Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 855 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jani Mediawati Sasanti
"Tesis ini membahas diplomasi lingkungan AS dalam Konvensi Perubahan Iklim pada periode 1992-2002 yang terbagi atas periode sampai dengan terbentuknya Protokol Kyoto dan paska Protokol Kyoto, dengan memfokuskan pada diplomasi lingkungan yang dijalankan AS pada periode tersebut dan bagaimana AS mengatasi berbagai permasalahan perubahan iklim global. Dalam perkembangannya terdapat banyak faktor yang mempengaruhi diplomasi lingkungan AS yang dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Tesis ini memiliki relevansi yang sangat erat dengan ilmu hubungan internasional, mengingat unit yang dianalisa tidak hanya negara (dalam hal ini AS dan negara berkembang), tetapi juga aktor non negara (NGO dan kelompok industri). Selain itu tesis ini juga memperlihatkan tarik menarik kepentingan yang terjadi antara negara maju dan negara berkembang dalam memandang masalah lingkungan tersebut serta diplomasi AS dalam pembuatan protokol Kyoto sebagai implementasi dari United Nation Framework Convention on Climate Change yang menjadi payung perjanjian perubahan ikiim global. Tesis ini sangat menarik bagi penulis karena yang dianalisa adalah diplomasi lingkungan AS sebagai negara besar di dunia terhadap isu lingkungan yang merupakan agenda baru yang mengemuka dalam hubungan internasional setelah berakhirnya Perang Dingin.
Pembahasan permasalahan ini dilakukan secara deskriptif-analitis dengan menggunakan berbagai kerangka pemikiran. Dengan menggunakan berbagai pemikiran yang ada seperti pemikiran Donald E. Nuechterlein akan dijadikan sebagai rujukan mengenai kepentingan nasional, pemikiran Coloumbis mengenai tujuan dari politik luar negeri, teori yang dikemukakan oleh Rosseau mengenai variabel yang mempengaruhi formulasi politik luar negeri, teori Kegley dan Wittkopf mengenai komponen kebijakan luar negeri, pemikiran Robert L Paarlberg mengenai tipe kebijakan luar negeri AS di bidang lingkungan, pemikiran Diamond dan Donald mengenai multi-track diplomacy, pemikiran Suskind dan Thomas mengenai peran non-state actor, penulis mencoba membahas permasalahan tersebut.
Hasil dari penulisan ini yang merupakan jawaban atas pertanyaan penelitian yang dikemukakan, ditemukan bahwa diplomasi lingkungan AS dalam menghadapi perubahan iklim dalam dua babakan periode mengalami perubahan signifikan yaitu dari tips kebijakan committed ke arah convenient. Selain itu ditemukan banyak faktor yang mempengaruhi diplomasi lingkungan AS, namun dapat diidentifikasi bahwa dari kesemua faktor tersebut, terdapat 4 faktor yang paling banyak memberikan pengaruh/tekanan yaitu kepentingan nasional AS, peranan, tekanan dari pihak industri dan isi dari Protokol Kyoto itu sendiri. Keempat faktor tersebut dalam perkembangannya juga mempengaruhi ketidakmauan AS untuk memenuhi komitmennya dalam mengurangi emisi pada tingkat seperti yang telah ditetapkan dalam Protokol Kyoto. Sedangkan peran yang dimainkan AS dalam tiap perundingan perubahan iklim bergerak dari lead country menuju veto country."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T7220
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eko Hariadi
"Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang merupakan suatu studi kelayakan dari aspek lingkungan, dalam prakteknya disusun setelah suatu kegiatan berjalan, sehingga tidak sesuai dengan maksud dari penetapan kebijakan tentang AMDAL tersebut. George C. Edward III mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan kebijakan yaitu komunikasi, sumber daya, disposisi, dan prosedur operasi standar.
Penelitian terhadap pelaksanaan kebijakan tentang AMDAL ini dilakukan dengan metode deskriptif kualitatif, yang memberikan gambaran pelaksanaan kebijakan tentang AMDAL (PP No. 51 Tahun 1993) di Komisi AMDAL Daerah DKI Jakarta dan pembahasan atas pelaksanaan kebijakan tersebut secara kualitatif dengan mengacu pada faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan kebijakan di atas.
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa komunikasi tentang isi kebijakan telah dilaksanakan dengan baik melalui kegiatan periodik berupa penyegaran kepada para instansi terkait dan konsultasi regional pelaksanaan AMDAL se-Jawa yang dikoorfinir oleh Pemerintah Pusat. Dari faktor sumber daya diperoleh bahwa sumber daya manusia pelaksana kebijakan ini tidak mencukupi baik dari mutu maupun jumlahnya. Sebagian besar anggota Komisi yang aktif secara formal belum memiliki dasar-dasar tentang AMDAL, dan minimnya jumlah tenaga pelaksana di lapangan dalam melakukan pengawasan. Sedangkan dari sumber daya kewenangan diketahui bahwa kewenangan yang dimiliki oleh Komisi maupun oleh Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah tidak memadai untuk dapat melaksanakan kebijakan ini dengan baik. Kewenangan tersebut berada pada instansi pembina dan pemberi izin.
Dari faktor disposisi/sikap aparat diketahui bahwa sikap aparat yang bertugas pada instansi pembina dan pemberi izin kurang mendukung dengan tidak mewajibkan penyusunan AMDAL sebagai salah satu syarat perizinan. Dari faktor prosedur operasi standar, telah dikeluarkan lnstruksi Gubernur Nomor 84 Tahun 1997 yang mewajibkan penyusunan AMDAL sebagai persyaratan perizinan daerah. Instruksi ini juga kurang membantu pelaksanaan kebijakan tentang AMDAL selain karena dikeluarkan setelah kebijakan tentang AMDAL berjalan selama empat tahun, juga karena sikap kurang mendukung dari aparat pelaksana pada mstansi-instansi terkait."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Larobu, Abraham
"Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai pelaksanaan pembangunan kawasan industri yang berwawasan lingkungan, yaitu bagaimana pengaturannya menurut hukum serta pelaksanaannya di dalam praktek. Untuk itu penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan dengan teknik wawancara, dan kesimpulannya menunjukkan bahwa pembangunan kawasan industri ini sangat penting dalam kerangka pembangunan industri yang berwawasan lingkungan di Indonesia.
Berhubung limbah industri yang dihasilkan masih merupakan masalah utama yang harus dapat diatasi, maka pola pembangunan kawasan industri ini merupakan suatu kebijaksanaan yang tepat untuk menghentikan kegiatan industri yang tidak peduli terhadap lingkungan. Jadi, melalui pembangunan kawasan industri ini masalah limbah akan dapat terkendali dan pabrik-pabrik dapat dibangun sebanyak mungkin sesuai kebutuhan dalam kerangka pembangunan ekonomi bangsa dan negara di masa-masa mendatang.
Karena itu, semua pihak yang terkait dalam pelaksanaan pembangunan dan pengelolaan kawasan industri ini dituntut untuk terus mematuhi peraturan yang berlaku dalam upaya mencegah terjadinya pencemaran lingkungan. Dengan demikian, pembangunan kawasan industri ini dapat mempercepat pertumbuhan industri nasional yang berwawasan lingkungan dan hasilnya pun dapat bermanfaat secara berkesinambungan bagi kelangsungan hidup bangsa dan negara."
Depok: Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Shobirin
"Remaja yang berkualitas merupakan aset yang cukup penting bagi eksistensi suatu bangsa. Untuk mewujudkan remaja yang berkualitas tersebut salah satu upaya penting yang harus dilakukan adalah melalui sektor pendidikan. Namun demikian ditengah situasi perekonomian Indonesia yang sedang dilanda krisis ini, tidak semua remaja dapat mengenyam atau melanjutkan pendidikan, atau sering disebut dengan putus sekolah.
Pemerintah telah mengupayakan dan mencari solusi terhadap permasalahan tersebut. Salah satu upaya yang sedang dan terus dilakukan adalah dengan memberikan keterampilan aplikatif kepada remaja putus sekolah agar mereka dapat memiliki keterampilan dan berfungsi sosial melalui PSBR Bambu Apus selaku Unit Pelaksana Teknis Departemen Sosial RI. Kegiatan yang dilakukan mencakup dua besaran, yaitu bimbingan keterampilan kerja dan bimbingan sosial termasuk bimbingan mental keagamaan. Namun demikian penelitian ini lebih difokuskan pada pembahasan tentang pelaksanaan program bimbingan keterampilan kerja.
Kerangka pemikiran yang diulas dalam tesis ini adalah racikan dari konsep-konsep tentang remaja dari putus sekolah. Selanjutnya dikupas pula panti sosial sebagai organisasi pelayanan dan bimbingan keterampilan kerja sebagai salah satu programnya. Sebagai organisasi pelayanan yang mclaksanakan program kegiatan. Keberadaan, PSBR Bambu Apus tidak bisa dilepaskan dari permasalahan dan kendala dalam menjalankan kegiatannya. Oleh karena itu pada bagian akhir Kerangka Pemikiran selanjutnya diuraikan tentang evaluasi program.
Penelitian evaluatif ini menggunakan alur input, proses dan outcome yang selanjutnya diterjemahkan sebagai langkah kegiatan yang ada di PSBR Bambu Apus. Untuk melihat keberhasilan program pada alur outcome digunakan kriteria keberhasilan sebagaimana dikemukakan oleh Suchman yang terdiri dari effort performance, adequacy of performance, efficiency, dan process. Namun demikian pada alur input meskipun klien belum mendapatkan pelatihan, penelitian ini juga membahas lima kriteria keberhasilan tersebut meskipun hanya bahasan effort yang merupakan kriteria keberhasilan paling sederhana.
Dengan pendekatan kualitatif dan tipe penelitian deskriptif, informan penelitian ini adalah para pejabat struktural. pekerja sosial dan instruktur sebagai pelaksana utama dan pihak yang bertanggung jawab terhadap kelancaran kegiatan. Sedangkan pada alur outcome selain kepada mereka, informan utama adalah lima orang mantan yang telah selesai mendapatkan pembinaan di Panti dan masing-masing mewakili lima jurusan keterampilan yang ada.
Hasil penelitian pada alur input menunjukkan bahwa aspek raw material seperti ruang, alat-alat dan bahan pelatihan keterampilan serta pola dan pola sistem pengajaran sesuai dengan kriteria ideal yang ditetapkan sebagai suatu standar maksimal sebuah program pelatihan.Sedangkan yang tidak sesuai adalah tenaga instruktur, kriteria calon klien, kurikulum dan buku panduan, alat peraga serta target pelatihan. Sementara untuk menilai alur outcome langkah yang dilakukan adalah dengan membedah apa yang menjadi tujuan pelatihan itu sendiri. Pada aspek pertama yaitu jumlah lulusan, terjadi pengurangan klien yang selesai atau lulus dari Panti. Demikian juga pada aspek kcdua tentang tingkat pemahaman klien terhadap materi menujukkan. meskipun tidak seluruh materi dapat dimengerti namun sebagian besar klien mengaku dapat memahaminya.
Pada aspek ketiga yang membahas pekerjaan, ada klien yang bekerja sesuai dengan pelatihan yang pernah diikuti dan ada juga yang tidak. Namun demikian bagi klien yang belum mendapatkan bekerja menganggap bahwa bukan berarti pelatihan yang diikutinya tersebut menjadi sia-sia. Mereka tetap memperoleh pengaruh lain. berupa manfaat seperti lebih percaya diri, disiplin, dapat menyesuaikan diri, dan memiliki motivasi yang tinggi dalam memandang kehidupannya dan terus berupaya memperoleh pekerjaan.
Berkaitan dengan faktor yang mempengaruhi, keberadaan instruktur disatu sisi mcrupakan faktor pendukung, namun mereka juga sekaligus menjadi faktor penghambat karena tidak memiliki kemampuan profesional dan pengalaman mengikuti diklat (training) yang berkaitan dengan bidang tugas mcngajarnya. Faktor pendukung lainnya adalah sarana prasarana yang memadai dan tersedianya anggaran rutin/tetap dari pemerintah. Sedangkan faktor penghambat adalah selain karakteristik klien yang memiliki tingkat pendidikan beragam, juga keberadaan alat keterampilan yang tidak sesuai dengan perkembangan jaman. Selain itu adalah pengadaan bahan pelatihan yang sering terlambat atau tidak selalu tersedia pada saat dibutuhkan oleh instruktur. Penelitian ini memberikan beberapa saran yang perlu dilakukan oleh pelaksana di PSBR Bambu Apus. Saran berkaitan dengan temuan faktor penghambat yang diuraikan sebelumnya, yaitu perlu memberi kesempatan kepada instruktur untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan, dan penambahan penghasilan. Selanjutnya perlu disusun sebuah kurikulum yang baku, dan menciptakan transparansi anggaran dalam kaitan dengan penyediaan alat dan bahan pelatihan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14407
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Susilo
"ABSTRAK
Jawa Timur adalah merupakan salah satu Propinsi di Indonesia yang tergolong padat penduduknya, dimana sebagian besar dari penduduk tersebut adalah bekerja di sektor pertanian. Akhir-akhir ini menunjukkan gejala terjadi pergeseran ke sektor non pertanian. Berkaitan dengan keadaan tersebut kiranya cukup menarik untuk dikaji serta.dipelajari fenomena apa yang dapat dijelaskan berkaitan dengan adanya gejala mulai bergesernya tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian tersebut.
Secara empiris menunjukkan bahwa penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian cenderung menurun. Keadaan ini menunjukkan bahwa kemampuan sektor pertanian di Jawa Timur untuk menampung tenaga kerja semakin menurun. Sedangkan pada sektor lain yaitu sektor non pertanian menunjukkan keadaan yang cukup baik peranannya dalam menyerap tenaga kerja.
Disamping itu di Jawa Timur dijumpai adanya suatu gejala lain yang timbul akibat adanya penurunan daya serap sektor pertanian yaitu meningkatnya tenaga kerja yang melakukan urbanisasi. Dengan meningkatnya angka urbanisasi ini sudah barang tentu akan menimbulkan persoalan yang kompleks di daerah tujuan, utamanya masalah kesempatan kerja yang harus disediakan dan masalah meningkatnya angka pengangguran di kota sebagai akibat adanya kesenjangan antara tingkat pendidikan, ketrampilan/skill tenaga kerja dari desa dan tenaga kerja di kota sehubungan dengan sifat lapangan pekerjaan yang tersedia di kota.
Kemudian hal-hal lain yang sangat menarik untuk diperhatikan yaitu adanya kecenderungan bahwa pekerja laki-laki cenderung untuk memilih bekerja di sektor pertanian di banding dengan pekerja perempuan.
Hubungan antara variabel umur dan lapangan pekerjaan di Jawa Timur dalam penelitian ini dapat diterangkan bahwa semakin tinggi usia responden, semakin besar kecenderungan responden tersebut untuk bekerja di sektor non pertanian.
Adapun hubungan antara variabel pendidikan dan lapangan pekerjaan dalam penelitian ini dapat- dijelaskan bahwa semakin tinggi pendidikan responden maka semakin rendah kecenderungan responden tersebut untuk memilih bekerja di sektor pertanian dan semakin besar kecenderungannya untuk memilih bekerja di sektor non pertanian.
Investasi daerah ternyata dapat mempengaruhi keputusan seseorang dalam menentukan pilihan terhadap salah satu lapangan pekerjaan tertentu. Hal ini terbukti bahwa penambahan investasi daerah di Jawa Timur yang prioritas utama masih dititikberatkan pada sektor pertanian, maka ternyata dapat mendorong seseorang atau individu untuk bekerja di sektor pertanian.
Variabel Mills Ratio dalam penelitian ini harus tetap dipertahankan untuk dimasukkan dalam model karena berdasarkan pengujian secara statistik menunjukkan nilai yang segnifikan. Hal ini berarti, seandainya tidak memasukkan variabel Mills Ratio dalam model, maka akan terjadi apa yang disebut dengan Bias Selectivity, yaitu bias karena kesalahan dalam pemilihan sampel.
Hasil temuan lain menunjukkan bahwa kendatipun upah yang diharapkan di sektor pertanian secara relatif lebih tinggi jika dibanding dengan upah rata-rata non pertanian maka pada mulanya kecenderungan seseorang untuk memilih bekerja di sektor tersebut adalah menurun, akan tetapi setelah upah meningkat mencapai tingkat tertentu kecenderungan seseorang untuk memilih bekerja di sektor pertanian akan meningkat.
Untuk lebih jelasnya, bagaimana keadaan serta fenomena-fenomena apa yang bisa dijelaskan dalam penelitian ini yaitu berkaitan dengan faktor penentu seseorang/individu untuk menentukan pilihan apakah individu tersebut cenderung untuk memilih bekerja di sektor pertanian atau cenderung untuk memilih bekerja di sektor non pertanian berdasarkan faktor sosial ekonomi dan demografi, maka silahkan untuk membaca hasil penelitian ini.

ABSTRACT
The East of Java is one of the most populated provinces in Indonesia. Most of the people work on agriculture sector. Lately, there is a tendency of movement from agriculture sector to non-agriculture sector. Consequently, this latest phenomena has become a very interesting one to be observed.
Empirically, the main indicator shows that the level of the absorption of labor on agriculture is decreasing. Meanwhile, the effort of non-agriculture sector to capture the employment is improving and playing a more significant role.
Besides of that, as a result of the decreasing level of agriculture labor force absorption, there is a high tendency of Urbanization. Eventually, this could affect the job placement in the city, which mainly resulted from the different level of educations among workers looking for jobs and the different characteristics of jobs.
In addition, another interesting phenomena are fact that male workers have a higher tendency to work in agriculture sector in comparison to female workers.
Based on studies, the correlation between the variable of age and employment opportunities in East Java have shown that the older the respondents, the higher chances of them to more to non-agriculture sector.
Furthermore, the studies have also shown that the more educated labors have a higher tendency to leave the agricultural sector.
Level of investment in each city or province has become another important/crucial reason for workers to decide to stay on that specific location. This phenomena has already been proven in the case of East Java, that has spent a major investment in agriculture sector and that has attracted individuals to work in agriculture sector.
Due to the significantly of the ratio of mills have shown in this study, it is a must for the ratio of mills to be used in the study. Otherwise, the existence of Bias Selectivity would jeopardize the final results of the study.
Based on my study, there is "a required wage level of agriculture sector" that has to be fulfilled, in order to keep the workers on that same sector. In fact my study has shown that the required level of wage in agriculture sector has to be at least twice as much as in the non-agriculture sector wage.
To know much more in details about the characteristics of the already mentioned phenomena?s and their impacts, I would really recommend anyone to read my thesis.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitorus, Panal
"ABSTRAK
Pelayanan transportasi di DKI Jakarta oleh angkutan umum bus cukup besar, yaitu ± 66% dari seluruh angkutan umum. Perum PPD adalah salah satu operator transpor perkotaan di DKI Jakarta dan sekitarnya. Kelancaran pelayanan bus ditunjang oleh pemeliharaan bus di depo, yaitu dengan perbaikan, perawatan untuk mempersiapkan bus Siap Guna Operasi (SGO) yang siap untuk dioperasikan.
Kesiapan menyediakan bus SGO sangat ditentukan oleh pekerja reparasi di bengkel depo bus, sehingga sangat perlu memperhatikan pekerja reparasi dan lingkungannya, agar mereka bekerja secara lebih manusiawi dengan performa yang optimal.
Bagaimana tingkat performa kerja reparasi ban di depo bus single decker Perum PPD, dan faktor-faktor apa yang mempengaruhi performa kerja tersebut belum diketahui secara jelas, sehingga perlu diteliti, yang hasilnya sangat penting bagi pengambilan keputusan dalam rangka pengelolaan depo.
Untuk menjawab persoalan utama penelitian ini diajukan hipotesis yaitu: "Tidak ada pengaruh faktor lingkungan fisik, faktor individual, faktor lingkungan sosial keorganisasian terhadap performa kerja reparasi di depo bus single decker Perum PPD, dengan hipotesis alternatif, yaitu ada pengaruh positif".
Jenis penelitian adalah studi korelasional yang dilakukan secara cross sectional. Penelitian ini mengandung makna sistem urbane yang berciri penyempurnaan atau perbaikan. Jumlah sampel depo adalah 9 depo bus single decker di Jakarta, Depok dan Tangerang. Jumlah sampel responden adalah 54 orang. Data primer yang diperoleh melalui pengukuranpengukuran kondisi fisik, jawaban responder dan data sekunder, selanjutnya di olah dengan bantuan program komputer "Microstat". Derajat signifikansi adalah sebesar 0,05. Uji statistik yang digunakan adalah Chi Square, dan Regresi Berganda.
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi performa kerja reparasi ban di depo bus single decker Perum PPD adalah: (1) luas ruangan kerja, (2) bekerja pagi dalam sebulan, (3) kebisingan, (4) kebiasaan-sarapan pagi, (5) pencahayaan, (6} tunjangan ASTEK, (7) temperatur, (9) kelembaban, (9) lama bekerja di depo, {10) akibat banyaknya kendaraan di depo, (11) gizi, (12) memrpunyai peran penting jika telah bekerja baik, (13) istirahat setelah satu periode kerja, (14) pandangan rekan/atasan sebagai keluarga besar depo.
Melalui analisis regresi berganda terhadap 14 faktor yang signifikan, diperoleh nilai multiple R=0,944. Selanjutnya dengan analisis varians diperoleh Fratio 6,909>F tabel,0,05=1,95 yang berarti menolak hipotesis nol (Ho) dan menerima hipotesis alternatif (Ha) penelitian ini.
Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat McCormick dan Daniel (1985:14) bahwa performa kerja di pengaruhi oleh variabel individual dan variabel situasional. Demikian pula hasil penelitian ini sejalan dengan pendapatAchmadi (1969:2) bahwa performa kerja ditentukan oleh hubungan interaktif antara beban kerja, beban tambahan dan kapasitas kerja.
Berdasarkan hasil penelitian, disarankan bahwa pentingnya pengelola segera melakukan sinkronisasi, meningkatkan gugus kendali mutu, pembenahan dan pembangunan 1ingkungan kerja dan penyerasian lingkungan sosial keorganisasian guna memperoleh performa kerja yang lebih tinggi. Perlu pula penelitian lanjutan tentang faktor-faktor lain yang belum terungkap yang mempengaruhi performa kerja.

ABSTRACT
Factors Influencing The Work Performance In Perum PPPD (A Case Of Tire Repair At "Single Decker" Bus Depot)Transportation service in DKI Jakarta is dominated by bus about 66% from total public transport.
Perum PPD is one operator of urban transport in DKI Jakarta and it?s surrounding. The smoothness of bus service supported by bus maintenance in depot, namely: giving service and treatment so that the bus is ready to be operated. The readiness of bus prepared by repairers in depot workshop. It is necessary to pay attention to the repairers so, that they would like to do their best.
The level of tire repair performance and some factors that influence them have not been known clearly in depot of single decker bus. The aim of this study is to obtain better understanding concerning factors to support the improvement of the depot management.
Some hypotheses to answer the main problems are "there is influence in physical environment, individual factors, and organization of the social environment to the repairer performance in depot bus single decker of Perum PPD".
This study is a correlation study implemented by "cross sectional", which is an urbane system characterized by perfection or improvement. The total sample is 9 depot buses "single decker" placed around Jakarta, Depok, and Tangeranig, and the total respondent sample is 54 persons.
Primarily data obtain from measurement condition of physical environment, in the further respondent answered analyzed by computer program "microstat". Significant degree is 0.05. Statistic tests are "Chi Square", and also "Multiple Regression".
The result of the study expresses that some factors influenced performance in depot bus "single decker" Per-um PPD are: (1) the wide used room to work, (2) working in the morning- monthly, (3) noisy, (4) in custom breakfast, (5) lightening, (6) getting ASTEK, (7) temperature, (9) dampness, (9) the duration of bus depot activity, (10) the amount vehicles in depot, (11) nutrition; (12) having important role if the repairer has worked well, (13) taking a rest after a periodic working, (14) view of friends and leader as like as a family in bus depot. By using multiple regression analysis got the value of multiple R=0.544. By using analysis of variance, its result Fratio Fratio 6,909>F tabel,0,05=1,95 that means rejected the null hypotheses (Ho), and accepted the alternative hypotheses (Ha) of this study.
The result of this study is same with the McCormick and Daniel (1955:14) opinion said that work performance had been influenced by individual and situational variables. So as the Achmadi (1999:2) opinion, which express that the work performance determined by interactive correlation among, work load, environment effect and work capacity.
Based on the conclusion of the study, suggested that it is very important as quickly as possible to manage depot in order to get more synchronization, improving quality control circle, improvement of working condition, and to get harmonize social environment in order to achieve the best performance. It is necessary to propose further study about some factors, which have not been expressed in this study.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iskendar
"Penelitian ini secara umum bertujuan mempelajari bagaimana aktivitas suatu kapal berlabuh yang berwawasan lingkungan. Sedang secara khusus, bertujuan mempelajari bagaimana aktivitas kapal berlabuh lego jangkar menimbulkan beban lingkungan. Dalam hal ini penulis mengambil studi tentang bagaimana pembuangan berbagai jenis limbah yang ada di kapal-kapal berlabuh lego jangkar di Perum Pelabuhan II Cabang Tg. Priok, Jakarta. Diharapkan penelitian ini dapat menghasilkan suatu masukan yang bermanfaat bagi pengelola pelabuhan dalam mengelola limbah yang ditimbulkan oleh aktivitas kapal berlabuhsehingga aktivitas ini berwawasan lingkungan. Faktor-faktor aktivitas kapal berlabuh yang diamati dalam penelitian adalah faktor bentuk keaktifan operasional kapal di pelabuhan dan faktor pelayanan pemanfaatan fasilitas kepelabuhanan. Faktor-faktor tersebut diduga menyebabkan kapal lama berada di pelabuhan dan memberikan beban lingkungan. Terhadap perkembangan beban lingkungan tersebut diamati faktor pembuangan berbagai jenis limbah yang pelaksanaannya disebabkan oleh faktor: usia kapal, jenis kapal, sarana permesinan dan perlengkapan kapal, kesadiaan sarana dan prasarana pelabuhan, tingkat kesadaran hukum awak kapal, persepsi awak kapal terhadap tingkat kebersihan lingkungan perairan pelabuhan, dan kebutuhan teknis operasional permesinan kapal. Melalui pengalaman awak kapal yang bersangkutan dikaji tingkat peranannya yang diperkirakan menimbulkan gangguan kebersihan dan estetika lingkungan. Dalam hal ini dikaji pembuangan limbah apa yang paling berperan menyumbangkan gangguan terhadap kualitas lingkungan tersebut. Pengamatan terhadap aktivitas kapal berlabuh lego jangkar dilakukan dengan pengambilan sampel secara berkelompok (cluster- sampling). Data yang dipergunakan dalam penelitian ini, bersumber dari Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Departemen Perhubungan; Perusahaan Umum Pelabuhan Cabang Tanjung Priok, Kantor-Administrasi Pelabuhan/Kantor Syahbandar/Kantor Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai Pelabuhan Tanjung Priok; Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkotaan dan Lingkungan DKI Jakarta; Pustaka dan sebagainya. Pengumpulan data sekunder dalam penelitian ini dilakukan melalui studi pustaka; sedang pengumpulan data primer dilakukan dengan observasi lapangan, yaitu dengan melakukan wawancara berstruktur kepada awak kapal (Capten atau Perwira kapal) sebagai responden; dan analisis laboratorium. Sedang analisis data dilakukan dengan metoda statistika berupa analisis regresi dan korelasi. Dalam penelitian ini diajukan 3 (tiga) buah hipotesis. Hipotesis 1: Timbulnya beban lingkungan perairan pelabuhan karena aktivitas kapal berlabuh atau lamanya suatu kapal berlabuh disebabkan oleh faktor-faktor keaktifan operasianal kapal dan pelayanan pemanf aatan fasiliitas kepelabuhanan. Di antara faktor-faktor tersebut yang menjadi penyebab terpenting adalah faktor pelayanan pemanfaatan fasilitas kepelabuhanan. Hipoesis 2 : Apabila beban lingkungan aktivitas kapal berlabuh lego jangkar dipelajari,maka faktor pembuangan limbah menjadi penyebab penting terhadap timbulnya kontribusi gangguan kualitas estetika dan kebersihan lingkungan laut di sekitarnya.Terlaksananya pembuangan limbah saat lego jangkar ini disebabkan oleh faktor-faktor sarana permesinan dan perlengkapan kapal, sarana dan prasarana kepelabuhanan, persepsi awak kapal terhadap tingkat kebersihan lingkungan perairan pelabuhan,tingkat kesadaran hukum awak kapal, usia kapal, jenis kapal dan faktor kebutuhan teknis operasional permesinan dalam kapal. Di antara faktor-faktor tersebut, yang menjadi penyebab terpenting adalah faktor sarana dan prasarana kepelabuhanan yang tersedia. Hipotesis 3 : Apabi1a dikaji keadaan pembuangan berbagai jenis limbah pada kapal-kapal berlabuh lego jangkar, maka beberapa di antara pembuangan jenis-jenis limbah tersebut yang mempunyai nilai dampak tinggi terhadap kualitas kebersihan dan estetika lingkungan adalah faktor pembuangan limbah minyak dan sampah. Dari hasil analisis data diperoieh kenyataan bahwa faktor keaktifan operasional kapal lego jangkar yang di ukur melalui variabel kategori aktif dan tidak aktif secra sendiri-sendiri. (r^2=0.95) maupun secra bersama-lama (r^2=0,96) dengan faktor pelayanan fasilitas kepelabuhanan (r^2 = 0,27) mempunyai peranan penting dalam menentukan lama kapal berlabuh maupun berperan penting terhadap timbulnya aktivitas yang berbeban lingkungan. Kapal lego jangkar yang tidak aktif pada umumnya mempunyai waktu labun yang tidak terbatas, sehingga memberikan waktu berlabuh yang lebih lama dari kapal-kapal yang aktif operasional. Namun kapal kategori tidak aktif ini memberikan beban lingkungan yang lebih rendah (r^2=0,34). Bagi kapal-kapal aktif beban lingkungan ini berupa timbulnya limbah kapal yang selalu harus di bersihkan dan di buang setiap saat. Sehingga cenderung memberikan beban lingkungan yang lebih tinggi, mengingat limbah yang dibuang selalu mengandung minyak dan lemak yang berlebihan (350 s/d 12.950 mg/l) dan menounyai COD yang tinggi (l00,75 s/d. 326.98,5 mg/l) dan pula terdapat sampah sintetis (plastik dsb) yang tidak danat atau sulit termusnahkan oleh alam. Untuk menekan beban lingkungan yang timbul tersebut, tentunya kapal yang aktif tidak harus dinonaktifkan, namun apabila beban lingkungan dipelajari kembali, maka sesuai dengan hasil analisis data, terdapat faktor-faktor lain yang penting yang menyebabkan pembentukan cara pembuangan limbah dilakukan oleh kapal-kapal yang sedang lego jangkar. Faktor-faktor tersebut antara lain berupa penilaian awak kapal atas kesediaan prasarana dan sarana pelabuhan, kelengkapan peralatan dan permesinan penanganan limbah di kapal, kesadaran hukum awak kapal terhadap lingkungan serta persepsi awak kapal terhadap tingkat kebersihan perairan pelabuhan. Dari hasil analisis data secara sendiri-sendiri, faktor-faktor penilaian awak kapal atas kesediaan sarana dan prasarana pelabuhan (r^2= 0,35), tingkat kesadaran hukum awak kapal dalam membuang limbah (r^`2 =0,20) dan persepsi awak kapal terhadap tingkat kebersihan perairan pelabuhan (r^2 = 0,25) dengan sangat berarti mempunyai pengaruh terhadap cara pembuangan limbah dalam kapal. Sedang secara bersama-lama faktor yang tidak boleh diabaikan adalah faktor penilaian awak kapal atas kesediaan sarana dan prasarana pelabuhan untuk penanganan limbah (r^2 = 0,297) dan faktor kelengkapan peralatan dan permesinan penanganan limbah di kapal (r^2 = 0,216). Untuk itu faktor penilaian awak kapal atas kesediaan sarana dan prasarana pelabuhan, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama mempunyai peranan penti ng dalam menentukan pembuangan limbah sebuan kapal. Untuk. pengkajian, terhadap pembuangan berbaga jenis limbah dari kapal-kapal lego jangkar, maka dari hasil analisis data di peroleh kenyataan bahwa pembuangan limbah minyak (r^2 = 0,5625 dan 0,234) dan sampah (r^2 = 0,7569 dan 0,584) merupakan pembuangan limbah yang mempunyai nilai dampak tinggi terhadap kebersihan dan estetika lingkungan. Untuk dapat meniadakan atau mengurangi pengaruh negatif dari aktivitas kapal berlabuh lego jangkar tarhadap lingkungan, langkah-langkah yang perlu diambil.antara lain: (1) mengurangi keaktifan operasional mesin di saat kapal berlabuh lego jangkar; (2) Dihimbau agar para pemilik atau pengusaha kapal mengatur jadwal pelayaran kapalnya sebaik mungkin sehingga waktu layar dan labuh selalu teratur serta tidak membutuhkan waktu labuh yang lama; {3) Menekan frekuensi menunggu pelayanan fasilitas kepe1abuhanan: (4) Mernprioritaskan program pengelolaan limbah kapal yang dapat dilaksanakan dalam jangka waktu pendek, menengah maupun jangka panjang, berdasarkan peraturan-perundangan yang telah ada ; (5) Memasyarakatkan Konvensi Internasional tentang Pencegahan Pencemaran Laut oleh Kapal (Marpol 1973/1978) yang telah diratifikasi oleh Pemerintah RI dengan Kepres No. 46 th. 1986 kepada para pelaut Indonesia agar lebih menghayati keterkaitan aktivitas transportasi laut dengan lingkungannya; (6) Prioritas utama pengeloliaan limbah dari kapal lego jangkar ada baiknya ditekankan kepada penanganan limbah minyak dan sampah.
In general this research is proposed to study how is the anchorage ships activities to become an environmental insight. While in more specific, the thesis also aimed to study how the anchorage ships activities gene-rates environmental load. In this study the author has examined how is the variety of waste being discharged by the anchorage ships on Tanjung Priok Harbour, Jakarta. It has been expected that this research could come up with the useful input for Port Authority in managing the waste generated by anchorage ship so that the activity could become an environmental insight. Factors of anchorage ships activities to be examined on this work are the ship operational factor and factors related to the serving and functioning of harbor facilities. Those factors might cause the ship longer in the harbor and generates more loads to the environment. For the propagation of the load to the environment to be examined discharging factor of variety of waste where the carrying out being influenced by: the age of ship, the type, ship machinery and equipment, the existing harbor facilities, law awareness of crew to prevent marine pollution from their ship, perception of the crew toward the cleanness of the coastal water on harbor and the need of operational techniques of ship machineries. Through the experiences of ships crew, to be assessed the role which is suspected might cause untidiness and affects esthetic of the environment. In this case to be assessed what kind of waste, which contribute more damage to the environmental quality. Observation on anchorage ship activities is carried out by taking sample in to a group of ships (cluster sampling). Data to be used in this research, are to be collected from: Directorate General of Sea Transportation, Communication Department; Tanjung Priok Port Administration/Harbor and coastal guard of Tanjung Priok, The center of research and development of city and environment, DKI Jakarta; literature etc. The secondary data collected in this research are from study literature; while the primary data collecting to be carried out by field observation; viz, by structural discussion directly to the ships crew (captain or officer) as respondent and laboratory analysis: while the analysis off the data it self to be carried cut by statistical method in form of regression and correlation analysis. This research proposed three hypotheses. Hypothesis 1 the creation of environmental load on coastal water due to the anchorage ship activities as well as the time of ship being hold up in the harbor caused by ship operational activity factors and utility and serving of harbor facilities. Among this factors the most important one is the presenting factor of the used of harbor facility. Hypothesis 2: If the environmental load created by the anchorage ship activities has been studied, therefore the discharging of waste to be the most important reason of the contribution several damage of esthetic quality and the tidiness of the environment could be assessed. The discharging of waste during the ship anchorage in the harbor is caused by factor related to the machinery facilities and ship equipments; harbor facilities; perception of the crew regarding to the quality c-f environment in the coastal water; a level of law awareness of ship crew (to prevent marine pollution from their ship); ship age; ship type and factor of the necessity of operational techniques of machinery on ship. Among that factor, the most effective +actor is the one related to the harbor facility. Hypothesis 3: On the Assessment of discharging condition of some kind of waste by anchorage ships, it has been concluded that some of them play an important role in disturbing the tidiness quality and environmental esthetic that is the discharge or oil and garbage. From the analytical result of the data, its found that operational activity factor of anchorage ship belong reasonable through categorized variable e.g. active or non active either separated (r^2=0,95) or as a whole (r^2 = 0,96) analysis by presenting factor of utility of harbor facilities (r^2 = 0,27) has important role in stating how long the ship to be in harbor as well as how the ship could create activities wick have an environmental load. A non active anchorage ship usual y have an unlimited time on harbor, therefore will have harbor time much more than operationally active ship. But the ship categorized as non-active will give lower environmental load (r^2 - 0,34). For active ships the environmental load are in form of waste created on a ship which shall be cleaned and discharged to the sea at any time, therefore have a tendency to create more environmental load due to the waste material being discharge always contain oil and grease in a significant amount (350 to 12.950 mg/l) with a high level COD (100,75 to 326.968,5 mg/1) and also contain synthetic disposal (plastic etc.) which is unable to be annihilated by nature. To decrease the resulting environmental load, doesn't mean that we should make an active ships to be non active, but by studying environmental load once again, show that in accordance of data analysis, there is some other important factors which create the way how waste material should be discharged from anchorage ships. Those factors among other things are appreciation of ship's crew on harbor facilities condition, complete of machinery and equipment to handle ships waste, law awareness of crew in environmental regulation and their perception upon the tidiness of coastal water on harbor. From the separate data analysis, the appreciation of ship's crew upon, harbors facilities and condition (r^2 = 0,35), the understanding level of crew upon waste discharging regulation (r^2= 0,20) and perception of crew upon, the tidiness of coastal water (r^= 0,25) significantly influences the way that waste should be discharged from ships. While the analysis of factor as a whole, shows that the appreciation of crew upon harbor facilities and condition for waste handling (r^2= 0,297) and the completion of machinery and equipment to handle waste on ship: r^2 = 0,216). 5o; the appreciation factor of the crew upon readiness of harbor facilities and condition, either to be examine as a whole or together with other factor or in separate analysis, have an important role toward the way how the waste should be discharge from a ship. cr the assessment of the discharging of a variety of waste from the anchorage ship activities, from the data analysis result come up the reality that oily waste discharged (r^2=0,5625 and 0,234) and garbage (r^2 0.7569 and 0,554) to be discharged waste which have higher value on inhalation toward the tidiness and esthetic o-f environment. In order to eliminate or to decrease the effects of anchorage ships activities toward the environment, the ways should be taken among other things: (1) Limitation of operational time of engine when the ship is anchorage; (2) It was suggested that the owner or shipping enterprises should arranged the best possible schedule of their ships, so that the harbor time can be limited; (3) Give more emphasis on increasing idle time due to waiting for harbor facilities; (4) Give priority on ships waste handle program which could be exceeded in short period, medium as well as long-term period in accordance with the existing regulation; (S) reapply International Convention for the prevention of marine pollution from ships (Marpol 1973/1978) which have been ratificated by the Government of Indonesia by KEPPRES no: 46, 1986 among Indonesians ship crew, so that they could more aware of the influence of sea transportation activities on environment; (6) The first priority on waste handle system of anchorage ship are recommended to be emphases on the handle of oily waste and garbage."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1988
T3006
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Sambodo
"Kota merupakan sebuah sistem, sehingga perlu diatur dengan suatu kebijakan pengelolaan perkotaan (Urban Management). PERDA DKI No. 6/1999 adalah kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) DKI Jakarta. Didalam sistem kebijakan ini, diatur upaya pengendalian pemanfaatan ruang pembangunan melalui Koefisien Dasar Bangunan (KDB). Prinsip KDB adalah menetapkan bagian (porsi) ruang yang boleh dibangun dan tidak boleh dibangun pada suatu rencana pembangunan.
Masalah banjir di Jakarta masih menjadi ancaman. Pada tahun 1996, Jakarta dilanda banjir dan berulang kembali pada tahun 2002, 3 tiga tahun setelah keputusan PERDA dengan area yang lebih leas. Kawasan kena banjir di wilayah penelitian meluas dari 6 kelurahan tahun 1996 menjadi 18 pada tahun 2002. Pertanyaannya kemudian : dimanakah Ietak kesalahan kebijakan tersebut sehingga pembangunan kota malahan telah menghasilkan masalah baru ? Prinsip pelaksanaan KDB, secara internal seharusnya mampu menciptakan kondisi lingkungan kota menjadi lebih bails bukan sebaliknya malahan menjadi lebih buruk.
Atas permasalahan yang terjadi, pertanyaannya : (1) Bagaimana kriteria KDB ditetapkan dalam suatu rencana pembangunan ? (2) bagaimana konsistensi pelaksanaan KDB dan (3) bagaimana hubungan KDB dengan tumbuhnya kawasan barn kena banjir di wilayah penelitian ? Tujuan penelitian : (1) mengetahui kriteria ketetapan KDB, (2) menilai pelaksanaan kebijakan KDB atas Rencana dan Fakta dan (3) mengukur pengaruh KDB terhadap tumbuhnya kawasan baru kena banjir di wilayah penelitian.
Adalah fakta bahwa perubahan penggunaan tanah sejak tahun 1996 hingga 2002 cenderung kepada perluasan Ruang Terbangun, sehingga Ruang Terbuka menjadi berkurang. Dibandingkan dengan kebijakannya, perubahan yang terjadi ternyata tidak seperti yang diharapkan; yaitu basil Fakta tidak sesuai dengan Target Rencana pada RPTR Kecamatan 2005. Perluasan Ruang Terbangun telah meningkatkan nilai Koefisien Run off pada tanah. Daya resapan tanah terhadap Air menjadi menurun. Pada musim hujan, Air hujan lebih banyak berada di atas permukaan tanah. Ruang Terbuka yang menyempit telah berakibat pada peninggian permukaan Air hujan ketika melimpas di permukaannya. Hasil perhitungan Debit banjir menunjukan adanya perbedaan ketinggian Air tersebut pads banjir tahun 1996 dengan 2002, yaitu 76,01 cm x 178,76 cm.
Proses KDB terikat pada RPTR dengan dasar pertimbangan 4 kondisi fisik : Jejaring, Aktivitas, Kepadatan dan internsitas bangunan. Aspek hidrologis seperti daya resapan tanah, koefisien run off dan intensitas hujan tidak menjadi kriterianya; padahal "Ruang" adalah sebuah sistem lingkungan (subyek) yang memiliki fungsi konservasi bagi lingkungan. Unsur kriteria KDB tidak memiliki standar ukuran baku yang tetap dan mengikat besaran KDB, sehingga pelaksanaannya tidak dapat konsisten. Koefisien run-off wilayah telah meningkat sehingga berpeluang besar untuk kena banjir. Orientasi KDB hanya kepada "ruang" untuk' aktivitas (obyek), sehingga perlu di sempurnakan kriterianya dengan menilai aspek hidrologis melalui Reformulasi KDB.

Urban is a system, so it need to managed by a management policy called Urban Management. The Region Regulation of Jakarta, i.e. PERDA DKI No. 611999 is a Master Plan Policy for spatial management plan, called RTRW. In this policy system, the purpose of land development has arranged to monitor and controlled through the decision of Building Coverage Ratio, called KDB. The principle of KDB is to proportionally define the urban space that might becomes to either built area or open space.
The flood problem for Jakarta is still potent. In 1996, Jakarta was flood and repeat again in year of 2002 which greater than before; it was 3 years after the PERDA con-ducted. In the study area, the flood area has increase too larger from 6 district areas only at year of 1996 became 18 districts in 2002. It was wondering; what's wrong with the policy so it's gaining a new flood problem? Internally, the KDB principles actually should be produce a better condition to the urban environment then worse.
Pertaining to the problem, the questions are (1) How the KDB criteria's being stated for the develop planning? (2) How the consistency of KDB implementation it? And (3) how the correlate of KDB to the new of flood area? The objectives of the research are: (1) To know the state of KDB criteria's, (2) To judging the KDB implementation due to Planning concept and the Fact result, and (3) To measure the effect of KDB toward the growth of new area in study area which has been flooded.
In fact, the changes of land utilization was since 1996 to 2002, it tend to increase of built area and decrease of open space. Comparing to the policy goal, those change results was unexpected and had no matched to the Detailed Plan for 2005; obviously because the factual is greater than the target planned.
Any way, the increasing of built area will cause to an increasing of earth Run off Coefficient value. An infiltration capacity of earth will be decrease and Iatter on it will effect to the much more number of water volume on the earth surface. The open space that goes to narrow will cause of rain water level at surface that goes to higher. An account of Q factor from two periods, 1996 and 2002 with different run off coefficient i.e. 0.19 and 0.70 and different large of open space, have gaining a result a different water high level, that is 76.01-cm (1996) versus 178,76 cm (2002).
The states of KDB, it most depend on the Land Utilization Detailed Plan (called RPTR) and was considerate by four (4) criteria's i.e. Network, Activity, Density and Intensity. At those criteria's, none of them are concern to the environmental aspects such as land infiltration capacities or land run off coefficient or rain fall intensities were been a hydrological issues. In Fact, space or region is an environmental system, which have a conserve function (subject) but also have limitations. The KDB's orientation just to fulfill spatial needs for activities (object) and the criteria's has no standard rules to tight up KDB being consistence when it conducted. Otherwise, getting higher value of run off coefficient, it will tend to a bigger chance of flood be. Furthermore, the KDB principle need to reformulate to complete it criteria's with hydrological aspects.
"
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T14836
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meha, Nehru
"Sampah merupakan permasalahan yang dihadapi seluruh wilayah di Indonesia, bahkan menjadi perhatian dan kepedulian dunia internasional. Upaya menjaga kelangsungan hidup dan kelestarian lingkungan, pengeloalan sampah menjadi komitmen berbagai bangsa. Sebagai konsekuensinya, maka semua aspek pembangunan perlu memperhatian kelestarian lingkungan hidup (Kusumaatmadja, 1996).
Pengelolaan sampah bukan semata menggunakan teknologi canggih, tetapi lebih membutuhkan perubahan perilaku individu dalam mengelola sampah dan melestarikan lingkungan (Bell, etal, 2001). Konsep pengelolaan sampah dan pelestarian lingkungan di beberapa negara sudah diajarkan di sekolah-sekolah sejak dini, bahkan masuk dalam kurikulum pengajaran. Di Indonesia, konsep green curricullum diperkenalkan sejak tahun 1996 dengan peluncuran buku Konsep Pendidikan Lingkungan Hidup. Pendidikan Lingkungan Hidup dilakukan dengan penyampaian bahan ajar yang diintegrasikan dengan mata pelajaran yang terkait. Realitasnya, penerapan green curriculum masih jauh dari memuaskan. Perilaku membuang sampah dan pengelolaannya dengan benar nampaknya belum sepenuhnya dipahami oleh murid-murid di sekolah.
Program intervensi ini ditujukan bagi murid-murid Sekolah Dasar Pondok Pekayon Indah (PP1) Bekasi untuk meningkatkan pemahaman dan menumbuhkan perilaku membuang sampah serta mengelola sampah dengan benar. Di lingkungan PPI Bekasi, sebelumnya telah dilaksanakan program intervensi terhadap perilaku ibu-ibu rumah tangga dalam pengelolaan sampah domestik serta program daur ulang terhadap remaja di lingkungan yang sama.
Baseline study dilakukan dengen metode wawacara semi berstruktur dan observasi lapangan. Teori-teori yang mendasari intervensi ini adalah teori psikologi komunitas, dan teori psikologi perkembangan usia 7 - 12 tahun (masa middle chilhood).
Strategi yang digunakan adalah intervensi edukasi melalui pembelajaran dengan metode active learning. Proses pembelajaran metode active learning dilakukan dalam bentuk pelatihan, simulasi, dongeng, dan fieldtrip.
Perubahan secara khusus terjadi adalah murid mempunyai pengetahuan tentang sampah, membuang sampah dengan benar, mengetahui dampak terhadap lingkungan bila membuang sampah sembarangan. Selain itu, telah tersedia fasilitas atau tempat pembuangan sampah (tong-tong sampah) secara terpisah di setiap kelas, juga adanya mekanisme pengelolaan sampah di sekolah. Secara umum adanya peningkatan perilaku, murid-murid membuang sampah pada tempatnya dan terbentulmya tim piket pengawas. Tim pengawas terdiri dari guru dan murid yang mengikuti pelatihan.
Sebagai program intervensi berikutnya, penulis menyarankan pembentukan Tim GPI. Kids (Anak-anak Peduli Lingkungan) sekaligus sebagai kesinambungan dan sinergi dari program GPL ibu-bu dan melaksanakan kegiatan ?Lomba Sekolah Bersih? se-kecamatan Bekasi Selatan secara rutin setiap tahun. Selain itu perlu pula diadakan lomba menggambar dan mengarang bertemakan ?Anak Peduli, Lingkungan Bersih dan Berseri? bagi seluruh anak-anak Sekolah Dasar di kecamatan Bekasi Selatan, dan bila memungkinkan se-kabupaten/kodya Bekasi. Perlu juga dipersiapkan program untuk anak-anak tingkat SLTP sebagai pilot project berupa pelatihan pemanfaatan sampah organik dan anorganik."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T18742
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ike Silviana
"Latar belakang: Penyakit TB Paru adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis. Lebih dari 90% kasus TB Paru ditemukan di negara berkembang. Di Indonesia penyakit TB Paru masih menjadi masalah utama kesehatan masyarakat. Di Kabupaten Muaro Jambi jumlah penderita TB Paru pada tahun 2003 adalah 61.84 per 100.000 meningkat menjadi 106.16 per 100.000 penduduk pada tahun 2004. Peranan faktor lingkungan fisik dalam rumah menentukan penyebaran penyakit TB Paru, sehingga dalam penanggulangan TB Paru yang komprehensif harus melibatkan faktor lingkungan fisik dalam rumah. Pada tahun 2004, cakupan rumah sehat di Kabupaten Muaro Jambi hanya 36.9%, hal ini di duga memperbesar timbulnya penularan TB Paru.
Tujuan: Penelitian ini untuk melihat hubungan lingkungan fisik dalam rumah dengan kejadian TB Paru BTA (+) di Kabupaten Muaro Jambi tahun 2005.
Metode: Desain studi kasus kontrol dengan 95 kasus yang diambil dari penderita TB Paru BTA (+) dari 18 Puskesmas di wilayah Kabupaten Muaro Jambi dan 95 kontrol yang diambil dari tetangga kasus dengan BTA (-).
Hasil: Analisis multivariat lingkungan fisik dalam rumah yang berhubungan dengan kejadian TB Paru BTA (+) adalah: kelembaban rumah <40% atau >70% (OR:4,87;95%CI:1,58-15,04),ventilasi kamar <10% (OR:3,83 ; 95%C1:1,23-11,93), pencahayaan rumah <60 Iuks (OR;2,47;95%CI:0,55-11,16), ventilasi dapur <10% (OR:2,21;95% CI:0,8-6,13), ventilasi rumah <10% (OR:2,2;95% CI:0,63-7,81), dan pencahayaan kamar <60 Iuks (OR:1,61;95% CI:0,37-7).
Saran: Kerjasama lintas sektaral dalam penataan desain dan konstruksi rumah sehat bila ada penataan ulang serta penyuluhan mengenai rumah sehat.

Background: Pulmonary TB, is an infective-contagious disease caused by Mycobacterium Tuberculosis. More than 90% of global pulmonary TB cases occur in the developing countries. TB remains an important public health problem in Indonesia. The occurrence of pulmonary TB in Muaro Jambi District in the year of 2003 is 61,84 per 100.000 population and increased to 106,16 per 100.000 population in 2004. Physical Environment condition of the house is one factor that playing important role in Pulmonary TB spreading, especially the coverage of healthy housing in Muaro Jambi District only 36,9% in 2004.
Objectives: to investigate the relation between physical environment of the house with occurrence of pulmonary TB in Muaro Jambi District.
Methods: This case-control study design used 95 cases and 95 controls. Those respondents had been taken from 18 Primary Health Centers in Muaro Jambi District.
Results: Based on multivariate analysis housing conditions that influenced the risk of pulmonary TB are : the level of humidity of the house less than 40% or more than 70% (OR:4,87;95%Cl: 1,58-15,04), bedroom ventilation less than 10% (OR;3,83;95% CI:1,23-11,93), house with low level of light exposure / less than 60 luks (OR:2,47;95%CI:0,55-11,16), kitchen ventilation less than 10% (OR:2,21;95%CI:0,8-6,13), house ventilation less than 10% (OR:2,2;95%C1:0,63-7,81), and bedroom with low level of light exposure/less than 60 luks (OR:1,61;95% CI: 0,37-7).
Suggestion: TB control program in Muaro Jambi District should coordinates with other departments to improve housing designs and give health promotion activities about healthy house.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2006
T19113
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library