Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 176 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yuswati
Abstrak :
Puskesmas adalah suatu kesatuan organisasi fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat di samping memberikan pelayanan secara menyeluruh dalam bentuk kegiatan pokok yang salah satu di antaranya adalah pelayanan laboratorium sederhana dasar. Kabupaten Cirebon merupakan salah satu kabupaten di propinsi Jawa Barat dengan jumlah penduduk pada tahun 1998 sebanyak 1,870.877 jiwa, memiliki 42 Puskesmas, semua Puskesmas telah memiliki sarana laboratorium sederhana dan petugas pelaksana laboratorium telah dilatih baik tingkat dasar maupun tingkat lanjut. Namun demikian bila dilihat dari hasil cakupan pelayanan laboratorium masih sangat rendah, bila dibandingkan dengan cakupan program pokok Puskesmas yang lain, sedangkan cakupan jumlah hasil pemeriksaan laboratorium merupakan pengukuran terbaik untuk penilaian kinerja. Tujuan dari penelitian ini adalah diperolehnya informasi tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja tenaga pelaksana teknis laboratorium Puskesmas. Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan rancangan studi "Cross Sectional". Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh petugas laboratorium Puskesmas yang ada. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh petugas laboratorium Puskesmas yang ada di Kabupaten Cirebon. Sampling dalam penelitian ini tidak dilakukan, karena seluruh populasi dimanfaatkan untuk dianalisis (total populasi). Pengumpulan data dengan wawancara melalui kuesioner untuk variabel independen dan untuk variabel dependen berupa data sekunder dari laporan bulanan Puskesmas. Yang termasuk variabel dependen adalah kinerja tenaga pelaksana terknis Puskesmas, dan yang termasuk variabel independen adalah jenis kelamin, umur, pendidikan, pelatihan, lama kerja, motivasi, dan persepsi peran yang tergabung dalam faktor internal individu. Sedangkan yang termasuk faktor eksternal individu adalah variabel sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur organisasi, dan desain pekerjaan. Pengolahan data dengan menggunakan program Epi Info V.6.0 dan SPSS for Windows V.10.01. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kinerja petugas laboratorium Puskesmas sebesar 45,2%. Sedangkan faktor-faktor yang berhubungan secara bermakna dengan kinerja petugas laboratorium adalah pelatihan, sumber daya dan keteraturan imbalan. Hasil lain dari penelitian ini adalah variabel kepemimpinan, ternyata berpengaruh tidak langsung terhadap kinerja tetapi kepemimpinan yang baik akan meningkatkan ketersediaan sumber daya dan sistem imbalan yang baik. Saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian ini adalah diharapkan agar pelatihan tingkat lanjut bagi petugas terus dilaksanakan secara bertahap. Dinas Kesehatan agar mendorong penyediaan sumber daya seperti peralatan dan reagensia serta Kepala Dinas Kesehatan perlu mengadakan pelatihan penyegaran tentang kepemimpinan. ......Community health center or called Puskesmas is an organizational unit with functions to develop community health: establish community participation on health activities; and provide basic health services including basic laboratory service. Cirebon District is one of districts within Java Province with total population of 1.870.877 in 1998. There are 42 Puskesmas supplied with basic laboratory service. All puskesmas have laboratory technical staff that is well-trained in basic and advanced training. However, the performances of the laboratory service, which is measured by number of laboratory examinations per-month, are very low in comparison to other services in the puskesmas. This study had objective to examine factors related to the performance. For that purpose, this study used a cross sectional research design. Population is all laboratory technical staff at Cirebon District, which also the sample the sample of the study (total sample). Data are collected using structured interviews and examining monthly report for the performance. Independent variables are age, sex, level of education, training experiences, work experience measured by length of work, motivation level, and role perception. These are called internal factors. While external factors are laboratory resources and facilities, leadership index, incentives system, structure of puskesmas, and job design. Collected data were analyzed using Epi Info version 6 and SPSS version 10,01. This study showed that the level of performance is only at 45,2% , which only increase slightly to the previous report ( 36,94 % in 1997). Furthermore, this study shown that training experiences, laboratory resources and facilities and continuity of incentives are factor related significantly to the performance. Leadership factor is found as an important factor related to laboratory resource availability and incentive system. This study recommends that laboratory technical staff should be given appropriate training at advance level. District Health Office should always maintain laboratory resources and facilities at certain quality. Furthermore the office should plan leadership training for puskesmas' head.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2000
T10403
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ambarita, Bernike
Abstrak :
Di Indonesia berdasarkan data WHO 2002, sebanyak 100.454 bayi 0-28 hari (neonatal) meninggal setiap tahun. Ini berarti 275 neonatal meninggal setiap hari, atau lebih kurang 184 neonatal dini meninggal setiap hari , atau setiap I jam meninggal 8 bayi neonatal dini, atau setiap 7,5 menit meninggal I bayi neonatal dini (Komalasari, 2002). Berdasarkan laporan program Subseksi Kesehatan Anak Sudinkesmas Jakut tahun 2002 pola penyakit penyebab utama kematian pada bayi adalah asfiksia (15,12%), trauma lahir (14,19%), pneumonia (12,25%) dan diare (9%). Hasii observasi pada sistem yang ada di Jakarta Utara, data yang dilaporkan oleh Puskesmas tidak dianalisis secara sempuma, disamping itu belum menggunakan basis data. Tujuan pengembangan sistem ini adalah terbentuknya program aplikasi basis data sistem informasi kesehatan bayi di Subseksi Kesehatan Anak yang dapat menghasilkan informasi untuk mendukung pelaksanaan program kesehatan bayi. Pengembangan sistem menggunakan metodologi SDLC dengan kegiatan perencanaan sistem dan analisa kelayakan, analisis sistem dan desain sistem. Hasil penelitian menunjukkan masalah-masalah dalam sistem yang ada sekarang dibagi menjadi masalah dalam pengumpulan data, masalah dalam pengolahan data dan penyajian data, masalah pemanfaatan data, masalah sumber daya, sarana dan prasarana dan masalah mekanisme umpan balik. Hasil dan prototype Sistem Informasi Kesehatan Bayi ini dapat mempermudah pengeiola program dan pengambil kebijakan dalam melihat prior-Ras masatah berdasarkan indikator yang.dihasilkan oleh Puskesmas, sehingga dapat menentukan langkah perencanaan dan evaluasi Program Kesehatan Bayi,disamping itu dapat menghasilkan dokumentasi program secara cepat. Dokumentasi ini berbentuk label dan grafik dengan tampilan yang lebih menarik. Prototype menghasilkan indikator kesehatan bayi secara cepat karena proses analisis sudah dilakukan secara otomatis. Indikator yang dihasilkan adalah AKB, Proporsi Penyebab Kematian Bayi, Proporsi Kematian Bayi, Persentase BBLR, Persentase ASI Eksklusif, Cakupan KN, Persentase Penyakit yang Diderita Bayi dan Persentase Puskesmas yang Melapor. Indikator yang dihasilkan ini juga masih memiliki kelemahan karena sumber datanya hanya dari Puskesmas. Saran dari pengembangan sistem ini adalah partisipasi pengguna dan manajemen sangat panting karena penyebab utama kegagalan proses pengembangan sistem informasi bukan hanya terkait dengan masalah teknis dari sistem informasi tetapi juga masalah non teknis, melakukan sosialisasi keberadaan Sistem Informasi Kesehatan Bayi di Sudinkesmas Jakarta Utara, sebelum dilakukan implementasi sistem dilakukan teriebih dahulu pelatihan bagi pengguna sistem sesual dengan ketentuan yang diharapkan agar pemanfaatan Sistem Informasi Kesehatan Bayi dapat optimal, melakukan pengembangan sistem yang iebih luas bila timbul kebutuhan baru dan organisasi ketika sistem sudah berjalan, pengembangan sistem selanjutnya diharapkan dapat memuat indikator yang berkaitan dengan faktor sosial ekonomi karena secara tidak langsung faktor tersebut mempengaruhi morbiditas dan mortalitas bayi dan untuk lebih mengoptimalkan pengelolaan program kesehatan bayi per1u pengembangan sistem lebih lanjut dalam komunikasi datanya dengan pemasangan jaringan atau LAN (Local Area Network).
Baby Health Information System Development in North Jakarta Community Health SubdivisionIn Indonesia, based on WHO data of 2002, there were 100,454 neonatal (0-28 days) babies died yearly. This means 275 neonatal babies die every day, or less than 184 early-neonatal babies die every day, or 8 early-neonatal babies die every hour, or 1 early-neonatal baby dies every 7.5 minutes (Komalasari, 2002)_ Based on the program report of North Jakarta Community Health Subdivision (Sudinkemas) Children Health Subsection in 2002, the disease pattern of the main cause death on baby was asphyxia (16.12%), birth traumatic (14.19%), pneumonia (12.25%) and diarrhea (9%). The observation result on the existing system in North Jakarta, the data that is reported by Puskesmas (Public Health Center) is not analyzed perfectly, besides it has not used data basis yet. The goat of this system development is to form application program of the data basis of baby health information system in Children Health Subsection which can produce information to support baby health program implementation. The system development uses a System Development Life Cycle's methodology with system planning activity and proper analysis, system analysis and design. The observation result indicates that the problem in the existing system is divided into several problems of data accumulation, data management and presentation, data utilization, resource problem, facility and infrastructure as well as feed-back mechanism problem. The result from this Baby Health Information System can ease the program manager and policy maker in looking into the priority of the problem based on anindicator that is resulted by Puskesmas in order to determine a planning step and evaluation of Baby Health Program, besides it can produce the program documentation rapidly. This documentation is in the form of table and graph with an interesting appearance. A prototype produces baby health indicator rapidly as the analysis process has been carried out-automatically. The indicator that is resulted such as AKB (Infant Mortality Rate), Baby Death Cause Proportion, Baby Death Proportion, BBLR (Low Birth Weight Baby) Percentage, Exclusive Mother Milk (AS1) Percentage, KN (Neonatal Visit) Scope, Disease Percentage of the Suffered Baby and Report's Puskesmas Percentage. Yet, this indicator has a weakness due to its data source is only from Puskesmas. The suggestion of this system development is by participating a user and management is very important because of the main cause of process failure of information system development is not only related to a technical problem from the Information System but also from non technical problem, by carrying out socialization of the existing Baby Health Information System in North Jakarta Sudinkesmas in which before performing the system implementation should conduct prior a training for the system user in accordance with the determination that is expected so that the Baby Health Information System use can be optimized, by doing a broader system development in case of a new necessity emerges from the organization when the system has been ongoing. The next system development is expected to accommodate the related indicator with economy-social factor because it affects to a baby morbidity and mortality indirectly and to optimize more the program management of the baby health that requires a further system development in its data communication with a network installation or Local Area Network.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2004
T12907
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Oktoruddin Harun
Abstrak :
Banyak cara yang dapat dipergunakan untuk mengetahui keadaan gizi seseorang. Salah satu diantaranya adalah dengan mengukur indeks massa tubuh (IMT). Dan dapat menggolongkan status gizi seseorang normal atau tidak normal. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran status gizi (IMT) usia lanjut dan mengetahui faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan status gizi usia lanjut (IMT). Penelitian ini merupakan analisis data sekunder dari penelitian potong lintang Studi Evaluasi Program Kesehatan Usia Lanjut di Puskesmas DKI Jakarta ( kerja sama Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia dan Dinas Kesehatan DKI Jakarta), dengan mengambil wilayah Jakarta Selatan. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Nopember s.d Desember 1997, dengan sampel adalah usia lanjut >= 55 tahun sebanyak 173 orang yang terdiri 77,46% wanita dan 22,54% pria. Penelitian ini melibatkan 7 variabel independen yaitu faktor-faktor yang diduga mempunyai hubungan dengan status gizi (IMT) pada usia lanjut, variabel tersebut adalah sebagai berikut : jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan., status kesehatan, aktifitas fisik dan kebiasaan merokok. Hasil analisis bivariat dan multivariat diketahui bahwa secara statistik tidak ada variabel independen yang berhubungan bermakna dengan status gizi usia lanjut (IMT). Dari hasil penelitian ini disarankan agar diteliti faktor-faktor lain yang belum tercakup dalam penelitian ini seperti % karbohidrat terhadap energi, % lemak terhadap energi, tingkat stress, keturunan dan tingkat hormonal. ......Factors Associated With Nutritional Status of Guided Elderly in Community Health Centres Area in South Jakarta in 1997Nutritional status can be measured by many methods and one them is measuring body mass index (BMI). Based on BMI we would know if someone had normal or not nutritional status. The objective of this study is to find the nutritional status (BMI) of elderly and were had know factors associated with the nutritional status of elderly. This study use secondary data according to study evaluation health program elderly in community health centers in DKI Jakarta ( cooperation Faculty of Public Health University of Indonesia and Department of Health DKI Jakarta). Design of study was a cross sectional and data were collected on November - December 1997. Total sample were 173 persons aged > =55 years, consist of 22,54% male and 77,46% female. This study involved 7 variables independent possibly related to the nutritional status (BMI) of elderly, those variables as follow : sex, age, level of education, level of income, health status, physical activities and smoking habits. Based on bivariate analysis and multivariate analysis there are not independent variables significant associated with nutritional status elderly (BMI). According to this result it is suggested to study another factors not included, those factors as follow : % carbohidrat by energy, % fat by energy, level of stress, genetic and level of hormonal.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Supriadi
Abstrak :
Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumberdaya manusia. Kurang gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan, menurunkan produktivitas, menurunkan daya tahan, meningkatkan kesakitan dan kematian. Hal ini karena gizi berpengaruh dan dapat menurunkan mutu kehidupan, menurunkan daya tahan tubuh, terganggunya pertumbuhan fisik, mental dan kecerdasan khususnya pada balita. Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) sebagai ujung tombak pelaksanaan program kesehatan diderah mempunyai kontribusi yang besar dalam hal meningkatkan kesehatan salah satunya peningkatan status gizi masyarakat diwilayahnya. Pada sisi lain hingga saat ini belum ada penelitian mengenai Manajemen Pelaksanaan Program Gizi, khususnya di Kota Jambi. Tujuan penulisan tesis ini ingin mengetahui gambaran Manajemen Pelaksanaan Program Gizi di Kota Jambi Tahun 2001, dengan menggunakan pendekatan sistem input, proses dan output. Analisis sistem digunakan pada penelitian ini untuk melihat input, proses (input output dalam manajemen gizi. Metode penelitian yang di pergunakan adalah metode kualitatif, dengan data primer dan data sekunder, dengan instrumen penelitian wawancara mendalam dan diskusi kelompok terarah serta observasi langsung dari 23 orang informan yaitu Kepala Dinas Kesehatan Kota Jambi, Kasubdin Kesga Dinkes Kota Jambi, Kasi Gizi Dinkes Kota Jambi, Kepala Puskesmas Kota Jambi, Pelaksana Gizi Puskesmas Kota Jambi, dan Lintas Sektor seperti Sekretaris Daerab Kota Jambi, DPRD Ketua Kornisi E, Ketua Bappeda Kota Jambi dan Kepala Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi Kota Jambi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Manajemen Pelaksanaan Program Gizi di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Kota Jambi Tahun. 2001 sudah cukup baik, namun masih ada kekurangan pada input. Pelaksanaan proses (perencanaan, pengorganisasian, penggerakkan, evaluasi dan pemasaran) sudah sesuai, namun ada beberapa hal yang masih perlu diperbaiki. Kekurangan tenaga pelaksana gizi dengan latar belakang D3 Gizi, dana untuk pelaksanaan rutin dan program gizi relatif kurang serta advokasi tidak berjalan lancar menjadi tantangan cukup berat bagi Kepala Dinas Kesehatan Kota Jambi beserta jajarannya. Tidak tersedianya kendaraan bermotor roda dua di beberapa Puskesmas untuk keperluan program Gizi berdampak rendahnya mobilitas petugas untuk turun ke desa. Daftar Bacaan = 50 (1981-2002)
Analysis on Management of Nutrition Program Implementation in Community Health Center in City of Jambi Year 2001Nutrition is one determining factor of human resource quality. Malnutrition causes failure of physical growth and the development of intelligence, reducing productivity, reducing immune system, and increasing morbidity and mortality. Thus, nutrition problem could reduce the quality of life especially among under fives. Community Health Center (Puskesmas) as the spearhead of local health program has important contribution in improving local community health including community nutritional status. Up to now, there is no study regarding the management of implementation of nutrition program in the city of Jambi. The aim of this thesis is to understand describe the management of nutrition program implementation in the city of Jambi in year 2001, using system approach consisted of input, process, and output aspects. System analysis framework is used in this study to describe the input, process, and output in nutrition management. Method used is qualitative method with both primary and secondary data. Research instruments include in-depth interview, focus group discussion, and direct observation. There were 23 informants including the Head of Health Office of City of Jambi, Family Welfare Head Officer, Head of Nutrition Section, Head of Community Health Center of City of Jambi, Nutrition Officer in Community Health Center, and personnel from inter sectoral and related institutions such as City of Jambi Government, Legislative of City of Jambi, Regional Planning Office of City of Jambi, Trade and Industrial Office, and Cooperation office in the City of Jambi. The study shows that the management of nutrition program implementation in the city of Jambi in 2001 was quite good, but there was still lacking in the implementation of input and process aspects. Challenges for the Health Office were lacking of nutrition personnel with diploma-3 in nutrition background, lack of funding for routine implementation, and lack in advocacy. Unavailability of motor cycle in several Community Health Center for nutrition program purposes causing low mobility of nutrition personnel to visit the remote areas. It is suggested to combine both top down and bottom up approaches in planning as to guarantee the success of the program and, in turn, fulfill local community's demand.
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T12685
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tristiyenny Pubianturi
Abstrak :
Kebakaran Hutan dan Lahan (KHL) di Propinsi Riau merupakan salah satu isu lingkungan hidup yang timbul akibat pelaksanaan pembangunan dan ekonomi yang cenderung dilakukan secara eksploitatif sehingga melupakan upaya menjaga kelestarian lingkungan. Kabupaten Bengkalis merupakan kabupaten yang setiap tahunnya mengalami polusi dari kabut asap yang ditimbulkan oleh KHL selama 2-3 bulan setiap tahunnya. Dari aspek ekonomi kerugian dari kabut asap tersebut meiiputi bukan hanya masalah hilangnya aset kekayaan tegakan hutan kayu, tetapi juga aspek ekologi sangat luas berupa hilangnya flora dan habitat satwa liar- Dampak negatif lain yang sangat menonjol adalah menurunnya kualitas udara yang menyebabkan gangguan daya pandang dan meningkatnya penderita penyakit saluran pernafasan sampai 2-3 kali lipat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui berapa besar dampak kesehatan yang ditimbulkan karena kabut asap KHL dan berapa estimasi kerugian ekonomi yang ditimbulkan oleh dampak kesehatan tersebut. Jenis penelitian adalah studi ekologi yang memakai analisa korelasi dengan menggunakan data polutan Udara PMIO dan S02 yang diperoleh dari Air Quality Monitoring Station di Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis. Angka kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), Asma Bronkiale dan Bronkitis diperoleh dari fasilitas pelayanan kesehatan yang terdapat di Kecamatan Mandau, data titik api (hotspot) sebagai penunjuk adanya KILL diperoleh dari Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup Jakarta. Data yang diolah adalah data dari Januari tahun 2000 sampai Desember 2002. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, antara Hotspot dan PM 10 terdapat hubungan positif yang kuat dan bermakna. Analisis bivariat dengan uji regresi linier menghasilkan hubungan Prediksi dengan persamaan garis PM10 = 90,61 + 1,955 x Hotspot. Hubungan antara Hotspot dengan ISPA menunjukran hubungan sangat kuat dan bermakna yang dapat dijelaskan dengan persamaan gads ISPA = 723,685 + 60,046 x Hotspot. Hubungan antara PM14 dan ISPA mempunyai hubungan yang sedang dan bermakna yang dapat dijelaskan dengan persamaan garis prediksi LSPA = 359,471 + 6,488 x PM10. Dampak kesehatan masyarakat yang terbesar akibat kabut asap KHL di Kabupaten Bengkalis pada tahun 2002 adalah keterbatasan aktifitas harian yaitu sebesar 711.850 hari. Estimasi kerugian ekonomi akibat dampak kesehatan masyarakat sebesar Rp 98 milyar rupiah. Disimpulkan bahwa besarnya dampak kesehatan dan kerugian ekonomi yang ditimbulkan oleh kabut asap KHL ini merupakan estimasi rendah karena hanya menggunakan PM10 sebagai parameter pencemar, tanpa memperhitungkan dampak yang ditimbulkan oleh polutan lain (misalnya NOx dan Dian) dan juga belum memperhitungkan kerugian penyakit jangka panjang karma polutan udara. Disarankan kepada Puskesmas di wilayah kerja Kabupaten Bengkalis agar melakukan penyuluhan kepada masyarakat mengenai dampak kesehatan yang ditimbulkan oleh KHL, berikut upaya yang harms dilakukan dalam mengantisipasi kualitas udara yang buruk Kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Bengkalis agar melakukan perencanaan program antisipasi dampak kesehatan supaya masyarakat terlindung dari akibat kabut asap. Secara keseluruhan Pemerintah Daerah Kabupaten Bengkalis disarankan bertindak aktif dalam mengantisipasi dampak kesehatan akibat KHL secara teknis dan administratif. Daftar Pustaka: 45 (1982-2002)
Community Health Impacts and Estimation of Economic Loss from Forest and Land Fires in the Regency of Bengkalis in 2002Forest and Land Fires (FLF) in Riau Province is one of the environmental issues that arise from the progressive and economical development which tends to be done exploitatively and thus overlook efforts to preserve the environment. Bengkalis regency is the regency that every year suffers from pollution of smoke haze which caused by FLF for as long as 2-3 months every year. The disadvantages are not only from the economical perspective that consist of loosing assets of forest lumber, but also ecologically of loosing flora and habitat of wild animals. Another implication which is very significant is the decrease of air quality which causes visual troubles and the risen of respiratory disease up to 2-3 times higher. The objectives of this are to find out how far does-the impact to health which arise from smoke haze of FLF and the estimation of economical loss which arise from that health implication. The type of this study is ecological study using correlation analysis through air pollutant data PM10 and S02 derived from Air Quality Monitoring Station in Mandan District, Regency of Bengkalis. Numbers of ISPA, Asthma Bronchiole and Bronchitis are attained from health service facilities in Mandau District, hot spot data as signs of FLF are attained from the Environment Head State Office in Jakarta The data which are processed are those from January 2000 to Desember 2002. The result of the study shows that, between hot spot and PM 10, is an important positive and significant relationship. Bivariance analysis with tinier regression test generates a prediction relationship with vector PM 10 = 90,61 + 1,955 x Hotspot The relationship between Hotspot and ISPA shows strong relationships and signified which describes with vector ISPA = 723,685 + 60,046 a Hotpot PM] 0 dengan ISPA has an intermediate significant relationship which could be shown with prediction vector ISPA = 359,471 + 6,488 i PM 10. Health impacts shows that the lack of daily activities which are foreseen to occur toward workers in Regency of Bengkalis as a result of smoke haze disaster and weather troubles is resulted 711.850 working days. The economical loss estimation is costing Rp 98 billion. It is concluded that health impacts and economical loss initiated by this FLF smoke haze is a low estimation because it merely uses PM]0 as a polluted parameter, without considering the effect of other pollutants (e.g. NOx and Qzon) and also yet to estimate the impacts of long term disease of air pollutant. Based on the result of this study, Health Centers in the working environment of Bengkalis Regency are advised to make extensions to the community concerning health impacts caused by FLF, along with the efforts to be made in anticipation to the terrible air quality. Head of the Health Board in Bengkalis Regency is advised to make planning for an anticipated health implication program so that the community would be protected against the smoke haze. As a whole, the Regional Government in Bengkalis Regency is advised to make active measures in anticipating health impacts by FLF, technically and administratively. References: 45 (1982-2002)
Depok: Fakutlas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T12700
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amran Razak
Abstrak :
Suatu studi tentang demand terhadap berbagai sumber pelayanan kesehatan dilakukan di Kotamadya Ujung Pandang, Sulawesi Selatan. Penelitian ini mencakup 300 rumah tangga masyarakat pantai tipe nelayan. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Februari - Maret 1940. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi demand terhadap berbagai sumber pelayanan kesehatan, yaitu pengobatan sendiri, dukun tradisional, paramedis, dan medis. Tujuan lainnya adalah mengukur kemampuan bayar (ability to pay) terhadap pelayanan kesehatan, dan menganalisa kemungkinan pengembangan Dana Sehat pada masyarakat pantai tipe nelayan. Beberapa faktor yang ditelaah dalam penelitian ini adalah pendidikan, pekerjaan, preferensi, pendapatan, harga pelayanan/pengobatan, jarak, dan kebutuhan terhada pelayanan kesehatan. Hasil analisa menunjukkan bahwa hanya "preferensi" yang berpengaruh sangat kuat dengan demand terhadap pelayanan kesehatan. Harga pelayanan/pengobatan berpengaruh secara terbatas dengan demand pelayanan medis. Penelitian ini juga mengungkapkan, masih rendahnya kemampuan bayar masyarakat pantai terhadap pelayanan kesehatan. Meskipun demikian, potensi pengembangan Dana Sehat pada masyarakat pantai tipe nelayan memberikan gambaran yang cukup cerah di masa datang.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rheidda Pramudhy
Abstrak :
Pemerintah telah melaksanakan kegiatan pembangunan Sarana air Bersih dan Sanitasi Lingkungan sejak Pelita I sampai sekarang. Menurut laporan dari Bank Dunia dengan mengunakan data SUSENAS 2004, baru 48% penduduk terlayani air bersih, di mana untuk daerah perkotaan 42% dari jumlah penduduk perkotaan dan daerah perdesaan 51% dari jumlah penduduk perdesaan. Dalam laporan tersebut disebutkan selama 8 tahun dari tahun 1994 sampai tahun 2002, peningkatan cakupan air bersih hanya 10% di pedesaan dan 9% di daerah perkotaan. Selain itu sebanyak 40% penduduk perdesaan buang air besar tidak pada tempatnya yaitu di kebon, kolam, danau, sungai dan laut. Hal menyebabkan angka penyakit diare yang masih cukup tinggi yaitu 280/1000 penduduk dan menempati urutan ke 3 penyebab kematian pada bayi, urutan ke 2 pada balita dan nomor 5 pada semua umur, dan sering timbul dalam bentuk kejadian luar biasa (KLB) dengan kematian cukup tinggi. Rendahnya cakupan sarana air bersih dan sanitasi lingkungan disebabkan karena prioritas pemerintah dalam pembangunan sarana air bersih dan sanitasi lingkungan bukan prioritas utama. Oleh sebab itu, Bank Dunia telah memberikan pinjaman untuk pembangunan sarana air bersih dan sanitasi lingkungan melalui proyek WSLIC-2. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahuan keberhasilan proyek WSLIC-2 khususnya dalam peningkatan derajat kesehatan masyarakat melalui penurunan kejadian diare pada balita dan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian diare serta menentukan faktor-faktor yang paling dominan. Penelitian ini merupakan penelitian survei (non experimental). Teknik penelitian mengunakan kuesioner dengan responden ibu rumah tangga yang mempunyai anak balita. Desa yang disurvei adalah desa yang telah dibangun Sarana air bersih dan sanitasi lingkungan dan desa yang belum dibangun sebagai desa kontrol. Untuk menententukan desa kontrol dengan dicari desa yang hampir sama kondisinya yaitu dari segi geografinya, tingkat sosial ekonomi dan perilakunya masyarakat dengan desa yang telah dibangun. Penggunaan desa kontrol adalah untuk mengetahui kondisi awal sebelum desa dibangun. Analisis yang digunakan menggunakan analisa Statistik dengan mengunakan Program SPSS. Hasil penelitian adalah: terdapat penurunan angka kejadian diare pada balita setelah pembangunan sarana air bersih dan sanitasi lingkungan di desa penelitian, hal ini ditunjukan dengan membandingkan antara desa kontrol (Desa Klampok) yang belum terbangun sarana sebanyak 28 kejadian kejadian diare dengan desa yang telah dibangun sarana yaitu Desa Jambearjo sebanyak 13 kejadian. Apabila dihidung secara rata-rata pada semua umur penduduk didaerah penelitian dapat menurunkan kejadian diare pada setiap 1000 penduduk dari 154 kejadian menurun menjadi 90 kejadian diare.Penurunan kejadian diare pada balita diduga oleh ketersediaan air bersih, sarana untuk membuang air besar, perilaku mencuci tangan setelah buang air besar, mencuci tangan setelah membersihkan balita buang air besar, buang tinja bayi, membuang sampah dan pengetahuan kesehatan lingkungan. Sedangkan varibel yang paling dominan yang berhubungan dengan kejadiaan diare yaitu sarana membuang air besar dan mencuci tangan setelah membersihkan balita dari buang air besar. Secara bersama-sama kedua varibel tersebut sating berinteraksi dengan nilai p = 0,028 dan OR = 7,11. Persamaan regresi logistik Y (kejadian diare pada balita) = -0,241 + 1,962 kondisi jamban x cuci tangan setelah membersihkan balita buang air besar. Dalam penelitian penulis menyarankan agar pemerintah daerah untuk mengurangi kejadian diare pada desa lain yang tidak masuk dalam daftar yang akan dibangun dad proyek WSLIC-2 dapat mereplikasi pendekatan proyek WSL1C-2 dengan lebih memperhatikan pembangunan sarana membuang air besar berupa pembangunan jamban dan mendorong perubahan perilaku hidup bersih terutama dalam cuci tangan dengan membuang sampah dengan cara lebih mengentensifkan pelatihan dan penyuluhan dibidang kesehatan lingkungan.
The implementation of Water Supply and Environment Sanitation (WSES) from Pelita I to day is currently only 48 percent of the population has access to water That includes 42 percent of the urban and 51 percent of the rural population. In the 8 years from 1994 to 2002, this figure increase by only 10 percent in rural areas and 9 percent in the urban. However, more than 40 percent of rural households use unsanitary open pits or defecate in fields/beaches/water bodies. These caused the incident diarrhea is still height 280/1000 of population. Diarrhea has rank 3 to be caused baby die, and rank 2 of children under five finally rank 5 in all of age. National development initiative prioritize infrastructure of WSES were lower in priority and remain limited, WSES service coverage therefore remained limited and WSES development was unable with population increase. Therefore, World Bank proposed loan to develop water supply and sanitation facilities in rural areas through WSLIC-2 project. Research will explore the factors correlate with incident diarrhea for children under five and how the WSLIC-2 project can reduce number of incident diarrhea. The research method used questioner to housewife, They have children under five. The research was two villages, one village developed water supply and sanitation facilities under WSLIC-2 project and other village undeveloped as village control, The characteristic of geography, social-economic and health behavior of two villages are almost same with the other. The village control will be used to kwon characteristic condition without project WSLIC-2. The conclusion of the research is decrease of number of incident diarrhea in the village with project WSLIC-2 from 28 to 13 incident diarrhea or if we use average of 1000 people, number of incident diarrhea decrease from I54 to 90 incident diarrhea. This figures come from number incident diarrhea in village (Jambearjo) under WSLIC-2 project and village (Klampok) without project WSLIC-2 project. There are multiple factors are suspected with incident diarrhea. These factors are lack of water supply, latrine facility, solid waste facility, hand washing (after defecate and after defecate children under five years, throw away excreta of children under five and knowledge of environmental sanitation and the main factors are latrine facility and hand washing after defecate children under five years. Two variables are interaction, with p value is 0,028 and odd ratio = 7,11. Logistic Regression is Y (incident diarrhea of children under five years) - -0,241 + 1,962 latrine facility x hand washing after defecate children under five years. Some recommendation to address this issue are: (a) local government can replicate WSLIC-2 project with local budged (b) encourage to communities build latrine by they self (c) Improving health behavior by improving hygiene sanitation training.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T18278
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna Sari
Abstrak :
Kinerja karyawan memiliki peranan penting dalam pelayanan kesehatan kepada masyarakat di puskesmas. Tingginya angka kemangkiran, kurang optimalnya pencapaian Standar Pelayanan Minimal program dan ketidakdisiplinan waktu penyampaian laporan dapat berdampak pada kinerja karyawan. Hingga saat ini karyawan Puskesmas kecamatan Tambora belum memiliki informasi yang cukup mengenai kinerja karyawan dan kualitas kehidupan kerja mereka. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kinerja karyawan, hubungan komponen kualitas kehidupan kerja terhadap kinerja mereka serta komponen mana yang paling dominan hubungannya dengan kinerja karyawan di Puskesmas Kecamatan Tambora. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional, pada 119 (seratus sembilan belas) orang karyawan menggunakan alat ukur kuesioner. Hasil penelitan menunjukkan bahwa jumlah karyawan yang memiliki kinerja kurang cukup besar yaitu mencapai 49,6%. Ada dua variabel yang signifikan berhubungan dengan kinerja karyawan yaitu rasa bangga terhadap institusi dan komunikasi. Variabel yang paling dominan berhubungan dengan kinerja adalah komponen rasa bangga terhadap institusi. Saran bagi Puskesmas kecamatan Tambora adalah membangun rasa bangga (pride) terhadap perusahaan bagi setiap karyawan dengan cara memperkuat identitas dan citra puskesmas, melalui peningkatan kepedulian karyawan terhadap institusi karena secara statistik akan meningkatkan kinerja tiga kali lebih baik dari pada karyawan yang tidak memiliki rasa bangga tersebut.
The employee?s performance plays a vital role in delivering healthcare service for people at community health center. The high of employee?s absence, the less of achievement to Minimum Service Standards and the undisciplinary behavior in maintaning reporting programme on time results in the decrease in the employee's performance. Tambora community health center currently does not have the complete information regarding the employee's performance as well as their quality of work life. The purpose of this study is to figure out the employee?s performance, the relationship of the employee?s quality of work life with their performance along with which is the most influential factor on the employee's performance in Tambora community health center. This is a cross sectional survey designed using questionnaire on 119 (one hundred and nineteen) employees. The results revealed that 49,6% of the employees have poor performances. There are 2 (two) significant variables associated with the performance of employees are a sense of pride to the institution and communication. The most pertinent variable is sense of pride to the institution. Suggestion for Tambora community health center is to build the sense of pride to the institution by strengthening the institution's identity and image through increasing the employee?s concerned to it because it will statistically improve the performance of employees three times higher than if they don't.
Depok: Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Nurul Laeliyah
Abstrak :
ABSTRAK
Realisasi dana Bantuan Operasional Kesehatan BOK di Puskesmas Kota Serangdari tahun 2014-2016 selalu mencapai 100 setiap tahun dan 30 digunakanuntuk kegiatan KIA. Namun, capaian cakupan pelayanan kesehatan ibu dan anakkhususnya kunjungan antenatal K4 menunjukkan penurunan dan belum mencapaitarget 75 . Penelitian kualitatif ini dilakukan di Dinas Kesehatan, 2 dua Puskesmas dengan cakupan K4 tinggi dan 2 dua Puskesmas dengan cakupan K4rendah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Puskesmas kekurangan sumber dayamanusia dan sarana prasarana untuk program KIA, dana operasional untukkegiatan preventif dan promotif hanya mengandalkan dana BOK, pengawasanpencatatan pelaporan bidan masih lemah, serta frekuensi pergantian kader yangrelatif tinggi.Kata Kunci:Bantuan Operasional Kesehatan, Puskesmas, Kunjungan Antenatal K4 mbahas
ABSTRACT
The Health Operational Aid Fund BOK has been 100 absorped during 2014 2016 in health centers in Serang city. Out of the total fund, 30 has been used forKIA program activities. However, coverage of maternal and child health servicesespecially K4 antenatal visit tend to decrease and has not reached the target 75 . This qualitative research was conducted in District Health Office, 2 two health centers with high K4 coverage and 2 two Puskesmas with low K4coverage. The result showed that Puskesmas has shortage in human resources andinfrastructure facilities for KIA program, while funding to support preventive andpromotive activities was only rely on BOK funds. In addition, midwife reportingwas found insufficient, and high turn over of cadres has lead to poor performance.Key words community health centre, health operational fund, K4 antenatalvisit.
2017
T47794
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Octavia Sari
Abstrak :
Imunisasi adalah salah satu intervensi program yang dapat mencegah penyebaran penyakit dan terbukti sangat efektif. Salah satu indikator untuk menliai kinerja pelaksanaan program imunisasi adalah pencapaian Universal Child Immunization (UCI). Pada tahun 2021 Provinsi Lampung mengalami penurunan pencapaian imunisasi dasar lengkap yaitu sebesar 87,3%. Hal ini juga diikuti dengan penurunan cakupan desa/kelurahan UCI di Provinsi Lampung sebesar 68,9%. Bila dilihat berdasarkan distribusi cakupan UCI Kabupaten/Kota, Kabupaten Lampung Tengah merupakan wilayah yang memiliki cakupan desa/kelurahan UCI terendah pada tahun 2021 yaitu 20,4%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang manajemen program imunisasi dalam upaya pencapaian desa/kelurahan UCI pada tahun 2019-2022. Metode penelitian yang dilakukan yaitu pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Penelitian ini dilaksanakan di 2 puskesmas dengan membandingkan antara Puskesmas dengan pencapaian desa/kelurahan UCI tertinggi dan Puskesmas dengan pencapaian desa/kelurahan UCI terendah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada aspek struktur, layanan kesehatan imunisasi dasar dilakukan di kedua puskesmas sesuai dengan SOP. Tenaga kesehatan dalam program imunisasi dengan jumlah SDM kesehatan sudah mencukupi walaupun masih ada beberapa kendala. Ketersediaan produk medis, vaksin dan teknologi mengalami beberapa kendala. Pembiayaan operasional untuk program imunisasi berasal dari APBD dan pembiayaan BOK yang ada di kedua puskesmas tidak mengalami masalah, kepemimpinan pada kedua puskesmas tidak ada perbedaan. Aspek proses manajemen P1, P2 dan P3 pada kedua puskesmas mengalami kendala pada masa pandemi COVID-19. Layanan imunisasi di Puskesmas Wates terganggu yaitu ditutupnya semua posyandu sehingga capaian program imunisasi tidak mencapai target. Puskesmas Poncowarno memiliki inovasi dalam program imunisasi yaitu melakukan pelaksanaan imunisasi di balai desa untuk mencapai target program. Aspek hasil yaitu capaian program desa/kelurahan UCI pada Puskesmas Wates tahun 2019-2022 terjadi penurunan signifikan pada tahun 2021, dimana capaian program desa/kelurahan UCI yaitu sebesar 0%. Pada Puskesmas Poncowarno capaian program desa/kelurahan UCI tahun 2019-2022 berfluktuatif, tahun 2021 capaian program desa/kelurahan UCI sebesar 100% meningkat dari tahun sebelumnya. ......Immunization is one of the program interventions that can prevent the spread of disease and has proven to be very effective. One of the indicators to assess the performance of the implementation of the immunization program is the achievement of Universal Child Immunization (UCI). In 2021, Lampung Province will experience a decrease in the achievement of complete basic immunization, which is 87.3%. This was also followed by a decrease in the coverage of UCI villages/kelurahan in Lampung Province by 68.9%. When viewed based on the distribution of district/city UCI coverage, Central Lampung Regency is the area that has the lowest UCI village/kelurahan coverage in 2021, namely 20.4%. This study aims to find out about the management of the immunization program in an effort to achieve UCI villages/wards in 2019-2022. The research method used is a qualitative and quantitative approach. This research was conducted in 2 puskesmas by comparing the puskesmas with the highest UCI village/kelurahan achievement and the puskesmas with the lowest UCI village/kelurahan achievement. The results of this study indicate that in terms of structure, basic immunization health services are carried out in both puskesmas according to the SOP. Health workers in the immunization program with a sufficient number of health human resources although there are still some obstacles. The availability of medical products, vaccines and technology is experiencing several problems. Operational funding for the immunization program comes from the APBD and BOK financing in the two puskesmas does not experience problems, there is no difference in the leadership of the two puskesmas. Aspects of the P1, P2 and P3 management processes at the two puskesmas experienced problems during the COVID-19 pandemic. Immunization services at Puskesmas Wates were disrupted, namely the closure of all posyandu so that the results of the immunization program did not reach the target. Puskesmas Poncowarno has innovations in the immunization program, namely carrying out immunizations at the village hall to achieve program targets. The outcome aspect is that the achievement of the UCI village/kelurahan program at Puskesmas Wates in 2019-2022 will decrease significantly in 2021, where the achievement of the UCI village/kelurahan program is 0%. Puskesmas Poncowarno achievements of the UCI village/kelurahan program for 2019-2022 fluctuated, in 2021 the achievements of the UCI village/kelurahan program increased by 100% from the previous year.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   2 3 4 5 6 7 8 9 10 11   >>