Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 189 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ria Ariyani
"Dalam rangka pembangunan dewasa ini, modal adalah kebutuhan yang utam bagi seorang pengusaha untuk memulai atau mengembangkan usahanya. Jalan keluar yang lazim dilakukan untuk memenuh i kebutuhan ini adalah dengan cara memperoleh fasilitas kredit, baik melalui bank-bank pemerintah maupun bank swasta. Bank didalam memberikan fasilitas kreditnya kepada nasabah mesyaratkan adanya barang jaminan (pasal 24 ayat ( 1 ) . UU No. 14 tahun 1967). Dalam rangka memenuhi fasilitas kredit di Indonesia, telah dikenal beberapa bentuk pengikatan jaminan. Dalam perkembangan pada praktek perbankan mengenai benda jaminan yang berupa tanah telah mengalami perkembangan pula, karena seperti kita ketahui dalam Undang-undang Pokok Agraria hak-hak atas tanah yang dapat dijadikan jaminan adalah hak milik , hak guna bangunan dan hak guna usaha, dengan pengikatan secara hipotik/credietverband, serta hak pakai menurut Undang-undang Tentang Rumah Susun dapat dibebani fiducia. Dalam hal ini menurut PMA 15/1861 berdasarkan UUPA jo PP 10/1961 disyaratkan adanya pensertifikatan terhadap tanah-tanah tersebut untuk dapat dibebani dengan hipotik/credietverband. Namun demikian dalam prakteknya pada Bank BNI, terhadap tanah-tanah yang belum bersertifikatpun dapat dijadikan sebagai jaminan dalam pemberian kredit, dengan suatu cara pengikatan jaminan yang d isebut PPJPK. PPJPK ini adalah kependekan dari Perjanjian Penyerahan Jaminan Dan Pemberian Kuasa. Karena PPJPK in i merupakan suatu cara pengikatan jaminan yang timbul dalam praktek perbankan khususnya pada Bank BNI, maka menarik bagi kita untuk mengetahui bagaimanakah praktek pengikatan jaminan secara PPJPK ini, mengingat besarnya resiko yang di hadapi kreditur dengan menerima tanah yang belum bersertifikat sebagai jaminan untuk pemberian kredit."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1991
S20360
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kelaswara Chandrakirana
"Undang-undang nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan menyatakan bahwa bank merupakan suatu badan usaha yang menghimpun dana masyarakat guna peningkatan taraf hidup rakyat. Pemberian kredit pada masyarakaat merupakan salah satu bentuk kegiatan bank dalam rangka penanaman modalnya serta berguna pula untuk memperlancar kegiatan produksi Negara. Mengingatbahwa pemberian kredit kepada para debitur mengandung resiko maka demi menjamin keselamatan modalnya, bank perlu meminta jaminan pada debitur yang bersangkutan. Hak milik atas satuan rumah susun merupakan suatu hak kebendaan yang muncul dengan diundangkannya undang-undang nomor 16 tahun 1985. Adapun yang merupakan tanda bukti pemilikan satuan rumah susun tersebut adalah sertifikat hak milik atas satuan rumah susun. Berdasarkan undang-undang itu pula ditegaskan bahwa satuan rumah susun dapat dijadikan jaminan hutang pemiliknya. Baik dibebani hipotik atau fiducia, tergantung pada status atas tanah dimana rumah susun itu dibangun. Berbagai permasalahan hukum yang timbul sehubungan dengan pemberian jaminan kredit yang berupa satuan rumah susun Jakarta ITC Mangga Dua adalah bentuk jaminan apakah yang dapat dibebani diatasnya, apakah prosedur pembebanannya sesuai dengan ketentuan perundangan, bagaimanakan pelaksanaan pemberian kreditnya di P.T. Bank Internasional Indonesia serta pelaksanaan eksekusi barang jaminan bilamana terjadi wanprestasi. Dengan berdasarkan peraturan perundang serta berbagai data yang diperoleh. Berbagai permasalahan tadi akan dibahas dari sudut hukum."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1993
S20357
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Muthia Roswita
"Commitment letter sebagai jaminan kredit pada Bank Bukopin, Skripsi, 1993. Dalam rangka pembangunan kesejahteraan masyarakat, peran bank pada dewasa ini sangat dirasakan. Pertumbuhan dibidang perekonomian dan perbankan disertai pula oleh perkembangan kebutuhan akan kredit dan pemberian fasilitas kredit ini memerlukan jaminan. Maksud dari adanya jaminan dar pihak debitur adalah apabila debitur tidak melaksanakan kewajibannya makan kreditur akan memanfaatkan benda jaminan itu sebagai pengganti pelunasan hutangnya. Dalam hukum positif kita dikenal lembaga jaminan yang bersifat kebendaan maupun bersifat perorangan. Dalam hipotik credietverband dan fidueia juga terdapat lembaga cessie. Surat Persetujuan Proyek Pengembangan (SPPP) atau lebih dikenal dengan CL (Commitment Letter) sebagai benda bergerak yang tida terwujud yang merupakan suatu tagihan piutan debitur kepada pihak ketiga atau dapaat dikatakan merupakan suatu surat pernyataan dari pihak ketiga kepada debitur untuk membayar uang atas prestasi kerja yang dilakukan oleh debitu. Dapat dijadikan jaminan tambahan pada bank, dimana pengikatnya dengan cessie selanjutnya oleh karena commitment letter tersebut dijaminkan di bank makan diperlukan Standing Instruction (SI) sebagai surat perintah penyaluran dana realisasi KPR BTN melalui bank tersebut. Namun demikian di dalam prakteknya kadang terjadi pihak debitur yang wanprestasi. Kemudian dalam hal debitur wanprestasi dan terjadi kemacetan kredit maka pihak bank sebagai kreditur akan mencairkan commitment letter tersebut kepada pihak ketiga/tertagih yang dalam hal ini ada BTN."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1993
S20350
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endah Kuswinda Purwati
"Endah Kuswinda Purwati. Pemberian Kuasa Kepada Bank Dalam Kaitannya Dengan Pembebanan Hipotik Sebagai Jaminan Kredit Pada Bank Rakyat Indonesia. - SKRIPSI, 1992.
Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai praktek pemberian kuasa untuk memasang hipotik alam dunia pe rbankan , berikut masalah hukum yang terjadi diaalam praktek dan penyelesaiannya. Metode yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif dan metode penelitian hukum empiris. Pasal 24 ayat (1) UU No. 14 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perbankan, menentu kan oahwa bank d ilarang untuk memberikan kredit tanpa adanya jami nan. Dan salah satu bentuk jaminan adalah hipotik hak atas tanah. Hipotik hak atas tanah merupakan lembaga jaminan yang terkena wajib daftar pada register umum. Pendaftaran ini memberikan kedudukan preferent kepada pemegang hipotik, sehingga pelunasan piutang pemegang hipotik itu dapat didahulukan. Namun ketentuan yang bermaksud memberikan perlindungan pada kreditur tidak selamanya diikuti dalam praktek. Dilihat secara teoritis, praktek semacam ini bagaimanapun juga akan mendatangkan kesulitan bagi bank karena terdapat kemungkinan bank akan kehilangan hak istimewanya. Pihak bank sendiri menganggap praktek tersebut tidak menyulitkan, karena bank mempunyai cara tersendiri untuk menghindari hal semacam itu. Walaupun demikian didalam prakteknya, terkadang terjadi juga masalah-masalah yang membutuhkan penanganan yang profesional tanpa harus menimbulkan kesulitan bagi kedua belah pihak."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1992
S20356
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siallagan, Berlian
"Berlian Siallagan, 0587007052, Surat Sanggup Bayar sebagai jaminan dalam pemberian kredit pada PT . Bank Utama, skripsi 1993. Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk memberikan gambaran eksistensi jaminan kredit yang berupa surat Sanggup Bayar dalam praktek perbankan dewasa ini. Bank di dalam memberikan fasilitas kredi kepada nasabah, mensyaratkan adanya barang jaminan yang diberikan oleh nasabah. Berdasarkan perkembangan akhir-akhir ini, bentuk benda yang dapat dijaminkan kepada bank mengalami perkembangan juga. Salah satu adalah dijadikan Surat Sanggup Bayar sebagai jaminan kredit. Surat Sanggup Bayar merupakan Suatu piutang yang dapat dimasukkan kedalam kelompok surat berharga. Apabila dihubungkan dengan hukum kebendaan, maka Surat Sanggup Sayar termasuk kedalam bentuk benda bergerak yang tidak berwujud, sehingga dapat dialihkan kepada pihak lain. Jika Surat Sanggup Bayar dijadikan jaminan kredit, maka dilakukan secara gadai. obyek gadai adalah benda bergerak, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud. Syarat yang harus dipenuhi oleh Surat Sanggup Bayar adalah nilai nominalnya harus sebesar 100% dari limit kredit yang diberikan bank. Tata cara penggadaian Surat sanggup Bayar dengan mengadakan perjanjian gadai yang kemudian diikuti oleh endossemen dan penyerahan suratnya."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1993
S20382
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iskandar J. Thayeb
"ABSTRAK
Perumahan merupakan kebutuhan yang bersifat pokok bagi setiap warga negara Indonesia dan keluarganya sesuai dengan harkat dan martabat mereka sebagai manusia. Salah satu segi pembangunan perumahan yang sedang dilaksanakan oleh negara Indonesia adalah pembangunan rumah susun, yaitu pembangunan bangunan tempat tinggal dan tempat usaha secara vertikal. Pembangunan rumah susun tersebut merupakan salah satu alternatif pemecahan masalah perumahan di daerah perkotaan yang berpenduduk padat, sedangkan tanah yang tersedia terbatas, baik dilihat dari segi kualitas maupun kuantitas. Dengan semakin meningkatnya pembangunan rumah susun, maka timbullah kebutuhan-kebutuhàn akan pengaturan rumah susun, antara lain mengenal masalah jaminan yang dapat dibebankan atas rumah susun. Untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun (UURS), yang mulai berlaku pada tanggal 31 Desember 1985. UURS, antara lain, mengatur hal-hal baru dan memberikan pengesahan terhadap praktik yang berlaku sebelumnya, yang berhubungan dengan masalah jaminan. Semuanya itu dimaksudkan untuk menggalakkan usaha pembangunan rumah susun serta memudahkan pihak-pihak yang ingin membangun rumah susun dan membeli satuan rumah susun. UURS membuka kemungkinan untuk menjadikan rumah susun serta hak milik atas satuan rumah susun sebagai jaminan utang. Ketentuan ini merupakan hal yang baru karena sebelum berlakunya UURS, objek utama hak jaminan adalah tanah. Di sini, tanah hanya menentukan jenis hak jaminan yang dapat dibebankan atas rumah susun serta hak milik atas satuan rumah susun. Selain itu, UURS mengatur cara penyelesaian praktis tentang pembayaran kembali kredit yang digunakan untuk membangun rumah susun secara bertahap, yaitu yang dinamakan roya partial. Ketentuan lain yang juga diatur dalam UURS adalah masalah eksekusi hipotek atau fidusia yang dilakukan di bawah tangan untuk mendapatkan harga tertinggi yang menguntungkan pihak kreditur dan debitur. Kebijaksanaan pembayaran kredit yang ringan dan pelaksanaan eksekusi yang menguntungkan memang sangat tepat untuk diterapkan dalam negara Indonesia yang sedang membangun, yang bertujuan untuk mendorong pihak-pihak sebanyak mungkin untuk berpartisipasi dalam pembangunan perumahan, khususnya rumah susun, sehingga dapat menaikkan taraf perekonomian negara Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1994
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sungkar, Wasilah A.
"Hak jaminan atas tanah, sebagai salah satu hak penguasaan atas tanah yang diberikan kepada kreditur dalam hubungan hutang-piutang tertentu, memberikan kewenangan kepadanya untuk mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tanah yang ditunj uk sebagai jaminan, dengan hak mendahului kreditur-kreditur yang lainnya, jika terjadi cidera janji pada pihak debitur. Dengan adanya beding van eigenmachtige verkoop, pelaksanaan eksekusi hipotiknya secara langsung dapat dilakukan sendiri oleh pemegang hipotik tanpa campur tangan pengadilan dengan menjual tanah yang dijaminkan melalui Kantor Lelang. Namun kenyataannya dalam praktek menunjukkan, bahwa pelaksaan eksekusi memang tak semulus apa yang diharapkan, karena dalam kenyataannya mengalami hambatan. Di sini nampak adanya kesenjangan dalam praktek eksekusi hipotik, karena disatu pihak secara yuridis teoritis menjanjikan kemudahan dalam pelaksanaan eksekusinya bilamana debitur wanprestasi, namun dalam kenyataannya praktis kemudahan tersebut belum sepenuhnya berjalan sesuai dengan ketentuan-ketentuan hukum yang ada. Hal ini terjadi karena faktor pendukung berlaku nya hukum, khususnya yang berhubungan dengan eksekusi hipotik belum sepenuhnya menunjang efektifitas hukum yang bersangkutan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1990
S20632
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Windu Haryo Purwoko
""Tanah Sebagai Agunan Dalam Penerbitan Obligasi . Obligasi merupakan salah satu instrumen pasar modal yang digunakan untuk menarik dana dan masyarakat. Inti dari obligasi adalah suatu perjanjian pinjam-meminjam uang antara pihak penerbit/emiten dengan pembeli/investor dengan adanya bunga. Pihak pembeli/investor dapat meminta jaminan tambahan kepada emiten guna menjamin pembayaran bunga dan pokok pinjaman obligasi. Biasanya penerbit emiten memberikan jaminan yang biasanya berupa tanah. Alasan dipilihnya tanah karena merupakan benda tetap dan tidak mudah musnah, nilainya selalu naik, mempunyai tanda bukti hak, memberikan kedudukan istimewa kepada para krediturnya. Kedudukan istimewa ini berupa kedudukan untuk mendapatkan pelunasan terlebih dahulu bila debitur pailit dengan menjual tanah yang dijaminkan dan bila debitur wanprestasi, tanah tersebut Juga dapat dijual untuk memenuhi hutangnya. Dengan keluarnya Surat Keputusan Ketua Bapepam No. KEP-27/PM/1994 tentang Lembaga Pemeringkat Efek, ada sebagian penerbit/emiten obligasi yang tidak memberikan lagi agunan benda tetap, yang biasanya berupa tanah karena dengan pemeringkatan saja (minimal BBB) menurut mereka sudah menjamin kredibilitas/kemampuan membayar hutang obligasi baik bunga maupun pokok pinjaman. Tetapi sebagian besar masyarakat lebih percaya dengan adanya agunan berupa benda tetap dibandingkan dengan pemeringkatan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1997
S20697
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Soeminar Hardjanti
"Untuk memenuhi berbagai kebutuhan masyarakat akan dana, dilingkungan masyarakat luas telah dikenal istilah kredit. Lembaga keuangan yang menyalurkan pinjaman kepada masyarakat selain bank adalah pegadaian. PERUM Pegadaian sebagai lembaga keuangan pemerintah non bank bergerak menyalurkan pinjaman dengan jaminan atas dasar hukum gadai. Sebagai lembaga tunggal yang melaksanakan hukum gadai, PERUM Pegadaian selain mencari keuntungan juga bertujuan memberantas kemiskinan, praktek riba, lintah darat dan praktek ijon. Pada prakteknya pegadaian berusaha untuk memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat dengan mempermudah proses peminjaman uang agar masyarakat dapat memperoleh pinjaman dalam waktu yang cepat. Barang-barang yang dapat digadaikan di pegadaian adalah barang-barang bergerak dan bukan merupakan barang yang dikecualikan dalam ketentuan yang berlaKu di PERUM Pegadaian. Pembatasan tersebut juga dilakukan terhadap jum1ah uang yang dapat dipinjam, jangka waktu peminjaman dan suku bunga yang harus dibayar. Disamping melakukan pembatasan-pembatasan tersebut, pegadaian juga memberikan kebijaksanaan kepada para nasabahnya yang belum dapat melunasi uang pinjamannya tetap masih membutuhkan barang yang dijadikan sebagai jaminan tersebut. Pegadaian juga berusaha menyelesaikan setiap masalah-masalah yang timbul dengan membuat peraturan-peraturan yang berkaitan dengan masalah tersebut. Tetapi peraturan tersebut tidak bersifat mati dalam arti tidak tertutup kemungkinan bagi nasabah yang tidak puas atas peraturan tersebut untuk membicarakannya dengan pihak pegadaian"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1997
S20728
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>