Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 443 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nazimin Saily
"Perilaku pemilih merupakan salah satu aspek yang dibahas adalah tingkah laku individual warga negara dalam kaitannya dengan pilihan dalam pemilu. Tesis ini mengkaji berbagai alasan yang mendasari pemilih menggunakan hak pilihnya mendukung salah satu partai politik. Penelitian ini ingin mengetahui perbedaan pemilih yang memberikan dukungan terhadap partai politik antara penduduk asli dan pendatang di desa Bojonggede dalam pemilu.
Pemilihan Umum pasca Orde Baru merupakan pemilu yang cukup demokratis, itu terlihat bahwa perolehan suara partai politik didistribusikan secara merata kepada partai politik peserta pemilu di desa Bojonggede. Penelitian ini sangat menarik karena faktor penduduk pendatang yang memberikan sumbangan terhadap tingginya tingkat partisipasi politik dalam pemilu 1999, di desa -kota Bojonggede.
Jawaban terhadap masalah tersebut yang berpengaruh terhadap perilaku pemilih dalam pemilu ada 4 variabel yaitu, identifikasi partai, orientasi kandidat/calon, orientasi isu dan karateristik sosial. Dengan demikian variabel identifikasi partai merupakan yang mendasari seseorang memilih atau tidak memilih kepada salah satu partai politik dalam pemilu. Pemilih yang mempunyai identifikasi partai kepada partai politik tertentu hampir dapat dipastikan akan menjatuhkan pilihanya kepada parpol dalam pemilu.
Variabel karakteristik sosial yang mengacu kepada tiga indikator yaitu pendidikan, pekerjaan dan penghasilan yang berkaitan dengan perilaku pemilih. Adanya kaitan antara karakteristik sosial tertentu dengan pilihan kepartaian seseorang. Alasan utama yang mendasari pilihan tersebut berdasarkan pada hubungan ini yaitu masalah keinginan adanya perubahan dalam sistem politik. Pemilih yang karakteristik sosial tinggi ada kecenderungan memilih parpol Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) sedangkan mereka yang karakteristik sosial rendah kecenderungan mendukung Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan partai Golongan Karya (Golkar).
Perilaku pemilih di desa Bojonggede dalam memberikan pilihanya kepada sebuah partai politik lebih dilatar belakangi oleh faktor identifikasi partai. Pada penduduk asli identifikasi partai lebih dipengaruhi oleh faktor sentimen agama,sedangkan pada penduduk pendatang dipengaruhi oleh faktor ideologi politik. Mengenai variabel karakteristik sosial, orientasi kandidat, dan orientasi isu, bagi penduduk asli tidak menjadi faktor yang menentukan. Sementara bagi penduduk pendatang variabel tersebut masih menjadi pertimbangan,meskipun persentasenya relatif kecil dibandingkan dengan variabel identifikasi partai."
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T7596
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Baginda P.
"Secara garis besar penelitian ini menjelaskan tentang pelaksanaan "Program Pemberdayaan Kelurahan", yang merupakan suatu program yang dilaksanakan di Kota Medan dan peranannya dalam peningkatan partisipasi masyarakat. Penelitian ini menjadi sangat penting mengingat bentuk pemerintahan terendah di Kota Medan mengalami perubahan yang selama ini menganut azas Sentralisasi berubah menjadi azas yang menganut Desentralisasi, yang di mulai seiring dengan pemberlakuan Otonomi Daerah pada tahun 2001.
Penelitian ini menggunakan metode Kualitatif yang menghasilkan data deskriptif yang diperoleh melalui studi pustaka dan wawancara dengan para informan yang ada di Kecamatan Medan Belawan yang dipilih secara purposive, sementara itu untuk mendukung data diatas, penelitian ini juga dilakukan dengan pengamatan (observasi), dan untuk lebih menjelaskan data yang ditemukan dari para informan.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan pembinaan masyarakat yang merupakan salah satu kegiatan dalam pelaksanaan "Program Pemberdayaan Kelurahan", sangat berperan dalam peningkatan partisipasi masyarakat, tetapi dengan masih membutuhkan bantuan dari pemerintah kelurahan, sehingga pelaksanaan "Program Pemberdayaan Kelurahan" di Kecamatan Medan Belawan masih banyak tergantung kepada pemerintahan kelurahan. Tetapi, pada umumnya pelaksanaan kegiatan pembinaan masyarakat tersebut di Kecamatan Medan Belawan dinilai sangat berperan dalam peningkatan partisipasi masyarakat.
Pemberian wewenang yang lebih besar kepada pemerintahan kelurahan dalam penyelenggaraan pemerintahan yang lebih demokratis ini, dalam pelaksanaan "Program Pemberdayaan Kelurahan", belum sepenuhnya mampu terwujud. Hal ini disebabkan masih banyaknya dukungan Pemerintah Kota dalam setiap pelaksanaan kegiatan masyarakat dalam "Program Pemberdayaan Kelurahan", sehingga akhirnya keterlibatan masyarakat masih sangat tergantung kepada besarnya dukungan pemerintah. Kemudian, dari hasil penelitian menunjukkan bahwa Kegiatan Pembinaan Masyarakat yang sangat berperan dalam peningkatan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan "Program Pemberdayaan Kelurahan" tersebut, dapat menunjukkan bahwa upaya yang sangat mempengaruhi partisipasi masyarakat adalah dengan upaya tatap muka, upaya tatap muka ini sangat mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan "Program Pemberdayaan Kelurahan" di Kecamatan Medan Belawan.
Oleh sebab itu, kegiatan yang dilakukan oleh pemerintahan kecamatan dan pemerintahan kelurahan secara umum dalam meningkatkan partisipasi adalah melakukan Pembinaan Masyarakat dengan upaya tatap muka, peningkatan taraf kesehatan masyarakat dan peningkatan pendapatan ekonomi keluarga, yang kesemuanya sangat berguna dalam usaha peningkatan partisipasi masyarakat di Kecamatan Medan Belawan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T7730
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Irfan Syarif
"Salah satu wujud intervensi sosial Pemerintah Kota Medan dalam upaya penanggulangan kemiskinan nelayan adalah melalui program pembangunan Kampung Nelayan Indah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui (1) sejauh mana upaya penanggulangan kemiskinan sebagai tujuan jangka pendek program pembangunan pemukiman KNI tercapai; (2) Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi tercapai atau tidak tercapai dari upaya penanggulangan kemiskinan melalui program pemukiman KNI.
Untuk membuktikan hipotesis, maka digunakan jenis penelitian eksplanatif, dengan menggunakan data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif diperoleh dari hasil wawancara, studi dokumentasi dan observasi untuk variabel Intervensi Sosial Pemerintah; serta data kuantitatif diperoleh melalui penyebaran angket / kuesioner sebanyak 60 angket yang selajutnya dianalisis dengan menggunakan teknik korelasi ?product moment Pearson" untuk variabel partisipasi masyarakat.
Unit analisa yang digunakan adalah 100 orang Kepala Keluarga Nelayan miskin yang tinggal di KNI, dan dimana populasinya bersifat homogen, yakni keluarga nelayan miskin. 40-orang KK digunakan pada saat uji coba angket dan 60 orang KK selanjutnya menjadi sampel pada saat pelaksanaan penelitian atau pelemparan angket ke-2.
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa secara garis besar, tidak ada strategi, teknik maupun kegiatan intervensi sosial dari Pemerintah Kota Medan guna menanggulangi kemikinan nelayan yang tidak baik maupun tidak diterima oleh warga nelayan. Akan tetapi terbukti adanya penyimpangan dalam pelaksanaan intervensi sosial di lapangan, yaitu (1) dalam pengawasan terhadap peruntukkan atau pengisian rumah ditemukan terdapat banyak Kepala Keluarga yang telah berdiam sejak awal tidak berprofesi sebagi nelayan, (2) terjadi kolusi dan nepotisme dalam hal penerimaan bantuan dan pelaksaan penyuluhan tidak secara bergilir, dimana yang mendapatkan hanya warga yang dekat serta mempunyai hubungan kekerabatan dengan pengurus Koperasi, Kepala Lingkungan maupun aparat Kelurahan, (3) hal ini ditambah oleh sikap atau mentalitas nelayan yang mau enaknya saja, tidak sabar dan mau cepat untung sehingga semakin banyak program bantuan tidak membuat mereka menjadi produktif, melainkan tergantung terhadap bantuan-bantuan selanjutnya.
Hasil penelitian juga membuktikan keberhasilan penanggulangan kemiskinan tidak seperti diharapkan semula, dikarenakan rendahnya partisipasi masyarakat. Hasil tersebut diperoleh dari hasil penghitungan mean empirik yang lebih kecil dari mean hipotetik pada kedua variabel. Kesimpulan penelitian adalah : dalam melaksanakan intervensi sosialnya, terjadi penyimpangan yang dilakukan oknum aparatur di lapangan, baik dalam pengisian rumah sejak awal maupun dalam hal pemerataan giliran pemberian bantuan dan kegiatan penyuluhan serta bimbingan. Selanjutnya mentalitas sebagian besar nelayan mengakibatkan terjadinya sifat ketergantungan terhadap bantuan yang diberikan. Sikap atau mentalitas ini juga menyebabkan tingkat partisipasi aktif maupun pasif warga nelayan relatif rendah. Oleh karenanya, sebagai alternatif upaya pemberdayan yang berkelanjutan, terutama dalam melaksanakan intervensi sosialnya, Pemerintah Kota Medan diharapkan lebih memprioritaskan program-program pembukaan lapangan kerja di luar sektor perikanan, sehingga tersedia alternatif pekerjaan diluar sektor perikanan.

The Effort to Overcome the Poverty Through Out the Development of Beautiful Fisherman Village Housing One form of social intervention by Medan Government to overcome the fisherman's poverty is through the development of fisherman village such as "Kampung Nelayan indah". Therefore, this research was aimed to understand how far this effort worked; and also to explain the factors that influence the successfulness of the KNI development program.
In order to verify the hypotheses, an explanative research was applied by using interviews, documents, and observation as the qualitative data to support the social intervention variable. Meanwhile it also used quantitative data from 60 questioners which then analyzed by "Product Moment Pearson" correlation technique, to support people's participation variable.
Analyzes unit that used is 100 Heads of Family who live at KNI, which the population was homogeny such as poor fisherman's family. 40 Heads of Family are filling the questioner at The Pre-Test Time, and 60 others will be the sample at the research time or the questioner distributed for the second time.
In general, none of the social intervention done by the government to overcome the poverty will do any harm or damage to the community. Unfortunately, this intervention some inappropriate implementation was found. They are: (1) many heads of the families in this village don't work as the fisherman, (2) There are also collusion and nepotism in the distribution of government's aids and in locating the extension of the fishery affairs, (3) at the end, most of the fisherman becomes unproductive, they are just sitting and waiting will the aids arrived.
This research also found that successfulness of this program is not like what has been expected in the first place. It happened because of the lack of people's participation in succeeding the program.
Based on this research, it is concluded that there're some deviations done by government officers in deciding the occupants of each residence and also the placement of the extension and guidance of fishery affairs. There are also certain attitudes and mentalities that make the level of resident's participation low relatively. Thus as an alternative to overcome the fisherman's poverty in Medan, The Government was expected to open new working fields other than fishery, so that they can improve themselves."
2001
T7883
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Faebuadodo Hia
"Pembangunan nasional sebagaimana yang telah diamanatkan di dalam GBHN, pada hakekatnya adalah untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan bertujuan untuk mencapai masyarakat adil dan makmur. Pembangunan nasional dilaksanakan bersama oleh masyarakat dan pemerintah. Masyarakat adalah pelaku utama pembangunan dan pemerintah berkewajiban untuk mengarahkan. Artinya, pelaksanaan pembangunan baru akan berhasil secara optimal apabila melibatkan seluruh masyarakat. Partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan daerah adalah mengacu pada Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 9 Tahun 1982 tentang Pedoman Penyusunan Perencanaan dan Pengendalian Pembangunan di Daerah (P5D).
Pokok permasalahannya adalah bahwa masih rendahnya realisasi usulan program pembangunan yang berasal dari hasil partisipasi masyarakat (pola perencanaan dari bawah ke atas) dalam proses perencanaan pembangunan daerah dan adanya pandangan bahwa dalam perencanaan pembangunan daerah, perencanaan pusat (perencanaan dari atas ke bawah) lebih dominan dari pada perencanaan daerah (perencanaan dari bawah ke atas).
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa apakah perencanaan pusat (perencanaan dari atas ke bawah) memang lebih dominan dari perencanaan daerah (perencanaan dari bawah ke atas). Kemudian untuk melihat implementasi partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan daerah yang berpola dari bawah ke atas dengan studi kasus Kabupaten Dati II Lampung Utara. Tipe penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitis. Analisa dilakukan dalam bentuk kualitatif. Pengumpulan data dilakukan secara sekunder dan primer.
Hasil penelitian partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan daerah yang berpola dari bawah ke atas, berdasarkan pada analisa terhadap kajian penelitian atas realisasi dari usulan program pembangunan, menunjukkan bahwa rata-rata hanya 16,63% dari jumlah proyek yang diusulkan dari bawah (UDKP) yang dapat direalisasikan dan dalam hal dana hanya sekitar 20% yang akhirnya disetujui dan dilaksanakan dan temuan yang menarik dalam penelitian ini adalah bahwa dalam perencanaan pembangunan daerah, perencanaan pusat (perencanaan dari atas) masih lebih dominan dari perencanaan daerah (perencanaan dari bawah ke atas). Hal ini menggambarkan bahwa tingkat partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan daerah masih sangat rendah.
Kesimpulan dari studi ini adalah masih rendahnya realisasi usulan program pembangunan yang berasal dari partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan daerah yang berpola perencanaan dari bawah ke atas dan masih dominan perencanaan pusat dalam perencanaan pembangunan di Kabupaten Dati II Lampung Mara, yaitu sumber dana dalam APBD, menunjukkan 82,77% dana yang berasal dari bantuan pusat dan kebijakan tentang petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis terhadap pengelolaan anggaran dan penyusunan program pembangunan.
Saran atas hasil penelitian adalah perlu keseimbangan dalam sistem perencanaan pembangunan daerah artinya adanya titik temu dalam proses pembangunan daerah, antara perencanaan pusat dengan perencanaan daerah dalam merealisasikan program pembangunan, sehingga program pembangunan bernuansa pada kebutuhan dan aspirasi masyarakat untuk peningkatan pemberdayaan potensi daerah dalam rangka pertumbuhan ekonomi daerah dan pedesaan. Dengan demikin tujuan dan sasaran pembangunan dapat mencapai hasil yang lebih optimal, efisien dan efektif."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diana D. Inderajao Hidajat
"Tesis ini mengkaji kegagalan Program Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue. Sebagai bahan tesis, adalah hasil penelitian tentang kehidupan warga masyarakat di Kelurahan Mampang Prapatan, khususnya di RW 04, RT 07, RT 013 dan RT 016. Keadaan lingkungan tempat hidup, keadaan penduduk, dan keadaan nyamuk Aedes aegypti, sebagai vector penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD), di wilayah tempat tinggal ini telah membentuk daerah penelitian sebagai tempat yang sangat baik bagi penyebaran penyakit DBD. Terbukti daerah penelitian merupakan daerah endemis penyakit DBD, yaitu daerah yang dalam tiga tahun terakhir, setiap tahun terjangkit penyakit DBD.
Dalam tesis ini diuraikan bagaimana Program Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue, yang dirancang pemerintah untuk mengatasi serangan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD), pada kenyataannya belum mampu menurunkan jumlah angka kejadian dan mempersempit luas wilayah penyebaran penyakit di daerah penelitian. Hal ini berhubungan erat dengan tidak adanya peran serta warga masyarakat dalam perencanaan dan pelaksanaan aktivitas-aktivitas program, disebabkan dalam perencanaan dan pelaksanaannya program ini belum mempertimbangkan cara-cara yang dimiliki oleh warga masyarakat untuk mencegah dan memberantas penyakit ini, dimana cara-cara tersebut di atas ditentukan oleh pengetahuan mereka mengenai penyakit DBD ini.
Untuk menemukan pola hubungan antara sistem pengetahuan warga masyarakat dengan peran serta mereka dalam program digunakan pendekatan kualitatif. Untuk mendapatkan data yang selengkap dan sedalam mungkin mengenai kedua hal di atas maka diteliti kasus pelaksanaan program di daerah penelitian. Metode pengambilan data yang digunakan adalah observasi partisipasi dan wawancara mendalam. Selain itu juga dilakukan Survai Jentik untuk mendapatkan data mengenai keadaan nyamuk Aedes aegypti di daerah penelitian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketidak-berhasilan Program Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue dalam mencegah dan menurunkan tingginya angka kejadian penyakit DBD di daerah penelitian berhubungan erat dengan belum adanya peranserta warga masyarakat dalam perencanaan dan pelaksanaan aktivitas-aktivitas program. Warga masyarakat di daerah penelitian tidak memiliki akses langsung kepada informasi dan pengetahuan mengenai program, yang merupakan prakondisi bagi berperan sertanya warga masyarakat dalam suatu program Hal ini disebabkan penyuluhan, yang merupakan saluran penyampaian informasi dari para pelaksana program di lapangan kepada warga masyarakat, belum berjalan dengan baik; karena adanya berbagai kendala pada pelaksana program di lapangan.
Lepas dari Program Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue, sebagian warga masyarakat setempat telah melakukan Cara-cara pencegahan dan pemberantasan nyamuk. Sebagian warga masyarakat setempat lainnya secara khusus melakukan cara-cara pencegahan dan pemberantasan penyakit DBD, sebagai tanggapan terhadap terserangnya salah satu atau beberapa orang anggota keluarga mereka oleh penyakit ini.
Cara-cara yang dilakukan warga masyarakat setempat untuk mencegah dan memberantas penyakit DBD berhubungan erat dengan sistem pengetahuan mereka mengenai penyakit ini. Bervariasi dan kurang akuratnya pengetahuan warga masyarakat setempat mengenai penyakit ini mengakibatkan mereka melakukan caracara pencegahan dan pemberantasan penyakit DBD yang kurang akurat pula. Hal ini merupakan penyebab selalu ditemukannya kasus DBD di daerah penelitian.
Apa yang perlu dilakukan menurut saya adalah rnemberikan kepada warga masyarakat setempat pengetahuan yang lebih akurat mengenai ancaman penyakit DBD di lingkungan tempat tinggal mereka, mengenai manifestasi klinis, etiologi dan proses penularan penyakit DBD serta mengenai aktivitas-aktivitas yang berhubungan dengan Program Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue. Pengetahuan ini harus benar-benar mereka pahami dan yakini sehingga bisa membentuk suatu perilaku yang mempunyai fungsi preventif dengan mengurangi eksposur terhadap organisme pembawa penyakit.
Mengingat para warga sendirilah yang paling mengetahui keadaan lingkungan tempat hidupnya, dan para pelaksana program di lapangan pada kenyataannya belum mampu melaksanakan pencegahan dan pemberantasan penyakit DBD ini, maka perlu dicari satu institusi lokal yang bertugas untuk merancang dan melaksanakan aktivitasaktivitas kolektif untuk pencegahan dan pemberantasan penyakit DBD, termasuk membentuk prakondisi yang dibutuhkan agar warga masyarakat mau melibatkan diri dalam aktivitas-aktivitas tersebut. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hamka Hendra Noer
"Tingginya aktivitas manusia dan lajunya pembangunan fisik oleh Pemerintah akan berdampak terhadap lingkungan hidup. Salah satu dampak yang dihasilkannya adalah hasil buangan dalam bentuk peningkatan jumlah sampah. Akumulasi kuantitas sampah di Kotamadya Gorontalo meningkat terus seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk baik disebabkan oleh tingkat kelahiran maupun oleh urbanisasi dari desa ke kota, dengan angka pertumbuhan penduduk 0,87 % per tahun. Jika permasalahan sampah ini tidak segera ditanggulangi, maka akan menimbulkan pencemaran dan akhirnya akan merusak lingkungan. Rusaknya lingkungan dapat menyebabkan menurunnya kualitas lingkungan hidup. Kesadaran masyarakat perlu ditumbuhkan dalam penanganan masalah kebersihan ini, karena masalah kebersihan lingkungan bukan saja menjadi tugas dan kewajiban pemerintah daerah tetapi juga menjadi tugas dan kewajiban masyarakat pada umumnya. Oleh karena itu partisipasi masyarakat sang at dibutuhkan dalam pelaksanaan, pengumpulan dan pengangkutan sampah dari rumah ke tempat penampungan sementara, terutama di daerah-daerah permukiman dengan kondisi jalan yang sempit dan hanya bisa dilalui gerobak sampah saja.
Berdasarkan hal di atas, maka penelitian ini dilakukan untuk (1) mengetahui pola pengelolaan sampah yang dilakukan di Kotamadya Gorontalo, (2) mengetahui tingkat partisipasi masyarakat Kotamadya Gorontalo dalam pelaksanaan program kebersihan lingkungan, khususnya pengelolaan sampah permukiman, dan (3) mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat partisipasi masyarkat terhadap pelaksanaan program kebersihan, khususnya pengelolaan sampah permukiman. Penelitian ini dilakukan di Kotamadya Gorontalo di Kecamatan Kota Barat (Kelurahan Tornulabotao), Kecamatan Kota Selatan (Kelurahan Limba U - I dan Limba U - Il), dan Kecamatan Kota Utara (Kelurahan Pulubala). Pengambilan sampel dilakukan secara acak sistematis sebanyak 348 responden Kepala Keluarga. Dalam penentuan banyaknya jumlah responden pads tiap-tiap kelurahan, faktor pendidikan kepala keluarga di tiap kelurahan dijadikan acuan. Adapun variabel yang diteliti yaitu 'l variabel tidak bebas dan 7 variabel bebas. Variabel tidak bebas adalah partisipasi masyarakat dalam program kebersihan khususnya pengelolaan sampah. Sedangkan variabel babas (1) umur, (2) tingkat pendidikan, (3) pendapatan, (4) keadaan Iingkungan permukiman, (5) lamanya tinggal, (6) keberadaan halaman, serta (7) bimbingan dan penyuluhan.
Untuk mendapatkan data primer di lokasi penelitian, selain wawancara dengan kepala keluarga, juga dilakukan wawancara dengan instansi terkait yang dapat mendukung pelaksanaan penelitian ini. Sedangkan data yang dikumpulkan selain data primer, juga data sekunder yang ada hubungannya dengan penelitian. Pengolahan data primer dilakukan dengan 3 metode yaitu uji X2 (chi-square) untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel babas dengan variabel tidak babas. Uji korelasi spearman (rs) untuk mengetahui keeratan hubungan antara faktor-faktor pada variabel babas dan tidak babas. Selanjutnya untuk melihat signifikansi dari korelasi spearman (rs) dilakukan uji t. Tingkat signifikansi yang dipakai adalah 1 % (0,01) dan 5 % (0,05). Sedangkan data sekunder dipakai sebagai analisis komparatif penunjang pada data primer.
Dari basil penelitian terhadap 348 responden terhadap tingkat partisipasi masyarakat terhadap program kebersihan didapatkan reaksi terhadap halaman kotor, sang at tinggi (93,4 %); reaksi melihat orang membuang sampah sembarangan, tinggi (86,2 %); keikutsertaan dalam kerja bakti, sangat tinggi (94,3 %); mendukung gagasan mengenai kebersihan, sangat tinggi (89,7 %); kehadiran rapat untuk kegiatan kebersihan, sangat tinggi (96,0 %); membersihkan saluran 1 got, sangat tinggi (92,0 %); dan membayar retribusi, sangat tinggi (93,7 %). Untuk itu dapat disimpulkan bahwa tingkat partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program kebersihan di Kotamadya Gorontalo adalah sangat tinggi.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat dari hasil perhitungan nilai chi-square (X2) dapat disimpulkan bahwa umur (13,391**), tingkat pendidikan (65,509**), pendapatan masyarakat (41,960**), keadaan Iingkungan permukiman (19,208**) berpengaruh terhadap tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah permukiman di Kotamadya Gorontalo. Sedangkan lama tinggal (8,361), keberadaan halaman rumah (2,839) serta bimbingan dan penyuluhan (3,361) tidak berpengaruh terhadap tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah permukiman.
Dari hasil perhitungan nilai korelasi Spearman (rs) dapat disimpulkan bahwa umur (0,120*), tingkat pendidikan (0,408**), pendapatan masyarakat (0,304**) dan keadaan Iingkungan permukiman (0,208**) berhubungan nyata dengan tingkat partisipasi masyarakat, sedangkan lama tinggal (0,081), keberadaan halaman rumah (0,090) serta bimbingan dan penyuluhan (0,010) tidak berhubungan nyata dengan tingkat partisipasi masyarakat.

The intense human activity and the rapid physical development by the government will have an impact to wards the environment. One of such an impact is the augmenting quantity of solid waste. The accumulating quantity of solid waste in Gorontalo is increasing along with the growing number of population caused both by birth rate as well as by urbanisation from village to town, and ended up with a population growth rate of 0,87 percent annually. If the solid waste problem is not immediately solved, it will cause pollution and finally destroy the environment. The destroyed environment will result in a decline in environmental quality Community awareness has to .be developed in order to handle this sanitation problem, because it is not only the local government responsibility but also the community in general. Therefore, community participation is highly needed in the implementation of collecting and transporting solid waste from houses to the nearest temporary disposal site particularly in residential areas with narrow roads where only waste carts could pass.
Based on the above mentioned matter, this research was carried out : (1) to ascertain the pattern of solid waste management in Gorontalo city, (2) to comprehend the level of community participation in Gorontalo city in implementing environmental sanitation programme, especially settlement solid waste management, and (3) to recognize the factors influencing the level of community participation with regard to the implementation of the sanitation programme, especially in settlement solid waste management. This research took place in Gorontalo city, Kota Barat sub district (Tomulabotao village), Kota Selatan sub district (Limba U - I and Limba U - II village), and Kota Utara sub district (Pulubala village). The sampling technique used was systematic random sample of 348 heads of families as respondents. In determining the number of respondents in every village, the education level of every head of family in each village became the determinant factor. The variables studied include 1 dependent variable and 7 independent variables. The dependent variable is community participation in the sanitation programme especially in solid waste management. Whereas the independent variables include (1) age, (2) education level, (3) income, (4) settlement environmental condition, (5) length of stay, (6) house yard, and (7) guidance and counselling.
To obtain the primary data in the research location, apart from interview with the heads of families, an interview with the institutions concerned is also undertaken and it could support the research process. In addition to the primary data, secondary data related to this research were also collected. The processing of primary data was carried out by 3 methods, including the X2 test (chi-square test) to recognize the influence of each independent variable to the dependent variable. Spearman correlation test is done to identity the solid relation between the factors included in independent variables and dependent variable. Furthermore, t test was undertaken to notice the significance of spearman correlation. The significance level used is 1 percent (0,01) and 5 percent (0,05). Whereas the secondary data is used as the supporting comparative analysis to the primary data.
The research results of 348 respondents with regard to the level of community participation concerning the hygiene programme, showed that there is a very high reaction towards dirty yard (93,4 percent), a high reaction of seeing people throwing solid waste at will (86,2 percent), a very high participation in cooperative work (94,3 percent), a very high response in supporting hygienic ideas (89,7 percent), a very high response in attending community meetings towards the implementation of the hygiene programme (96,0 percent), a very high activity in cleansing the canals (92,0 percent) and a very high awareness in paying retribution (93,7 percent).
Therefore, it can be concluded that the communityparticipation level in implementing the hygiene programme in Gorontalo is very high. In addition there are some factors influencing the community participation level as seen from the chi square (x) test results. And it can be affirmed that age (13,391**), education level (65,509**), income (41,960**), residential environmental condition (19,208**), give impact to the community participation level in managing domestic solid waste in Gorontalo. Whereas the length of stay (8,361), house yard condition (2,839) as well as guidance and information dissemination (3,361) don't give any impact to the community participation level in managing residential solid waste.
The spearman correlation (rs) test result disclosed that age (0,120*), education level (0,408**), income (0,304**), and residential environmental condition (0,208**) have obvious correlations with the community participation level. Whereas, length of stay (0,081), house yard (0,090) as well as guidance and counselling (0,010) don't have obvious correlations with community participation.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pulungan, Agusdin
"Partisipasi politik merupakan aspek panting bagi perkembangan demokratisasi di Indonesia, dimana masyarakat dapat menentukan aspirasi politiknya melalui aktifitas secara aktif. Kelompok Relawan, adalah sekumpulan masyarakat yang secara aktif telah ikut berpartisipasi didalam proses pemilihan presden R.I. pada tahun 2004. Bentuk-bentuk kegiatan politik Kelompok Relawan bersifat sporadis, karena proses. pembentukan kelompok terjadi pada scat pemilu raja. Disamping itu, individu masyarakat yang tergabung dalam Kelompok Relawan adalah bukan berasal dari kelompok masyarakat politik.
Tulisan ini mendeskripsikan bagaimana sekelompok masyarakat melakukan kampanye untuk mendukung kemenangan calon presiden dan wakil presiden Amin Rais - Siswono Yudo Husodo di dalam pemilu presiden. Pengamatan terhadap Kelompok Relawan dilakukan di Kecamatan Pamulang, Kabupaten Tangerang, Banten, dengan menggunakan sudut pandang teori gerakan sosial, teori mobilisasi sumberdaya. Kelompok Relawan dijelaskan melalui 3 sudut pandang variabel yaitu : pembentukan identitas dan solidaritas kelompok, mobilisasi sumberdaya, dan mobilisasi tindakan.
Penelitian ini menjelaskan tentang alasan-alasan yang menirnbulkan kesadaran orang-orang untuk berkelompok sampai kemudian mengidentikan kelompoknyai pads sebuah aspirasi politik tertentu_ Kemudian, dijelaskan juga bagaimana kelompok tersebut melakukan mobilisasi terhadap sumberdaya internal yang dimiliki maupun sumberdaya ekstemal yang terdapat pada jaringan sosial politik calon Presiden dan wakil presiden serta Tim Sukses. Selanjutnya, penelitian menjelaskan bagaimana strategi dan taktik telah digunakan oleh Kelompok Relawan, .balk untuk memperkuat eksistensinya maupun untuk memperbesar pengaruh dan jaringan pendukung. Sampel penelilian adalah 40 orang yang merupakan infomman, yang ditarik dengan cara telah ditentukan sebelumnya (purposive) 18 Kelompok Relawan yang terdapat di Kecamatan Pamulang.
Selain oleh motivasi yang bersifat rasional, gerakan Kelompok Relawan merupakan bentuk emansipasi masyarakat sipil pada sebuah proses politik pemilu Presiden (emancipatory politics). Kesadaran, Solidaritas yang terdapat, didalam KR, diketahui bukan karena alasan yang bersifat ideologis, melainkan karena isu-isu sosial ekonomi dan isu figuritas pada dimensi kemampuan dan track record tokoh politik yang didukung. Untuk mendapatkan dukungan masyarakat, KR mengembangkan strategi dan taktik yang bersifat "terbuka dan plural". Mobilisasi pendukung tidak dilakukan dengan strategi konflik.
Timbulnya gejala kemasyarakatan yang telah ditunjukan oieh fenomena KR, , diperkirakan akan muncul kembali pada bentuk-bentuk yang sama pada pemilu presiden 2009. Karenanya, untuk mengembangkan budaya "emancipatory politics" sebagai norma baru demokratisasi di Indonesia, maka calon-calon presiden dan wakil presiden perlu memahami hubungan positif antara struktur sosial ekonomi dan struktur peluang politik yang dimilikinya dengan masyarakat sipil ditingkat akar rumput. Sehingga sedari dini perlu dibangun jaringan politik ditingkat akar rumput, dengan cara menumbuhkan embrio-embrio KR. pisamping perlu untuk meningkatkan kapasitas institusi politik yang dimiliki 'seperti Partai politik dan Tim Sukses."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T13783
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aminuddin
"Tujuan studi ini adalah mengetahui dan menganalisis suatu fenomena sosial yakni Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Inpres Dati II di Kabupatren Kendari.
Program Inpres Dati II adalah merupakan salah satu jenis Inpres yang dimulai sejak tahun 1970/1971, dimaksudkan untuk; (1) menciptakan dan memperluas lapangan kerja serta meningkatkan partisipasi penduduk dalam pembangunan dan (2) membangun proyek-proyek prasarana perhubungan, prasarana produksi serta proyek-proyek lain yang meningkatkan mutu lingkungan hidup dan serasi dengan proyek proyek pembangunan lain di daerah yang bersangkutan.
Besarnya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan Inpres Dati II adalah variabel terikat sedangkan Efektivitas Pemerintah Daerah Tingkat II Kendari adalah variabel bebas. Besarnya partisipasi masyarakat meliputi; (a) partisipasi masyarakat dalam perencanaan, (b) partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan, (c) partisipasi masyarakat dalam penikmatan/pemanfaatan hasil pembangunan, (d) partisipasi masyarakat dalam pemeliharaan hasil pembangunan, (e) partisipasi masyarakat dalam pengawasan pembangunan. sedangkan Efektivitas Pemerintah Daerah Tingkat II Kendari meliputi; (a) besarnya kewenangan Pemerintah Daerah Tingkat II, (b) perencanaan, (c) produktivitas, (d) Kohesi/moril, (e) pengembangan sumberdaya manusia dan (f) stabilitas/kontrol.
Unit analisis penelitian ini adalah masyarakat dan organisasi Pemerintah Daerah Tingkat II Kendari. Populasi unit analisis adalah tokoh masyarakat dan Instansi/Dinasdinas Dati II Kendari yang terlibat dalam pengelolaan Inpres Dati II. Pemilihan sampel ditetapkan secara purposive yaitu, (a) pemilihan informan/responden dari masyarakat dan aparat pengelola yang dianggap lebih memahami permasalahan penelitian, (b) pemilihan instansi/Dinas-dinas Dati II berdasarkan keterlibatannya yang dominan, (c) pemilihan lokasi penelitian dan jenis proyek didasarkan pada sejumlah desa dalam beberapa kecamatan yang memiliki berbagai jenis proyek yang berbeda.
Metode yang digunakan adalah wawancara sebagai metode utama, sedangkan metode kuesioner dan pengamatan adalah sebagai pendukung atau pembanding.
Studi ini, selain menggunakan pendekatan efisiensi (besarnya output terhadap input) dari proyek Inpres Dati II, juga memperhatikan kepentingan pengelola (aparat) dari berbagai Instansi/Dinas-dinas Dati II yang terlibat dan terutama kwalitas hasil yang dipersembahkannya kepada masyarakat.
Hasil studi menunjukkan bahwa ketatnya berbagai peraturan pelaksanaan Inpres Dati II menyebabkan kurangnya keleluasaan Pemerintah Daerah Tingkat II Kendari dalam pengelolaannya baik pada tahap perencanaan, pelaksanaan maupun pengawasan sehingga menyebabkan pula kurang munculnya potensi dan kreativitas aparat pengelola. Meskipun Pemerintah Daerah Tingkat II Kendari menggunakan kriteria dan ketentuan yang berlaku, hubungan pribadi dan kekeluargaan masih mewarnai Penetapan aparat pengelola proyek dan kontraktor.
Pengelolaan Inpres Dati II di Kabupaten Kendari belum banyak menciptakan partisipasi masyarakat. Perencanaan dari atas masih tetap mendorainasi penentuan program dan proyek Inpres Dati II, meskipun mekanisme perencanaan dari bawah telah dilaksanakan. Partisipasi masyarakat dalam perencanaan terbatas pada tahap identifikasi masalah dalam musyawarah pembangunan tingkat desa dan diskusi UDKP tingkat Kecamatan. Masyarakat yang terlibat adalah tokoh formal sebagai Pengurus Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa dan bentuk partisipasinya adalah saran dan pendapat. Namun demikian, saran dan pendapat tersebut kurang mendapatkan perhatian karena aparat tingkat atasnya menganggap telah mengetahuinya.
Peningkatan jumlah dan jenis proyek Inpres Dati II setiap tahun belum banyak menciptakan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaannya karena kurang menciptakan lapangan kerja terhadap masyarakat di sekitar proyek. Partisipasi masyarakat terhadap pemeliharaan hasil proyek sangat kurang karena masih terdapatnya anggapan bahwa pemeliharaan hasil-hasil pembangunan merupakan tugas pemerintah. Partisipasi masyarakat baru sebagian kecil dalam proses- pembangunan yaitu penikmatan/pemanfaatan hasil pembangunan. Jadi posisi masyarakat dalam pembangunan baru sebagai obyek atau penikmat hasil pembangunan belaka dan belum banyak berfungsi sebagai subyek pembangunan.
Semakin tinggi tingkat pendapatan, peran dan kedudukan pegawai pengelola dalam organisasi proyek, cenderung pula semakin tinggi partisipasinya dalam pengelolaan proyek. Keikutsertaan pegawai .pengelola dalam kursus/pelatihan mempengar hi peningkatan karier dan rasa pengabdian terhadap tugasnya meskipun jumlahnya masih terbatas.
Irwilkab Dati II, DPRD Tingkat II cenderung lebih berorientasi ke atas karena ketergantungannya kepada Hupati Kepala Daerah Tingkat II Kendari sehingga mengakibatkan kurangnya otonomi dalam melakukan pengawasan. Hal ini mempengaruhi gala kurangnya partisipasi masyarakat dalam pengawasan pembangunan. Kondisi ini menyebabkan kurang terpadunya pengawasan fungsional, pengawasan melekat, pengawasan legislatif dan pengawasan masyarakat. Akibatnya pelaksanaan proyek-proyek Inpres Dati II pada umumnya belum memenuhi target yang telah ditentukan baik dari segi waktu maupun dari segi kualitas."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurdjati
"Ringkasan
Tulisan ini merupakan hasil penelitian tentang partisipasi masyarakat Betawi pada upaya pelestarian lingkungan, dengan mengambil studi kasus di kawasan Cagar Budaya Condet. Penelitian ini juga membahas faktor-faktor yang berpengaruh dalam partisipasi tersebut serta implikasinya terhadap upaya pelestraian lingkungan.
Terjadinya proses pembangunan yang cepat di dalam mempertahankan kelestarian dalam wujud aslinya sehingga lahirlah lingkungan baru buatan manusia.
Dalam mengembangkan lingkungan buatan manusia ini harus diperhitungkan kelangsungan fungsi hidup alam agar peruuahan yang terjadi tidak sampai merugikan manusia. Karena itu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya, perlu dimanfaatkan faktor-faktor dominan seperti faktor demografi, sosial dan budaya, faktor geografi, hidrografi, geologi dan topografi, faktor klimatologi, faktor flora dan fauna, dan faktor-faktor kemungkinan perkembangannya. Berbagai faktor ini merupakan faktor komponen lingkungan hidup yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan pembangunan.
Kawasan Condet yang terletak di daerah pinggiran kota Jakarta terdiri dari tiga kelurahan, yaitu Kelurahan Balekambang, Batuampar dan Kampung Tengah. Pada awal tahun 1975, daerah tersebut merupakan daerah yang didominasi oleh Masyarakat Betawi yang hidup dari pertanian buah-buahan, yaitu salak dan duku. Keasrian lingkungan yang masih merupakan perkebunan buah-buahan beserta budayanya yang khas Betawi Condet saat itu, merupakan salah satu asset Pemerintah DKI Jakarta yang potensial untuk dilestarikan. Karena itu pada tahun 1975 Pemerintah DKI Jakarta mengeluarkan kebijaksanaan yang pada dasarnya untuk melindungi eksistensi sektor agraris serta mempertahankan budaya Betawi.
Pada saat ini, 20 tahun kemudian setelah dikeluarkannya kebijaksanaan pertama yang menyangkut pengaturan pola tata guna tanah di kawasan Condet, lingkungan Condet sudah jauh berbeda dari tujuan yang diharapkan. Dibangunnya jalan Raya Condet serta pengaruh perkembangan dan pembangunan kota Jakarta merupakan faktor utama yang menyebabkan meningkatnya penduduk pendatang, baik dari dalam kota maupun luar kota, masuk ke Kawasan Condet ini. Keadaan ini mengakibatkan perubahan fungsi lahan, yang semula didominasi oleh tanaman buah buahan, menjadi pemukiman yang padat lengkap dengan fasilitasnya. Peningkatan kebutuhan masa ini yang berkembang sejalan dengan arus pembangunan, menyebabkan Kawasan Condet makin berubah, jauh dari tujuan pelestariannya. Meskipun demikian Pemerintah Daerah DKI Jakarta tetap berusaha agar kawasan Condet tetap dapat dipertahankan sebagai daerah pertanian buah-buahan melalui berbagai kebijaksanaan.
Penelitian ini akan mendiskripsikan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap partisipasi masyarakat Betawi di Condet dan sejauh mana implikasi dari sikap partisipasi itu dalam upaya pelestarian lingkungannya. Faktor-faktor tersebut adalah tingkat pendidikan, jenis lapangan pekerjaan, tingkat penghasilan, luas kepemilikan lahan sebagai faktor sosial dan ekonomi, sedangkan sebagai faktor budaya adalah kebiasaan pengalihan hak oleh ,masyarakat Betawi yang dalam hal ini berupa cara waris atau hibah kepada sanak keluarganya. Sampel yang diambil adalah sebanyak 74 sampel dari 123 Kepala Keluarga Betawi Condet pemilik lahan perkebunan buah-buahan atau setidaknya masih mempunyai pohon buah-buahan di halaman rumahnya.
Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh melalui pengamatan di lapangan, teknik wawancara dan quesioner. Analisis data dilakukan secara deskriptif dari hasil tabulasi silang (cross tabulation); dan untuk menguji hubungan variabel digunakan uji statistik non parametric dengan menggunakan metode chi-square ( }C2 ) dan perhitungan koefisien kontingensi C.
Sebagai variabel bebas dipilih faktorfaktor (fungsi dari variabel) sebagai berikut . (1) tingkat peradidikan sebagai faktor sosial, (2) tingkat penghasilan sehubungan dengan jenis pekerjaan dan (3) luas kepemilikan lahan sebagai faktor ekonomi, serta (4) kebiasaan dalam pengalihan hak atas lahan yang dimiliki sebagai faktor budaya. Sebagai variabel terikat adalah partisipasi masyarakat yang meliputi (1) perilaku terhadap lahan yang dimiliki, (2) motivasi responden, yaitu keinginan responden untuk menjual lahannya kepada pihak ketiga, serta (3) sikap pemilik lahan terhadap peraturan yang berhubungan dengan upaya pelestarian.
Karena satu variabel dependen dihubungkan dengan dua atau lebih dari dua variabel independen, maka metode analisa yang digunakan adalah teknik regresi berganda atau multiple regression.
HASIL PENELITIAN
Penelitian yang dilakukan di ketiga kelurahan menghasilkan kesimpulan sebagai berikut :
1. Tingkat pendidikan, jenis lapangan pekerjaan yang berhubungan serta luasnya lahan yang dimiliki, merupakan variabel yang mempunyai korelasi positif dengan partisipasi masyarakat yang menyangkut sikap terhadap pemeliharaan lahan. Kecuali itu tingkat pendidikan juga mempunyai korelasi yang positif dengan motivasi masyarakat pada sikap adaptif terhadap lingkungan, dengan perkataan lain, makin tinggi tingkat pendidikan yang dimiliki, keinginan responden untuk menjual lahannya juga makin kecil. Keadaan ini dapat diartikan bahwa makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, makin besar yang diharapkan dari partisipasinya terhadap upaya lingkungan. Tetapi sebaliknya upaya pelestarian tidak memberi pengaruh terhadap sikap masyarakat dalam keiinginannya untuk menjual lahannya.
2. Peran budaya pewarisan, yaitu yang berhubungan dengan cara pengalihan hak atas lahan yang dimiliki, kepada sanak keluarganya merupakan kondisi yang tidak menunjang upaya partisipasi, dalam arti bahwa tindakan demikian akan mengurangi luas kepemilikan lahan perkebunan yang dimiliki perorangan
3. Upaya pelestarian yang dilaksanakan melalui kebijaksanaan serta peraturan-peraturan di Kawasan Condet sampai saat ini makin jauh dari yang diharapkan. Kurang berfungsinya faktor-faktor penguat (reinforcement) yang berupa ganjaran, tindakan hukum dan lain-lain,mengurangi timbulnya sikap partisipasi masyarakat dalam menunjang upaya pelestarian.
KEGUNAAN HASIL PENELITIAN
Suatu hasil penelitian adalah untuk mencari suatu kebenaran dan pemberi artian yang terus menerus diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi perumus kebijaksanaan dalam menentukan peraturan selanjutnya yang menyangkut upaya pelestarian di Kawasan Condet. Agar dapat dicapai hasil sebagaimana yang diharapkan maka disarankan untuk membentuk suatu badan khusus yang tugas pokoknya
adalah menyelenggarakan usaha-usaha yang berhubungan dengan upaya pelestarian di kawasan Condet ini. Badan tersebut hendaknya membuat suatu konsep rencana pengadaan yang terarah dan operational untuk meningkatkan nilai tambah pelestarian lingkiingan dan budaya masyarakat Betawi Condet. Di samping itu dalam rencana kerjanya dimasukkan rencana untuk membantu meningkatkan kondisi ekonomi masyarakat petani buah-buahan. Hal ini juga untuk mengurangi keinginan untuk rnengalihkan lahannya kepada orang lain.
Untuk mempertahankan eksistensi kebun buah-buahan serta mengembangkan seni-budaya masyarakat Betawi, pada saat ini masih dimungkinkan untuk mengalokasikannya di Wilayah Balekambang, terutama disekitar pinggir sungai Ciliwung yang masih memiliki areal kebun buah-buahan yang masih cukup lugs.

Summary
This essay is based on research into the Hetawi ethnic participation toward environmental preservation efforts, which conducted by making a case study in the cultural preservation area of Condet in East Jakarta. This study also discusses the factors which influence the participations on the environmental preservation efforts.
The rapid development of a city always makes it' difficult to maintain its existing ecosystem. Therefore a new human made environment is often created. In order to expand this human made environment, one has to maintain the functions of the natural environment so that the adverse impact of the changes can be minimized. This means that to improve the prosperity of the community, factors as demographic, social and cultural, hydrographic, geology and topographic, and factors such as development possibility can be useful.
In 1975, the Condet area in Jakarta Metropolitan City, which consists of three kelurahan, was one of Jakarta's fringe rural villages. The inhabitants of Condet, who for generation had been ethnically Betawi, still depended for their livelihood on fruit cultivation.
During this time, Condet was identified as one of many government assets with Potential for preservation. So in 1975 the DKI Jakarta government issued a regulation which established the Condet Cultural Preservation Project.
The objectives of the project were agricultural sector and the Betawi's culture. Nowadays, twenty years after the first rule on land use planning in the Condet area was made, the Condet environment has become very different from one which was expected. The construction of new asphalted Condet main road, connecting the center of the city and Condet village, and its subsequent influence on urban growth, has been the main factor which has caused these changes. City residents were attracted to move to this village, ruining its green-agricultural environment and making Condet increasingly urbanized. The natives of Condet are being progressively displaced by newcomers from the city center, and the amount of land owned by the indigenous population and used for cultivation has become less and less.
This is happening even though the DKI Jakarta Government still wants Condet to retain its fruit cultivation and preserve the native traditions of Condet, through some regulation.
This research will describe the extent to which the participation effort has been affected by the social and cultural lives of the natives and the implication to the environmental preservation. The factors which have affected their participation in this environment preservation are, the level of education, occupation and level of income, the quantity of land owned, and cultural role in Condet society. The research uses a sample of 74 responden taken from 123 Household Heads of the Betawian and who have their own land and stay in Kelurahan Balambang and Batuampar. Data used in this research were obtained by using observation technique, interviews, and questionnair. Data analysis is carried out descriptively by means of cross tabulation. To test the relationship between variables, this research uses statistical techniques such as chi-square and coeffisient contingency C. The dependent variables are (1) level of education as social factors, (2) ocupation, (3) land ownership as economic factors and (4) traditional behavior to transfer their land as part of cultural role. The independent variables are the participation of the inhabitants i.e., (1) the behaviour to the land owned, (2) the motivation to sell the land and (3) the behavior to the laws in connection with the preservation
Multiple regression technique is used because one dependent variable is related to two or three independetn ones.
RESULT OF THE RESEARCH
The research was made in three kelurahan in Condet and give results as follows :
1. Level of education, occupation and land ownership are the factors that have positive corelations with public participation on land conservation. In addition, level of education has positive relationship with the motivation of the population towards environment preservation. In other words, the higher the educatioon the more reluctant the landowners to sell their land.This phenomenon also indicates that the higher educated inhabitants would contribute more to the efforts on the environment conservation. However, conservation efforts have relationship with the attitude of the people to sell their land.
2. The system of inheritance on how the land should be subdivided between the heirs, constrains the efforts to increase public participation because the size of the parcels to be cultivated would be reduced.
3. Conservation efforts carried out through the implementation of policy as well as regulations are not really effective. The lack of law enforcement such as penalty, legal punishment, etc. reduces the inhabitants' participation on the preservation initiatives.
FUNCTION OF RESEARCH RESULT]
The research results are expected to be used as inputs by policy makers in developing the Condet preservement law in the future. To achieve such results the following considerations need to be taken into account: there has to be a committee in charge of the implementation for the action in Condet preservation, in which one of the program is making efforts to increase the income of the Betawi ethnics inhabitants.
Furthermore, the existence of fruit plantation in Condet area can still be maintained at Kelurahan Balekambang, along the Ciliwung river which still has more parts of green areas.
"
1996
Tpdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahman Mulyawan
"Pembinaan di bidang politik, secara nasional merupakan salah satu tunas Departemen Dalam Negeri, yang dalam hal ini ditangani oleh Direktorat Jenderal Sosial Politik. Hal ini dapat dilihat dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 1974 tanggal 26 Maret 1974 tentang Tugas Pokok Departemen Dalam Negeri, yaitu Menyelenggarakan sebagian tugas umum pemerintahan dan pembangunan di bidang pemerintahan umum otonomi daerah pembangunan masyarakat desa dan agraria.
Sedangkan urusan Pemerintahan Umum, yang dimaksud adalah urusan Pemerintahan yang meliputi bidang-bidang ketentraman dan ketertiban politik, koordinasi pengawasan dan urusan pemerintahan lainnya yang tidak termasuk dalam tugas sesuatu Instansi dan tidak termasuk rumah tangga Daerah. Pembinaan Politik tersebut di atas adalah dalam rangka menyelenggarak.an stabilitas politik dalam negeri, dengan sendirinya juga stabilitas keamanan nasional."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1996
T4266
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   3 4 5 6 7 8 9 10 11 12   >>