Ditemukan 126 dokumen yang sesuai dengan query
Muhammad Ilham Al Ghifari
"Framework Lex2KG dibuat untuk mengekstraksi dokumen PDF peraturan perundang-undangan menjadi dokumen KG berbentuk RDF triple. Setelah pemeriksaan, framework masih memiliki permasalahan pada tahapan ekstraksinya mengakibatkan kurangnya kualitas KG pada aspek kualitas accuracy dan completeness. Sehingga dilakukan perbaikan framework Lex2KG untuk menghindari permasalahan yang muncul dan dibutuhkan sistem lain untuk menjaga dan meningkatkan kualitas. Pada penelitian dilakukan analisis serta perbaikan framework Lex2KG yaitu peningkatan jumlah dokumen yang dapat terekstraksi menjadi KG sehingga dapat mengekstraksi 1353 dokumen Undang-Undang (UU) dan 963 dokumen mempunyai Jumlah Pasal yang lengkap. Sementara itu, framework Lex2KG sebelum perbaikan hanya dapat mengekstraksi 784 dokumen dan 563 dokumen. Selain mengekstraksi dokumen UU, pada penelitian ini framework Lex2KG dapat mengekstraksi 3864 dari 4758 dokumen Peraturan Pemerintah (PP) menjadi data KG. Penelitian ini juga membuat SHACL shape untuk memvalidasi data KG sehingga ditemukan 60 dokumen UU yang tidak memiliki judul dikarenakan perbedaan format penulisan pada dokumen PDF nya. Untuk memahami dan menganalisis data Legal KG, dibuat kode visualisasi data KG. Visualisasi ini berbentuk statistik dan graph. Penulis juga membuat dataset yang berisikan pertanyaan beserta jawabannya untuk menjaga kualitas aplikasi Legal VA menggunakan sumber data hasil ekstraksi Lex2KG guna memastikan kualitas jawaban yang dikembalikan oleh aplikasi Legal VA akurat dan sesuai.
The Lex2KG framework was created to extract PDF documents of laws and regulations into KG documents in the form of triple RDF. After inspection, the framework still has problems at the extraction stage resulting in a lack of KG quality in terms of accuracy and completeness. So that the Lex2KG framework is improved to avoid problems that arise and other systems are needed to maintain and improve quality. In the research, an analysis and improvement of the Lex2KG framework was carried out, namely increasing the number of documents that could be extracted into KG so that 1353 Law documents were extracted and 963 documents had a complete number of articles. Meanwhile, the Lex2KG framework before the repair could only extract 784 documents and 563 documents. In addition to extracting law documents, in this study the Lex2KG framework was able to extract 3,864 out of 4,758 Government Regulation (PP) documents into KG data. This study also created a SHACL shape to validate KG data so that 60 UU documents were found that did not have titles due to differences in the writing format of the PDF documents. To understand and analyze Legal KG data, a KG data visualization code is generated. This visualization is in the form of statistics and graphs. The author also creates a dataset containing questions and answers to maintain the quality of the Legal VA application using data sources extracted from Lex2KG to ensure the quality of the answers returned by the Legal VA application are accurate and appropriate."
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Dzikry Gaosul Ashfiya
"Sebagai upaya penataan regulasi di Indonesia, eksistensi Peraturan Menteri seharusnya dibatasi. Hal ini disebabkan, persentuhan kewenangan pembentukan peraturan perundang-undangan dan wewenang pemerintahan yang melekat pada kedudukan Menteri, merefleksikan kebebasan dan ketidakterbatasan penerbitan Peraturan Menteri. Pada muaranya, disharmonisasi dan pertentangan baik secara horizontal maupun vertikal, tidak dapat dihindari. Terlebih, realita hyper regulasi lingkup eksekutif semakin memperlihatkan bahwa Peraturan Menteri adalah yang paling berkontribusi. Sebagai upaya pembatasannya, penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan, sejarah, konseptual dan kasus ini terlebih dahulu akan mengkaji kedudukan Peraturan Menteri dalam sistem peraturan perundang-undangan Indonesia, untuk selanjutnya merumuskan gagasan mengenai konsepsi pembatasannya di tengah skema persentuhan dimensi hukum administrasi negara dan sistem peraturan perundang-undangan. Berdasarkan hasil penelusuran secara normatif-historis, penelitian ini menemukan bahwa sekalipun Indonesia pernah menganut kedua sistem pemerintahan parlementer dan presidensiil baik dalam konstitusi maupun praktiknya, kedudukan Peraturan Menteri dalam sistem peraturan perundang-undangan tetap terlihat sebagai peraturan delegasian bukan otonom, dimana kewenangan pembentukannya tidak bersifat bebas tanpa kendali melainkan terbatas hanya berdasar perintah atau dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundangan yang lebih tinggi. Selanjutnya, sebagaimana telah dilakukan identifikasi di tengah skema persentuhan Peraturan Menteri sebagai peraturan perundang-undangan dan peraturan kebijakan, ditemukan adanya titik temu yang mana baik secara formil maupun materiil dapat dirumuskan konsepsi pembatasan dalam pembentukannya. Lebih lanjut, pembatasan eksistensi Peraturan Menteri juga dapat dilakukan dengan memahami makna keterbatasan yang tersirat dalam Pasal 8 ayat (2) UU No. 12 Th. 2011 dan merevisi konstruksi Pasal tersebut, serta melalui upaya pembatasan pendelegasiannya. Pada saat yang sama, secara ideal Presiden selaku pemimpin eksekutif dan pemimpin para menteri-menterinya seharusnya juga berperan aktif mengendalikan dan membatasi eksistensi Peraturan Menteri melalui penguatan skema executive preview dalam wujud harmonisasi rancangan Peraturan Menteri sebagai upaya penataan regulasi dan pencegahan terjadinya hyper regulasi lingkup eksekutif.
As the regulatory arrangement effort in Indonesia, the existence of Ministerial Regulations should be limited. This is due to the involvement of regulatory authority and governmental authority attached to the position of the Minister, reflects the freedom and limitless authority to form Ministerial Regulations. In the end, disharmony and contradiction, both horizontally and vertically, cannot be avoided. Moreover, the reality of hyper-regulation in the executive scope increasingly shows that Ministerial Regulations are the most contributing. As an effort to limit it, this normative legal research with a statutory, historical, conceptual and case approach will first examine the position of the Ministerial Regulation in the Indonesian statutory system, then formulate ideas regarding the conception of its limitation in the midst of its involvement scheme of state administrative law and statutory system. Based on the results of a normative-historical search, this study finds that even though Indonesia had ever adopted both parliamentary and presidential systems of government in the constitution and in practice, the position of the Ministerial Regulation in the statutory system is still seen as a delegatory regulation not an autonomous, where the authority for its formation is not free without control but limited only by order or in the context of implementing the provisions of higher regulations. Furthermore, as has been identified in the midst of the involvement scheme of the Ministerial Regulation as a statutory regulation and policy regulation, it was found that there were common points where both formally and materially the conception of limitations could be formulated in its formation. Moreover, limiting the existence of a Ministerial Regulation can also be done by understanding the meaning of limitations implied in Article 8 paragraph (2) of Law No. 12 Th. 2011 and revising the construction of the Article, as well as through efforts to limit its delegation. At the same time, ideally the President as the chief executive and the leader of his ministers should also play an active role in controlling and limiting the existence of Ministerial Regulations through strengthening the executive preview scheme in the form of harmonization of the draft of Ministerial Regulations as the regulatory arrangement effort and the prevention of hyper-regulation in the executive scope."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Putera Astomo
Depok: Rajawali Press, 2021
340 PUT i
Buku Teks SO Universitas Indonesia Library
"salah satu masalah serius yang dihadapi dalam pembangunan ekonomi indonesia adalah mempraktekkan kerangka hukum dan konstitusi dalam pengembangan kebijakan-kebijakan perekonomian. dalam keadaan yang demikian, memang sangat sulit dibayangkan bahwa penyusunan kebijakan ekonomi harus tunduk kepada logika normatif yang sempit sebagaimana telah disepakati dalam rumusan undang-undang dasar yang tertulis, karena sebaik-baiknya rumusan konstitusi sebagai sumber kebijakan tertinggi dirasakan tidak dapat mengikuti perubahan-perubahan dinamis yang terjadi dalam pasar ekonomi global, nasional maupun lokal yang bergerak cepat setiap hari"
300 JIH 1:1 2010
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Medi Iskandar Zulkarnaen
"Kebijakan legislatif tentang kriminalisasi dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, dilakukan berdasarkan alasan/pertimbangan bahwa perbuatan pencemaran/perusakan lingkungan hidup bertentangan dengan nilai-nilai keagamaan, bertentangan dengan nilai-nilai pancasila dan UUD 1945 dan sebagai alat kebijakan pemerintah yang khususnya bertujuan untuk mengamankan dan mempertahankan kebijakan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup. Kepentingan hukum yang dilindungi dalam kriminalisasi ini adalah kepentingan pelestarian lingkungan hidup, perlindungan terhadap kesehatan umum dan nyawa manusia. Melalui kriminalisasi di bidang lingkungan hidup ini, semua perbuatan yang menyebabkan atau dapat menyebabkan pencemaran/ lingkungan hidup diancam dengan sanksi pidana. Namun berdasarkan pertimbangan bahwa hukum lingkungan sebagian besar merupakan ketentuan hukum administrasi, hukum pidana/sanksi pidana dijadikan sebagai penunjang hukum administrasi dalam arti hukum pidana hendaknya didayagunakan apabila sanksi bidang hukum lain, seperti sanksi administrasi dan sanksi perdata, dan alternatif penyelesaian sengketa lingkungan hidup tidak efektif dan/atau tingkat kesalahan pelaku relatif berat dan/atau akibat perbuatannya relatif besar dan/atau perbuatannya menimbulkan keresahan masyarakat. Kurangnya penjelasan mengenai bagaimana penerapan asas subsidiaritas dalam konteks penegakan hukum lingkungan, menyebabkan timbulnya berbagai silang pendapat tentang sanksi yang mana yang seharusnya diterapkan terlebih dahulu dalam hal terjadi pelanggaran terhadap ketentuan pidana dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 1997.
The legislative policy about criminalization in Law Statue No 23/1997 about environment conservation, applied based a reason every activity that could pollution and destroy environment is not suitable with religion, Pancasila and UUD 1945 values and as media for government policy, especially for saving and defending development policy based on life environment orientation. Law tendencies that covered in this criminalization is for existence of environmental, protecting public health and human being. Trough criminalization in environmental, every activity that caused or potentially caused pollution of environmental could be punishing by crime law. But according to perspective that almost of environment law is administration law, crime law could give contribution toward administration law, in a meaning that crime law must be enforcement in another legal subject. Such as administration sanction and reconciliation of environment conflict is ineffectively and level of crime activity and it could cause a horror of public. Less explanation about applied sub siderite aspect in legal enforcement context caused many miss understanding about sanction that should be applied firstly, in facing many criminalities as mentioned in Law Statue No 23/1997."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T26064
UI - Tesis Open Universitas Indonesia Library
Muhammad Kamil Akbar
"
ABSTRAKAbstrak
Penelitian ini membahas mengenai penyelesaian konflik norma peraturan perundang-undangan memlalui jalur mediasi yang dilakukan oleh lembaga Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 2 Tahun 2019 tentang Penyelesaian Disharmoni Peraturan Perundang-Undangan Melalui Mediasi. Berlakunya Permenkumham No. 2 Tahun 2019 ini kemudian memunculkan permasalahan, yang itu berkaitan degan kewenangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dalam menyelesaikan konflik norma peraturan perundang-undangan melalui mediasi dan mengenai mekanisme mediasi itu sendiri dan akibat hukum yang ditimbulkan. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan, sejarah, dan konseptual. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa Kemenkumham tidak memiliki kewenangan dalam menyelesaikan konflik norma peraturan perundang-undangan melalui mediasiĀ dan penyelesaian konflik norma peraturan perundang-undangan melalui mediasi tidak termasuk dalam tugas dan fungsi Kemenkumham maupun Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-Undangan. Kemudian dalam hal mekanisme mediasi yang digunakan merupakan suatu kekeliruan, karena mediasi merupakan mekanisme yang biasa diterapkan dalam perkara yang bersifat privat, dimana para pihak bertindak untuk dan atas namanya sendiri. sehingga menjadi aneh apabila mediasi digunakan dalam penyelesaian konflik norma peraturan perundang-undangan yang normanya mengatur secara umum. Adapun hasil dari mediasi tersebut tidak memiliki kekuatan hukum mengikat dan tidak memiberikan dampak hukum terhadap keberlakuan dari norma peraturan perundang-undangan yang telah disepakati.
ABSTRACT
Abstract
This research discusses the conflict completion of legislative norm through mediation path which is held by Ministry of Justice and Human Rights based on Justice and Human Rights Ministry Regulation No. 2/2019 about Completion Disharmony of Regulation by Mediation. The validity of Justice and Human Rights Ministry Regulation No. 2/2019 brings some problems up which related to authority of Ministry of Justice and Human Right on completing conflict of legislative norm by mediation, the mediation mechanism, and legal consequences. This study is normative which used statute, historical, and conceptual approach. The result showed Ministry of Justice and Human Rights did not has any authority for completing legislative norm by mediation and conflict compelation of legislative norm through mediation is not include in duties and function of the Ministry of Justice and Human Rights or Directorate General of Legislation. Moreover, mediation mechanism used by Justice and Human Rights Ministry is a mistake. Mediation is a mechanism which is used on private cases, in which the parties act and to their name self. As a result, mediation is a weird feature if it used for completing legislative norm conflict which was created for general norm. Its outcomes have no binding legal force and no legal consequence on the validity of legislative norm which was agreed.
"
2019
T54377
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Edi Djunaedi M.S.
"
ABSTRAKDalam setiap kegiatan perpustakaan pengolahan data bibliografi merupakan salah satu kegiatan pokok yang harus dilakukan untuk memberikan informasi singkat suatu bahan pustaka kepada para pemakai. Pengolahan data bibliografi peraturan perundang-undangan akan lebih berdaya guna bila dapat diolah dengan cepat, sehingga informasi peraturan perundang-undangan dapat segera diinformasikan kepada para pemakai, terutama para peneliti, dan perencana hukum. Di bidang pengolahan data, komputer adalah salah satu sarana penunjang tersedianya informasi yang relevan, akurat, tepat guna dan tepat waktu. Komputerisasi data bibliografi peraturan perundang-undangan telah dilaksanakan oleh Pusat Dokumentasi Hukum Badan Pembinaan Hukum Nasional (PDH BABINKUMNAS). Dengan pertimbangan dapat menyediakan informasi yang dibutuhkan dengan cepat dan tepat. Mempelajari kenyataan tersebut di atas, penelitian ini dilakukan. Tujuan penelitian ini ialah untuk melihat sejauh mana pelaksanaan komputerisasi data bibliografi peraturan perundang-undangan di PDH BABINKUMNAS. Penelitian dilakukan melalui tinjauan literatur dan tinjauan umum ke PDH BABINKUMNAS. Dalam analisa diuraikan tahapan pelaksanaan komputerisasi, baik melalui tinjauan literatur maupun melalui tinjauan umum. Hasil analisa menunjukkan bahwa pelaksanaan komputerisasi data bibliografi peraturan perundang-undangan di PHD BABINKUMNAS kurang efektif sehingga hasilnya belum dapat dimanfaatkan sepenuhnya. Berdasarkan hasil analisa disimpulkan bahwa komputerisasi data bibliografi yang dilakukan di PDH BABINKUMNAS perlu ditinjau kembali.
"
1989
S15250
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Krishnayanda Wirjowerodojo
1993
T36505
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Theresia Setionegoro
Depok: Universitas Indonesia, 2000
T36159
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Sonar
Jakarta: Universitas Indonesia, 2004
T36217
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library