Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 90 dokumen yang sesuai dengan query
cover
""This volume presents the first thorough sociologically-informed legal analysis of the financial crisis which unfolded in 2008. It combines a multitude of theoretically informed analyses of the causes, dynamics and reactions to the crisis and contextualises these within the general structural transformations characterising contemporary society. It furthermore explores the constitutional implications of the crisis and suggests concrete changes to the constitutional set-up of contemporary society. Although the question of individual responsibility is of crucial importance, the central idea animating the volume is that the crisis cannot be reduced to a mere failure of risk perception and management for which individual and collective actors within and outside of financial organisations are responsible. The 2008 crisis should rather be understood as a symptom of far deeper structural transformations. For example contemporary society is characterised by massive accelerations in the speed with which societal processes are reproduced as well as radical expansions in the level of globalisation. These transformations have, however, been asymmetrical in nature insofar as the economic system has outpaced its legal and political counterparts. The future capability of legal and political systems to influence economic reproduction processes is therefore conditioned by equally radical transformations of their respective operational forms and self-understanding. Potentially the 2008 crisis, therefore, has far-reaching constitutional implications"--Provided by publisher.
Contents
Constitutional moment? The logics of 'hitting the bottom' /​ Gunther Teubner
Towards a general theory of function system crises /​ Rudolf Stichweh
Financial market crisis : a case of network failure? /​ Karl-Heinz Ladeur
Death by complexity : the financial crisis and the crisis of law in world society /​ Moritz Renner
Political epidemiology and the financial crisis /​ Urs Stäheli
Return of crisis /​ Hauke Brunkhorst
Culture form of crisis /​ Dirk Baecker
What is a crisis? /​ Jean Clam
Eroding boundaries : on financial crisis and an evolutionary concept of regulatory reform /​ Marc Amstutz
Failure of regulatory institutions : a conceptual framework /​ Alberto Febbrajo
Struggles for law : global social rights as an alternative t financial market capitalism /​ Kolja Möller
Ethics of the financial crisis /​ Aldo Mascareño
Future of the state /​ Chris Thornhill
Law and order within and beyond national configurations /​ Poul F. Kjaer."
Oxford ; Portland, Or. : Hart, 2011
346.082 FIN
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
McBride, Nicholas J.
"A clear and critical exposition of the more advanced concepts in Jurisprudence, providing a cutting edge for students who are looking to gain additional insights with which to excel. Readers are introduced to the many debates surrounding each core area and presented with the key tensions and questions underlying each topic. "
London : Palgrave, 2014
340.01 MCB g
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Dagan, Hanoch
"This concise landmark in law and jurisprudence offers the first coherent, liberal account of contract law. The Choice Theory of Contracts answers the field's most pressing questions: what is the 'freedom' in 'freedom of contract'? What core values animate contract law and how do those values interrelate? How must the state act when it shapes contract law? Hanoch Dagan and Michael Heller - two of the world's leading private law theorists - show exactly why and how freedom matters to contract law. They start with the most appealing tenets of modern liberalism and end with their implications for contract law. This readable, engaging book gives contract scholars, teachers, and students a powerful normative vocabulary for understanding canonical cases, refining key doctrines, and solving long-standing puzzles in the law." --publisher's description"
United Kingdom: Cambridge University Press, 2017
e20528719
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Mason, J.K.
London : Butterworth, 1983
344.204 MAS l
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Kuntoro
"ABSTRAK
Suatu tahap yang perlu dicatat dalam sejarah Hukum Internasional, khususnya Hukum Laut International, terutama bagi Indonesia sebagai Negara Kepulauan (Archipelagic State) adalah adanya perkembangan Hukum Laut International dewasa ini, yaitu hasil Konferensi Hukum Laut-III/PBB yang membawa makna dan kegunaan yang jauh lebih memadai bila dibandingkan dengan hasil-hasil konferensi Hukum Laut sebelumnya dalam usaha menciptakan suatu tata kehidupan ekonomi international yang baru (New International Economic Order) yang berimbang dalam pemanfaatan laut bagi kepentingan umat manusia.
Hasil Konferensi Hukum Laut-III/PBB tersebut di atas belum lama berselang telah ditandatangani di Jamaica pada akhir tahun 1982, termasuk Indonesia sebagai salah satu negara peserta konferensi,yang dituangkan dalam "United Nations Convention on the Law of the Sea".
Walaupun untuk berlaku efektif, Konvensi tersebut masih memerlukan ratifikasi dari sekurang-kurangnya enam puluh negara (Article 308 sub 1), namun Konvensi tersebut telah berhasil meletakkan dasar-dasar bagi negara-negara di dunia, khususnya negara-negara pantai maupun negara kepulauan guna mempersiapkan pengaturan secara nasional berkenaan dengan pemanfaatan laut bagi kepentingan negara yang bersangkutan.
Arti dan kegunaan yang sangat penting dan Konvensi tersebut bagi Indonesia yang menganut Wawasan Nusantara adalah diterimanya konsepsi Negara Kepulauan (Archipelagic State concept),yang berarti menunjang Wawasan Nusantara kita, yang dalam GBHN ditetapkan sebagai wawasan dalam mencapai tujuan Pembangunan Nasional (lihat BAB II.E GBHN). Hal tersebut dapat dilihat dengan dicantumkannya satu bab tersendiri mengenai pengaturan negara kepulauan di dalam Konvensi, yaitu Part IV tentang "Archipelagic States".
Konferensi Hukum Laut-III/PBB yang menghasilkan Konvensi PBB mengenai Hukum Laut (United Nations Convention on the Law of the Sea) tersebut di atas mempunyai corak khusus yang berbeda dengan konferensi-konferensi Hukum Laut Internasional sebelumnya, antara lain:
1.Masalah yang dibicarakan sifatnya menyeluruh yang berkenaan dengan Hukum Laut dan menyangkut kepentingan seluruh negara. Hal tersebut ternyata dari tujuan Konferensi sebagaimana yang dikemukakan oleh Majelis Umum PBB; "to adopt a convention dealing with all matters relating to the Law of the Sea, bearing in mind that the problem of ocean space are closely interrelated and need to be considered as a whole".
2.Negara-negara berkembang yang tergabung dalam "Kelompok 77" merupakan mayoritas yaitu 2/3 dari seluruh peserta. Karena itu penyelesaian masalahnya lebih ditekankan pada penyelesaian yang bersifat politis dan kompromistis."
1984
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Liliana Tedjosaputro
"RINGKASAN
Tujuan pembangunan nasional berupa usaha menciptakan manusia dan masyarakat Indonesia seutuhnya menuntut anya pembenahan dalam pelbagai kehidupan sosial, baik dalam bidang-bidang pembangunan maupun pada sektor-sektor pembangunan. Dalam era modernisasi ini maka tuntutan untuk menegakkan disiplin dan ketaatan hukum di lingkungan profesi merupakan salah satu bagian dari usaha untuk mencapai tujuan pembangunan di atas. Hal ini disebabkan karena stigma sosial terhadap profesi tidak hanya merugikan organisasi profesi, masyarakat, negara dan pihak-pihak yang bersangkutan.
Setiap sarjana hukum melihat hukum sebagai kumpulan peraturan dan setiap bentuk masarakat senantiasa membutuhkan adanya tokoh-tokoh (figuur) yang dapat memberikan keterangan yang dipercaya, dan tanda tangannya memberikan jaminan dan kekuatan pembuktian serta mempunyai keahlian dan tidak berpihak. Disinilah pentingnya peranan dan tugas notaris dan pejabat pembuat akta tanah.
Dalam hal ini tampak adanya kewajiban dan tanggung jawab yang harus dipikul oleh seorang notaris dan pejabat pembuat akta tanah khususnya bilamana dihubungkan dengan bentuk-bentuk hukum yang juga dibebankan kepada seorang notaris dan pejabat pembuat akta tanah terhadap pekerjaannya sebagaimana tersebut di dalam pasal 7, 18, 19, 20, 22, 23, 25, 26, 28, 31, 35, 36a, 39, 40, 42, 43, 48, 54 dan 50 peraturan jabatan notaris.
Untuk itu perlu pengawasan tentang pengertian malpraktek yang dilakukan oleh notaris. Hal yang telah diuraikan di atas jelas memperkuat anggapan bahwa seorang notaris dan pejabat pembuat akta tanah harus melaksanakan tigas profesinya dengan baik dan dapat dipercaya oleh masyarakat. Didukung pula oleh kenyataan-kenyataan yang ada, maka sebagian dari norma moral merupakan norma hukum. Bahkan ada kalanya perilaku-perilkau di dalam masyarakat dpat meruapakn perbuatan amoral tetapi legal, amoral dan illegal, dan moral tetapi illegal.
Hal lain yang tidak dapat dikesampingkan di dalam mengetengahkan hal tersebut di atas adalah bahwa dalam membicarakan tentang norma moral, juga harus diketengahkan soal etika, merupakan karakteristik yang secara khusus melekat pada profesi. Dengan adanya hal yang sedemikian itu kode etik dalam kaitannya dengan profesi menurut penulis adalah suatu tuntutan, bimbingan atau pedoman moral atau kesusilaan.
Hal tersebut kesemuanya cukup memberikan petunjuk bahwa malpraktek tersebut menyangkut aspek etik dan hukum. Bahwa ternyata dari hasil penelitian serta keputusan pengadilan di Indonesia tampaklah bahwa malpraktek tersebut merupakan bentuk-bentuk pengingkaran atau penyimpangan dari tgas dan tanggung jawab baik karena kesalahan ataupun kelalaian dari seorang notaris dan atau pejabat pembuat akta tanah dalam melaksanakan profesinya yang baik dan dipercaya oleh masyarakat.
Masalah-masalah yang diketengahkan dalam tesis ini adalah sebagai berikut:
1. Tindakan malpraktek yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana dan jenis-jenis tindak pidana yang terkait;
2. Perbedaan antara pelanggaran norma ketentuan hukum pidana dengan pelanggaran etik notaris;
3. Konsekuensi yang ditanggung notaris dan pejabat pembuat akta tanah bila mereka melakukan malpraktek dan penerapan ketentuan hukum pidana dalam hal ini.
Dari analisa yuridis normative yang telah dilakukan, baik secara induktif maupun secara deduktif dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
1. Sekalipun malpraktek secara teoritis harus mengandung unsul culpa, namun dalam pemidanaan terhadap notaris terdapat perkembangan bahwa, sekalipun pemidanaan didasarkanpada delik dolus, namun sebenarnya delik dolus tersebut mengandung unsur kelalaian, sehingga mengakibatkan kualifikasi dolus terpenuhi. Hal ini dimunhkinkan karena sikap batin berupa kealpaan, tindak dipidana dalam delik-delik pasal 263, 264 dan 266 kibat undang-undang hukum pidana.
2. Pelanggaran norma hukum pidana dalam hal malpraktek adalah culpa lata. Pemidanaan akan mempunyai dasar yang kuat apabila di samping memenuhi rumusan tindak pidana dalam undang-undang, juga tidak dapat dibenarkan baik dari segi PJN maupun dari segi kode etik notaris, sebab dengan demikian unsur sifat melawan hukum menjadi lebih mantab.
3. Bila terjadi malpraktek maka notaris maupun pejabat pembuat akta tanah selain dapat dijatuhi sanksi pidana, juga dapat dikenakan sanksi administrasi, sanksi perdata dan sanksi etik notaris, bahkan dapat merupakan kombinasi dari sanksi-sanksi tersebut.
4. Adanya unsur sifat melawan hukum formil dan amteriil maka sanksi pidananya dapat diperberat, karena kepercayaan masyarakat dalam hal ini telah dilanggar.
5. Notaris dan pejabat pembuat akta tanaha adalah pejabat umum yang diberi wewenan dan kewajiban untuk melauani public, sehingga turut serta melaksanakan kewibawaan dari pemerintah. Utuk itu notaris dan P.P.A.T. diangkat dan diawasi serta dibina oleh pemerintah, antara lain atas dasar keputusan Bersama ketua MA dan Menteri kehakiman RI nomor KMA-008-SKB-VII-1987, nomor: M.04-PR08.05 tahun 1987 tentang tata cara pengawasan, penindakan dan pembelaan diri notaris
6. Penerapan hukum pidana dalam kasus malpraktek penting untuk menegakkan norma hukum demi pengayoman masyarakat dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat. Juga untuk menangkat martabat dan nama notaris di masyarakat.
7. Dalam hal keputusan hakim berupa pelepasan dari segala tuntutan hukuman (ontslag van alle rochtsvervolging) berarti perbuatan yang didakwakan terbukti tetapi tidak meruapakn tindak pidana karena adanya alasan pembenar sehubungan dengan pembeneran atas dasar peraturan jabatan notaris, sehingga salah satu syarat pemidanaan tidak terpenuhi.
8. Dalam hal penjatuhan pidana bersyarat melalui pasal 14 (a)-14 (f) KUHP, berarti si terpidana terbukti melakukan tindak pidana, sekalipun ada hal-hal yang meringankan pemidanaan.
Oleh karena itu, akhirnya harus dapat penegasan dan dikembangkan tentang pengawasan, pelaksanaan kode etik yang ketat terhadap diri notaris dan pejabat pembuat akta tanah dengan menanamkan sikap manusia berperilaku baik, agar dengan demikian malpraktek yang mungkin terjadi baik dalam bentuk perkara pidana, perdatam administrasi dan etik dapat secara preventif tercegah dan dicliminer."
1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heru Supriyanto
"In the event of dispute of tax between Tax Payer and Directorate General of Tax cannot be settled in the process of study of tax and objection, the Tax Payer can file appeal against such tax dispute to the Tax Court. The Tax Payer hopes that he will obtain justice and legal certainty according to decision of the Tax Court issued.
Nevertheless, there are some Tax Court decisions which are different upon dispute of the same tax. The Different Decision of the Tax Court does not give legal certainty and justice feeling. One of ways to secure in order that the Tax Court decision resulted consistent is to consider jurisprudence by the judge in making the decision. The Using of this jurisprudence must be carefully studied in order not to violate against the independency of judge in making the decision.
This study is conducted by using theories in connection with jurisprudence, judge independence and tax court and at glance about VAT and Luxury Sales Tax facilities in connection with tax function which regulates. This study uses qualitative approach methods as well as using data source in the form of interview with source person, books, literatures, rules and regulations and other sources in connection with discussion topic in this thesis. In this study uses case study upon the tax dispute concerning facility of postponement of payment of VAT and Luxury Sales Tax to the production Sharing Contract (PSC) where some tax disputes has been decided by the Tax Court.
Based on result of analysis to some decisions of the Tax Court, jurisprudence is not always considered by the judge in making the decision of the Tax Court although according to explanation of theories from experts and result of interview, considering jurisprudence in making the decision will not break judge independent principle. Besides, inconsistency of the decision of Tax Court caused by implementation of legal principles which are different by the judge in making decision of Tax Court. Based on the study mentioned above it can be concluded that procedure of use of jurisprudence not always to be implemented by the judge despite use of jurisprudence not violates against judge independent principle. For that purpose, it is recommended such procedure can be standardized so that consistency of decision of the Tax Court can be secured."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
T24587
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Kelly, J. M. (John Maurice)
Oxford: Clarendon Press, 2005
340.1 KEL s (1)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Gardner, John
Oxford: Oxford Univesity Press, 2014
340.1 GAR l
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   2 3 4 5 6 7 8 9   >>