Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 45 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nusron Wahid
"Penelitian tentang kiprah dan peran anak muda, terutama mahasiswa dalam historiografi Indonesia lebih banyak didominasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Masih sedikit peneliti dan sejarahwan yang menjadikan organisasi ekstra-universitas lainnya seperti Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNT) dan Perhimpunan Mahasiswa katolik Republik Indonesia (PMKRI) sebagai obyek penelitian dan kajian. Padahal keterlibatan dan kontribusi organisasi tersebut dalarn aksi maraton 1966, sebuah usaha menjatuhkan Soekarno cukup signifikan. Lebih khusus lagi PMII. Selain salah satu organ KAMI, juga organisasi kemahasiswaan vunderbouw partai NU, partai besar yang mempunyai akses kekuasaan cukup signifikan kepada Soekarno. Namun sayang, PMII terlewatkan begitu raja oleh sejarahwan. PMII Iahir 16 April 1960 di Surabaya atas prakarsa sejumlah mahasiswa NU. Ketika Muktamar NU ke-23 di Bandung pada 1963 PMII resmi menjadi anggota badan atonom partai NU. Ketika berlangsung aksi demonstrasi melawan hegemoni kekuasaan Orde Lama, PMII bersama organisasi ekstra- universitas lainnya bergabung dengan KAMI dan secara intens terlibat gerakan anti Soekarno. Bahkan Zarnroni, aktivis PMII, menjadi Ketua Presidium KAMI. Beberapa tokohnya bersama tokoh muda NU yang cukup disegani, H.M. Subchan Z.E. ikut mendesain berbagai aksi anti Soekarno dan PKI. Padahal kalangan tokoh tua NU seperti K.H. Wahab Chasbullah, K.H. Saifuddin Zuhri dan tokoh lainnya merupakan kawan dekat dan masih mendukung Soekarno. Orde Lama dan Soekarno tumbang pada 1966, dan Orde Baru pun Iahir. Namun restrukturisasi politik yang dilakukan Orde Baru ternyata tidak menguntungkan para pendukungnya, termasuk kalangan muda NU. Hal inilah yang menjadikan bulan madu PMII dan Orde Baru (militer) berakhir. Sebaliknya, kalangan konservatif NU yang semula masih menjadi pendukung Soekarno, tennyata dapat bekerja sarna dengan Soeharto selaku pemimpin Orde Baru. Konflik internal di kalangan elit NU tidak dapat dihindarkan. Pada satu sisi Subchan Z.E. yang didukung aktivis PMII menolak kompromi politik dengan Orde Baru, sebaliknya KH Idham Khalid dan KH Syaikhu cenderung akomodatif Faksionalisasi pun tidak dapat dihindarkan dan konflik berlangsung secara berkepanjangan. Pada saat yang bersamaan, telah terjadi pergeseran trend di kalangan mahasiswa yang mulai apriori dengan patronase politik sejalan dengan upya menciptakan floating mass yang dilakukan Orde Baru. Pada saat bersamaan organisasi mengalarni stagnasi. Hal ini disebabkan, pada masa awal Orde Baru, pemerintah melakukan represi secara sistemik terhadap kegiatan ormas dari mahasiswa termasuk PMII. Selain itu, para elit PMH pun mengalami perubahan orientasi karena lebih banyak terjebak pads aksi dan perilaku politik praktis dan mengedepankan kepentingan jangka pendek. Dalarn konteks di atas, sejumlah aktivis PMII mencoba menjernihkan pola gerakan organisasi supaya tetap eksis dan tidak ditinggalkan mahasiswa. Atas dasar itu, dalam sebuah Musyawarah Nasional (Munas) di Murnajati Malang tahun 1972, PMII rnenyatakan diri sebagai organisasi independen dan tidak terikat dengan kekuatan politik manapun termasuk NU. Namu.n nilai-nilai PMII masih concern dan terikat dalam memperjuankan ajaran Islam Ahlussunnah Wal Jamaal? sebagaimana yang dianut oleh NU. Sikap tersebut biasa dikenal dengan Deklarasi Murnajati. Skripsi ini bukan sebuah apologi politik atau keberpihakan penulis. Skripsi ini hanyalah upaya rekonstruksi data tentang fakta masa lampau yang tercecer dan hampir terlupakan oleh peneliti, sejarahwan dan mungkin oleh pelakunya sendiri."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1999
S12725
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hanifa Maulidia
"Tulisan ini mendeskripsikan tentang proses reproduksi identitas keluarga muslim Jawa. Dalam kasus ini, tulisan ini menjelaskan bagaimana keluarga muslim Jawa mengadopsi konsep "bani" dari budaya Arab. Konteks sosial fenomena sosiologi ini adalah komunitas lokal di Jatibarang. Sebagian besar anggota komunitas adalah muslim dan sebagian besar mereka berafiliasi NU. Bani Ma'shum sebagai keluarga muslim Jawa melakukan tiga strategi untuk mereproduksi identitas mereka dalam arena sosial keagamaan, politik, dan ekonomi. Tulisan ini menggunakan metode kualitatif untuk menjelaskan ketiga strategi yang dilakukan oleh Bani Ma'shum. Konsep yang digunakan adalah konsep Bourdieu tentang habitus, arena, dan modal.
Temuan dari tulisan ini adalah mengungkapkan Bani yang mengidentifikasi keluarga muslim Jawa dalam dua hal, pertama meningkatnya kesadaran para anggota komunitas Bani Ma'shum sebagai keluarga besar. Kedua status sosial Bani Ma'shum diakui oleh masyarakat Jatibarang sebagai komunitas yang memiliki pengaruh besar dalam arena sosial keagamaan, politik, dan ekonomi. Dalam arena sosial keagamaan, strategi mereka menjadi pengurus masjid dan mushalla, guru ngaji, guru madrasah, dan penceramah di masjid. Arena ekonomi dan politik adalah reproduksi eksternal Bani Ma'shum. Sebagian besar Bani Ma'shum adalah pedagang dan menjadi identitas mereka dalam berinteraksi dengan masyarakat Jatibarang lainnya. Dalam arena politik, para sesepuh Bani Ma'shum cukup didengar dan disegani dalam pemilihan calon lurah dan pemilihan calon anggota legislatif. Aktivitas yang dilakukan oleh Bani Ma'shum untuk memperkuat identitas mereka adalah acara haul dan halal bihalal, pengajian ibu-ibu jam'iyyah sabtunan, dan pengajian bapak-bapak jam'iyyah mudzakaroh.

This study is to describe the reproduction of identity process of Javanese moslem family. In this case, the study describe how this Javanese moslem family adopted concept of "bani" from Arab culture. The social context of this sociological phenomenon is local community in Jatibarang. Most of members this community are moslems and large part of them is affiliated with Nahdhatul Ulama. Bani Ma'shum as Javanese moslem family conducted three strategies to reproduce their identity in social religious, political, and economic areas. This study used qualitative method to describe those three strategies conducted by Bani Ma'shum. The concepts used in this studi is Bourdieu concepts are habitus, field, and capital.
Findings of this study reveals then the adoption of Bani as concept that identify the Javanese moslem family result in the first the increasing awareness of members of Bani Ma'shum as an extended family. Second the social status of Bani Ma'shum is recognized by adhere members of Jatibarang as having more influence in social religious, political, and economic fields. Economic and political field are external reproduction of Bani Ma'shum. Most of Bani Ma'shum are traders and become their identity in a social interact with other society of Jatibarang. In political field, the elders of Bani Ma'shum are respected by candidates headman in the selection of legislative elections. The activities to reinforce their identity are haul and halal bihalal, jam'iyyah sabtunan, and jam'iyyah mudzakaroh.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
T43138
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Bondan Kanumoyoso
"Nahdatul Ulama (NU) adalah salah satu organisasi Islam yang muncul sejak awal masa pergerakan nasional Indonesia. Organisasi ini merupakan wadah bagi kalangan Islam dalam memperjuangkan dan mengembangkan paham Ahlrrssunah Wa1 Jama'ah. Kemunculannya dipelopori oleh para Kiai Jawa yang menghimpun anggotanya dari kalangan pesantren. Dalam perkembangannya mengarungi zaman kolonial Hindia Belanda sampai dengan memasuki periode Demokrasi Terpimpin, kepemimpinan NU selalu berada di tangan para kiai. Walau mereka tidak mengecap pendidikan moderen, dengan mengacu kepada kitab kuning para kiai ternyata mampu menghadapi tantangan jaman. Dalam masa Demokrasi Terpimpin, NU berusaha tampil membawakan dirinya sebagai satu-satunya wakil umat Islam di kancah perpolitikan nasional, setelah partai Islam baru lainnya, Masyumi, dinyatakan terlarang pada tahun 1960. Di bawah kepemimpinan tokoh-tokoh PBNU (Pengurus Besar Nahdatul Ulama), NU turut memainkan peranan penting dalam mewujudkan gagasan Sukarno yang terangkum dalam semboyan NASAKOM, Nasionalis-Agama-Komunis. NU mewakili unsur agamanya, dan terpaksa harus bekerja sama dengan unsur Komunis yang diwakili oleh PKI. Karna pucuk pimpinan NU memiIiki hubungan yang hangat dengan Sukarno, maka pertentangan ideologi antara NU dengan PKI dapat diredam. Namun dalarn berbagai lapangan sosial-politik, NU menjalankan strategi pembendungan terhadap PKI. Yaitu dengan mencegah sebisa mungkin agar pengaruh PKI tidak meluas di kalangan rakyat. Terhadap Sukarno, NU bersikap sangat akomodatif. Dan dengan Angkatan Darat (AD), NU menjalankan kerja sama dalam rangka menghadapi PKI. Ketika menjelang masa akhir kekuasaan Sukarno, ker ja sama antara NO dan AD mempercepat berakhirnya periode Demokrasi Terpimpin. Kepemimpinan NU beralih didominasi oleh orang-orang NU yang anti Demokrasi Terpimpin."
1996
S12237
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Itmam Jalbi
"Sejarah Perumusan Kembali ke Khittah NU 1926 hingga Muktamar Situbondo 1984), SKRIPSI, Januari 2000, Jurusan Asia Barat Program Studi Arab Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Sebagai salah satu organisasi kemasyarakatan Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU) pada akhir tahun 1984 melalui mukatamarnya di Situbondo, menyatakan sikap kembali ke khittah 1926. Sebelum menjadi keputusan penting Munas Situbondo dan dipertegas kembali pada Muktamar setahun kemudian, gagasan kembali ke khittah 1926 ini sudah melalui proses perjalanan panjang, berdasarkan introspeksi dari kalangan tokoh-tokohnya sendiri, yakni dari kalangan alarm dan generasi muda NU. Karena kiprahnya sebelum itu bukan saja telah mengabaikan tugas-tugas pengabdiannya kepada masyarakat sesuai misinya mengembangkan ajaran ahlussunnah wal jarna'ah, melainkan juga telah menimbulkan ketegangan dan konflik berkepanjangan pada tingkat interen NU. Dalam perjalanan yang ironis tersebut, NU dapat pula diibaratkan seperti pisau cukur yang hanya digunakan untuk mengiris bawang rnerah, yang berarti tidak sesuai dengan peran sesungguhnya.
Penelitian ini berupaya mengkaji faktor-faktor yang melatarbelakangi munculnya gagasan kembali ke khittah 1926 yang mencapai tahap kematangannya pada pemikiran K.H. Achmad Siddiq dan tokoh-tokoh muda pembaharu NU yang tergabung dalam Majelis 24 dan Tim Null. Dan rumusan-rumusan yang digulirkan inilah yang kemudian secara meyakinkan diterima sebagai keputusan monumental pada Munas dan Muktamar ke-27 Situbondo, yang selanjutnya diakui sebagai naakah resmi khittah NU 1926.
Dari basil penelitian ditemukan bahwa keterlibatan yang terlalu berlebihan kepada orientasi politik, menjadikan peran dan prestasi NU selalu dikaitkan dengan sebnah prestise jabatan atau kekuasaan yang justru pada perkembangannya menghambat kemajuan serta kejayaan NU. Sebagai upaya mengembalikan kejayaannya yang pernah dicapai pada periode awal berdirinya, langkah kembali ke Khittah 1926 merupakan langkah strategis yang diharapkan mampu membawa NU berkiprah dengan landasan dan sikap yang sesuai dengan wawasan keagamaannya. Sementara itu, keputusan kembali ke khittah 1926 sewajarnya akan membawa beberapa konsekuensi logis dan tantangan ke depan NU, baik secara organisatoris maupun politis. Secara organisatoris misalnya, NU akan mengembalikan pola. kepemimpinannya kepada supremasi ulama. Hal ini disebabkan sebagai organisasi keagamaan. (arniyyah dintyah), NU memerlukan kharisma ulama yang berperan sebagai pemandu, pengelola dan sekaligus pengawas program-program NU. Sedangkan secara politis, NU telah meninggalkan gelanggang politik praktis dan memfokuskan kegiatannya pada peran sosial kemasyarakatan yang lebih terkoordinasi. Tujuan luhur dan strategis ini akan tercapai manakala Para pemimpin NU, baik pada tataran masyarakat maupun dalam kepengurusannya tetap konsisten dan menjadikan butir-butir khittah 1926 sebagai panduan dalam berkiprah, bukannya sebagai ajang mencari kebenaran dan kepentingan pribadi semata. Upaya selanjutnya yang tak kalah penting adalah mensosialisasikan pemahaman tentang khittah NU 1926 kepada masyarakat secara umum, sebagaimana yang telah digariskan dalam keputusan NU tentang khittah 1926 beserta perangkat program dan nilai-nilai keagamaan yang mendukungnya."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2000
S13244
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syahirul Alim
"NU sebagai salah satu kekuatan sosial-politik di Indonesia memiliki serangkaian pengalaman yang panjang, baik ketika menjadi organisasi sosial keagamaan maupun ketika berubah menjadi organisasi politik. Organisasi yang pernah dicap sebagai "tradisionalis" oleh sementara kalangan ini ternyata mendapat tempat cukup penting dalam perkembangan demokratisasi di Indonesia. Paling tidak, berbagai karya ilmiah yang dilakukan untuk mengamati perkembangan sosial-politik di Indonesia akhir-akhir ini menempatkan NU sebagai fenomena menarik ketika dihadapkan dengan proses perubahan sosial di Indonesia. NU tidak lagi menjadi kekuatan sosial-politik yang marjinal terutama setelah tumbangnya rezim Orde Baru. Bahkan, salah seorang pemimpin utamanya, K.H. Abdurrahman Wahid diakui sebagai salah satu tokoh popular yang disegani semua pihak, sehingga kepiawaiannya dalam membangun NU, berhasil membawanya ke kursi kepresidenan dalam suatu pemilihan umum yang demokratis pada 1999.
Perubahan sosial-politik yang terjadi pasca Orde Baru diakui telah berhasil membuka peluang yang cukup besar bagi proses liberalisasi politik, sehingga semua elemen masyarakat yang tersebar dalam berbagai kelompok kepentingan, organisasi politik maupun organisasi sosial mulai melibatkan diri secara aktif kedalam kegiatan politik. Reformasi jelas telah mendorong secara luas peran politik masyarakat yang didentifikasikan melalui fenomena bermunculannya partai politik. (Huntington: 2003). NU sebagai salah satu elemen dari bangsa ini ternyata terdorong untuk kemudian terjun kembali secara aktif kedalam dunia politik, hal ini jelas .dari munculnya beragam partai yang juga berafiliasi kepada NU. Kemunculan beberapa partai politik yang berafiliasi NU juga telah merubah pola perjuangannya selama ini dari gerakan kultural menjadi gerakan struktural. Perubahan strategi perjuangan yang dilakukan NU dalam hal ini sangat dipengaruhi oleh suatu keadaan dimana perubahan sistem politik terjadi pasca Orde Baru semakin membuka peluang kebebasan masyarakat untuk mengartikulasikan kepentingan politiknya. Keadaan ini biasanya ditandai oleh peningkatan partisipasi politik dalam masyarakat serta kesediaan individu untuk mengidentifikasikan dirinya dengan sistem politik yang ada (Welch: 1995).
NU memang telah mengalami perubahan-perubahan yang sangat penting, terutama dimulai sejak dekade 80-an, ketika NU dibawah pengaruh kuat KH. Abdurrahman Wahid menjalankan manuver Khittah. Strategi ini diambil NU untuk mengurangi tekanan politik pemerintah Orde Baru yang semakin membesar. Oleh karena itu, Khittah tidak pernah menyurutkan semangat berpolitik NU. Politik NU dilaksanakan melalui strategi kultural yang bertujuan untuk mengembangkan kesadaran politik warganya. Upaya cerdik NU jelas merupakan bagian dari survival NU dalam menghadapi setiap perubahan zaman. Terbukti, NU tetap bertahan sebagai organisasi massa yang sangat besar dan berpengaruh dalam wacana perkembangan sosial politik di Indonesia. Namun, ketika tatanan sosial politik mulai direkonstruksi dan diperbaharui pasca Orde Baru, NU nampaknya mengambil bagian dari proses pembaruan tersebut. Strategi kultural yang selama ini dijalankan mulai mengalami pergeseran ke arah strategi struktural dengan ditandai oleh pembentukan partai politik yang berafiliasi NU sebagai aktualisasi dari peran politik NU selama ini.
Kajian mengenai perubahan orientasi NU pasca Orde Baru akan dibahas dengan serangkaian penelitian yang mengungkap fenomena yang menyebabkan mengapa NU melakukan perubahan orientasinya dari gerakan kultural manjadi gerakan politik. Pengungkapan fenomena ini terkait dengan pendekatan kualitatif yang melibatkan pengalaman pribadi, pengamatan teks sejarah serta melibatkan serangkaian wawancara dengan orang-orang yang terlibat langsung dalam objek kajian yang sedang diteliti. Dari serangkaian penelitian ini, dapat diungkap sebab-sebab mengapa NU melakukan perubahan terhadap strategi perjuangan politiknya:
1. Terpinggirkannya NU oleh sistem politik Orde Baru yang selama hampir 15 tahun NU benar-benar berada dalam kondisi politik yang terjepit. NU misalnya dipaksa untuk berfusi dengan PPP sehingga mengakibatkan aspirasi politik NU yang dititipkan kedalam PPP tidak sepenuhnya terakomodasi
2. Keputusan Khittah yang kontroversial mengakibatkan ketidakjelasan arah politik NU, antara menerima Khittah dan meninggalkan politik praktis, atau menolak dan terus terlibat secara aktif dalam politik. Khittah mengakibatkan kepolitikan NU tidak memiliki pijakan yang pasti karena munculnya tekanan, baik dari kalangan internal maupun eksternal NU
3. Pasca Orde Baru yang ditandai oleh liberalisasi politik, sehingga memungkinkan lahirnya partai politik berjumlah banyak. NU, dalam hal ini tidak rela jika harus kehilangan lebih dari tiga juta suara warganya yang akan menjadi ajang rebutan beragam partai politik. Akibatnya, NU mendirikan partai politik sendiri yang sedianya dapat menampung seluruh aspirasi politik warga NU, yaitu PKB. Bahkan, akibat pluralitas po1itik warga NU, muncul juga beberapa partai yang juga mengidentifikasikan dirinya partai warga NU.
(Rincian Isi Tesis: ix, 158 halaman, Bibliografi: 65 buku, 4 jurnal, 9 artikel)"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13858
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasrulloh
"On anti-women hadith according to Islamic organizations in Indonesia."
Malang: UIN-Maliki Press, 2015
207.125 NAS h
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Donkers, Jan
Amsterdam: De Harmonie, [date of publication not identified]
BLD 839. 36 DON ou
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Beranova, Jana
Baarn: AMBO, 1992
BLD 839.36 BER nu
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Eneng Ervi Siti Zahroh Zidni
"[ABSTRAK
Nadlatul „Ulama (NU) adalah sebuah organisasi yang didirikan oleh „ulama-ulama tradisional. NU dalam sejarah pernah mengutus sebuah Komite Hijaz untuk menghadap Kerajaan Saudi Arabia di tahun 1926 M, kedatangan Komite Hijaz NU menghadap Raja Saudi Saat itu yakni Abdul Aziz al- Sa‟ud memiliki agenda untuk memperjuangkan kebebasan bermadzhab di tanah Hijaz. Hal ini dilakukan mengingat akan adanya pemberlakuan asas tunggal paham Wahabi di tanah Hijaz dan di belahan dunia lain yang memeluk Islam, pada prakteknya paham wahabi memiliki doktrin purifikasi Islam, maka segala bentuk amaliah yang dianggap menjurus pada praktek bid’ah, khurafat, tahyul dan syirik, seperti berziaroh ke makam orang-orang suci dan tawasul kepada orang suci yang telah tiada dan lain sebagainya, diharamkan, dianggap bid’ah dan syirik.
Perjuangan NU untuk meminta kebebasan bermadzhab telah direspon dan diterima dengan baik oleh Kerajaan Saudi Arabia, pihak Kerajaan menyetujui apa saja keinginan dan keberatan yang di sampaikan oleh Komite Hijaz NU. Kerajaan Saudi Arabia yang berlatarbelakang Wahabi sebagai Khadimul Haramain atau pelayan dua kota suci mampu menjaga, merawat dan melestraikan peninggalan- peninggalan sejarah Islam masa lalu, walaupun pada kenyataanya ada banyak beberapa situs sejarah Islam, seperti tempat tinggal keluarga Nabi Muhammad SAW telah musnah.
Sebagai Khadimul Haramain sudah menjadi tugas kerajaan untuk memperhatikan segala sesuatu yang dianggap perlu untuk menjaga dan merawat haramain, seperti perluasan areal haramain.Hal ini dilakukan untuk lebih banyak menampung jema‟ah yang semakin bertambah dari tahun ke tahun.
Dengan perluasan areal Masjidil Haram dan Masjid Nabawi maka membutuhkan banyak lahan untuk dalam rangka rekontruksi Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Di tahun 2012 saat perluasan masjid nabawi sempat terdengar khabar bahwa makam Nabi Muhammad SAW akan terkena imbas rekonstruksi dan perluasan masjid, namun dengan sendirinya isu ini hilang. Namun di penghujung 2014 tersiar kembali makam Nabi Muhammad SAW akan dibongkar dan dipindahkan dari dalam areal Masjid Nabawi.
Dengan cepat berita ini menyebar dan menjadi tranding topic diberbagai media massa baik dalam negeri maupun di luar negeri. Dalam menghadapi pemberitaan ini NU melakukan penolakan dan jika rencana ini direalisasikan maka tidak menutup kemungkinan NU akan mengutus Komite Hijaz ke-II untuk menghadap Kerajaan Saudi Arabia dalam rangka menolak rencana pemindahan makam Nabi Muhammad SAW.Melihat respon NU yang begitu keras maka Kerajaan Saudi Arabia lewat Kedutaan Besar Saudi Arabia untuk Indonesia melakukan klarifikasi, bahwa rencana pemindahan makam Nabi Muhammad SAW tersebut hanya isu yang tidak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya. Karena berita ini muncul dari harian Inggris The Independen, dan berita yang dilansirnya tidak menunjukan kebenaran sama-sekali.
Setelah melihat fenomena ini penulis melakukan penelitian, bahwa rencana pemindahan makam nabi Muhammad SAW ini selalu terjadi setiap tahunnya pada musim haji, berita ini muncul karena pernah beredar sebuah makalah penelitian yang berjudul ‘Imaratu Masjid al- Nabi wa Dukhuli Hajarat fihi yang ditulis oleh akademisi Saudi Arabia Dr. Ali bin Abdul Aziz bin Ali al- Syabal, tulisan ini pernah dimuat di majalah yang diterbitkan di bawah naungan haramain, terbit per empat bulan sekali, kemudian tulisan ini pernah diberitakan oleh Mekkah Newspaper, dan kemudian dilansir oleh The Independen.
Dengan adanya tulisan ini sempat menuai pro dan kontra, karena dengan adanya tulisan ini menggambarkan bahwa makam nabi Muhammad SAW akan dipindah karena Masjid Nabawi sedang dalam tahap renovasi dan perluasan, sedangkan makam Nabi Muhammad sendiri ada di dalam areal masjid Nabawi.

ABSTRACT
The discovery of an academic writing/ article published in a magazine that is publish every four mounths, in where this magazine is the official magazine which is under the authority of the Mousque Haramain, had become a trending topic among muslim around the world.
This writing is academic view of scientific of Saudi Arabia named Dr. Ali bin Abdul Aziz bin Ali al- Syabal. This writing is the review of the expansion of Nabawi Mosque. Unfortunately the tomb of prophet Muhammad SAW in Nabawi Mosque area is also get the impact of the expansion of Nabawi Mosque with the consequences that the tomb of prophet Muhammad SAW is untaken apart or moved from Nabawi Mosque area.
The British Newspaper “The Independent” wrote that the tomb of prophet Muhammad SAW be moved to the al- Baqi cemetery would when this new circulated, at the time the pros and cons was occoun among the muslim world, especially from community organitation Nahdlatul „Ulama (NU) Indonesia. NU balked removeral plan of the tomb of prophet Muhammad SAW. then when NU said the rejection heavely, then the kingdom of Saudi Arabia immediately clarified through Saudi Arabia Embassy in Indonesia.
Saudi Arabia Embassy said that the news is not true because The Kingdom of Saudi Arabia is the guard of Haramain. So it is must be the duty of guarding the prophet Muhammad SAW tomb. “we will guard the Prophet Muhammad SAW tomb from whoever wish to destroy it, moreover who wants to move it”, this is issue always comes up in every hajj season espescially in 2014, when this issue arises again it always make muslim around the world churned., The discovery of an academic writing/ article published in a magazine that is publish every four mounths, in where this magazine is the official magazine which is under the authority of the Mousque Haramain, had become a trending topic among muslim around the world.
This writing is academic view of scientific of Saudi Arabia named Dr. Ali bin Abdul Aziz bin Ali al- Syabal. This writing is the review of the expansion of Nabawi Mosque. Unfortunately the tomb of prophet Muhammad SAW in Nabawi Mosque area is also get the impact of the expansion of Nabawi Mosque with the consequences that the tomb of prophet Muhammad SAW is untaken apart or moved from Nabawi Mosque area.
The British Newspaper “The Independent” wrote that the tomb of prophet Muhammad SAW be moved to the al- Baqi cemetery would when this new circulated, at the time the pros and cons was occoun among the muslim world, especially from community organitation Nahdlatul „Ulama (NU) Indonesia. NU balked removeral plan of the tomb of prophet Muhammad SAW. then when NU said the rejection heavely, then the kingdom of Saudi Arabia immediately clarified through Saudi Arabia Embassy in Indonesia.
Saudi Arabia Embassy said that the news is not true because The Kingdom of Saudi Arabia is the guard of Haramain. So it is must be the duty of guarding the prophet Muhammad SAW tomb. “we will guard the Prophet Muhammad SAW tomb from whoever wish to destroy it, moreover who wants to move it”, this is issue always comes up in every hajj season espescially in 2014, when this issue arises again it always make muslim around the world churned.]"
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5   >>