Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 474 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Raditya Juliantoro
Abstrak :
Kepolisian merupakan salah satu aparat penegak hukum diantara sekian banyak aparat penegak hukum yang mempunyai kewenangan melakukan tugas penyelidikan dan penyidikan untuk semua perkara pidana. Atas dasar itu aparat kepolisian dituntut untuk dapat mengembangkan dirinya sebagai aparat hukum profesional yang mampu menerapkan hukum positif dalam kasus yang konkrit. Peningkatan sumber daya manusia dalam kepolisian tidak dapat ditunda-tunda lagi dengan percepatan munculnya aturan-aturan baru, adanya perubahan aturan, kompleksitas modus operandi kejahatan dan perkembangan teknologi. Jika hal tersebut tidak dilakukan maka niscaya penegakan hukum dapat berjalan sebagaimana mestinya.Sebagai langkah perbaruan organisasi dan menjawab tantangan jaman khususnya dibidang penyidikan tindak pidana, Polri mulai tahun 2017 menerapkan sistem Elektronik Manajemen Penyelidikan (EMP) mulai dari tahapan awal perkara hingga selesai dan ini wajib dipedomani oleh seluruh penyidik Polri. Penelitian ini akan menelaah Implementasi Aplikasi Elektronik Manajemen Penyidikan Berbasis Komputer Dalam Meningkatkan Kinerja Penyidikan di Dittipidum Bareskrim Polri. ......The police are one of the law enforcement officers among the many law enforcement officers who have the authority to carry out investigations and investigations for all criminal cases. On this basis, the police are required to be able to develop themselves as professional law enforcement officers who are able to apply positive law in concrete cases. The increase in human resources in the police cannot be delayed any longer with the acceleration of the emergence of new regulations, changes in the rules, the complexity of the modus operandi of crime and technological developments. If this is not done, law enforcement will undoubtedly run as it should. As a step to reform the organization and answer the challenges of the times, especially in the field of criminal investigations, the National Police starting in 2017 implemented an Electronic Investigation Management (EMP) system starting from the initial stages of the case to completion and this is mandatory. guided by all Police investigators. This research will examine the Implementation of Computer Based Investigation Management Electronic Applications in Improving Investigation Performance at the Dittipidum Bareskrim Polri.
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Made Darma Weda
Abstrak :
ABSTRAK
Salah satu hukum pidana yang terganggu di sini adalah asa non-retroaktif. Asas ini -yang sejak awal kemunculannya- dimaksudkan untuk melindungi masyarakat dari kesewenangan penguasa, kini tidak lagi diberlakukan untuk menjaring para pelaku kejahatan terhadap kemanusiaan yang merasa terlindungi karena asas retroaktif. Penelitian ini mempunyai tujuan untuk memberi pemahaman terhadap "grass violation of human rights", khususnnya dalam kaitannta dengan hukum pidana dan pemidanaan. Pemahaman terhadap perbedaan perlakukan hukum terhadap pelaku kejahatan berat (grave breaches), dengan memberlakukan hukum pidana secara retroaktif terhadap para pelaku. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengkaji pemberlakuan hukum pidana secara retroaktif dalam peradilan pidana serta menemukan pemahaman secara lebih mendalam mengenai pemberlakuakn secara retroaktif, serta pemberlakuannya dalam kasus-kasus tertentu; mengkaji batas-batas pemberlakukan hukum pidana secara retroaktif serta eksistensinya dalam sistem hukum nasional.
2006
D649
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suhariyono A.R.
Abstrak :
ABSTRAK
Pidana denda sebenarnya sudah dikenal sejak Iama, namun baru pada abad ini dapat dimulai masa keemasan pidana denda. Sebab itu pula, kemudian pidana denda ini berhasil menggeser kedudukan pidana badan dari peringkat pertama, terutama di negara-negara Eropa dan beberapa negara maju Iainnya yang telah menentukan dan menerapkan kebijakan pidana denda sebagai atternatif pidana hilang kemerdekaan. Pidana denda merupakan perkembangan pemidanaan generasi ketiga setelah generasi pertama yang dimuiai dengan pidana perampasan kemerdekaan sebagai pidana utama untuk mengganti pidana mati dan generasi kedua yang ditandai dengan perkembangan pidana kemerdekaan itu sendiri yang di berbagai negara ada beberapa alternatif dan sistem yang berbeda. Pidana denda sebagai salah satu pidana pokok yang ditentukan dalam Pasal 10 KUHP yang digunakan sebagai pidana alternatif atau pidana tunggal dalam Buku ll dan Buku III KUHP dalam perjalanannya dipengaruhi oieh faktor eksternal, antara Iain menurunnya nilai mata uang yang mengakibatkan keengganan penegak hukum untuk menerapkan pidana denda. Selain itu, pidana penjara masih dijadikan primadona dalam penetapan dan penjatuhan pidana daiam kaitannya dengan tujuan pemidanaan, terutama pencapaian efek jera bagi pelaku dan pencapaian pencegahan umum. Padahal perkembangan konsepsi baru dalam hukum pidana, yang menonjol adalah perkembangan mengenai sanksi alternatif (alternative sanction) untuk pidana hilang kemerdekaan dengan pidana denda, terutama terhadap tindak pidana ringan atau tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara di bawah satu tahun. Selain itu, peraturan perundang-undangan yang ada kurang memberikan dorongan dilaksanakannya penjatuhan pidana denda sebagai pengganti atau alternatif pidana penjara atau kurungan, Sebaliknya, faktor kemampuan masyarakat juga menyebabkan belum berfungsinya pidana denda jika suatu undang-undang memberikan ancaman pidana denda yang reiatif tinggi. Demikian pula pidana denda yang ditentukan sebagai ancaman kumulatif akan mengakibatkan peran dan fungsi pidana denda sebagai pidana alternatif atau pidana tunggal belum mempunyai tempat yang wajar dan memadai dalam kerangka tujuan pemidanaan, terutama untuk tindak pidana yang diancam pidana penjara jangka pendek dan tindak pidana yang bermotifkan atau terkait dengan harta benda atau kekayaan. Pidana denda dapat disetarakan dengan pidana penjara karena pidana penjara selama ini diakui sebagai pidana yang efektif untuk penjeraan. Pidana denda juga dapat menciptakan hasil yang diinginkan oleh pembentuk undang- undang sesuai dengan tujuan pemidanaan yang diharapkan. Pidana denda akan selalu menjadi pertimbangan oleh penegak hukum, terutama hakim dalam memutus perkara pidana, dan pidana denda harus dapat dirasakan sebagai penderitaan bagi pelaku tindak pidana (dalam bentuk kesengsaraan karena secara materi yang bersangkutan merasa kekurangan, jika mungkin menyita harta benda untuk menutupi denda yang belum atau tidak dibayar dengan cara pelelangan). Pidana denda yang dibarengi dengan sistem keadilan restoratif diharapkan dapat menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana, memulihkan keseimbangan, dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat. Pidana denda diharapkan pula dapat membebaskan rasa bersalah kepada terpidana dan sekaligus memberikan kepuasan kepada pihak korban. Selain pidana denda, perlu diintrodusir mengenai sanksi ganti kerugian (restitutif) dan/atau denda administratif untuk perkara-perkara tertentu yang memerlukan pemulihan dan perbaikan, dalam hal ini perlu dikembangkan adanya keadilan restoratif yang secara turun temurun telah dilaksanakan oleh masyarakat Indonesia berdasarkan adat dan budaya bangsa. Keseluruhan upaya di atas pada dasarnya ingin mewujudkan sila ke-2 Pancasila yakni ?Kemanusiaan yang adil dan beradab". Nilai kemanusiaan yang beradab adalah penavujudan nilai kemanusiaan sebagai makhluk yang berbudaya, bermoral, dan beragama. Penerapan teori tujuan pemidanaan yang integratif yang dapat memenuhi fungsinya dalam rangka mengatasi kerusakan yang diakibatkan oieh tindak pidana. Pidana denda dapat mendekatkan pada kedua pandangan yakni retributive view dan utilitarian view yang diintegrasikan dengan konsep kemanusiaan yang adil dan beradab untuk memenuhi humanitarian concerns combined with a greater awareness of the destructive effects of imprisonment. Lembaga pemasyarakatan (penjara) sedapat mungkin dijadikan tempat bagi terdakwa yang melakukan tindak pidana berat (serious crime) dan tindak pidana lainnya yang sangat membahayakan bagi masyarakat.
Depok: 2009
D1026
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Budijanto Santoso
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1984
S21798
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tobing, Riama Rohana
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1983
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pulungan, Imanuel
Depok: Universitas Indonesia, 1985
S21573
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Damanik, Mochamad Yakinsyah
Depok: Universitas Indonesia, 1986
S21609
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budijanto Santoso
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1984
S22223
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tara Krizia
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk menyuguhkan pembaca dengan penjelasan yang mendalam tentang konsep tanggung jawab majikan dan bagaimana konsep ini berkaitan erat dengan perkembangan tanggung jawab mutlak di Indonesia, dan untuk tujuan itu perbandingan antara sistem hukum di Indonesia akan dilakukan terhadap sistem hukum yang diterapkan di Belanda. Tanggung jawab majikan dapat dimengerti sebaga penerapan tanggung jawab kepada majikan atas kerugian yang dialami oleh pihak ketiga karena perbuatan pekerjanya selama masa dipekerjakan. Untuk menghindari tanggung jawab yang menitikberatkan kewajiban ganti rugi terhadap majikan dibutuhkan pembatasan dan pengecualian untuk diterpakan dalam pelaksanaan teori tanggung jawab majikan ini. Tanggung jawab majikan juga berkaitan erat dengan tanggung jawab mutlak karena jika penerapan konsep ini tidak memberikan ancaman yang berarti bagi majikan maka harus ada ancaman majikan akan dimintakan tanggung jawab mutlak atas segala perbuatan pekerjanya. Setelah membuat perbandingan tersebut, legislator di Indonesia perlu melakukan amandemen terhadap hukum Indonesia yang saat ini digunakan untuk dapat mengimbangi pertumbuhan kebutuhan hukum dari masyarakat. ...... This research aims to provide the reader with a thorough explanation on the concept of vicarious liability and how it is closely connected to the development of liability without fault in Indonesia, and for that purpose a brief comparison between the Indonesian legal system will be made against the Dutch legal system. Vicarious liability can be understood as the imposition of liability on the employer for damages inflicted on a third party by their employee during the course of their employment. As to not making it employer heavy, necessary limitations and expectations need to be observed in implementing the theory of vicarious liability. Vicarious liability can be closely linked with liability without fault in the sense that, if the implementation of this concept does not pose enough threat to the employers then they should be held strictly liable for damages caused by their employees. After making the relevant comparison, it is found that the Indonesian legislator needs to make amendment on our current law in order to cope up with the ever-changing need of the society.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S61202
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Ahsanal Zamakhsyari
Abstrak :
Skripsi ini membahas 3 (tiga) permasalahan. Pertama, mengenai karakter militeristik dalam institusi Kepolisian Negara Republik Indonesia yang mempengaruhi dalam pelaksanaan tugas dan kewenangan dalam sistem peradilan pidana. Kedua, prosedur atau mekanisme penjatuhan hukuman disiplin terhadap anggota kepolisian yang melakukan pelanggaran disiplin dalam tindakan penyidikan. Ketiga, sifat pidana yang terdapat dalam pelanggaran disiplin yang dimana pelanggaran disiplin tersebut telah mendapatkan hukuman disiplin. Dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan yang dipadu dengan wawancara narasumber, penulisan skripsi ini bertujuan, pertama, untuk mengetahui prosedur/mekanisme penjatuhan hukuman terhadap anggota kepolisian yang melakukan kesalahan dalam tindakan penyidikan, kedua, untuk mengetahui keberadaan pengaruh karakter militeristik dalam lembaga POLRI setelah terpisah dengan TNI dalam melaksanakan tugas dan wewenang secara kelembagaan dalam sistem peradilan pidana, dan ketiga, untuk mengetahui kedudukan hukuman disiplin dan hukuman pidana bagi anggota kepolisan dalam terjadinya pelanggaran yang dapat dijatuhkan kedua jenis hukuman tersebut. Melihat dari tujuan di atas, penulisan skripsi ini ingin menekankan bahwa polisibukan lagi merupakan bagian dari militer namun polisi merupakan bagian dari masyarakat sipil.
This thesis discusses three (3) issues. First, the militaristic character of the Indonesian National Police institution that affects the performance of duties and authority in the criminal justice system. Secondly, procedures or mechanisms for imposing disciplinary sanctions against members of the police who commit disciplinary offenses in the act of investigation. Third, the criminal nature of the offense contained in the discipline in which the disciplinary offense has been getting disciplined. By using the method of literature research combined with interviews speaker, writing this essay aims, firstly, to know the procedure / mechanism sentencing of members of the police who made a mistake in the act of investigation, secondly, to determine the existence of the influence of the character of the militaristic in agency Polri after separately with TNI in carrying out the duties and authority as an institution within the criminal justice system, and third, to determine the position of disciplinary and criminal penalties for violations of the police members that can be imposed both types of the sentence. See from the above purposes, this thesis wants to emphasize that the police are no longer a part of the military but the police are part of civil society.
2015
S62124
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>