Behind the riots at the 1993 Metallica concert there were issues surrounding economic inequality that caused the masses to act anarchically to the point of causing fatalities and material losses. In the aftermath of the riots the New Order began to put caution on its own policies that diverted the lives of young people into the entertainment sector. Since the 1993 Metallica Concert riots, the world of entertainment began to be wary of the New Order. Since then, permits for entertainment activities, such as music concerts, have been strictly restricted."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   2 3 4 5 6 7 8 9   >>