Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 440 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Trestasya Kusumah
"Salah satu kunci keberhasilan organisasi dalam mencapai visi dan misinya adalah penerapan nilai-nilai inti dalam seluruh sektor bisnisnya (Collins, 2001). Oleh karena itu, organisasi perlu secara pro-aktif giat memberikan sosialisasi nilai-nilai inti agar nilai-nilai inti ini tertanam dalam diri karyawan dan diharapkan bisa muncul dalam perilaku karyawan. Sebagai organisasi di bidang logistik, PT. X memiliki nilai-nilai inti yang diharapkan dapat menjadi cerminan perilaku bagi karyawannya. Akan tetapi, saat ini banyak dari karyawan yang tidak menyadari pengertian dari nilai-nilai tersebut sehingga timbul perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai tersebut. Salah satu faktor adalah minimnya informasi yang diberikan pihak PT. X mengenai nilai tersebut dan belum pernah ada sebelumnya kegiatan sosialisasi yang khusus berkaitan untuk memperkenalkan nilai inti.Berdasarkan keadaan tersebut, peneliti memberikan intervensi sosialisasi nilai inti terhadap para karyawan menggunakan media visual statis. Dengan adanya intervensi tersebut, diharapkan bahwa media visual statis mampu meningkatkan kesadaran nilai inti hanya pada domain kognitif karyawan saja. Target domain kognitif diberikan karena menurut teori sikap tricomponent attitude model, domain ini merupakan tahap pertama yang paling penting agar karyawan bisa menyadari nilai inti PT. X. Pada pelaksanaannya, intervensi sosialisasi nilai inti juga memasuki sebagian level afektif. Hasil penelitian yang menggunakan metode pengambilan data kuantitatif dan kualitatif memberikan informasi bahwa intervensi sosialisasi nilai inti dengan menggunakan media visual statis tidak memberikan pengaruh yang signifikan dan hanya berfungsi sebagai pengingat kembali atau reminder dari nilai inti PT. X yang sudah dilupakan oleh karyawannya.
One of the successful keys that the organization applies in order to achieve its vision and mission is the core values application in its every business sector (Collins, 2001). In regards to this situation, an organization requires a pro active socialization within their core values for their employees and expect it to appear frequently on their employee behavior at work. As one of the leading logistic companies, X company comprises six core values that were expected to appear on their employee's behavior. Unfortunately, many of the employees don't possess any awareness of these core values. One of the factors is the lack of information on core values that X company provide to their employees. Moreover, there had never been any socialization activity conducted that specializes in company core values. Regarding the situation, the researcher decided to offer an intervention for employees, specializing in core values socialization using visual static media. The intervention is expected to increase core values awareness on employees' cognitive level, with the support of the visual static media. Cognitive domain was the objective for this research as referred to tricomponent attitude model theory, where this domain is the first and the most important stage. This will result in employees' awareness for X company core values. During the intervention's implementation, it is found that core values socialization also manages to 'penetrate' half of the affective level. Two kinds of methods that is applied for this reseach; quantitative and qualitative. These methods provide important results, that socialization intervention using visual static media didn't contribute any significant influence and it solely functions as a reminder for the X company employees."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2010
T38292
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Trestasya Kusumah
"Salah satu kunci keberhasilan organisasi dalam mencapai visi dan misinya adalah penerapan nilai-nilai inti dalam seluruh sektor bisnisnya (Collins, 2001). Oleh karena itu, organisasi perlu secara pro-aktif giat memberikan sosialisasi nilai-nilai inti agar nilai-nilai inti ini tertanam dalam diri karyawan dan diharapkan bisa muncul dalam perilaku karyawan. Sebagai organisasi di bidang logistik, PT. X memiliki nilai-nilai inti yang diharapkan dapat menjadi cerminan perilaku bagi karyawannya. Akan tetapi, saat ini banyak dari karyawan yang tidak menyadari pengertian dari nilai-nilai tersebut sehingga timbul perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai tersebut. Salah satu faktor adalah minimnya informasi yang diberikan pihak PT. X mengenai nilai tersebut dan belum pernah ada sebelumnya kegiatan sosialisasi yang khusus berkaitan untuk memperkenalkan nilai inti.Berdasarkan keadaan tersebut, peneliti memberikan intervensi sosialisasi nilai inti terhadap para karyawan menggunakan media visual statis. Dengan adanya intervensi tersebut, diharapkan bahwa media visual statis mampu meningkatkan kesadaran nilai inti hanya pada domain kognitif karyawan saja. Target domain kognitif diberikan karena menurut teori sikap tricomponent attitude model, domain ini merupakan tahap pertama yang paling penting agar karyawan bisa menyadari nilai inti PT. X. Pada pelaksanaannya, intervensi sosialisasi nilai inti juga memasuki sebagian level afektif. Hasil penelitian yang menggunakan metode pengambilan data kuantitatif dan kualitatif memberikan informasi bahwa intervensi sosialisasi nilai inti dengan menggunakan media visual statis tidak memberikan pengaruh yang signifikan dan hanya berfungsi sebagai pengingat kembali atau reminder dari nilai inti PT. X yang sudah dilupakan oleh karyawannya.
One of the successful keys that the organization applies in order to achieve its vision and mission is the core values application in its every business sector (Collins, 2001). In regards to this situation, an organization requires a pro active socialization within their core values for their employees and expect it to appear frequently on their employee behavior at work. As one of the leading logistic companies, X company comprises six core values that were expected to appear on their employee's behavior. Unfortunately, many of the employees don't possess any awareness of these core values. One of the factors is the lack of information on core values that X company provide to their employees. Moreover, there had never been any socialization activity conducted that specializes in company core values. Regarding the situation, the researcher decided to offer an intervention for employees, specializing in core values socialization using visual static media. The intervention is expected to increase core values awareness on employees' cognitive level, with the support of the visual static media. Cognitive domain was the objective for this research as referred to tricomponent attitude model theory, where this domain is the first and the most important stage. This will result in employees' awareness for X company core values. During the intervention's implementation, it is found that core values socialization also manages to 'penetrate' half of the affective level. Two kinds of methods that is applied for this reseach; quantitative and qualitative. These methods provide important results, that socialization intervention using visual static media didn't contribute any significant influence and it solely functions as a reminder for the X company employees."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2010
T38292
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Trestasya Kusumah
"Salah satu kunci keberhasilan organisasi dalam mencapai visi dan misinya adalah penerapan nilai-nilai inti dalam seluruh sektor bisnisnya (Collins, 2001). Oleh karena itu, organisasi perlu secara pro-aktif giat memberikan sosialisasi nilai-nilai inti agar nilai-nilai inti ini tertanam dalam diri karyawan dan diharapkan bisa muncul dalam perilaku karyawan. Sebagai organisasi di bidang logistik, PT. X memiliki nilai-nilai inti yang diharapkan dapat menjadi cerminan perilaku bagi karyawannya. Akan tetapi, saat ini banyak dari karyawan yang tidak menyadari pengertian dari nilai-nilai tersebut sehingga timbul perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai tersebut. Salah satu faktor adalah minimnya informasi yang diberikan pihak PT. X mengenai nilai tersebut dan belum pernah ada sebelumnya kegiatan sosialisasi yang khusus berkaitan untuk memperkenalkan nilai inti.Berdasarkan keadaan tersebut, peneliti memberikan intervensi sosialisasi nilai inti terhadap para karyawan menggunakan media visual statis. Dengan adanya intervensi tersebut, diharapkan bahwa media visual statis mampu meningkatkan kesadaran nilai inti hanya pada domain kognitif karyawan saja. Target domain kognitif diberikan karena menurut teori sikap tricomponent attitude model, domain ini merupakan tahap pertama yang paling penting agar karyawan bisa menyadari nilai inti PT. X. Pada pelaksanaannya, intervensi sosialisasi nilai inti juga memasuki sebagian level afektif. Hasil penelitian yang menggunakan metode pengambilan data kuantitatif dan kualitatif memberikan informasi bahwa intervensi sosialisasi nilai inti dengan menggunakan media visual statis tidak memberikan pengaruh yang signifikan dan hanya berfungsi sebagai pengingat kembali atau reminder dari nilai inti PT. X yang sudah dilupakan oleh karyawannya.
One of the successful keys that the organization applies in order to achieve its vision and mission is the core values application in its every business sector (Collins, 2001). In regards to this situation, an organization requires a pro active socialization within their core values for their employees and expect it to appear frequently on their employee behavior at work. As one of the leading logistic companies, X company comprises six core values that were expected to appear on their employee's behavior. Unfortunately, many of the employees don't possess any awareness of these core values. One of the factors is the lack of information on core values that X company provide to their employees. Moreover, there had never been any socialization activity conducted that specializes in company core values. Regarding the situation, the researcher decided to offer an intervention for employees, specializing in core values socialization using visual static media. The intervention is expected to increase core values awareness on employees' cognitive level, with the support of the visual static media. Cognitive domain was the objective for this research as referred to tricomponent attitude model theory, where this domain is the first and the most important stage. This will result in employees' awareness for X company core values. During the intervention's implementation, it is found that core values socialization also manages to 'penetrate' half of the affective level. Two kinds of methods that is applied for this reseach; quantitative and qualitative. These methods provide important results, that socialization intervention using visual static media didn't contribute any significant influence and it solely functions as a reminder for the X company employees."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2010
T38292
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Trestasya Kusumah
"Salah satu kunci keberhasilan organisasi dalam mencapai visi dan misinya adalah penerapan nilai-nilai inti dalam seluruh sektor bisnisnya (Collins, 2001). Oleh karena itu, organisasi perlu secara pro-aktif giat memberikan sosialisasi nilai-nilai inti agar nilai-nilai inti ini tertanam dalam diri karyawan dan diharapkan bisa muncul dalam perilaku karyawan. Sebagai organisasi di bidang logistik, PT. X memiliki nilai-nilai inti yang diharapkan dapat menjadi cerminan perilaku bagi karyawannya. Akan tetapi, saat ini banyak dari karyawan yang tidak menyadari pengertian dari nilai-nilai tersebut sehingga timbul perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai tersebut. Salah satu faktor adalah minimnya informasi yang diberikan pihak PT. X mengenai nilai tersebut dan belum pernah ada sebelumnya kegiatan sosialisasi yang khusus berkaitan untuk memperkenalkan nilai inti.Berdasarkan keadaan tersebut, peneliti memberikan intervensi sosialisasi nilai inti terhadap para karyawan menggunakan media visual statis. Dengan adanya intervensi tersebut, diharapkan bahwa media visual statis mampu meningkatkan kesadaran nilai inti hanya pada domain kognitif karyawan saja. Target domain kognitif diberikan karena menurut teori sikap tricomponent attitude model, domain ini merupakan tahap pertama yang paling penting agar karyawan bisa menyadari nilai inti PT. X. Pada pelaksanaannya, intervensi sosialisasi nilai inti juga memasuki sebagian level afektif. Hasil penelitian yang menggunakan metode pengambilan data kuantitatif dan kualitatif memberikan informasi bahwa intervensi sosialisasi nilai inti dengan menggunakan media visual statis tidak memberikan pengaruh yang signifikan dan hanya berfungsi sebagai pengingat kembali atau reminder dari nilai inti PT. X yang sudah dilupakan oleh karyawannya.
One of the successful keys that the organization applies in order to achieve its vision and mission is the core values application in its every business sector (Collins, 2001). In regards to this situation, an organization requires a pro active socialization within their core values for their employees and expect it to appear frequently on their employee behavior at work. As one of the leading logistic companies, X company comprises six core values that were expected to appear on their employee's behavior. Unfortunately, many of the employees don't possess any awareness of these core values. One of the factors is the lack of information on core values that X company provide to their employees. Moreover, there had never been any socialization activity conducted that specializes in company core values. Regarding the situation, the researcher decided to offer an intervention for employees, specializing in core values socialization using visual static media. The intervention is expected to increase core values awareness on employees' cognitive level, with the support of the visual static media. Cognitive domain was the objective for this research as referred to tricomponent attitude model theory, where this domain is the first and the most important stage. This will result in employees' awareness for X company core values. During the intervention's implementation, it is found that core values socialization also manages to 'penetrate' half of the affective level. Two kinds of methods that is applied for this reseach; quantitative and qualitative. These methods provide important results, that socialization intervention using visual static media didn't contribute any significant influence and it solely functions as a reminder for the X company employees."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2010
T38292
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Trestasya Kusumah
"Salah satu kunci keberhasilan organisasi dalam mencapai visi dan misinya adalah penerapan nilai-nilai inti dalam seluruh sektor bisnisnya (Collins, 2001). Oleh karena itu, organisasi perlu secara pro-aktif giat memberikan sosialisasi nilai-nilai inti agar nilai-nilai inti ini tertanam dalam diri karyawan dan diharapkan bisa muncul dalam perilaku karyawan. Sebagai organisasi di bidang logistik, PT. X memiliki nilai-nilai inti yang diharapkan dapat menjadi cerminan perilaku bagi karyawannya. Akan tetapi, saat ini banyak dari karyawan yang tidak menyadari pengertian dari nilai-nilai tersebut sehingga timbul perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai tersebut. Salah satu faktor adalah minimnya informasi yang diberikan pihak PT. X mengenai nilai tersebut dan belum pernah ada sebelumnya kegiatan sosialisasi yang khusus berkaitan untuk memperkenalkan nilai inti.Berdasarkan keadaan tersebut, peneliti memberikan intervensi sosialisasi nilai inti terhadap para karyawan menggunakan media visual statis. Dengan adanya intervensi tersebut, diharapkan bahwa media visual statis mampu meningkatkan kesadaran nilai inti hanya pada domain kognitif karyawan saja. Target domain kognitif diberikan karena menurut teori sikap tricomponent attitude model, domain ini merupakan tahap pertama yang paling penting agar karyawan bisa menyadari nilai inti PT. X. Pada pelaksanaannya, intervensi sosialisasi nilai inti juga memasuki sebagian level afektif. Hasil penelitian yang menggunakan metode pengambilan data kuantitatif dan kualitatif memberikan informasi bahwa intervensi sosialisasi nilai inti dengan menggunakan media visual statis tidak memberikan pengaruh yang signifikan dan hanya berfungsi sebagai pengingat kembali atau reminder dari nilai inti PT. X yang sudah dilupakan oleh karyawannya.
One of the successful keys that the organization applies in order to achieve its vision and mission is the core values application in its every business sector (Collins, 2001). In regards to this situation, an organization requires a pro active socialization within their core values for their employees and expect it to appear frequently on their employee behavior at work. As one of the leading logistic companies, X company comprises six core values that were expected to appear on their employee's behavior. Unfortunately, many of the employees don't possess any awareness of these core values. One of the factors is the lack of information on core values that X company provide to their employees. Moreover, there had never been any socialization activity conducted that specializes in company core values. Regarding the situation, the researcher decided to offer an intervention for employees, specializing in core values socialization using visual static media. The intervention is expected to increase core values awareness on employees' cognitive level, with the support of the visual static media. Cognitive domain was the objective for this research as referred to tricomponent attitude model theory, where this domain is the first and the most important stage. This will result in employees' awareness for X company core values. During the intervention's implementation, it is found that core values socialization also manages to 'penetrate' half of the affective level. Two kinds of methods that is applied for this reseach; quantitative and qualitative. These methods provide important results, that socialization intervention using visual static media didn't contribute any significant influence and it solely functions as a reminder for the X company employees."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2010
T38292
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutagalung, Inge
"Organisasi adalah sistim kerja atau daya dari dua orang atau lebih yang dikoordinasi secara sadar dengan unsur meliputi komunikasi, kerelaan mengabdi, dan tujuan bersama.
Fungsi komunikasi dalam organisasi merupakan sarana untuk memodifikasi perilaku, mempengaruhi perubahan, memproduktifkan informasi, dan untuk mencapai tujuan organisasi.
Komunikasi dalam organisasi sangat berbeda dengan proses komunikasi di luar organisasi. Hal ini disebabkan adanya struktur hierarki yang merupakan karateristik dari setiap organisasi. Kenyataan menunjukkan bahwa dalam kehidupan organisasi, komunikasi tidak selalu mengikuti pola dalam struktur organisasi. Pola komunikasi di luar struktur yang bersifat informal dapat terjadi. Pada komunikasi formal maupun informal, komunikasi antar pribadi banyak memainkan peranan penting. Adanya komunikasi antar pribadi yang efektif akan sangat membantu untuk pencegahan pertentangan yang berlanjut. Jika pertentangan berkelanjutan dalam suatu organisasi maka pada akhirnya akan merugikan organisasi dalam pencapaian tujuannya.
Pada sebagian organisasi komunikasi informal tidaklah dianggap sebagai 'pengganggu' daripada komunikasi formal. Lebih jauh kehadiran jaringan komunikasi informal dimanfaatkan untuk melengkapi adanya jaringan komunikasi formal, melalui pengembangan kegiatan yang dilakukan secara berkesinambungan.
Adanya iklim organisasi yang kondusif bagi berlangsungnya komunikasi baik formal maupun informal menumbuhkan komunikasi antar pribadi yang efektif. Keterbukaan komunikasi berlangsung dari tingkatan pimpinan hingga bawahan. Keanekaragaman forum komunikasi baik formal maupun informal dimanfaatkan untuk membina rasa kekeluargaan dan kebersamaan diantara sesama pelaku kerja.
Keefektifan komunikasi antar pribadi yang terjadi, menjadikan konflik yang timbul pada organisasi dipandang sebagai sesuatu hal yang manusiawi dan wajar. Dan menjadi salah satu tolak ukur keharmonisan komunikasi yang berlangsung.
Konflik pada organisasi lebih dipandang sebagai bagian dinamika pekerjaan daripada sesuatu yang bersifat pribadi, karena komunikasi khususnya antar pribadi telah berjalan baik."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T2902
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hernuryo Samekto
"Penelitian ini didasari suatu anggapan bahwa peningkatan produktivitas tenaga kerja tidak terlepas dari pada iklim di dalam organisasi. Mungkin iklim yang ada kurang memberikan dorongan kepada pegawai untuk berprestasi. Boleh jadi manajemen harus memperbaiki gairah kerja karyawan dengan menciptakan iklim yang lebih baik. Dalam hal ini metode yang diagunakan dalam untuk memelihara dan meningkatkan motivasi kerja dalam organisasi perlu mendapatkan perhatian. Adapun usaha-usaha untuk melakukan suntikan motivasi kepada para pegawai hasilnya tergantung pada beberapa faktor motivasi, salah satu faktor yang harus dipikirkan adalah harapan dan kebutuhan pribadi tiap-tiap pekerja. Usaha untuk meningkatkan motivasi dengan menakkan gaji, mernberi jaminan pensiun, mempersingkat jam kerja, ternyata kurang mampu menyingkirkan biang ketidakpuasan. Imbalan-imbalan tersebut tidak auk-up memotivasi pekerja ke arah prestasi tinggi. Motivasi pekerja harus timbul dari dalam dan dari pekerjaan itu sendiri. OIeh karena itu disain pekerjaan perlu diusahakan agar menimbulkan motivasi.
Tujuan penelitian ini adalah ingin mengetahui iklim komunikasi yang terjadi di Balai Pengembangan Produktivitas Daerah Jakarta, disamping itu juga ingin mengetahui sampai dimana keterlibatan pimpinan dalam meningkatkan motivasi kerja para pegawai. Menurut Dennis dan Redding dalam ikim komunikasi terdapat 5 unsur utania, yaitu kcpercayaan, dukungan, partisipasi dalam pengamhilan keputusan, keterbula,an komunikasi, dan tujuan kinerja tinggi. Dalam pengumpulan data, penulis menyebarkan kuesioner dan mewawancarai semua pegawai yang ada di Balai Pengembangan Produktivitas Daerah Jakarta terutama pimpinan dan instruktur dan sebagai perbandingan penulis juga melakukan penelitian di BPPD Semarang. Dari data yang diperoleh kemudian dianalisis dan diinterprestasi bersama dengan hasil yang diperoleh dari hasil wawancara mendalam.
Dari hasil analisis diketahui bahwa terdapat perbedaan persepsi antara pegawai BPPD Jakarta dan Semarang terhadap iklim komunikasi yang terjadi, dimana secara keseluruhan iklim komunikasi dan motivasi kerja para pegawai di Semarang lebih baik dibandingan dengan di Jakarta, hal ini bisa dilihat pada label 3.6, 3.7, dan 3.8. Ada dua unsur iklim komunikasi di Jakarta yang nilainya paling rendah yaitu kepercayaan dan partisipasi dalam pembuatan keputusan. Dari basil penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa lernyata iklim komunikasi yang ada Di BPPD Jakarta dan Semarang berhubungan sangat rendah dengan motivasi kerja, berarti motivasi yang ada selama ini masih dipengaruhi oleh faktor ekonomi semata, hal ini bisa dilihat pada label 3.11, dan 3.12."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sidauruk, Wanton
"ABSTRAK
Departemen Luar Negeri adalah institusi negara yang diberi tugas dan wewenang sebagai penjuru dalam me-manage dan menjalankan politik luar negeri (polugri), khususnya untuk pelaksanaan hubungan luar negeri. Dalam rangka menciptakan kepaduan dan kesamaan langkah dalam tindakan, Deplu harus mengadakan koordinasi dan komunikasi dengan lembaga-lembaga lain baik pemerintah maupun non pemerintah. Sehingga polugri yang dijalankan Deplu merupakan kebijakan dari hasil proses interaksi-komunikasi antar lembaga dan dapat mencapai sasaran yang diharapkan bagi kepentingan nasional di tengah-tengah perkembangan global yang semakin marak mempersoalkan isyu-isyu internasional seperti HAM, lingkungan hidup, demokratisasi, perdagangan bebas, gender dan lain-lain.
Dengan gambaran kondisi itu, Deplu dituntut senantiasa mengukur dan mengevaluasi dirinya apakah kinerjanya masih efektif. Pengukuran dan pengevaluasian suatu organisasi dapat dilakukan secara keseluruhan atau secara parsial (Kasim 1993 : 97), dalam studi ini yakni terhadap salah satu isyu dari Deplu. Dalam rangka itu si peneliti bermaksud ingin mengetahui pertama, bagaimana kinerja penerangan Deplu dalam memenuhi kepuasan informasi polugri di kalangan wartawan di Jakarta. Kedua, bagaimana kepuasan wartawan terhadap informasi polugri dari penerangan Deplu. Kemudian ketiga, bagaimana hubungan antara variabel kinerja penerangan Deplu yang terdiri dari krediblitas, konteks, isi, kejelasan, kontinuitas, konsistensi, saluran, dan kemampuan audiens dengan kepuasan wartawan tersebut. Sehingga tujuan penelitian ditetapkan sesuai dengan rumusan masalah yang ada.
Sehubungan penelitian ini bersifat eksplanatif (disamping deskriptif), maka ingin dibuktikan apakah ada hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Namun di balik pertanyaan tersebut penulis sudah memiliki jawaban sementara yakni hipotesis teoritis : "Ada pengaruh antara kinerja Penerangan Deplu dengan Kepuasan informasi polugri di kalangan wartawan rubrik internasional di Jakarta. Semakin baik kinerja Penerangan Deplu, semakin tinggi tingkat Kepuasan informasi di kalangan wartawan".
Sedangkan hipotesis risetnya adalah "adanya hubungan antara setiap dimensi dari variabel kinerja penerangan Deplu seperti kredibilitas, konteks, isi, kejelasan, kontinuitas, konsistensi, saluran, dan kemampuan crudiens dengan variabel kepuasan wartawan."
Hipotesis tersebut didasarkan kepada teori-teori komunikasi, khususnya "The 7 C's of communication" yang mendukung variabel independen dan "Uses and Gratifications" untuk mendukung sisi variabel dependen penelitian ini.
Untuk menguji hipotesis teoritik dan riset, digunakan uji statistik dengan analisis regresi bivariat yaitu untuk membuktikan ada-tidaknya hubungan antara setiap dimensi dari variabel kinerja penerangan dengan kepuasan wartawan dan regresi multivariat untuk membuktikan ada-tidaknya hubungan variabel independen dan varibel dependen.
Ternyata dengan perhitungan uji statistik analisis regresi bivariat ditemukan bahwa adanya hubungan lima variabel (dari tujuh variabel independen) yakni kredibilitas, konteks, isi, saluran, dan kemampuan penerima dengan variabel dependen kepuasan informasi. Walaupun dari kelima variabel tersebut hanya tiga variabel yang memiliki hubungan signifikan. Demikian halnya bila dilihat dengan analisis regresi multivariat, ditemukan adanya hubungan kedua variabel yakni antara variabel kinerja penerangan dengan kepuasan informasi dengan tingkat signifikansi.

"
2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novieta Hardeani Sari
"Seorang Presiden, sebagai kepala negara dan sebagai kepala pemerintah, dalam menjalankan roda pemerintahan membutuhkan dukungan penuh, tidak hanya dari orangorang didalamnya namun juga dari masyarakat. Beliau sebagai Presiden dituntut memiliki adanya kredibilitas yang positif. Dalam melakukan tugasnya sehari-hari dia harus memiliki strategi komunikasi yang efektif, terarah, efisien dan terencana yang dilakukan oleh Public Relations/Humas. Dengan seringnya terjadi kerancuan informasi dan berita, Presiden merasa perlu untuk menyesuaikan diri agar tidak terjadi kesenjangan terutama untuk kebijakan-kebijakan yang diambilnya.
Maka pada Surat Keputusan Presiden No. 255/M/2000 tanggal 9 Oktober 2000, Presiden resmi mengangkat tiga orang juru bicara dan satu institusi pendukung yang menjadi satu kesatuan tim, Tim Media/Juru Bicara Kepresidenan, untuk membantu Presiden dalam mengelola informasi dan hubungan dengan media massa, mewakili apa saja yang menjadi keinginan Presiden yang layak diketahui masyarakat pada umumnya. Hal ini juga sebagai langkah menyikapi tekanan masyarakat yang meminta agar Presiden memiliki seorang juru bicara.
Karena Presiden mempunyai 'kekurangan' dalam masalah penglihatan, maka dengan keberadaan juru bicara akan banyak membantu tugas Presiden sehari-hari. Dalam menentukan suatu strategi komunikasi yang efektif, terarah, efisien dan terencana, sehingga dapat menunjang tujuan, visi dan misi organisasi, juru bicara perlu menguasai teknik-teknik kehumasan. Penjabaran teknik-teknik kehumasan, dijelaskan didalam kerangka pemikiran yang berisi tentang teori-teori manajemen komunikasi, meliputi reposisi, komunikasi internal, media relations, manajemen berita (cara mengemas pesan), dan manajemen fungsi human.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang bersifat evaluatif, dimana pengambilan datanya melalui wawancara tidak berstruktur tetapi terfokus kepada permasalahan, serta studi kepustakaan yang dapat memberikan kelengkapan data penelitian.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwasanya penyusunan strategi komunikasipada Tim Medial juru Bicara Kepresidenan masih belum maksimal dan efektif. Dimana pada level individu, permasalahan timbul karena kurangnya pengalaman yang dimiliki masing-masing anggota Tim Media/juru Bicara Kepresidenan dalam hal kejuru bicaraan.
Pada level insitusi, permasalahan yang timbul banyak berkaitan dengan kebijakan politik pemerintah yang lebih memperhatikan masalah-masalah politis dibandingkan masalah substantif Selain itu, balk Presiden maupun para juru bicara kepresidenan itu sendiri masih kurang memiliki sense of human relation, dimana mereka lebih mendahulukan emosi dari pada rasionalitas, yang tergambar pada pernyataan-pernyataan Presiden yang sering kali kontroversial.
Opini publik yang seharusnya dijadikan sebagai masukan bagi sebuah institusi untuk kemudian dilakukan penyesuaian-penyesuaian, kurang diperhatikan secara serius oleh individu-individu didalam sistem ini, termasuk mereka yang langsung dekat dengan Presiden, dengan alasan peroleh kursi di Dewan Perwakilan Rakyat untuk Partai Kebangkitan Bangsa sangatlah sedikit. Karena faktor-faktor (level socio-political environment) tersebutlah maka Presiden lebih peduli dengan masalah-masalah koalisi maupun kompromi-kompromi politik dibandingkan dengan opini publik, yang beliau nilai bisa ditempatkan diposisi kedua setelah dicapainya kompromi politik."
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T8653
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sibarani, Patricia T.
"Komunikasi organisasi adalah sesuatu yang vital dalam pengelolaan bisnis. Kemampuan berkomunikasi merupakan salah satu faktor yang menentukan organisasi dapat hidup, sukses, efektif dan bertahan.. Suatu analisa komunikasi organisasi dapat menerangkan proses kunci yang dapat mengganggu efektivitas berfungsinya organisasi, yang analisisnya meliputi bagian-bagian mungkin menampakkan pengaruh-pengaruh pokok internal organisasi yang mungkin menghambat efektifitas organisasi (baik faktor teknis atau hal lain). Efektivitas organisasi sering dipertanyakan namun jarang diukur, padahal ini dapat diidentifikasi melalui profil komunikasi organisasi. Penelitian ini dibuat untuk melihat gambaran bagaimana profil komunikasi organisasi dan seberapa jauh variable dalam komunikasi organisasi ini saling mempengaruhi. Adapun data Profil Komunikasi Organisasi ini bersifat kuantitatif dengan operasional variable yaitu dimensi iklim komunikasi, kepuasan organisasi, budaya organisasi, dan efektivitas komunikasi dengan menggunakan metode audit komunikasi.
Penelitian ini melibatkan 256 responden di PT. RXYZ, manufacturing company yang terbagi pada tiga segmen yaitu top level sebanyak 9 orang, mid level sebanyak 55 dan low level sebanyak 192 orang yang dilaksanakan pada sepuluh departemen yang dipertimbangkan langsung berhubungan dengan kinerja harian perusahaan tersebut dan dilengkapi dengan observasi dan interview. Ada dua hal yang ditelusuri dalam penelitian ini, yaitu: (1) Gambaran dimensi iklim komunikasi, kepuasan organisasi, budaya organisasi, dan efektivitas komunikasi; (2) seberapa kuatnya hubungan (korelasi) yang terjadi antara masing-masing variable dan variable mana yang memiliki pengaruh paling besar. Secara ringkas hasilnya adalah sebagai berikut:
a. Dimensi iklim komunikasi dan efektivitas komunikasi berada pada kondisi sedang atau masih memenuhi harapan minimum. Sementara dimensi kepuasan organisasi berada pada kondisi sedang cenderung kritis 'diambang batas'. Deinikian pula pada dimensi budaya organisasi menunjukkan kondisi sedang cenderung kritis, sementara konstruk AKA memperlihatkan bahwa perusahaan memiliki keccnderungan beriklim negatif namun masih ada kekuatan aktif atau mendorong, didukung potensi unsur organisasi yang cukup kuat dan dipercaya.
b. Besarnya nilai hubungan berdasarkan analisis korelasi Kendall yang paling berpengaruh pada semua variable adalah budaya organisasi yang menurut Young menunjukkan hubungan yang substansial cenderung kuat, arah hubungan positif. Sementara besarnya nilai hubungan berdasarkan analisis korelasi Spearman yang paling berpengaruh pada semua variable adalah budaya organisasi yang menunjukkan hubungan yang kuat, arah hubungan positif.
c. Dari semua variable, diketahui bahwa yang memiliki hubungan yang paling kuat terhadap dimensi budaya adalah kepuasan. Meskipun tingkat kepuasan organisasi perusahaan ini termasuk rendah namun perhatian terhadap kinerja tetap tinggi, sementara iklim komunikasi dan efektivitas komunikasi secara umum kondisinya masih cukup lumayan.
d. Meskipun nilai keseluruhan responden secara umum variable masih memenuhi standar minimum rata-rata organisasi, perlu diperhatikan bahwa semua variable pada top level berada pada kondisi yang baik (di atas rata-rata) namun tidak demikian jika dibandingkan dengan keadaan mereka yang berada di mid dan low level, yang terlihat cukup jauh berbeda, sementara kondisi mid dan low level cenderung sama.
Saran yang dapat disampaikan adalah 1) Kuatnya pengaruh budaya terhadap seluruh variable menunjukkan bahwa perusahaan sebaiknya mernpertimbangkan faktor ini dalam merancang strategi dan program ke depan. Sulitnya merubah budaya yang sudah mengakar kuat dapat diantisipasi dengan meningkatkan iklim komunikasi yang positif, memperbaiki kepuasan organisasi disertai perbaikan sistem komunikasi organisasi untuk mencapai efektivitas perusahaan. Ini memerlukan komitmen semua pihak agar organisasi memiliki karakter budaya kuatlunggul. Implikasinya pada komunikasi adalah merancang program yang berorientasi pada penerima `target khalayak dengan adanya two way communication (khususnya dalam membangun komitmen karyawan). Bagaimanapun kemampuan berkomunikasi secara efektif dapat meningkatkan motivasi dan produktivitas bekerja; 2) Penelitian ini merupakan bagian dari proses audit komunikasi, yang akan sangat bermanfaat jika dilakukan oleh manajemen secara berkala sehingga dapat meningkatkan kemampuan efektivitas fungsi organisasi sekaligus mengevaluasi harmonisasi dimensi yang berperan dalam profil komunikasi organisasi."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T13335
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>