Ditemukan 273 dokumen yang sesuai dengan query
Risma Wardiani
"Permenkumham No.217/2011 tentang Pedoman Pelayanan Kesehatan di Lingkungan Kemenkumham dan kebijakan turunan Dirjenpas No.PAS.32.PK.01.07.01/2016 Standar Pelayanan Dasar Perawatan Kesehatan di Rutan-Lapas merupakan kebijakan utama untuk menyelesaikan masalah kesehatan di UPT Rutan-Lapas yang merupakan tempat Tahanan dan Narapidana menjalani proses hukum. Rutan-Lapas di Indonesia memiliki jumlah penghuni yang melebihi kapasitas/
overcrowded sampai 109%, wilayah Banten mencapai 211% sehingga termasuk dalam populasi rentan dan kunci dalam penyebaran penyakit. Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif kualitatif dengan model Van Metter Van Horn (1975). Kesimpulannya kebijakan pelayanan kesehatan di UPT Rutan-Lapas wilayah Banten belum dilakukan secara komprehensif dilihat dari variabel yang mempengaruhi impementasi Van Metter Van Horn (1975) ditemukan kendala-kendala dalam mendukung proses kinerja implementasi kebijakan yaitu: (1) pelayanan promotif dan rehabilitatif belum sesuai standar, (2) Pemanfaatan sumber daya anggaran belum maksimal, SDM kesehatan belum merata, fasilitas sarana prasarana pelayanan kesehatan belum lengkap dan dengan kondisi rusak, (3) Komunikasi dan koordinasi belum memiliki kontrol, (4) karakter dan sikap pelaksana yang belum memiliki penilaian baku. (5) ekonomi, sosial, dan politik memerlukan komitmen lintas kementerian yang perlu dipenuhi, (6) kecenderungan dan disposisi belum ada penguatan dan monitoring evaluasi yang berkesinambungan. Hal tersebut harus dipenuhi agar implementasi kebijakan pelayanan kesehatan di UPT Rutan-Lapas dapat dilakukan secara maksimal.
Guideline Permenkumham No.217/2011 for Health Services within the Ministry of Law and Human Rights and derivative policy from Dirjenpas Number PAS.32.PK.01.07.01/2016 concerning Basic Service Standards for Health Care in Prisons Prison and Detention Center which is a place where them in violation of the law. Prisons condition in Indonesia has an overcrowded population up to 109%, Banten area it reaches 211%, so in the vulnerable and key population easily spread of disease. This study used qualitative descriptive research method from Van Metter Van Horn's (1975) model theory. The conclusion is health service policies in UPT Rutan-Prisons in Banten region haven’t been carried out comprehensively, judging from the variables that affect the implementation of Van Metter Van Horn (1975), obstacles were found to supporting the process of policy implementation, there are: (1) Promotive and rehabilitative services aren’t like standard, (2) Utilization of budget resources haven’t been maximized, health human resources aren’t distributed well, health service infrastructure facilities are incomplete and in damaged condition, (3) Communication and coordination haven’t control yet, (4) character and attitude of implementers don’t have a standard assessment, (5) Economic, social, and political require cross-ministerial commitments, and tendency, (6) disposition haven’t been strengthened and monitored by continuous evaluation. These are must be fulfilled so the implementation of health service policies in Prison and Detention Center Banten Region can be running optimally."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Natasha Dianasari Devana
"
Defisiensi vitamin D rentan terjadi pada tenaga kesehatan dan berakibat pada gangguan sintesis cathelicidin, peptida antimikrobial dengan efek proteksi terhadap virus. Studi terdahulu menunjukkan adanya korelasi positif antara 25-OH-D dengan cathelicidin, sementara data terkait pada populasi obesitas masih terbatas. Penelitian dengan desain potong lintang dilakukan di Rumah Sakit rujukan pasien COVID-19 di Jakarta dan Depok. Consecutive sampling dan randomisasi dilakukan untuk memperoleh sampel. Asupan makronutrien dan vitamin D dinilai menggunakan Food recall 24 jam dan semi kuantitatif Food Frequency Questionnaire (SQ-FFQ). Kadar 25-OH-D dan cathelicidin serum dianalisa dengan metode Chemiluminescence Immunoassay (CLIA) dan Enzyme Linked Immunosorbentassay (ELISA). Uji Mann Whitney dan Kruskal Wallis dilakukan untuk menilai perbedaan rerata kadar cathelicidin, sementara korelasi 25-OH-D dan cathelicidin serum dinilai dengan regresi linear setelah penyesuaian terhadap Indeks Massa Tubuh (IMT). 80 subjek usia 22 hingga 47 tahun dianalisa, dengan 70% subjek memiliki status gizi obesitas dan 30% berat badan lebih. 93.7% subjek belum mencukupi kebutuhan asupan harian Vitamin D dengan median asupan Vitamin D 2.8 µg per hari. Median kadar 25-OH-D dan cathelicidin subjek 14.3 ng/ml dan 211.6 ng/ml. 85% subjek tergolong defisiensi vitamin D dan subjek dengan obesitas II memiliki kadar cathelicidin yang lebih tinggi. Tidak didapatkan korelasi antara kadar 25-OH-D dengan cathelicidin serum pada subjek tenaga kesehatan dengan berat badan lebih dan obesitas (p 0.942 ð-0.077 95% CI -2.182-2.029). Hasil penelitian ini membutuhkan analisa lebih lanjut mengingat peningkatan kadar cathelicidin dapat dipengaruhi oleh variabel perancu sehingga efek protektif dari cathelicidin belum dapat disimpulkan.
Vitamin D deficiency is prevalent among healthcare workers, resulting in impairment of cathelicidin, an antimicrobial peptide with antiviral properties. Former studies show a positive correlation between 25-OH-D and cathelicidin, yet data on the obese population is still scarce. We conducted a cross-sectional study in the COVID-19 referral hospitals in Jakarta and Depok. Samples were collected using consecutive sampling followed by randomization. A repeated 24-hour food recall and a semi-quantitative food frequency questionnaire (SQ-FFQ) were used to estimate intake. The Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) and Chemiluminescence Immunoassay (CLIA) were used to measure serum cathelicidin and 25-OH-D. Mann Whitney and Kruskal Wallis analyses were done to assess the mean difference of cathelicidin, and linear regression adjusted for body mass index was done to assess the correlation between 25-OH-D and cathelicidin. 80 subjects aged 22 to 47 years were included, where 70% of the subjects were categorized as obese and 30% were overweight. 93.7% of the subjects did not meet their daily intake of vitamin D requirements, with a median intake of vitamin D of 2.8 µg daily. The subject’s median serum of 25-OH-D and cathelicidin were 14.3 ng/ml and 211.6 ng/ml, respectively. 85% of the subjects were classified as vitamin D deficient, and subjects with class II obesity had significantly higher levels of cathelicidin. Serum 25-OH-D and cathelicidin did not correlate in overweight and obese healthcare workers (p 0.942 ð-0.077 95% CI -2.182-2.029). Further research is essential to better understand the findings of this study since the protective effects of cathelicidin cannot be determined because confounding factors may cause cathelicidin levels to rise.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Siti Nurul Hamidah
"Kövecses (2004:127) menyatakan bahwa ungkapan metaforis tidak dapat lepas dari kognisi manusia. Kognisi tersebut berasal dari pengalaman yang terjadi, yang dirasakan oleh tubuh atau indra manusia, kemudian diproses oleh otak, lalu diungkap melalui bahasa, termasuk ungkapan metaforis. Penelitian ini akan dibahas unsur-unsur semantik apa saja yang menjadi ranah sumber metafora, konsep emosi (Kövecses) dan klasifikasi metafora konseptual apa yang muncul (Lakoff dan Johnson). Subjek penelitian akan bersumber dari mahasiswa baru (angkatan 2018) yang diduga menderita depresi ringan dan sedang. Mahasiswa akan diberikan kuesioner yang terdiri dari pertanyaan PHQ 9 untuk mengetahui tingkat depresi dan kemudian mereka diminta untuk menuliskan pengalaman suka dan duka mereka sebagai mahasiswa baru. Dalam menceritakan pengalamannya sebagai mahasiswa baru tersebut muncul metafora yang dipengaruhi oleh kondisi mental mereka. Metafora yang bersifat emotif inilah yang menjadi fokus penelitian. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa mahasiswa yang diduga menderita depresi ringan dan sedang tidak mengalami gangguan dalam proses kognitif yang berfungsi pada pembentukan metafora; sebanyak 53% metafora pada penelitian ini merupakan metafora emosi negatif; unsur semantis dan konsep emosi metafora pada data dipengaruhi oleh kondisi mental dan juga dipengaruhi latar belakang sosial dan budaya terlihat dari beragamnya unsur semantis yang muncul
According to Kövecses (2004:127), metaphorical expressions cannot be separated from human cognition. Cognition comes from experiences that occur, which are felt by the human body or senses, then processed by the brain, then expressed through language, including metaphorical expressions. Cognition comes from experiences that occur and being felt by the human body or senses, and then being processed by the brain and expressed through languages, including metaphorical expressions. This research will discuss: the semantic elements as the source domains of metaphors, the concept of emotions (Kövecses) and the classification of conceptual metaphors that emerge (Lakoff and Johnson). This research involved first-year college students (class of 2018) as informants who are suspected of suffering from mild and moderate depression. The students will be given a questionnaire consisting of PHQ 9 questions to find out the level of depression. Afterwards, they were asked to write down their experiences as a new student. The emotion metaphor influenced by their mental state is the focus of the research. The results revealed that students suspected of suffering from mild and moderate depression did not experience interference in cognitive processes that take a part in creating metaphors; 53% of metaphors in this research are negative emotion; Semantic elements and the concept of metaphorical emotions in data are influenced by mental state as well as social and cultural backgrounds which are seen from the various semantic elements that appear."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Marcus Düwell
"This introduction to human dignity explores the history of the notion from antiquity to the nineteenth century, and the way in which dignity is conceptualised in non-Western contexts. Building on this, it addresses a range of systematic conceptualisations, considers the theoretical and legal conditions for human dignity as a useful notion and analyses a number of philosophical and conceptual approaches to dignity. Finally, the book introduces current debates, paying particular attention to the legal implementation, human rights, justice and conflicts, medicine and bioethics, and provides an explicit systematic framework for discussing human dignity. Adopting a wide range of perspectives and taking into account numerous cultures and contexts, this handbook is a valuable resource for students, scholars and professionals working in philosophy, law, history and theology."
United Kingdom: Cambridge University Press, 2015
e20528359
eBooks Universitas Indonesia Library
Nurul Afifah Pradekso
"Tantangan di masa remaja berpotensi menimbulkan internalizing problem. Penting bagi remaja untuk mencari bantuan dari berbagai sumber yang tersedia. Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan preferensi mencari bantuan dari sumber formal dan informal berdasarkan tingkat internalizing problem siswa SMP di Banyuwangi. Penelitian dilakukan menggunakan desain cross-sectional pada 1.217 siswa (M = 13,52, SD = 1,04). Analisis independent samples t-test menunjukkan perbedaan preferensi mencari bantuan yang signifikan dari sumber formal, t(1215) = 2,271, p < 0,05 dan sumber informal, t(1215) = 3,681, p < 0,01 antara siswa dengan internalizing problem rendah dan tinggi. Siswa dengan internalizing problem rendah lebih cenderung mencari bantuan, baik dari sumber formal maupun informal.
Challenges during adolescence can potentially cause internalizing problem. It is important for adolescents to seek help from all available sources. This study aims to look at differences in help-seeking preferences from formal and informal sources by the level of internalizing problem among middle school students in Banyuwangi. The study was conducted using a cross-sectional design on 1,217 students (M = 13.52, SD = 1.04). Independent sample t-test analysis showed significant differences in help-seeking preference from formal sources, t(1215) = 2.271, p < 0.05 and informal sources, t(1215) = 3.681, p < 0.01 between students with low and high internalizing problem. Students with low internalizing problem are more likely to seek help, both from formal and informal sources."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Rahmi Salsabila
"Latar Belakang Human immunodeficiency virus (HIV) merupakan virus yang menyerang sistem imun dengan tahap akhir berupa AIDS (acquired immunodeficiency syndrome). Penyebab kematian pada penderita HIV dapat dikelompokkan menjadi terkait AIDS dan tidak terkait AIDS. Sejak digencarkannya pemberian ARV, beberapa penelitian menunjukkan penurunan tren mortalitas serta perubahan tren penyebab mortalitas menjadi penyakit yang tidak terkait dengan AIDS. Penelitian terbaru diperlukan untuk mengevaluasi penyebab kematian pada pasien HIV rawat inap di RSCM selama periode 2020-2023. Metode Penelitian deskriptif observasional dengan metode kohort retrospektif ini menggunakan data rekam medis rawat inap RSCM periode Juli 2020-Juni 2023. Variabel yang diamati diantaranya adalah luaran, status terapi ARV, dan penyebab kematian. Hasil Dari total 497 pasien yang dianalisis dalam penelitian ini, proporsi mortalitas pasien sebesar 21,1% dengan proporsi tertinggi pada tahun 2020 (25,9%) dan mengalami penurunan hingga tahun 2023. Penyebab mortalitas didominasi oleh penyebab terkait AIDS (76,2%), dengan penyebab terbanyak berupa syok sepsis (20%). Sebanyak 81,6% pasien yang tidak pernah/putus terapi ARV mengalami kematian akibat penyebab terkait AIDS. Kesimpulan Proporsi mortalitas pasien HIV rawat inap RSCM mengalami penurunan dari tahun 2020 hingga 2023. Penyebab mortalitas masih didominasi oleh penyebab terkait AIDS, khususnya pada kelompok tidak pernah/putus terapi.
Introduction Human Immunodeficiency Virus (HIV) is a virus that attacks the immune system, with the final stage being Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS). The causes of death in HIV patients can be categorized as AIDS-related and non-AIDS-related. Since the intensification of ARV administration, several studies have indicated a shift in the trend of mortality causes towards non-AIDS related cause of death. New research is needed to evaluate the causes of death in HIV inpatients at RSCM during the period 2020-2023. Method This observational descriptive study with a retrospective cohort design utilizes medical records data of hospitalized patient at RSCM from July 2020 to June 2023. Observed variables include outcomes, ARV therapy status, and causes of death. Results Of the total 495 patients analyzed in this study, the patient mortality rate was 21.1%, with the highest mortality rate in 2020 (25,9%) and continue to decrease until 2023. Mortality causes were predominantly AIDS-related (76,2%), with the most common cause being septic shock (20%). A total of 81,6% of patients who never/discontinued ARV therapy experienced death due to AIDS-related causes. Conclusion The proportion of mortality in HIV inpatients at RSCM has decreased from 2020 to 2023. The causes of mortality are still predominantly AIDS-related, especially in the group with no/interrupted therapy."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Anna Nadia Febrina Yahya
"Kehilangan anggota keluarga inti dapat memicu reaksi duka yang lebih mendalam dan kesulitan dalam beradaptasi. Ketika individu tidak mampu menghadapi kedukaan dengan adaptif maka akan rentan mengalami complicated grief dan menurunkan kesejahteraan subjektif individu. Mekanisme koping seperti spiritual dan religius koping dapat membantu individu dalam menghadapi kedukaannya. Koping spiritual dan religius terbagi menjadi dua yaitu religius koping positif dan religius koping negatif. Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah complicated grief berkorelasi negatif dengan kepuasan hidup, serta melihat apakah religius koping baik positif atau negatif berperan sebagai moderator dalam hubungan antara complicated grief dengan kepuasan hidup pada keluarga inti yang berduka. Analisis data dilakukan terhadap 452 partisipan dengan rentang usia 19 – 40 tahun yang kehilangan anggota keluarga inti. Alat ukur yang digunakan yaitu Satisfaction With Life Scale, Inventory of Complicated Grief, dan Brief Spiritual/Religious Coping Scale. Hasil analisis menunjukkan bahwa complicated grief tidak berkorelasi negatif secara signifikan dengan kepuasan hidup. Selanjutnya, religius koping positif berperan sebagai variabel moderator yang memperkuat hubungan negatif antara complicated grief dan life satisfaction, sedangkan religius koping negatif tidak memoderasi hubungan antara complicated grief dan life satisfaction. Penelitian ini memberikan implikasi terkait pentingnya pemberian intervensi koping religius yang dapat benar-benar meningkatkan kemampuan individu dalam memaknai penggunaan koping religius positif sehingga dapat mengurangi dampak negatif kedukaan terhadap kepuasan hidup individu.
The loss of a nuclear family member can trigger deeper grief reactions and difficulties in adapting. When individuals are unable to deal with grief adaptively, they will be vulnerable to experiencing complicated grief and reduce individual subjective well-being. Coping mechanisms such as spiritual and religious coping can help individuals in dealing with their grief. Spiritual and religious coping is divided into two types, positive religious coping and negative religious coping. This study aims to see if complicated grief is negatively correlated with life satisfaction, and to see if religious coping either positive or negative plays a moderating role in the relationship between complicated grief and life satisfaction in bereaved nuclear families. Data analysis was conducted on 452 participants aged 19 – 40 years who lost a nuclear family member. The measuring instruments used were Satisfaction With Life Scale, Inventory of Complicated Grief, and Brief Spiritual/Religious Coping Scale. The results of the analysis showed that complicated grief was not significantly negatively correlated with life satisfaction. Furthermore, positive religious coping acts as a moderator variable that strengthens the negative relationship between complicated grief and life satisfaction, while negative religious coping does not moderate the relationship between complicated grief and life satisfaction. This study provides implications regarding the importance of providing religious coping interventions that can actually enhance the individual's ability to interpret the use of positive religious coping so as to reduce the negative impact of grief on individual life satisfaction."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Zakiyah Dinhudayah
"Kehilangan anggota keluarga inti dapat memicu duka yang lebih intens dan berkepanjangan, meningkatkan risiko complicated grief (CG) yang berdampak pada kesehatan mental dan fungsi sehari-hari. Salah satu strategi yang dapat membantu individu dalam menghadapi tantangan akibat kehilangan adalah koping religius (religious coping). Koping religius merupakan penggunaan keyakinan dan praktik agama untuk menghadapi tekanan hidup. Strategi ini terbagi menjadi dua jenis, yaitu koping religius positif yang berhubungan dengan penurunan intensitas CG, dan koping religius negatif yang cenderung meningkatkan keparahan duka. Resiliensi, yang merupakan kemampuan individu untuk bangkit di tengah kesulitan, juga terbukti berperan penting dalam proses adaptasi terhadap kehilangan dan kemunculannya dapat dipengaruhi oleh pemaknaan yang merupakan mekanisme dari koping religius. Penelitian ini bertujuan untuk menguji peran resiliensi sebagai mediator dalam hubungan antara koping religius (baik positif maupun negatif) dan CG. Data dikumpulkan dari 452 partisipan dengan usia rata-rata (M=29.72), menggunakan tiga alat ukur, yaitu Brief Spiritual/Religious Coping Scale, The Connor-Davidson Resilience Scale, dan Inventory of Complicated Grief. Analisis data dilakukan menggunakan model mediasi dengan PROCESS Hayes. Hasil menunjukkan bahwa resiliensi berperan sebagai mediator dalam hubungan antara koping religius positif dan CG. Namun, pada model hubungan antara koping religius negatif dan CG, resiliensi tidak ditemukan berperan sebagai mediator. Penelitian ini memberikan wawasan mengenai pengembangan intervensi psikologis dengan mengintegrasikan pendekatan agama dan resiliensi untuk mengelola kehilangan secara adaptif, serta menyoroti pentingnya deteksi dan penanganan koping religius negatif yang dapat memperburuk CG.
The loss of a nuclear family member can trigger more intense and prolonged grief, increasing the risk of complicated grief (CG) which impacts mental health and daily functioning. One strategy that can help individuals deal with the challenges of loss is religious coping. Religious coping is the use of religious beliefs and practices to deal with life stresses. This strategy is divided into two types, namely positive religious coping (PRC), which is associated with a decrease in CG intensity, and negative religious coping (NRC), which tends to increase the severity of grief. Resilience, which is an individual's ability to rise above adversity, has also been shown to play an important role in the process of adapting to loss and its emergence can be influenced by meaning-making, which is a mechanism of religious coping. This study aimed to examine the role of resilience as a mediator in the relationship between religious coping (both positive and negative) and CG. Data were collected from 452 participants with a mean age (M=29.72), using three measurement tools, namely the Brief Spiritual/Religious Coping Scale, The Connor-Davidson Resilience Scale, and the Inventory of Complicated Grief. Data analysis was conducted using the mediation model with Hayes' PROCESS. The results showed that resilience acts as a mediator in the relationship between PRC and CG. However, in the relationship model between NRC and CG, resilience was not found to play a mediating role. This study provides insights into the development of psychological interventions integrating religious and resilience approaches to adaptively manage loss, and highlights the importance of detecting and addressing negative religious coping that may exacerbate CG."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Putri Novia Choiri Insani
"Skripsi ini membahas mengenai perbedaan proporsi antara pengetahuan, sikap, dan perilaku gizi seimbang, serta faktor lainnya dengan status gizi lebih pada guru SD di Kecamatan Beji, Kota Depok tahun 2015. Metode yang digunakan adalah cross sectional yang dilakukan pada bulan April-Mei 2015. Sampel penelitian adalah guru yang mengajar di SD yang tersebar di Kecamatan Beji, Kota Depok tahun 2015. Hasil penelitian menunjukkan prevalensi gizi lebih sebesar 43,7%. Variabel yang menunjukkan perbedaan proporsi yang signifikan dengan status gizi lebih adalah status perkawinan (OR 3,314 dengan p value 0,036) dan tingkat pendapatan (OR 2,449 dengan p value 0,015). Sedangkan variabel usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengetahuan, sikap, dan perilaku gizi seimbang serta asupan energi dan zat gizi makro tidak menunjukkan perbedaan proporsi yang signifikan.
This study was conducted to explored the association of knowledge, attitude, practice of balanced nutrition and other factor with overweight/obesity of primary school in Beji, Depok City, in 2015. A random sample of 144 teachers from 3 private primary school and 8 public primary school in Beji, Depok City constituted the study population. A cross-sectional study was conducted using quantitative datacollection methods on April-May 2015. The combine prevalence of overweight and obesity in sample study was 43,7%. Marital status (OR 3,314 p value 0,036) and income (OR 2,449 p value 0,015) had a significant association with overweight/obesity in sample study. Age, sex, education, knowledge, attitude, practice balanced nutrition, and intake of energy and macronutrient didn?t have significant association with overweight/obesity."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2015
S60383
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Junaiti Sahar
"Health and functional status are standard measurements in older adult’s services that showed physical and mental condition. However, institutionalized older adults with several adjustments and their limited source might cause compromised health and functional status. The quasi-experimental study aimed to investigate the effect of MiRaDaSia (nurses and caregivers joined the partnership model) on health and functional status among institutionalized older adults in Jakarta. It included 106 participants as intervention groups and 106 participants as control groups, who selected by multistage random sampling. We used the SF-12 and Barthel index to measure older-adults health and functional status. MiRaDaSia model was implemented for twelve weeks. Generally, there has been an increase in the mean of health and functional status after the intervention. There were significant improvements in functional condition between each group (p=0,001); however, mean difference oh health status show the significant increase only on six weeks following the intervention. MiRaDaSia can be implemented as a practical model to enhance services among institutionalized older-adults by professional’s staff as it encourages partnership among the nurse, caregiver, and the institutionalized older-adults. Future research may consider the effectiveness of the model in private institutional, with widening variation of older adults and caregivers’ characteristics as well as the different working environment of the institution.
Status kesehatan dan fungsional merupakan pengukuran standar yang harus dilakukan dalam menilai pelayanan kesehatan lansia yang meliputi pengkajian sampai evaluasi. Kedua pengukuran tersebut pada akhirnya menggambarkan kondisi fisik dan mental lansia. Namun, kondisi lansia yang berada di panti dengan berbagai permasalahan kesehatan dan keterbatasan sumber daya dapat menimbulkan gangguan pada status kesehatan dan fungsional lansia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pelaksanaan model praktik Kemitraan antara perawat, caregiver, dan lansia (MiRaDaSia) terhadap status kesehatan dan fungsional pada lansia yang tinggal di panti wilayah Jakarta. Penelitian dengan desain quasi-eksperimental melibatkan 2 kelompok yang terbagi menjadi 106 partisipan di kelompok intervensi serta 106 partisipan di kelompol kontrol. Pemilihan sampel dilakukan melalui multistage random sampling dengan alat pengukuran berupa SF-12 dan Barthel index untuk melihat staus kesehatan dan fungsional lansia. Model praktik keperawatan MiRaDaSia diimplementasikan selama 12 minggu pada kelompok intervensi. Secara umum, hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat peningkatan status kesehatan maupun fungsional status setelah intervensi model MiRaDaSia. Status fungsional secara signifikan mengalami peningkatan antara kelompok perlakuan (p=0,001) namun, beda reratastatus kesahatan menunjukkan peningkatan signifikan pada pengukuran 6 minggu setelah intervensi. terdapat peningkatan rerata status kesehatan setelah intervensi. Status kesehatan dan fungsional pada lansia dipengaruhi Model praktik keperawatan MiRaDaSia dapat diimplementasikan sebagai model praktik untuk meningkatkan pelayanan lansia oleh petugas maupuun tenaga profesional pada setting panti, karena memberikan penguatan pada kemitraan antara perawat, caregiver, dan lansia. Penelitian yang akan datang sebaiknya perlu mempertimbangkan penerapan model prakting di setting panti swasta, dengan variasi karakteristik lansia dan caregiver yang lebih banyak maupun lingkungan kerja institusi, untuk mengetahui lebih jauh tentang efektivitas model."
Depok : Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia , 2019
610 UI-JKI 22:2 (2019)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library