Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 854 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dhana Widyatnika
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara Iingkungan kerja dan kepemimpinan dengan kinerja pelayanan pajak pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Jakarta Pancoran. Penelitian menggunakan desain korelasional dengan melibatkan 83 sampel {responder} yang diambil secara acak sederhana dari 106 populasi. Pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner yang sebelumnya telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Uji validitas menggunakan rumus korelasi Spearman Rho dan uji reliabilitas menggunakan Sprearman Brown. Data yang diperoleh dianaiisis dengan menggunakan formula statistika, yakni korelasi Spearman Rho dan t-test yang pengolahannya dilakukan dengan program SPSS versi 12.
Paling tidak terdapat dua faktor yang memengaruhi kondisi tersebut, yakni lingkungan kerja dan kepemimpinan. Lingkungan kerja berhubungan atau memengaruhi kinerjha pelayanan karena lingkungan kerja terkait dan mencakup keseluruhan kondisi kerja yang antara lain meliputi dukungan supervisor, kejelasan tugas, orientasi tugas, dan inovasi. Kemudian kepemimpinan memiliki hubungan dengan kinerja pelayanan karena kepemimpinan pada hakikatnya merupakan usaha memengaruhi orang lain agar mau bekerja dengan kemauannya sendiri untuk mencapai tujuan organisasi. Dalam kepemimpinan modern, usaha tersebut dapat diupayakan melalui kegiatan: menciptakan visi, mengembangkan budaya organisasi, menciptakan sinergi, memberdayakan pengikut, menciptakan perubahan, memotivasi pengikut, mewakili sistem sosial, dan membelajarkan organisasi.
Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa lingkungan kerja di KPP Jakarta Pancoran tergolong baik, kepemimpinan dinilai baik, dan kinerja pelayanan juga tergolong baik. Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa lingkungan kerja memiliki hubungan positif dan signifikan dengan kinerja pelayanan, dengan indikasi nilai koefisien korelasi = 0,265. Demikian pula kepemimpinan juga memiliki hubungan positif dan signifikan dengan kinerja pelayanan, dengan indikasi nilai koefisien korelasi = 0,513. Hasil ini memberikan arti bahwa semakin baik lingkungan kerja dan kepemimpinan maka semakin tinggi kinerja pelayanan; sebaliknya semakin buruk lingkungan kerja dan kepemimpinan maka semakin buruk kinerja pelayanan.
Dengan kondisi seperti itu, lingkungan kerja KPP Jakarta Pancoran per1u ditingkatkan dengan cara menyempurnakan kondisi lingkungan kerja yang meliputi aspek: dukungan supervisor, kejelasan tugas, orientasi tugas, dan inovasi yang dinilai oleh pegawai kurang kondusif/maksimal; kepemimpinan pada KPP Jakarta Pancoran disempurnakan dengan cara: memperbaiki aspek¬-apek kepemimpinan yang dinilai pegawai masih kurang maksimal dan mempertimbangkan kondisi aktual karyawan, minimal yang berhubungan dengan intelektualitas yang tercermin dari tingkat pendidikan, situasi emosi/perasaan, dan usia pegawai; dan dilakukan penelitian lanjutan serupa tentang kinerja pelayanan dengan menambah variabel-variabel lain seperti komunikasi organisasi, kompensasi, budaya organisai, komitmen organisasi, kecerdasan emosional, dan kepuasan kerja.

This research was purposed to examine the relationship between work environment and leadership with performance of tax service at Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Jakarta Pancoran. This study used correlation design and 85 respondents obtained from simple random sampling were participated. Valid and reliable questionnaires tested with Spearman Rho and Spearman Brown were administered to collect data assisted with SPSS Ver. 12.
Descriptive analysis results showed that work environment, leadership, and service performance at KPP Jakarta Pancoran could be categorized as goad whereas hypotheses testing showed that work environment had positive and significance correlation with service performance indicated by coefficient of correlation 0,265. Leadership also had positive and significance correlation with service performance with coefficient of correlation 0.513 This results implied that the better work environment and leadership, the better service performance and vice versa.
Based on the findings, work environment at KPP Jakarta Pancoran needs increasing by improving work environment condition such as supervisor support, clarity of task, task orientation, and innovation which were rated by employees as not good; leadership at KPP Jakarta Pancoran could be enhanced by fixing leadership aspects such as actual condition of employees related with education level, emotional situation, and age; further researches are needed by employing various variables such as organizational communication, compensation, organizational culture, organizational commitment, emotional intelligence, and job satisfaction.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T21916
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Sutanto
"Pengelolaan lingkungan hidup pada dekade I990-an mulai diperhatikan oleh berbagai perusahaan di dunia mengingat semakin pedulinya stakeholder terhadap perusakan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh kegiatan operasional perusahaan. Informasi mengenai pengelolaan lingkungan hidup dan kinerja keuangan perusahaan merupakan kebutuhan stakeholder dalam mencermali perusahaan sebagai salah sate aspek untuk pengambilan keputusan. Tesis ini mengakomodasi usaha untuk mengetahui pengaruh informasi kinerja pengelolaan lingkungan terhadap kinerja keuangan dan sebaliknya.
Penelitian ini menggunakan content analysis dalam membuat indeks informasi lingkungan perusahaan dalam laporan tahunan selama 1999-2003 yang merupakan indikator kinerja pengelolaan lingkungan perusahaan. Penelitian ini juga menggunakan 2 tipe indikator dalam mengukur kinerja keuangan perusahaan yaitu accounting based return dan market based return. Analisa dalam penelitian ini menggunakan metode kausalitas Granger untuk accounting based return dan event study untuk market based return dalam meneliti pengaruh dari variabel kinerja pengelolaan lingkungan terhadap kinerja keuangan perusahaan dan sebaliknya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh kinerja pengelolaan lingkungan terhadap lanerja keuangan perusahaan baik menggunakan accounting based return dan market based return. Hasil penelitian juga menyimpulkan tidak ada abnormal return untuk kelompok yang menginformasikan kinerja pengelolaan lingkungan dan kelompok yang tidak menginformasikan kinerja pengelolaan lingkungan dalam laporan tahunan pada tanggal pengumuman. Penelitian juga menghasilkan kesimpulan bahwa tidak ada perbedaan abnormal return untuk kelompok yang menginformasikan kinerja pengelolaan lingkungan dan kelompok yang tidak menginformasikan kinerja pengelolaan lingkungan dalam laporan tahunan.

In 1990 decade, many firms in the world became more seriously to manage the environment because stakeholders more care to act of damaging the environment by firm's activity. Information about corporate environment performance and corporate financial performance are stakeholders' need to analyze firms as aspects for decision-making. This thesis tries to explore relationship between corporate financial performance and corporate environment performance,
This thesis using content analysis for environment information index in annual reports during 1999-2003 as an indicator for corporate environment performance. There are two indicators for corporate financial performance: accounting based return and market based return. Granger causality test is used for analysis relationship between environment information index and accounting based return. Another analysis is an event study for test the influence environment information to market return in 236 firms
The result is the corporate environment performance not influence the corporate financial performance using market based return and accounting based return, and the other side. Another result is no significant abnormal returns in the event date for firms, which are disclose and not disclose about corporate financial performance in annual reports. There is no significant difference abnormal returns between firms, which are disclose and not disclose about corporate financial performance in annual reports.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T 20356
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmat Pujatmiko
"ABSTRAK
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya permasalahan lingkungan hidup di DAS Cidanau Provinsi Banten. Berbagai institusi terlibat dalam pengelolaan DAS Cidanau, tetapi efektivitas lembaga tersebut dalam memecahkan permasalahan lingkungan hidup di DAS Cidanau belum efektif. Sefain lembaga formal (pemerintah), pada tahun 2002 dibentuk suatu forum DAS berdasarkan Surat Keputusan Gubemur Banten No. 124.3/Kep.64-Huk/2002, yang diperbaharui dengan SK Gubemur Banten No. 614/Kep.211-Huk/2006 tentang pembentukan Forum Komunikasi DAS Cidanau (FKDC). Adanya fembaga pemerintah dan forum DAS tersebut diharapkan dapat meningkatkan kinerja, sehingga dapat meningkatkan kelembagaan pengelolaan DAS Cidanau.
Tujuan dari penelitian ini adalah : (1). mengetahui kewenangan dan kelembagaan yang terkait dengan pengelolaan DAS Cidanau di Provinsi Banten; (2). mengetahui efektivitas forum dalam pengelolaan DAS Cidanau di Provinsi Banten; (3). mengembangkan efektivitas Forum dalam membantu peningkatan kelembagaan pengelolaan DAS Cidanau di Provinsi Banten.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dilengkapi penelitian kuantitatif, dengan pendekatan kualitatif sebagai pegangan utama. Penelitian bersifat multikasus dan eksploratoris, sehingga penelitian ini menggunakan tiga tahapan penelitian, yaitu tahap pralapangan, pekerjaan lapangan, dan analisis data. Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer terdiri dari data kualitatif dan data kuantitatif. Data primer kualitatif adalah data yang diperoleh dari pengamatan berperanserfa melalui interaksi sosial antara peneliti dengan subyek dalam lingkungan subyek, dan selama itu data dalam bentuk catatan lapangan dikumpulkan secara sistematis. Data primer kualitatif ini, selanjutnya dilengkapi dengan data primer kuantitatif, yaitu pengumpulan data primer yang diperoleh dari responden melaluli wawancara dengan berpedoman pada kuisioner yang telah dipersiapkan sebelumnya. Data sekunder penelitian ini adalah data yang diperoleh dari Dinas atau instansi terkait serta dari pustaka yang relevan dengan penelitian. Metode pengolahan dan analisis data yang digunakan yaitu : (a) Pengolahan dan analisis data kualitatif menggunakan metode KEKEPAN/SWOT (Rangkuti, 1999), bertujuan untuk menganalisis efektivitas Forum Komunikasi DAS Cidanau dalam membantu pengelolaan DAS Cidanau di Provinsi Banten; (b) setelah pengolahan dan analisis data kualitatif didapat, maka dilengkapi dengan pengolahan dan analisis data kuantitatif menggunakan pengolahan dan analisis Proses Hierarkhi Analitik/AHP (Saaty,1993), bertujuan untuk menganalisis bentuk kelembagaan pengelolaan DAS yang sesuai, dalam mengatasi permasalahan Iingkungan hidup DAS Cidanau di Provinsi Banten.
Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah : a). Kewenangan pengelolaan DAS Cidanau merupakan kewenangan Pemerintah Provinsi, dengan kelembagaan yang terkait meliputi : (1). Pemerintah Provinsi Banten, yang dilaksanakan oleh Badan Perencanaan Daerah (Bapeda), Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal), Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun), Balai Pengelolaan Sumber Daya Air (BPSDA) pada Dinas Pekerjaan Umum (DPU); (2) Pemerintah Pusat yaitu Departemen Kehutanan, yang dalam pelaksanaan tugasnya dilakukan oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) yaitu Balai Pengelolaan DAS (BPDAS) Sungai Citarum-Ciliwung dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jabar I seksi Konservasi Wilayah III Banten, dan; (3) Forum DAS yaitu Forum Komunikasi DAS Cidanau (FKDC); b). Pelaksanaan tugas dan fungsi FKDC dalam membantu kelembagaan pengelolaan DAS Odanau belum dilaksanakan dengan efektif, diantaranya usaha mengurangi degradasi Iingkungan hidup yaitu semakin berkurangnya ketersediaan air Baku, meningkatnya kekeruhan air dan meningkatnya perambahan di kawasan Cagar Alam Rawa Danau, selain itu belum adanya keputusan dalam menyikapi kebijakan pengembangan daerah ekowisata dan pembangunan pembangkit listrik tenaga panas bumi di cadmen area DAS Cidanau, dan dalam hal struktur organisasi yang masih didominasi unsur pemerintah, pendanaan yang belum Independent, pembagian tugas yang belum dilaksanakan khususnya bagi pengarah dan mekanisme kerja yang belum sepenuhnya berjalan sesuai harapan, pelaksanaan mekanisme model pembayaran jasa Iingkungan belum melalui mekanisme pasar dengan jumlah seller dan buyer yang masih terbatas, dan pelaksanaan monitoring dan evaluasi yang belum maksimal bisa dilakukan, dan; c). Usulan pengembangan efektivitas FKDC agar menjadi kelembagaan pengelolaan DAS Cidanau yang baik, dapat dilakukan dengan menjalankan strategi : (1) peningkatan kapasitas lembaga pengelolaan DAS Cidanau; (2) peningkatan kapasitas dan kesejahteraan masyarakat di sekitar DAS Cidanau; (3) peningkatan pelestarian clan pencegahan kerusakan Iingkungan hidup di DAS Cidanau; (4) peningkatan pertumbuhan dan keseimbangan ekonomi kawasan, dan; (5) pengembangan sistem penataan ruang yang konsisten.
Penulis menyarankan : a). Kewenangan yang diberikan oleh undang-undang untuk mengelola DAS Cidanau, hendaknya dapat dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi Banten dengan baik, semua permasalahan yang ada dapat diselesaikan oleh instansi yang terkait, sehingga dapat dicapai pengelolaan DAS Odanau yang berkelanjutan dan berwawasan Iingkungan; b). Efektivitas FKDC perlu ditingkatkan dengan mengurangi keanggotaan dari unsur pemerintah dan subsidi pemerintah, serta melaksanakan mekanisme kerja dan pembagian tugas dengan maksimal, mengurangi campur tangan pemerintah dalam model pembayaran jasa Iingkungan, serta melakukan monitoring dan evalusi yang maksimal terhadap pelaksanaan keseluruhan program kerja yang telah dibuat, dan; c). FKDC harus menjalankan strategi yang telah dibuat, melalui perencanaan yang terarah, terkoordinasi dan fokus baik jangka pendek, menengah dan panjang, secara simultan dan berkesinambungan sesuai tata waktu yang telah ditetapkan."
2007
T20476
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amiluddin Rabbi
"Berdasarkan dokumentasi yang ada, Kota Jakarta dilanda banjir pada tahun 1621, 1654 dan 1918, kemudian pada tahun 1976,1996, 2002 dan terakhir di tahun 2007 ini. Banjir di DKI Jakarta yang terjadi pada tahun 1996, 2002 dan 2007 selain menggenangi hampir seluruh penjuru kota juga menjadi tragedi nasional dan perhatian dunia. Banjir besar ini dipercaya sebagai banjir lima tahunan yang akan berulang setiap lima tahun.
Mencermati persoalan banjir di DKI Jakarta, paling tidak harus meliputi aspek teknis dan non teknis seperti, aspek kelembagaan, pendanaan penegakan hukum dan sosial (kesadaran masyarakat) yang harus dirumuskan bersama-sama stakeholders. Terjadinya banjir yang disertai dengan peningkatan dampak secara berulang kali mengisyaratkan pengelolaan lingkungan hidup di DKi Jakarta belum berjaian secara baik. Salah satu indikasinya ditunjukkan dengan kelembagaan yang terkait dengan pengendalian banjir belum mampu menyelesaikan permasalahan banjir yang sudah menjadi rutinitas di DKI Jakarta. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah menyusun konsep koordinasi antara institusi/lembaga yang terkait dengan pengendalian banjir melalui pemahaman tentang: (1) Peran lembaga yang terkait dengan pengendalian banjir di DKI Jakarta; (2) Pelaksanaan koordinasi antar lembaga yang terkait dengan pengendalian banjir di DKi Jakarta; (3) Unsur-unsur yang berpengaruh terhadap pelaksanaan koordinasi antar lembaga yang terkait dengan pengendalian banjir di DKl Jakarta.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitis. Ada tiga instrumen yang digunakan dalam penelltian ini, yaitu: (1) pengamatan melalui visualisasi; (2) pencocokan data dan wawancara; dan (3) telaah pustaka. Data yang diperoleh lalu dianalisis dengan menggunakan pendekatan arialisis interaktif dan strength, weaknesses, opportunities, dan threats (SWOT).
Dari hasil penelitian ini ditarik suatu kesimpulan:
1. Peran lembaga yang terkait dengan pengendalian banjir di DKI Jakarta dapat dibedakan menjadi 2 (duo), yaitu: pertama, peran yang bersifat struktural (teknis), dengan menekankan pada pendekatan pembangunan secara fisik dan berkenaan langsung dengan sistem tata air seperti: mencegah meluapnya banjir sampai ketinggian tertentu dengan tanggul; merendahkan elevasi muka air banjir dengan normalisasi, sudetan, banjir kanal dan interkoneksi; memperkecil debit banjir dengan waduk, waduk retensi banjir, banjir kanal dan interkoneksi; mengurangi genangan dengan polder, pampa dan sistem drainase. Kedua, pengendalian banjir yang bersifat non struktural (non teknis), seperti peringatan banjir lebih dini; resettlement penduduk di dataran banjir dan sempadan sungai; restorasi (penataan ruang), reboisasi dan penghijauan kawasan penyangga; penyuluhan anti pentingnya potensi sumberdaya air (situ, sungai, dan mata air); pengentasan kemiskinan; manajemen pengendalian limbah (domestiklindustri); dan penegakkan hukum. Kedua bentuk peran tersebut saling terkait dan mendukung, namun kenyataanya peran yang bersifat struktural lebih dominan. Berbagai upaya pemerintah DKI Jakarta yang masih bersifat struktural (structural approach) ternyata belum sepenuhnya mampu menanggulangi masalah banjir yang terjadi. Dengan demikian, maka penanggulangan banjir yang biasa dilakukan dengan pembangunan fisik semata (structural approach) harus disinergikan dengan pembangunan non fisik (non-structural approach) yang menyediakan ruang lebih luas bagi munculnya partisipasi masyarakat sehingga tercapai hasil yang lebih optimal.
2. Pelaksanaan koordinasi antar lembaga yang terkait dengan pengendalian banjir di DKI Jakarta belum efektif, karena berangkat dari tugas pokok dan fungsi yang berbeda-beda, selain itu juga disebabkan karena sifat koordinasinya interrelated, artinya koordinasi antar lembaga yang tingkatannya sama, tetapi secara fungsional berbeda namun satu dengan yang lain bergantungan atau mempunyai kaitan baik ekstem maupun ekstem.
3. Unsur-unsur yang berpengaruh secara internal, adalah (a) eksistensi organisasi perangkat daerah DKI Jakarta; (b) adanya kegiatan pengendalian banjir; (c) tersedianya sumber daya manusia yang berkualitas; (d) dukungan sarana dan prasarana pengendalian banjir; (e) anggaran dan pendapatan belanja daerah (APBD) DKI Jakarta; (f) tidak adanya forum yang menjembatani koordinasi antar lembaga yang terkait; (g) koordinasi antar lembaga belum berjaian efektif; (h) peran kepemimpinan tidak berjalan dengan baik; (i) lemahnya penegakan hukum; (j) budaya kerja aparatur. Secara eksternal, yaitu (a) berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Pemerintahan Daerah; (b) keterlibatan sektor publiklswasta; (c) adanya program tahunan kali bersih (Prokasih); (d) terjadinya siklus tahunan banjir; (e) perubahan tata guna lahan dan tata ruang; (f) meningkatnya populasi penduduk DKI Jakarta; (g) minimnya kesadaran masyarakat; (i) permasalah banjir di DKI Jakarta bersifat lintas wilayah.
Saran-saran yang diajukan dalam penelitian ini adalah: (1) perlunya kesamaan persepsi antar stakeholder, terutama mengenai defenisi banjir; periode ulang banjir; dataran banjir; babas banjir; bantaran sungai; dan sempadan sungai; (2) lmplementasi kebijakan tata ruang secara konsisten dan pemberlakuan peraturan secara ketat; (3) perlunya pengendalian banjir secara terpadu dalam satu kesatuan daerah aliran sungai (restorasi ekologi); (4) pengendalian banjir yang meliputi aspek teknis, kelembagaan, pendanaan, penegakan hukum, dan aspek sosial perlu dirumuskan secara bersama-sama; (5) mengefektifkan situ-situ, sumur resapan dan drainase kota; (6) mengefektifkan program kali bersih (Prokasih); (7) resetllernent penduduk pengokupasi bantaran sungai; (8) koordinasi antar lembaga perlu diwadahi dalam suatu forum; dan (9) hasil penelitian ini perlu ditindak-lanjuti melalui penelitian secara komprehensif.

Based on the existing documents, Jakarta have had several floods in 1621, 1654 and 1918, and then in 1976, 1996, 2002 and the last of 2007. Floods in Jakarta occurred in 1996, 2002 and 2007 were not only stroke the city entirely; they were also national tragedy catching the eyes of the world. The big flood is believed to be relapsed once every five years.
Studying the problems of flood in Jakarta, shall also includes technical and non-technical aspects, as well as institutional aspect, law enforcement funding, and social aspect (the community awareness) which shall collectively formulate by stakeholders. The flood occurrence which concurrent with the increase of impact indicates so many times that life environmental management in DKi Jakarta has not performed well yet. One of the indications is shown by flood management-related institutions that have not been able yet to settle the flood problem which has already been routine occurrence in Jakarta. Therefore, the aim of this research is to arrange the concept of coordination between flood management-related institutions by comprehending on: (1) The role of institutions associated with flood control in Jakarta; (2) The implementation of institutions coordination associated with flood control in Jakarta (3) The elements which is effecting the implementation of institutions coordination associated with flood control in Jakarta
This research is using analytical descriptive method. There are three instruments used in this research; i.e.: (1) Observation through visualization; (2) The matching of data and interview; and (3) Library Research. The data obtained then was analyzed using interactive and strength, weaknesses, opportunities, and threats analysis.
There is conclusion withdrawn from the research.
first, the role of institutions associated with flood control in Jakarta can be differentiated into 2 (two), i.e.: first, structural (technical) role, by emphasizing on physical development approach and is directly concerned to water management system as well as: avoiding flood up to certain .height to the embankment, lowering the elevation of flood water surface by normalization, waterway diversions, flood channeling and interconnection; decreasing water dimension with dam, flood retention dam, channel flood and interconnection; decreasing inundation with polder, pump, and drainage system. Second, non-structural (non-technical) flood management, as well as flood early warning system; resettlement of the inhabitant dwelling on flood area and riverbank, restoration (spatial
arrangement); reforestation of sustaining area; counseling on the importance of water resources (lake, river, and water spring); poverty annihilation; domestic/industrial waste management; and law enforcement. The both roles are inter-connected and inter-sustained, however the fact is that the structural role is dominating. various structural approaches of KI Jakarta Government are still not entirely able to overcome re-occurring flood problem. Therefore, the flood management which usually conducted solely by physical development (structural approach) shall be synergized by non-physical development (non-structural approach) which is providing wider space for community participation to reach more optimum results.
Second, the implementation of coordination among institutions associated with flood control in Jakarta has not been effective yet, since it come from the main duty and different function, in addition, it is also caused by interrelated coordination, which means that coordination of inter-institutions in the same level, but functionally different with interdependent nature or having both intern and extern relation.
Third, the elements which internally affected, i.e. (a) the existence of DKI Jakarta regional apparatus organization; (b) the presence of-flood-management activities; (c) availability of quality human resources; (d) support of flood management facilities and infrastructure; (e) DKI Jakarta regional budget and expense; (f) the absence of forum relating inter-related institution coordination; (g) ineffectiveness of inter-institutional coordination; (h) leadership role which is not funning well; (i) the weakness of law enforcement; (j) apparatus work behavior. Externally, i.e. (a) the effective of Act Number 32 of 2004 regarding Regional Government and Act Number 33 of 2004 regarding Financial Balance between Central and Regional Government; (b) involvement of private/public sector, (c) existence of annual clean river program (Prokasih); (d) occurrence of annual flood cycle; (e) alteration of land use and spatial arrangement; (f) increase of DKI Jakarta inhabitant; (g) low level of community awareness; (i) the flood problems in DKI Jakarta which still have cross-area in nature.
The suggestions proposed in this research are: (1) the needs of similar perception between stakeholders, especially on flood definition, flood periodic occurrence, flood area; flood free area, riverbanks, and riverside; (2) implementation of spatial arrangement policy consistently and effecting tight regulation; (3) the needs of integrated flood management in a unity of river stream area (ecologic restoration); (4) flood management covering technical, institutional, funding, law enforcement aspects, and social aspect shall be collectively formulated; (5) make effective of lakes, absorbent wells and urban drainage; (6) make effective of clean river program (Prokasih); (7) resettlement of inhabitant occupying riverbanks; (8) inter-institutional coordination shall be accommodated in a forum; and (9) the result of this research shall be followed up through comprehensive research."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20477
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Feni Fitriani Taufik
"ABSTRAK Latar belakang :Pendidikan dokter spesialis merupakan pendidikan orang dewasa adult learner untuk mencapai kompetensi klinis yang diharapkan Lingkungan pendidikan merupakan salah satu aktor yang perlu dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum dan proses pendidikan Lingkungan pendidikan dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang dirasakan oleh peserta didik yang dapat mempengaruhi proses pendidikan. Perlu lingkungan pendidikan yang mendukung untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran peserta didik. Penelitian ini bertujuan mengetahui persepsi peserta didik, pengelola program dan staf pengajar terhadap lingkungan pendidikan pada Program Pendidikan DokterSpesialis PPDS Paru, FKUI. Metode :Jenis penelitian yang digunakan adalah mixed methods dengan setting sequential explanatory design. Tahap pertama dilakukan penelitian kuantitatif dengan menggunakan kuesioner Postgraduate Hospital Educational Enviroment Measure PHEEM yang diisi oleh peserta PPDS Paru pada bulan Maret-Juni 2014.Hasil PHEEM ini dielaborasi lebih lanjut melalui penelitian kualitatif berupa Focus Group Discussion pada peserta PPDS Paru dan wawancara mendalam dengan pengelola program dan staf pengajar di Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi, FKUI.Hasil :Sebanyak 87 89,7 peserta PPDS Paru periode Maret-Juni 2014 telah mengisi kuesioner PHEEM dan didapatkan sebanyak 74,7 peserta menilai lingkungan pendidikan lebih banyak positif dari pada negative dan memerlukan perbaikan 100,85; rentang nilai 81-120 . Peran otonomi dinilai positif oleh 79,3 peserta 36,93; rentang nilai 29-42 , pengajaran dianggap sudah bergerak kearah yang benar oleh 62,1 peserta 36,56; rentang nilai 31-45 dan 70,1 berpendapat bahwa dukungan social lebih banyak pro dari pada kontra 27,36; rentang nilai 23-33 .Pada penelitian kualitatif diperoleh hasil bahwa peran otonomi yang perlu diperbaiki adalah tersedianya panduan pengajaran dan protokol klinis yang informatif, diperlukan perbaikan system supervise dan pemberian umpan balik pada peran pengajaran, dan perbaikan budaya menyalahkan dan meningkatkan peran penasehat akademik dalam bimbingan dan konseling pada dukungan sosial. Kesimpulan :Lingkungan pendidikan pada PPDS Paru dinilai cukup baik dan kondusif. Perbaikan yang diperlukan untuk menjadikan lingkungan pendidikan lebih optimal adalah pembuatan Buku Rancangan Pengajaran yang informatif, optimalisasi logbook sebagai salah satu instrument evaluasi, peningkatan supervise oleh staf pengajar, keterampilan pemberian umpan balik dan peran pembimbing akademik dalam evaluasi peserta PPDS. Kata kunci :Lingkunganpendidikan, PHEEM, Mixed methods

ABSTRACT
Background Educational environment is one of the most important factor should be considered in curriculum development. Educational environment is the condition that may affect education process in student. Specialty in medicine is adult learning process to gain define clinical competence. Process ofeducationcan be accelerated with proper educational environment. This study aims to Perception of resident, clinical teacher and study program manager to educational environment in Pulmonology dan Respiratory Medicine Residency Program, Faculty of MedicineUniversitasIndonesia. Methods This study using mixed methods with sequential explanatory design.Preliminary of this study is a quantitative study using Postgraduate Hospital Educational Environment Measure PHEEM questionnaire to Pulmonology residentsonMarch until June 2014. The results of the questionnaire will be elaborated with qualitative study based on Focus Group Discussionamong Pulmonology residents and deep interview to the study program manager and clinical teachers at the Department of Pulmonology and Respiratory Medicine FMUI. Result Eighty seven 89,7 pulmonology residents on March until June 2014 had filled in PHEEM questionnaire resulting in mean of perception of the educational environment total PHEEM mostly 74,7 positive and need to be improved score 100,85 81 120 . Positive perception of the autonomy role is 79,3 score 36,93 29 42 , perception that the teaching role performed in the correct way62,1 score 36,56 31 45 and 70,1 of perception stated pro to social support rather than cons score 27,36 22 33 . The qualitative study resulting an autonomy role which is need to be improved availability of teaching guideline and informative clinical protocols. Based on several aspect of teaching role, we need toimproved the supervision system and feedback giving. The blamming culture, supervision and counseling are the factors that need toimproved on social supporting role. ConclusionEducational environment in Pulmonology and Respiratory Medicine Residency Program is positive and condusive. Theimprovement need of the informative ldquo BukuRancanganPengajaran rdquo and optimalizationof logbook as one of the evaluation instrument.Role of staffs in supervising resident skills, feedback and the role of the academic mentor in evaluating residents still need improvement foroptimalization educational environment that may lead to support the adult learning process in students.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sheila Purnomo
"Nama : Sheila PurnomoProgram Studi : Magister Ilmu HukumJudul : Pertanggungjawaban Korporasi Terhadap Penerapan Prinsip Strict Liability Dalam Kasus Kerusakan Terumbu Karang Oleh Kapal MS Caledonian Sky Ditinjau Dari Hukum Lingkungan InternasionalDalam Strict liability seseorang bertanggung jawab kapanpun kerugian timbul. Hal ini berarti bahwa: Pertama, para korban dilepaskan dari beban berat untuk membuktikan adanya hubungan kausal antara kerugiannya dengan tindakan individual tergugat; Kedua, para ldquo;potential polluter rdquo; akan memperhatikan baik tingkat kehati-hatiannya level of care , maupun tingkat kegiatannya level of activity . Dua hal ini merupakan kelebihan strict liability. Konsep pertanggungjawaban mutlak juga dapat diberlakukan kepada badan hukum dan/atau perusahaan/korporasi dan/atau negara.Peneliti mengambil contoh kasus kerusakan lingkungan laut yang saat ini menarik perhatian adalah kerusakan terumbu karang di wilayah perairan Raja Ampat, Papua Barat yang disebabkan oleh kandasnya kapal pesiar Inggris MS Caledonian Sky yang dinakhodai oleh Kapten Keith Michael Taylor di perairan Raja Ampat, Papua Barat menyebabkan kerusakan ekosistem terumbu karang seluas 18.882 m2. Latar belakang terjadinya kasus kandasnya kapal diperkirakan karena kelalaian nahkoda kapal, disamping itu juga, sistem tata keamanan kelautan Indonesia yang lemah menjadi faktor pemicu terjadinya kasus ini. Konsep pertanggungjawaban mutlak dapat diberlakukan kepada badan hukum dan/atau perusahaan/korporasi yang menaungi kapal pesiar MS Caledonian Sky atas kerusakan yang terjadi pada terumbu karang di wilayah perairan Raja Ampat. Penelitian tentang Pertanggungjawaban Korporasi Terhadap Penerapan Prinsip Strict Liability. Metode penelitian tesis ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian ini sebagian besar memanfaatkan dokumen-dokumen internasional dan sumber-sumber tertulis yang memuat informasi sekunder yang memuat mengenai pertanggungjawaban. Dalam ganti rugi yang dapat dimintakan ke perusahaan pemilik kapal inilah prinsip strict liability dapat diterapkan oleh pemerintah Indonesia sesuai dengan yang diatur dalam undang-undang lingkungan hidupnya. Kata Kunci : Korporasi, Tanggung Jawab, Caledonian Sky, Lingkungan
ABSTRACTName Sheila PurnomoStudy Program Magister Ilmu HukumTitle Pertanggungjawaban Korporasi Terhadap Penerapan Prinsip Strict Liability Dalam Kasus Kerusakan Terumbu Karang Oleh Kapal MS Caledonian Sky Ditinjau Dari Hukum Lingkungan

Internasional In Strict liability a person is responsible whenever losses arise. This means that First, the victims are released from a heavy burden to prove a causal relationship between their losses and the actions of the individual defendant Secondly, the potential polluters will pay attention to both their level of care, and their level of activity. These two things are excess strict liability. The concept of absolute liability can also be applied to legal entities and or companies corporations and or countries.Researchers take the case of marine environmental damage that is currently attracting attention is the destruction of coral reefs in the territorial waters of Raja Ampat, West Papua caused by the crash of British cruise ship MS Caledonian Sky who was captained by Captain Keith Michael Taylor in the waters of Raja Ampat, West Papua causing damage coral reef ecosystem of 18,882 m2. The background of the case of shipwreck is estimated due to negligence of the ship 39 s captain, besides that, the weak Indonesian marine security system becomes the trigger factor for this case.The concept of absolute liability can be applied to legal entities and or corporations that shelter MS Caledonian Sky cruises on damage to coral reefs in Raja Ampat waters. Research on Corporate Responsibilityiability Against Implementation of Strict Liability Principles. The method of this thesis research is normative law research.This research mostly draws on international documents and written sources containing secondary information that includes accountability. In the compensation that can be requested to the company owner of the ship is the principle of strict liability can be applied by the Indonesian government in accordance with those set in the laws of the environment. Key Word Corporate, Responsibility, Caledonian Sky, Environment "
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T50349
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Aria Yudhistira
"Konsep smart city merupakan suatu konsep dimana masyarakat dan pemerintah mengadopsi suatu konsep dalam membuat suatu kota menjadi kota yang layak dan nyaman untuk dihuni dengan mengolah sumber daya yang ada serta pengolahan informasi yang tepat. Salah satu pilar dari smart city yaitu smart environment yang memiliki konsep dimana suatu area tertentu khususnya area perkotaan terdapat suatu tata kelola lingkungan yang dilakukan oleh organisasi tertentu dengan tujuan agar terciptanya kota yang nyaman dan memiliki dampak baik untuk kesehatan masyarakat. Namun dalam hal tersebut diperlukan usulan model untuk mengevaluasi kesiapan/readiness suatu kota dalam mengadaptasi konsep smart environment yang ada pada suatu kota. Penelitian ini mengulas mengenai model evaluasi kesiapan/readiness pada suatu kota yang didapatkan dari hasil analisa critical success factor yang dilakukan dengan literature review dan metode Soft system methodology (SSM). Metode (SSM) dalam penelitian ini menggunakan metode SSM parsial secara tiga tahap yang dilakukan dimulai dari melakukan pengumpulan informasi dengan metode kualitatif dan setelah itu konfirmasi model dengan metode kuantitatif. Selanjutnya dilakukan evaluasi model dengan evaluasi yang dibuat bedasarkan Assessment-Only Pathway (AOP). Evaluasi tersebut dilakukan dengan melakukan perbandingan hasil pengujian dari Kota Jakarta dan Kota Tangerang yang berbeda dan melihat nilai prosentase yang dibandingkan dengan perbandingan antar kedua kota tersebut di dunia nyata. Hasil yang didapatkan dari pembentukan model yaitu bedasarkan metode kualitatif didapatkan tujuh faktor pembentuk yang dibuat bedasrakan hasil wawancara dan hasil analisa critical success factor yaitu infrastruktur, finansial, peraturan, pengetahuan, pemangku kepentingan, kualitas internal organisasi, dan kebiasaan manusia. Selanjutnya dari metode kuantitatif diapatkan konstruksi yang valid sebanyak 42 yang dijadikan sebagai komponen penilaian yang diujikan pada Kota Jakarta dan Kota Tangerang. Akhirnya dari hasil pengujian didapatkan bahwa Kota Jakarta mendapatkan prosentase dibawah batas yang diharapkan sedangkan Kota Tangerang mendapatkan prosentase melebihi batas yang diharapkan. Kedua hal tersebut sesuai dengan kondisi asli yang terjadi bedasarkan kualitas udara, kualitas air, dan penumpukan sampah yang tidak terolah. 

The concept of a smart city is a concept in which the community and the government adopt a concept in making a city a decent and comfortable city to live in by processing existing resources and processing the right information. One of the pillars of a smart city is a smart environment which has a concept where a certain area, especially urban areas, has environmental management carried out by certain organizations to create a comfortable city that has a good impact on public health. However, in this case, a proposed model is needed to evaluate the readiness/readiness of a city in adopting the concept of a smart environment that exists in a city. This study reviews a city's readiness/readiness evaluation model from the results of a critical success factor analysis conducted with a literature review and Soft system methodology (SSM). The method (SSM) in this study uses the partial SSM method in three stages, starting from collecting information with qualitative methods and after that confirming the model with quantitative methods. Furthermore, an evaluation of the model is carried out with an evaluation made based on the Assessment-Only Pathway (AOP). The evaluation is carried out by comparing the test results from the different cities of Jakarta and the city of Tangerang and seeing the percentage value compared to the comparison between the two cities in the real world. The results obtained from the formation of the model, namely based on the qualitative method, obtained seven forming factors which were made based on the results of interviews and the results of critical success factor analysis, namely infrastructure, finance, regulations, knowledge, stakeholders, the internal quality of the organization, and human behavior. Furthermore, from the quantitative method, 42 valid constructs were obtained which were used as assessment components and were tested in the City of Jakarta and the City of Tangerang. Finally, from the test results, it was found that the City of Jakarta got a percentage below the expected limit while the City of Tangerang got a percentage that exceeded the expected limit. Both of these are by the original conditions that occurred based on air quality, water quality, and the accumulation of untreated waste."
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rachmi Mufida
"Pemahaman mengenai pola makan pada ibu hamil perlu dilakukan untuk mengetahui apakah populasi tersebut sudah mengkonsumsi makanan yang penuh zat-gizi. Akan tetapi, informasi terkait faktor pembentuk pemilihan dan keputusan makanan dikenal sebagai food environment masih terbatas. Tujuan penelitian potong lintang ini adalah mengukur hubungan antara food environment dengan pola makan pada Ibu Hamil di Jakarta. Studi ini dilakukan di 7 puskesmas sebagai bagian dari tahap perekrutan Brain Probiotic dan LC-PUFA Intervention for Optimum Early Life (BRAVE), yang melibatkan 204 ibu hamil. Pola makan dinilai menggunakan Semi Quantitative Food Frequency Questionnaire (SQ-FFQ). Aspek food environment mencakup lingkungan rumah, masyarakat, konsumen, dan lingkungan makan di luar rumah.. Principal Component Analysis digunakan untuk menentukan komponen food environment dan pola makan. Terdapat dua pola makan dalam penelitian ini yaitu pola makan tinggi gula, garam, dan lemak (TGGL) dan sayuran, sumber protein (SSP). Terdapat sembilan komponen food environment: ketersediaan makanan di rumah, aksesibilitas makanan sehat di rumah, aksesibilitas makanan masyarakat modern, kemudahan akses makanan masyarakat, motivasi pribadi untuk mengakses makanan, ketersediaan makanan di toko, pilihan makanan terjangkau dan sehat, makanan online, dan makanan 'warung'. Hubungan antara food environment dan pola makan dianalisis menggunakan regresi linier ganda. Terdapat kecenderungan hubungan antara ketersediaan pangan di rumah dengan pola makan TGGL (β 0,12; p = 0,06) dan pola makan SSP (β 0,13; p = 0,06) setelah dikoreksi dengan faktor perancu. Food Ketersediaan makanan di rumah merupakan salah satu faktor food environment yang mempengaruhi pola makan, menjadikannya sebagai sasaran intervensi dalam merancang program gizi untuk kehamilan yang lebih sehat.

Assessment of dietary pattern among pregnant women are needed to identify whether this population have consumed nutrient-dense food to support their pregnancy. However, information of factors that affected food choice and decision known as food environment was limited. Therefore, this cross-sectional study measured association between food environment and dietary patterns among pregnant women in 7 primary health centers in Jakarta as a part of the baseline of Brain Probiotic and LC-PUFA Intervention for Optimum Early Life (BRAVE) project involving 204 pregnant women. Dietary pattern was collected using Semi-Quantitative Food Frequency Questionnaire (SQ-FFQ). Four aspects of the food environment assessed in this study: home, community, consumer, and eating out of home. Principal Component Analysis used to determine component of food environment and dietary pattern. There were two dietary patterns in this study: high sugar, salt, fat (HSSF), and vegetables, protein source (VP) dietary pattern. Furthermore, nine components of food environment in this study: home food availability, healthy food accessibility, modernized community food accessibility, easy community food accessibility, personal motivation to access food, food availability at stores, affordable and nutritious food choice, online food, and ‘warung’ food. The association between the food environment and dietary pattern analyzed using multiple linear regression. There was a tendency association of home food availability with HSSF (β 0.12, p=0.06) and VP dietary pattern (β 0.13, p=0.06) adjusted by confounders. Home food availability is one of food environment factor influenced dietary pattern that can be a useful intervention to design nutrition-related program for a healthier pregnancy."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ida Rosida, supervisor
"Rumah merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia di samping sandang dan pangan, sehingga rumah harus sehat agar penghuninya dapat bekerja secara produktif. Konstruksi rumah dan lingkungannya yang tidak memenuhi syarat kesehatan merupakan faktor risiko terjadinya penularan berbagai penyakit, khususnya penyakit yang berbasis lingkungan. Penularan tuberkulosis dalarn rumah dipengaruhi oleh kepadatan hunian, kualitas udara yang terkait dengan sistim perhawaan dan pencahayaan, perilaku dan higiene perorangan dan masuknya sinar matahari pagi. Mengingat sebagian besar penduduk di Indonesia termasuk golongan ekonomi menengah ke bawah yang kurang mampu membuat/membeli rumah yang memenuhi syarat kesehatan, maka penularan penyakit pernapasan mudah terjadi dalam rumah yang terlalu padat penghuninya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lingkungan fisik rumah terhadap terjadinya penularan tuberkulosis serumah di Kelurahan Petamburan Kecamatan Tanah Abang Jakarta Pusat setelah dikontrol dengan pengaruh faktor-faktor lain seperti karakteristik individu penular dan karakteristik individu tertulariberpotensi tertular. Desain penelitian adalah kasus kontrol. Yang menjadi sampel kasus adalah semua anggota populasi kasus sebesar 75 rumah tangga. Sampel kontrol dipilih secara acak dari daftar rumah tangga yang tidak mengalami penularan tuberkulosis serumah sebesar 75 nunah tangga. Daftar dibuat berdasarkan data dari register TB 01 dan 03. Uji statistik yang digunakan adalah chi square.
Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa ada 8 variabel yang berhubungan dengan kejadian penularan tuberkulosis serumah yaitu pencahayaan kamar dengan OR sebesar 40,040, pengetahuan penular OR sebesar 9,318, status gizi penular OR sebesar 5,413, umur tertular OR sebesar 4,946, kepadatan hunian OR sebesar 4,781, lama kontak dengan penular OR sebesar 4,743, pendidikan tertular OR sebesar 4,655 dan umur penular dengan OR sebesar 3,966, Hasil analisis multivariat menunjukkan variabel lingkungan fisik rumah yang paling berpengaruh terhadap kejadian penularan tuberkulosis serumah setelah dikontrol karakteristik individu penular tuberkulosis dan karakteristik individu tertulariberpotemi tertular tuberkulosis adalah pencahayaan kamar, pengetahuan penular, status gizi penular, umur tertular, kepadatan hunian, lama kontak dengan penular, pendidikan tertular dan umur penular. Adapun probabilitas untuk terjadinya penularan tuberkulosis serumah sebesar 99,8%.
Mencermati kondisi tersebut di atas disarankan kepada pemerintah agar meningkatkan program perbaikan perumahan dengan mengerahkan swadaya masyarakat .melalui pendekatan-pendekatan kepada tokoh masyarakat atau orang yang disegani/dipercaya dapat mempengaruhi masyarakat, penggunaan atap kaca sehingga cahaya matahari dapat langsung masuk ke dalam rumah, peningkatan status gizi masyarakat meliputi program PMT-ASI bagi ibu hamil/menyusui, PMT-AS bagi anak sekolah dan pemberian vitamin A path anak balita. Bagi masyarakat diharapkan untuk lebih ditingkatkan lagi kesadaran tentang pentingriya peningkatan gin keluarga, perilaku hidup bersih dan sehat serta berperilaku tidak merokok, tidak tidur sekamar dengan penderita tuberkulosis, membiasakan din untuk tidak meludah di sembarang tempat, membiasakan untuk menutup mulut bila battik atau bersin dalam rangka mencegah penularan tuberkulosis senimah dan menurunkan kasus tuberkulosis.

House is one of fundamental human need beside clothing and food, so house must be healthy in order family member can work productively. House and environment construction which do not fulfill a health requirement are risk factors of happening infection of various illness, especially illness based on environment. Tuberculosis infection at house is effected of dwelling density, air quality related to atmosphere system and illumination, behavior and individual hygiene and coming of morning sunshine. Regarding most of population in Indonesia are at middle economics to lower level which do not have much money to build a health standard house, hence infection of respiration illness is easy to happen at house which many dwellers.
This research purpose to know the effect of house physic environment by happening of tuberculosis infection at the same house of Petamburan, Tanah Abang in Center of Jakarta after it is controlled by effect of other factors such as contagion individual characteristic and contagious individual characteristic or infected potentially. This research used control case design. Case samples are all case population of 75 households. Control sample is selected by random sampling of household list which does not experience of tuberculosis infection at the same house of 75 households. List is made based on data of register TB 01 and 03. Statistic test which is used is chi square test.
Bivariate analysis result indicated that there were 8 variables related to tuberculosis infection case at the same house including room illumination OR = 40,040, contagion knowledge OR = 9,318, nutrition status of contagion OR = 5,413, contagion age OR= 4,946, dwelling density OR = 4,781, contact period of contagion OR = 4,743, contagion education OR = 4,655 and contagion age OR =3,966. Multivariate analysis result indicated variable of house physic environment which is most effect of tuberculosis contagious occurrence at the same house after controlling individual characteristic of contagion tuberculosis and individual characteristic of tuberculosis contagious or potential infected including room illumination, dwelling density, contagion age, nutrition status of contagion, contact period of contagion, contagion education, contagion age and contagion knowledge. Probability of happening tuberculosis infection at the same house was 99,8%.
Observing condition above, it was suggested to government to improve house repair program including giving self-supporting of public through approach to elite figure for repairing house, usage of glass roof so sunlight can come into house directly, improvement of public nutrition status including PMT-ASI program for suckle mother or mother, PMT-AS for schoolchild and giving of vitellarium at child of balita. For public is expected to be more is improved again awareness about the importance of improvement of gizi family, behavior of healthy and clean life and per me doesn't smoke, doesn't sleep as of room with tuberculosis patient, familiarizes not to spit on any place, accustoms to shut mouth if coughing or sneezing for the agenda of preventing infection of tuberculosis in the same house and reduces tuberculosis case.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
T34348
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library