Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 161 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Amir M.S.
Jakarta: Bhratara Karya Aksara, 1979
382 AMI p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Mazkurillah
"ABSTRAK
Dalam rangka melaksanakan pembangunan yang sedang giat dilaksanakan pemerintah sekarang, tentulah memerlukan biaya dalam jumlah yang sangat besar, Untuk mengatur tata cara pengeluaran Anggaran Belanja Pemerintah tersebut, baik untuk pembelian barang maupun untuk pemborongan pekerjaan, maka Pemerintah mengeluarkan Kepres No.14 A tahun 1981 yang mengatur tentang pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Didalam Lampiran Kepres tadi di atur tentang cara pelaksanaan pemborongan pekerjaan pembelian, dimana dapat dilakukan melalui pelelangan umum Pelelangan terbatas dan Penunjukan Langsung. Berpangkal tolak dari hal tersebut diatas kami men coba membahas salah satu sudut pengeluaran Anggaran Negara, dalam hubungannya dengan Perjanjian Jual Beli 2 (dua) unit mesin kapal merk Yanmar antara FT. Pioneer Trading Co Ltd. dengan Proyek Rehabilitasi dan Rekondisi Alat Alat Besar termasuk Kapal Keruk Dit.Jen. Pengairan. Dalam pe1aksanaannya sampai sejauh manakah ketentuan- ketentuan dalam Kepres No.14 A/1980 dan Kepres No. 18/ 1981 telah dilaksanakan juga bagaimanakah - pelaksanaan Perjanjian itu sendiri apakah sesuai dengan apa yang di tulis dalam Surat Perjanjian serta bagaimanakah para pihak dalam perjanjian tersebut. Metode Penelitian. Dengan berlandaskan pertimbangan judu1 Skripsi de ngan objek yang sedang diteliti, supaya didapat data yang objektip untuk itu dilakukan penelitian lapangan. Penelitian lapangan penulis lakukan dengan cara melakukan tanya jawab dan penyampaian daftar pertanyaan yang telah disiapkan sebelumnya. yang Ditemukan. Pelaksanaan pengadaan 2 (dua) unit, mesin kapal merk Yanmar telah mengikuti di laksanakan menurut ketentuan dalam Kepres No. 14 A/1980 dan Kepres No.l8/i981, Dalam Pelaksanaan Perjanjian yang dibuat oleh kedua belah pihak terjadi keterlambatan penyerahan barang yang diperjanjikan, untuk ini pihak penjual (PT. Pioneer) di kenakan denda atas keterlambatan tersebut."
Universitas Indonesia, 1983
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jogjani Imam Pambudi
"ABSTRAK
I. Pokok permasalahan :
Pelaksanaan pengadaan barang untuk Proyek Pemerintah melalui perjanjian jual beli dengan pihak Swasta pada hakekatnya masuk didalam bidang Hukum Perdata.
Ternyata proses pelaksanaan pengadaan barang tersebut di atur didalam beberapa peraturan per Undang-undangan, dan peraturan peraturan pelaksanaan lainnya sebagai berikut :
1. Kitab Undang-undang Hukum Perdata (BW)
2. Undang-undang Perbendaharaan Indonesia (ICW)
3. KEPPRES Nomor 29 Tahun I984
4. Peraturan-peraturan pelaksanaan dari KEPPRES Nomor 29 Tahun 1984.
Dalam rangka pengadaan barang, cara penunjukan pelaksanaan pekerjaan dilakukan melalui :
1. pelelangan umum
2. pelelangan terbatas
3. penunjukan langsung
4. pengadaan langsung.
Selanjutnya proses pelaksanaan pengadaan barang sampai selesai melalui tahap-tahap sebagai berikut :
1. Pengumuman /melalui iklan untuk pelelangan umum.
2. Pembelian Dokumen Lelang /Rencana Kerja dan Syarat-syarat.
3. Anwijzing (Penjelasan Lelang).
4. Penyerahan contoh barang untuk dinilai.
5. Pengumuman lulus contoh barang.
6. Pemasukan Surat Penawaran Harga.
7. Pembukaan Surat Penawaran Harga.
8. Pengumuman pemenang.
9. Pembuatan Surat Perintah Kerja (SPK).
10. Pembuatan Surat Perjanjian (kontrak).
11. Pelaksanaan prestasi /penyerahan barang.
12. Pembuatan Berita Acara Permintaan Pembayaran Pembangunan dan lampiran-lampirannya sebagai bukti-bukti.
14. Pengujian bukti-bukti oleh Kantor Perbendaharaan Negara.
15. Pembayaran oleh Kantar Kas Negara kepada pihak Swasta (rekanan).
Yang menjadi pokok permasalahan adalah apakah dasar hukum dari proses pelaksanaan pengadaan barang sampai selesai tersebut diatas telah mencerminkan kepastian hukum dan apakah peraturan-pe raturan yang mendasari proses tersebut tidak bertentangan satu sama lainnya ?
II. Metode penelitian :
Metode penelitian yang dipergunakan mencakup studi kepustakaan /studi dokumen dan wauancara.
Dldalam studi kepustakaan /dokumen, sebagai alat penelitian dipergunakan :
a. Dokumen Surat Perjanjian Pengadaan Peralatan Olah Raga Sekolah Dasar antara Proyek Penyediaan Peralatan Olah Raga Sekolah Dasar (inpres Mo, 6 Tahun 1984) Departemen P dan K dengan P.T, Duii Puri Karya (Surat Perjanjian tgl. 26-7-1985 No. 194.6.P3DR-5D.Set. VII.85).
b. Dokumen-dokumen pertinggal Surat Perintah Membayar pada Kantor Perbendaharaan Negara (KPN).
c. Buku - buku.
d. Peraturan per-Undang-undangan dan peraturan-peraturan pelaksanaannya.
Wawancara dilakukan terhadap :
a. Para pengusahaha Swasta
b. Para karyawan Proyek Pemerintah
c. Para Pejabat dan Karyawan pelaksanaan pada Kantor Perbendaharaan Negara (KPN).
III. Hal-hal yang ditemukan :
1. Didalam Lampiran I KEPPRES RI Nomor 29 Tahun 1984, tidak dicantumkan dengan jelas kapan Surat Perjanjian dibuat, sehingga pembuatan Surat Perjanjian yang berlarut-larut dapat mengakibatkan kerugian pada pihak Swasta (rekanan) karena Surat Perjanjian merupakan syarat. untuk menerima prestasi berupa pembayaran.
2. Kelambatan dalam pelaksanaan pembayaran sebagai akibat terlambatnya Pihak Proyek Pemerintah mengajukan Surat Permintaan Pembayaran kepada Kantor Perbendaharaan Negara.
3. Pemerintah tidak dapat, dikenakan ganti rugi berdasarkan KEPPRES RI Nomor 29 Tahun 1984 dan Undang-undang Perbendaharaan Indonesia (ICW).
4. Perjanjian yang dibuat menyimpang dari pasal 1266 KUH Per. karena pihak pemerintah dapat menghentikan pelaksanaan perjanjian secara sepihak tanpa melalui proses Pengadilan.
5. Perjanjian yang dibuat merupakan perjanjian standar yang dibuat secara sepihak oleh Pihak Proyek Pemerintah.
6. Sampai saat tulisan ini dibuat Tim Pengendali Pengadaan Barang /Peralatan Pemerintah (TPPBPP) belum menetapkan suatu standar Surat Perjanjian (kontrak) untuk berbagai pemborongan /pembelian yang berlaku secara nasional.
7. Cara penyelesaian sengketa didalam Surat. Perjanjiam pada umumnya dilakukan dengan musyawarah, jika tidak dapat. diselesaikan dengan musyawarah , para pihak meneruskannya ke Pengadilan Negeri. Menurut hemat penulis, cara penyelesaian sengketa seperti ini dapat berlarut-larut.
IV. Kesimpulan dan Saran.
Menurut pengamatan penulis, pelaksanaan pengadaan barang untuk keperluan Proyek Pemerintah melalui Perjanjian Jual beli dengan pihak Swasta belum seluruhnya mencerminkan kepastian hukum.
Dalam hal ini berdasarkan KEPPRES RI Nomor 29 Tahun 1984 (pasal 20 ayat 3) Tim Pengendali Pengadaan Barang /Peralatan Pemerintah (IPPBPP) perlu segera menetapkan standar Surat Perjanjian kontrak untuk berbagai pemborongan /pembelian yang mencerminkan keadilan yang berlaku secara nasional demi tercapainya kepastian hukum.
Selain dari pada itu perlu dibuat suatu Undang-undang Hukum Perikatan yang berlaku secara nasional untuk menggantikarr ketentuan ketentuan yang tersebar.
Namun demikian sambil menunggu Undang-undang Hukum Perikatan Pelaksanaan
yang baru, perlu ditinjau kembali peraturan-peraturah per Undang undangan yang ada dan peraturan-peraturan pelaksanaannya apakah telah menjamin tercapainya kepastian hukum."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1986
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Joice Anne Rufaidha
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Luh Prihjanto
"ABSTRAK
Bahan pokok skripsi ini, menelaah akibat hukum kehijaksanaan 30 Maret 1983 khususnya terhadap perjajijian jual beli alat-alat listrik dan dikaitkan dengan masalah pengadaannya. Tujuan penelitian dan penulisan. bidang ini disamping dalam rangka memenuhi sebagian persyaratan akademis dalam Sistem Kredit Semester juga meia punyai latar belakang dan alasan. Latar belakang penulis ialah menyelaraskan antara pilihan program kekhususan dengan bidang pekerjaan serta merabadingkan antara teori ngan praktek, Alasannya ialah perjanjian jual beli sangat penting dalam lalu lintas hukum perdata khususnya jual beli alat-alat listrik, temyata ada permasalahannya. Tujuan selanjutnya suatu harapan bilamana ada hal hal yang diungkapkan dalam skripsi ada yang dianggap benar, mudah-mudahan dapat dimanfaatkan untuk bahan pertimbangan oleh pihak-pihak yang berkepentingan Tata cara penelitian berdasarkan penelitian di perpustakaan dan penelitian di lapangan, metode survey dengan melakukan observasi dan interview. Merupakan tambaban menggunakan pemikiran deduksi dan induksi secara berbarengan. Beberapa hal yang perlu di ungkapkan diantaranya pasal 1320 azas konsensualitas yang bersifat terbuka, asal tidak bertentangan dengan Undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum, sehingga berlaku sebagai undang-undang bagi pembuatnya (pasal 1337, 1338 Kd, tab Undang Undang Hukum Perdata) Selain itu yaitu ala^ an hukm untuk penyesuaian harga kontrak (eskalasi) dan pengunduran penyerahan barang terhadap perjanjian jual beli ialah adanya keadaan memaksa (force majeur) sesual ketentuan pasal 1244, 1245 KUH. Perdata dan peraturan Pemerintah dilengkapi Surat Petunjuk/Edaran Direksi PLN. Kesimpulan dan saran : Ekses yang harus dijaga jangan sampai pembentukan lembaga TPPB/PP dalam tugasnya berlebihan yang justru memperpanjang birokrasi dan mengurangi peranan/tanggung jawab Departemen/Lembaga. Supaya secepatnya di rintis pembuatan standar bentuk surat perjanjian/kontrak-, keuntungannya antara lain mudah mengontrol walau oleh lain instansi. Dalam proses pembuatan surat per;)anjian sebaiknya dibuat bersama dengan para pihak/sederajat, isi pasalnya jelas dicantumkan sanksinya baik perdata maupun sanksi pidana. Bila terjadi sengketa sebelum diajukan ke Pengadilan diupayakan musyawarah dan menggunakan j asa BANK. Supaya setiap proses mulai perencanaan, pengadaannya, sampai dengan penggunaanya dilacak/dikontrol terus."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1985
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinah Adriani
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aisia Arrifianty
"WTO adalah salah satu organisasi internasional yang memiliki peranan terpenting dalam mengatur pelaksanaan praktik perdagangan internasional. Dalam praktiknya, seringkali perdagangan internasional terutama yang melewati batasbatas suatu negara, menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan hidup. Sebagai contoh dari dampak-dampak negatif tersebut adalah masalah deforestasi, pemanasan global, dan juga overfishing. Karena hal tersebut lah WTO sering kali dikritik sebagai organisasi internasional yang environmentally-biased. Untuk menghadapi berbagai kritik tersebut, sebagai salah satu upaya perlindungan lingkungan hidup dalam hukum perdagangan internasional, pada perjanjianperjanian WTO dicantumkan ketentuan-ketentuan yang dapat digunakan oleh masing-masing negara anggota untuk melaksanakan perlindungan lingkungan. Beberapa ketentuan-ketentuan dalam perjanjian WTO tersebut antara lain adalah ketentuan dalam Agreement on Technical Barriers to Trade (TBT Agreement) dan juga General Agreement on Tariffs and Trade (GATT). Namun, penerapan ketentuan-ketentuan tersebut seiring perkembangannya menimbulkan sengketa antara negara-negara anggota. Dengan demikian penting untuk mengetahui bagaimana hubungan antara perlindungan lingkungan dnengan hukum perdagangan internasional, pengaturan mengenai perlindungan lingkungan dalam menurut hukum WTO, dan juga perkembangan keterkaitan antara perdagangan internasional dengan perlindungan lingkungan hidup dalam sengketa-sengketa dagang WTO berdasarkan TBT Agreement dan juga GATT. Permasalahanpermasalahan tersebut akan dijawab melalui penelitian yuridis-normatif sehingga diperoleh simpulan bahwa WTO pada intinya sudah cukup mengakomodir kepentingan masing-masing negara anggota untuk melaksanakan upaya perlindungan lingkungan dengan ketentuan-ketentuan dalam TBT Agreement dan GATT, sepanjang suatu tindakan perdagangan internasional yang diterapkan, tidak menimbulkan distorsi bagi perdagangan internasional.

WTO plays an irrefutable role in supervising and regulating the practice of international trade. More often than not, international trade can be the cause of environmental degradation, such as forest degradation, global warming, and overfishing. For that matter, WTO is often criticized as an environmentally-biased international organization, due to the fact that there are still so few regulations in the WTO itself that rules on the issue of environmental protection. To face the growing criticisms from the international community, WTO had actually put some rules on many of WTO agreements, that can be imposed by its members as a means of protecting the environment. The two examples of the rules are the one incorporated under the Agreement on Technical Barriers to Trade (TBT Agreement) regarding products? standard (ecolabel and process and production methods) and the general exception on Article XX (b) and XX (g) of the General Agreement of Tariffs and Trade (GATT). Nonetheless, the imposition of these regulations can arise an international trade dispute among WTO Members. Therefore, it is important to understand the relationship between international trade and the issue of environmental protection, the regulations regarding environmental protection under WTO law, and the development of the correlation between international trade law and environmental protection in WTO disputes based on TBT Agreement and the GATT. These problems will be reviewed using a juridical-normative research method until it can be concluded that WTO indeed had provided its Members with some provisions on its multilateral trade agreements, mainly the TBT Agreement and the GATT, that actually can be used by its Members. The usage of those provisions can be carried out by all of its Members as long as it meets the requirements required under the specific provisions, and as long as they don?t create barriers on international trade.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S47454
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdurrohman Sholeh
"Penelitian ini membahas tentang Implementasi Kebijakan Perizinan Ekspor dan Impor online Inatrade di Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan. Penelitian ini menggunakan pendekatan positivis yang didasarkan pada Teori Edward III. Hasil penelitian yaitu indikator transmisi dan staf belum memadai. Diharapkan sosialisasi eksternal semakin ditingkatkan dan juga pemberian informasi secara rutin melalui buletin/newsletter yang dikirim ke e-mail., penambahan jumlah staf berdasarkan analisis beban kerja dan jabatan dengan tetap memperhatikan kompetensinya

The focus of this study are about the Implementation of Export and Import Online Licensing Inatrade Policy at Directorate General of Foreign Trade, Ministry of Trade. This study use positivist approach based on Edward III Theory. The conclusion of this study are transmition and indicator are insufficient. The advice for Directorate General of Foreign Trade, Ministry of Trade are to develop a better external socialization wi with priodic providing information via neswletter that send by e-mail, add more staf based on work load and office job analysis that consider their competency. that consider their competency."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S54201
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Trebilcock, Michael
New York: Routledge, 2013
343.087 TRE r
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Diandra Rivanka
"Dalam jangka waktu yang terhitung cepat, Korea Selatan mampu membangkitkan kembali perekonomiannya pasca Krisis Finansial Asia tahun 1997, termasuk dalam sektor perdagangan. Korea Selatan melakukan perubahan dari kebijakan developmentalist yang telah diterapkannya sejak 1960-an menjadi kebijakan neoliberalisme dalam perdagangan. Hal tersebut dilaksanakan melalui implementasi kebijakan perdagangan bebas, secara khusus, proliferasi FTA secara bilateral maupun regional. Penulisan tinjauan literatur ini bertujuan untuk memahami faktor mana yang menonjol dalam proses penyusunan kebijakan perdagangan Korea Selatan pasca Krisis Finansial Asia tahun 1997. Berdasarkan metode taksonomi, penulisan tinjauan literatur ini terbagi dalam empat tema besar, yakni kepemimpinan politik sebagai aktor signifikan dalam penyusunan kebijakan perdagangan, ide dalam penyusunan kebijakan perdagangan, faktor ekonomi internasional dalam penyusunan kebijakan perdagangan, dan faktor keamanan dan strategis dalam penyusunan kebijakan perdagangan perdagangan Korea Selatan pasca Krisis Finansial Asia tahun 1997. Dari keempat tema tersebut, muncul dua belas isu dominan, yakni signifikansi aktor eksekutif, signifikansi National Assembly, perdebatan antara ide developmentalism dan neoliberal, ide konfusianisme, ide proteksionisme, faktor sistemik, perspektif Korea Selatan terhadap mega-FTA, keuntungan ekonomi KORUS FTA, dinamika politik regional, trade-security nexus dengan AS, dan strategi hedging Korea Selatan. Dari keseluruhan tinjauan literatur ini, penulis menemukan beberapa kesenjangan literatur yang dapat digunakan untuk riset selanjutnya, diantaranya adalah pembahasan kepemimpinan politik yang sangat menonjol, basis kekuatan aktor eksekutif dalam proses penyusunan kebijakan perdagangan, minimnya pembahasan mengenai chaebol sebagai salah satu aktor yang berperan dalam penyusunan kebijakan perdagangan, respons kelompok veto terhadap kebijakan perdagangan pemerintah Korea Selatan, dasar ide neoliberalisme dalam kebijakan perdagangan, dan pembahasan rekan FTA Korea Selatan yang kurang beragam dan hanya terpusat pada FTA Korea-Chili dan KORUS FTA.

In short time, South Korea was able to revive its economy after the Asian Financial Crisis of 1997, including its trade sector. South Korea made a change from developmentalist policies which implemented since 1960s into neoliberalism. It is shown by the implementation of free trade policies, bilateral and regional FTAs in particular. This literature review aims to understand which factors stand out in the process of formulating South Korea`s trade policy after Asian Financial Crisis of 1997. Based on taxonomy method of literature review, this writing is divided into four major themes, namely political leadership as a main actor in the making of trade policy, ideas in the making of the trade policy, international economy factor in the making of trade policy, and strategic and security factors in the making of trade policy. From those four themes, there are twelve dominant issues, namely significance of executive actors, significance of the National Assembly, issue of democracy, debate between developmentalism and neoliberal ideas, the idea of confucianism, the idea of protectionism, systemic factors, South Korean perspective on mega-FTA, economic benefits of KORUS FTA, regional political dynamics, trade-security nexus with US, and South Korea`s hedging strategy. The writer has identify few literature gaps as the main findings of the literature and could be use for the next research: dominance of executive actors in trade policy decision-making process, basis of executive actor`s power in the trade policy, lack of discussion about chaebol as the main actor in the making of trade policy, veto players response to South Korea`s trade policy, basis of neoliberalism ideas in the trade policy, and lack of discussion about South Korea`s FTA partners other than Korea-Chile FTA and KORUS FTA."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>