Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 616 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Christina Prilia Damaranti
"PPOK merupakan penyakit pernapasan kronis penyebab morbiditas dan mortalitas terbanyak dengan dampak pembiayaan yang cukup tinggi di Indonesia. Clinical Pathway (CP) adalah bagian dari pelaksanaan tata kelola klinis rumah sakit dan salah satu tools dalam mewujudkan sistem kendali mutu dan kendali biaya di era JKN. Efektivitas kepatuhan penerapan clinical pathway (CP) terhadap luaran klinis pasien pada beberapa penelitian menunjukkan hasil yang positif. RS Paru Respira Yogyakarta telah menetapkan CP PPOK sebagai CP prioritas, namun dalam proses evaluasi kepatuhan CP belum menggunakan seluruh komponen PPA seperti yang diatur dalam Permenkes Nomor 30 Tahun 2022. Paradigma pelayanan kesehatan saat ini adalah value-based healthcare sehingga perlu dilakukan evaluasi dampak kepatuhan CP terhadap luaran klinis pasien. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kepatuhan CP terhadap luaran klinis pasien PPOK, dan proses penerapan kepatuhan CP PPOK di RS Pusat Paru Respira Yogyakarta tahun 2022. Desain penelitian adalah observasional (cross sectional) dengan pendekatan mix method. Pengambilan data metode kuantitatif menggunakan rekam medis pasien rawat inap dengan diagnosis utama PPOK tahun 2022 (n=57) dan metode kualitatif dengan wawancara mendalam, observasi dan telaah dokumen. Hasil penelitian kuantitatif didapatkan tingkat kepatuhan CP PPOK sebesar 87,7%, ada hubungan yang signifikan antara beban kerja DPJP dengan kejadian komplikasi (p value=0,003) dan antara kepatuhan CP dengan luaran klinis yaitu komplikasi (p value=0,05 dan OR=6,75), faktor yang paling berpengaruh pada luaran klinis pasien adalah kepatuhan terhadap CP. Metode kualitatif, berdasarkan perspektif 10 variabel dalam teori Gibson dan Mathis-Jackson, didapatkan hasil yang baik pada variabel sikap. Untuk variabel pengetahuan, supervisi, komunikasi, pelatihan, SDM, standar kinerja, sarana prasarana, insentif dan struktur organisasi masih perlu peningkatan. Untuk meningkatkan kepatuhan CP diperlukan komunikasi yang efektif antara pembuat dan pelaksana CP, pemahaman dan komitmen penuh para PPA, dukungan manajemen untuk rutin meninjau ulang tata laksana CP, meningkatkan sosialisasi, pelatihan, sarana prasarana, kebutuhan SDM, fasilitas IT penunjang serta regulasi terkait pelaksanaan CP.

COPD is a chronic respiratory disease that causes the most morbidity and mortality with a high cost impact in Indonesia. Clinical Pathway (CP) is part of the implementation of hospital clinical governance and one of the tools in quality and cost control system in JKN era. The effectiveness of clinical pathway (CP) compliance to patient clinical outcomes in several studies has shown positive results. Respira Pulmonary Hospital Yogyakarta has designated CP COPD as a priority CP, but in the process of evaluating CP compliance, it has not used all Profesional Caregiver components as stipulated in Health Ministerial Regulation No. 30 of 2022. The current paradigm of health services is value-based healthcare, so it is necessary to evaluate the impact of CP compliance on the patient's clinical outcome. This study aims to determine the association of CP compliance to the clinical outcome of COPD patients and the process of implementing COPD CP compliance at the Respira Pulmonary Hospital Yogyakarta in 2022. The research design is observational (cross sectional) with mix method approach. Quantitative method data collection using inpatient medical records with a primary diagnosis of COPD in 2022 (n=57) and qualitative method using with in-depth interviews, observation and document review. The results of quantitative study showed that COPD CP compliance rate is 87.7%, there is a significant relationship between doctor in charge of services workload with the incidence of complications (p value=0.003) and between CP compliance with clinical outcomes of complications (p value=0.05 and OR=6.75), factor that most influenced the patient's clinical outcome was CP compliance. Qualitative methods, based on the perspective of 10 variables in the theory of Gibson and Mathis-Jackson, showed good results on attitude variables. Knowledge, supervision, communication, training, human resources, performance standards, infrastructure, incentives and organizational structure variables still need improvement. To improve CP compliance, an effective communication between CP makers and implementer are required, full understanding and commitment of Profesional Caregivers, management support to regularly review CP governance, improve socialization, training, infrastructure, human resource needs, supporting IT facilities and regulations related to the implementation of CP are required."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Boston: little, Brown and company , 1997
615.1 MOD
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Amelia Kristiani
"Periodontitis merupakan salah satu bentuk penyakit periodontal, dan merupakan Kelanjutan dari keradangan gingival yang meluas kejaringan periodontal dibawahnya. Tidak semua keradangan gingiva akan berkembang menjadi Periodontitis. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa adanya kuman spesifik di daerah sub gingiva dan defek pertahanan seluler berhubungan erat dengan bermacam-macan penyakit periodontal. Perawatan periodontitis dilakukan dengan tujuan untuk menghilangkan kuman penyebab penyakit. Perawatan periodontitis yang dilakukan adalah secara mekanis dam pengobatan dengan antibiotik, tetapi pengobatan ini tidak dapat menghilangkan seluruh kuman di dasar poket. Dengan adanya keterbatasan ini aka dipilih beberapa bahan alternatif seperti asam sitrat untuk menunjang kaberhasilan perawatan.
Pemakaian antibiotik, secara systemik cukup efektif untuk menghilangkan kuman penyebab periodontitis, tetapi efek sampingnya besar, sehingga akhir-akhir ini dipakai Cara Aplikasi lokal seperti aplikasi metronidazole untuk mengurangi gejala klinik dan mengobati periodontitis, karena efek sampingnya lebih kecil dan efektifitas untuk membunuh kuman lebih besar. Juga pemakaian asam sitrat dapat memberikan efek demineralisasi, membersihkan permukaan akar gigi dari plak dan kalkulus, menghilangkan kuman serta endotoksin dari permukaan cementum serta menghambat migrasi perekatan epithel kearah apikal.
Penelitian terdahulu dilakukan untuk melihat efek aplikasi lokal metronidazole dan asam sitrat terhadap perawatan penyakit periodontal, belum parnah ada penelitian pengobatan kombinasi aplikasi lokal asam sitrat dengan metronidazole untuk perawatan penyakit periodontal. Maka di dalam penelitian ini akan diteliti efek kesembuhan penyakit periodontal dengan aplikasi lokal kombinasi asam sitrat dengan metronidazole."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hellen Damayanti
"Sibling relationships merupakan suatu fenomena yang unik dan selalu menarik untuk dibahas karena hubungan ini merupakan ikatan terpanjang yang mungkin dimiliki oleh seseorang dengan orang lain sepanjang hidupnya. Hubungan seseorang dengan saudara kandungnya dimulai sejak mereka lahir dan akan terus berlanjut sampai salah salu dari mereka meninggal.
Pada tahap awal masa kanak-kanak, seseorang melewatkan lebih banyak waktu mereka bersama dengan saudara kandungnya daripada dengan orangtua karena orangtua hares bekerja Karena itu, sibling relationships sangat bervariasi secara luas mulai dari afeksi, permusuhan, dan persaingan. Kedekatan yang terjalin biasanya lebih sering terjadi pada kakak beradik wanita daripada kakak beradik pria (White and Riedmann, 1992 dalam Cicirelli, 1995).
Penelitian ini bertujuan untuk melihat hal-hal apa sajakah yang khan dalam sibling relationships pada pria dan wanita dewasa muda dengan saudara kandung yang semuanya sama jenis kelamin dan faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi terbentulmya kekhasan tersebut.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori mengenai sibling relationships dari Cicirelli (1995), Brody (1996), dan Borden (2003) serta beberapa tokoh lain. Kualitas sibling relationships akan dilihat dari variabel konstelasi keluarga dan hubungan antara orangtua dan anak. Variabei konstelasi keluarga terdiri dari jarak usia, pola interaksi berdasarkan jenis kelamin, dan urutan kelahiran. Hubungan antara orangtua dan anak terdiri dari kualitas hubungan dan pengaturan hubungan.
Sampel yang diambil dalam penelitian ini berjumlah empat orang yang terdiri dari dua orang pria dan dua orang wanita dimana seluruhnya berada pada usia dewasa muda dan memiliki saudara kandung yang semuanya sarna jenis kelamin. Dari hasil penelitian, ditemukan bahwa keempat subyek memiliki hubungan yang dekat dengan salah satu dari saudara kandungnya dan berkonflik dengan saudara kandungnya yang lain. Selain itu, tampak adanya perbedaan pola interaksi antara subyek pria dan wanita dimana topik pembicaraan dari kedua subyek pria dengan saudara kandungnya lebih sering berkisar pada masalah pekerjaan. Mereka lebih memilih untuk mengambil alih tugas dan tanggung jawab dari saudara kandungnya, dan konflik yang terjadi dianlara mereka berupa fisik dan verbal. Sedangkan pada kedua subyek wanita, topik pembicaraan mereka lebih mengarah pada minat dan hobi. Mereka juga lebih berharap dapat meningkatkan kedekatan emosi, dan konfilik yang terjadi di antara mereka terbatas pada konflik verbal. Keempat orang subyek memiliki hubungan yang tidak dekat dengan orangtua masing-masing, begitu pula dalam hubungan dengan saudara kandungnya."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T18093
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Spickett, Gavin
New York: Oxford University Press, 1999
R 616.079 SPI o
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
"Manifestasi klinis sepsis berupa systemic inflammatory response syndrome/SIRS, terdapatnya infeksi dan disfungsi organ merupakan kriteria yang digunakan dalam diagnosis sepsis saat ini. Pada 2 tahun terakhir berkembang pemikiran untuk menambahkan beberapa parameter disamping kriteria tersebut, dengan diajukannya terminologi PIRO (P: predisposition, I: infection, R: response dan O: organ failure). Manifestasi klinis sepsis di tiap rumah sakit maupun unit perawatan dapat berbeda bergantung dari beratnya sepsis, fokus infeksi, komorbiditas dan disfungsi atau kegagalan organ. Pada penelitian ini akan dievaluasi data demografi, komorbiditas, sumber infeksi, manifestasi SIRS, disfungsi organ dan profil mikrobiologik sepsis di rawat di Unit Penyakit Dalam RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Dilakukan penelitian deskriptif korelatif dengan disain potong lintang, pada 42 subyek dengan sepsis, sepsis berat dan renjatan septik. Penelitian dilakukan di Unit Rawat RSPUN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta pada tahun 2002. Dilakukan pencatatan data klinis, laboratorium (hematologi, biokimia, analisis gas darah) dan kultur aerob (darah dan spesimen lain). Kriteria sepsis yang digunakan berdasarkan American College of Chest Physician dan Society of Critical Care Medicine tahun 1992. Hasil penelitian menunjukkan terdapatnya distrubusi sepsis yang proporsional menurut usia dan jenis kelamin, komorbiditas didapatkan pada 88% subyek, berupa diabetes melitus dan penyakit kronik lainnya. Sumber infeksi terbanyak berasal dari paru, kulit-jaringan lunak, abdomen dan traktus urinarius; dengan gambaran kuman Gram negatif lebih banyak dari Gram positif. Manifestasi SIRS didapatkan pada lebih dari 70% subyek dengan manifestasi terbanyak berupa takikardia dan takipnu. Manifestasi disfungsi organ terbanyak berupa penurunan kesadaran, asidosis metabolik, disfungsi renal dan penurunan tekanan arteri rata-rata, dan didapatkan korelasi parameter tersebut dengan derajat sepsis. (Med J Indones 2004; 13: 90-5)"
Medical Journal of Indonesia, 13 (2) April June 2004: 90-95, 2004
MJIN-13-2-AprilJune2004-90
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Pohan, Herdiman Theodorus
"Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan data demografi, faktor risiko, gambaran klinis, infeksi oportunis/ko-infeksi dan perbedaannya pada rumah sakit pemerintah dan swasta. Penelitian retrospektif-deskriptif dilakukan di RSUPN-Dr. Cipto Mangunkusumo (RS pemerintah) dan RS Medistra (RS swasta) di Jakarta. Kriteria inklusi mencakup kasus HIV/AIDS yang dirawat pada tahun 2002-2003, dan hasil serologi HIV positif dengan metode Elisa. Data sekunder didapatkan dari rekam medis. Enam puluh enam subyek diikut-sertakan dalam penelitian (RS pemerintah 30 subyek dan RS swasta 36 subyek), terdiri dari 59 pria (89.4%) dan 7 wanita (10.6%). Tiga puluh tujuh persen subyek didiagnosis HIV dan 62% AIDS. Faktor risiko yang didapat mencakup pengguna narkoba (59.1%), homoseksual (13.6%), heteroseksual (21.1%), transfusi (1.5%) dan perinatal (1.5%). Gejala klinis terutama berupa demam akut (56.2%), penurunan berat badan (39.4%), batuk (38.8%), sesak nafas (27.2%), diare kronik (22.8%), demam berkepanjangan (19.7%), penurunan kesadaran (15.3% dan, anoreksia (15.3%). Perbedaan bermakna antara RS pemerintah dan swasta didapatkan pada keluhan demam dan batuk. Presentasi klinis pasien HIV/AIDS selama perawatan mencakup : pnemonia (56%), oral trush (22.6%), anemia (56.5%), lekopenia (32.3%), limfopenia (55.9%), peningkatan SGOT/SGPT (66.1%), hipoalbuminemia (46.9%), limfadenopati (10.6%), lesi serebral (7.6%), ensefalopati (6.0%), tuberkulosis paru dan efusi pleura (10.6%). Infeksi oportunis dan ko-infeksi mencakup kandidosis (25.8%), hepatitis C kronik (24.2%), hepatitis B dan C kronik (4.5%), tb paru, limfadenitis dan tb milier. Kandidosis dan tb paru lebih sering ditemukan di RS pemerintah. Kesimpulan dari penelitian ini bahwa manifestasi klinis HIV/AIDS berupa pria/wanita usia muda dengan satu atau lebih faktor risiko, mengalami demam, keluhan pernapasan, penurunan berat badan, diare kronik, lemah, oral trush, anemia, lekopenia, limfopenia. Pasien yang dirawat di RS swasta menunjukkan gejala yang lebih bervariasi sedangkan yang dirawat di RS pemerintah menunjukkan kondisi yang lebih berat dan stadium lebih lanjut. (Med J Indones 2004; 13: 232-6)

The aims of this study is to determine the demographic data, risk factors, clinical presentations, opportunistic/co-infections and its difference between public and private hospitals. A retrospective-descriptive study was conducted in Dr. Cipto Mangunkusumo National General Hospital (public hospital) and Medistra Hospital (private hospital), Jakarta. The inclusion criteria were new HIV/AIDS cases admitted in year 2002-2003 and positive HIV serology (Elisa method). Secondary data were collected form medical record. Sixty-six subjects were enrolled in this study (public hospital 30 subjects and private hospital 36 subjects), consist of 59 male (89.4%) and 7 female (10.6%). Thirty-seven percent subjects were defined as HIV and 62% AIDS. Risk factors obtained include drug user (59.1%), homosexual (13.6%), heterosexual (21.1%), transfusion (1.5%) and maternal-child (perinatal) (1.5%). The clinical symptoms mainly present as acute fever (56.2%), weight loss (39.4%), cough (38.8%), shortness of breath (27.2%), chronic diarrhea (22.8%), prolong fever (19.7%), loss of conciousness (15.3%), anorexia (15.3%). Significant differences between public and private hospitals were seen in fever and cough symptoms. Clinical presentation of HIV/AIDS patients during admission were : pneumonia (56%), oral trush (22.6%), anemia (56.5%), leucopenia (32.3%), lymphopenia (55.9%), elevated AST/ALT (66.1%), hypoalbuminemia (46.9%), limphadenopathy (10.6%), brain space occuping lesion (7.6%), encephalopathy (6.0%), pulmonary tb and pleural effusion (10.6%). The opportunistic and co-infections present were candidiasis (25.8%), chronic hepatitis C (24.2%), chronic hepatitis B and C (4.5%), pulmonary tb, lymphadenitis and miliary tb. Candidiasis and pulmonary tb were frequently found in public hospital. In conclusion from this study that clinical manifestation of HIV/AIDS were young man or woman, with one or more possible risk factor, had fever, respiratory complain, loss of body weight, chronic diarrhea, fatique, oral trush, anemia, leucopenia, lymphopenia. Patients admitted in private hospital had varied complain; and patients that admitted in public hospital had more severe and advance condition. (Med J Indones 2004; 13: 232-6)"
Medical Journal of Indonesia, 2004
MJIN-13-4-OctDec2004-232
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Pohan, Herdiman Theodorus
"Sepsis adalah kondisi klinis yang disebabkan oleh respon imun pejamu terhadap infeksi atau stimulus lain yang ditandai oleh inflamasi sistemik. Respon klinis pada sepsis dapat bervariasi tergantung dari tahap kompensasi atau dekompensasi, proses inflamasi dan kondisi pejamu. Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai peran dari parameter (klinis, biokimia, hematologi, analisis gas darah dan koagulasi) dalam menunjang diagnosis sepsis. Dilakukan penelitian dengan disain potong lintang di unit rawat inap Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta, antara bulan Pebruari hingga Juli 2002. Empat puluh dua pasien memenuhi kriteria sepsis, sepsis berat dan renjatan septik. Dikumpulkan data klinis, sampel darah untuk pemeriksaan hematologi, biokimia, analisis gas darah dan koagulasi. Empat puluh dua subyek berpartisipasi dalam penelitian ini, dengan usia antara 19 hingga 78 tahun. Sebelas subyek memenuhi kriteria sepsis awal, 20 sepsis berat dan 11 renjatan septik. Pemeriksaan klinis menunjukkan Glasgow coma scale menurun secara bermakna pada sepsis berat dan renjatan septik. Denyut jantung, frekuensi nafas dan suhu tubuh meningkat pada semua kelompok. Pada sebagian besar subyek hemoglobin kurang dari 10 g/dl dan hematokrit kurang dari 30%. Hitung lekosit meningkat pada lebih dari 80% subyek dengan jumlah lebih dari 15.000/mm3. Hitung trombosit menurun (kurang dari 50.000/mm3) terutama pada renjatan septik. Kreatinin serum meningkat (> 2 mg/dl) secara bermakna pada sepsis berat dan renjatan septik. Albumin menurun, LDH dan prokalsitonin meningkat. Analisis gas darah menunjukkan: pH dan HCO3 menurun terutama pada renjatan septik; PO2 menurun pada sepsis berat dan renjatan septik; dan PCO2 kurang dari 32 mmHg pada semua kelompok. Pemeriksaan koagulasi menunjukkan fibrinogen menurun secara bermakna pada renjatan septik, PT dan APTT memanjang pada sepsis berat dan renjatan septik lebih dari 18.8 dan 48 detik. D-dimer juga pada umumnya meningkat pada semua kelompok. Disimpulkan bahwa pemeriksaan klinis termasuk tingkat kesadaran, denyut jantung, tekanan arteri rata-rata, suhu dan frekuensi nafas, serta tambahan pemeriksaan laboratorium termasuk hematologi, biokimia, analisis gas darah dan koagulasi dapat digunakan sebagai parameter dalam mendiagnosis sepsis. Beberapa parameter yaitu tingkat kesadaran, kreatinin serum, hemoglobin, hitung trombosit dan fibrinogen dapat membedakan darajat sepsis. (Med J Indones 2004; 14: 26-32)

Sepsis is a spectrum of clinical conditions caused by the host immune response to infection or other inflammatory stimuli characterized by systemic inflammation. Clinical response to sepsis could be varies according to compensate or decompensate state, inflammatory process and host condition. Aims of this study is to assess the role of some parameters (clinical and biochemical, hematology, arterial blood gas analysis and coagulation) in supporting the diagnosis of sepsis. A cross-sectional study was performed in the Internal Medicine Inpatient Unit of Dr. Cipto Mangunkusumo National General Hospital, Jakarta, from February to July 2002. Forty-two patients who fulfilled the criteria of sepsis, severe sepsis, and septic shock were enrolled in this study. Clinical details and blood specimens for hematological, biochemical, arterial blood gas analysis and coagulation were collected. There were 42 subjects who participated in the study, aged from 19 to 78 years old. Eleven subjects fulfilled the criteria for early sepsis, 20 severe sepsis and 11 septic shock. Clinical examination showed that the Glasgow coma scale (GCS) was significantly reduced in severe sepsis and septic shock. Heart rate, respiration rate and body temperature were increased in all groups. Hemoglobin levels mostly below 10 g/dl and hematocrite levels below 30 %. The leucocyte counts were increased in more than 80%, mostly above 15.000/mm3. The platelet count were low (below 50.000/mm3) especially in septic shock. The serum creatinine were significantly increased (>2 mg/dl) in severe sepsis and septic shock. Albumin was decreased, lactate dehydrogenase/LDH and procalcitonin were increased. The arterial blood gas analysis showed that: pH and HCO3 were decreased especially in septic shock; the PO2 was lower in severe sepsis and septic shock; and PCO2 was below 32 mmHg in all groups. Coagulation examinations showed that fibrinogen was significantly decreased in septic shock; PT and APTT were prolong in severe sepsis and septic shock more than 18.8 and 48 seconds respectively. The d-dimer was also increased mostly in all groups. In conclusions that clinical examinations include level of consciousness, heart rate, mean arterial pressure, temperature and respiration rate and additional laboratory examinations include hamatological, biochemical, blood gas analysis and coagulation examinations can be used as parameters in diagnosis of sepsis. Some parameters include level of consciousness (Glasgow coma scale), serum creatinine, hemoglobin, platelet count and fibrinogen can differ sepsis according to severity. (Med J Indones 2004; 14: 26-32)"
Medical Journal of Indonesia, 2005
MJIN-14-1-JanMar2005-26
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Sampurna
Jakarta: UI-Press, 2007
PGB 0190
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>