Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 1165 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rudianti P.S. Ariono
"RSPAD Gatot Soebroto sebagai rumah sakit rujukan tertinggi untuk TM-AD dan ABRI, juga memberi pelayanan Kesehatan untuk masyarakat umum, sehingga dituntut untuk dapat menghadapi persaingan bebas rumah sakit, dengan memberi pelayanan yang balk, efisien, efektif dan tarif yang sesuai (rasional). Pelayanan Hemodialisis (Cuci darah) merupakan salah satu layanan unggulan RSPAD-G yang cukup mahal, karena sangat dipengaruhi harga medical supply, obat dan bahan habis pakai, yang sangat terpengaruh dengan krisis moneter yang terjadi saat ini. Agar layanan unggulan ini tidak menjadi beban subsidi rumah sakit, perlu dilakukan analisis biaya sebagai pedoman penetapan alternatif tarif yang dikaitkan dengan kebijakan yang berlaku di RSPAD Gatot Soebroto. Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat operasional, dimana dilakukan analisis biaya terhadap kegiatan layanan Hemodialisis di Unit Renal RSPAD Gatot Soebroto selama tahun anggaran 1997/1998.
Tujuan Penelitian adalah untuk mengetahui biaya satuan hemodialisis, yang dapat memberi gambaran kinerja rumah sakit atau Unit Renal khususnya, sehingga dapat dilakukan perencanaan Anggaran dan Pengendalian biaya lebih baik, serta melakukan Penetapan Tarif sesuai kebijakan yang berlaku dengan lebih rasional, agar dapat melakukan persaingan sehat antar Rumah sakit, dan melakukan negosiasi harga dengan pihak ketiga penyandang dana.
Hasil Penelitian memperlihatkan bahwa biaya satuan hemodialisis yang didapat dari analisis biaya lebih tinggi dari tarif yang berlaku, sehingga diketahui selama tahun anggaran 1997 / 1998 sebenarnya terjadi defisit yang berupa subsidi Rumah sakit kepada pasien Swasta. Ternyata bila dikaitkan dengan kebijakan yang berlaku dan tingkat inflasi yang terjadi akibat krisis moneter, maka didapatkan alternatif tarif yang cukup tinggi. Diketahui pula bahwa dengan melakukan reuse ginjal buatan, dapat menekan biaya cukup berarti. Diharapkan dengan tarif hasil penelitian ini, dapat dilakukan pengendalian biaya operasional Rumah sakit.

Cost Analysis and Pricing Alternative on Haemodialysis in Renal Unit RSPAD Gatot Soebroto for the Fiscal Year 1997/1998As a Top referal Army Hospital in Indonesia, RSPAD Gatot Soebroto also gives Public Health services. For that reason, it requires the ability to face hospital free competition and give a good, efficient, effective services with rationable price. Hemodialysis is the one superior and expensive service of RSPAD Gatot Soebroto, because of very expensive cost for medical supply, medicine and current substances, which are having a great deal influences from monetary crisis that happening here now. In order to prevent this superior service become a burden for the hospital, it needs cost analysis as a guide for pricing alternative according to hospital policies. This study is an operational study, where the cost analysis are treated on hemodialysis service activities in Renal Unit RSPAD Gatot Soebroto for 19971 1998.
The purpose of this study is to understand unit cost of haemodialysis, which can give global hospital activities performance or more specific in Renal Unit, and so the budget planning and cost control could be done better, and also determining price according to hospital policies and rationable for good hospital competition and negotiated the price with sponsor.
The result of this study is that unit cost for haemodialysis higher than the prevailing price, and so founded deficit for the fiscal year 1997 1 1998, with hospital subsidies to private pasien. Apparently if it connected with be in effect hospital policies and inflasion rate, it will give more higher alternative price. Also known that re-use for dialyzer could pressed enough the haemodialysis price. With alternative price from this study, the controlling for the hospital operational cost are hoped to be done.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eddy Suwardi Bahar
"Dana Sehat yang telah dirintis sejak tahun 1986 di Kabupaten Garut sampai saat ini baru pada tingkatan Pratama I dan belum menggunakan prinsip-prinsip JPKM. Hal ini antara lain disebabkan karena adanya keengganan dan pengelola Dana Sehat tingkat RW untuk dilakukan federasi baik ke tingkat Desa, Kecamatan maupun ke tingkat Kabupaten. Disamping itu belum diketahuinya secara jelas tingkat pengetahuan, sikap dan praktek atau tindakan dari peserta dana sehat, pengurus dana sehat, petugas Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) dan pembina tentang dana sehat, sehingga sulit meningkatkan dan mengembangkan Dana Sehat yang berprinsip JPKM.
Untuk mengetahui tingkat pengetahuan, sikap dan praktek peserta, pengurus, petugas PPK dan pembina tentang Dana Sehat serta faktor penunjang dan faktor penghambat perkembangan Dana Sehat di Kabupaten Garut dilakukan suatu penelitian. Jenis penelitian yang dilakukan menggunakan metode kualitatif. Penelitian dilakukan di dua Kecamatan yaitu Kecamatan Banyuresmi dan Kecamatan Cisurupan. Teknik penentuan sampel dalam penelitian ini dengan Cara purposive sampling dan informannya adalah peserta Dana Sehat sebanyak 37 orang, pengurus Dana Sehat sebanyak 8 orang, petugas PPK sebanyak 6 orang dan pembina Dana Sehat sebanyak 3 orang. Teknik pengumpulan data melalui Diskusi Kelompok Terarah (DKT) untuk peserta Dana Sehat, dan Wawancara Mendalam (WM) untuk pengurus, petugas PPK dan pembina Dana Sehat.
Hasil penelitian menunjukan bahwa hanya sebagian kecil dari informan yang memahami pengetahuan tentang Dana Sehat; sikap informan terhadap Dana Sehat sangat positif; dan praktek atau tindakan informan terhadap Dana Sehat masih bervariasi artinya ada yang berdampak baik terhadap Dana Sehat dan ada yang berdampak tidak baik. Faktor penunjang perkembangan dana sehat adalah tingginya sifat gotong royong masyarakat dan adanya pembinaan, sedangkan faktor penghambat perkembangan Dana Sehat adalah keterbatasan kemampuan pengurus dalam mengelola dana, pembinaan yang dilakukan dirasakan relatif masih kurang baik kualitas maupun kuantitasnya, selain itu sebagian besar masyarakat atau peserta kurang memahami tentang Dana Sehat.
Berdasarkan hasil penelitian dikemukakan saran-saran antara lain: untuk Departemen Kesehatan, dalam menerapkan Dana Sehat berprinsip JPKM (federasi) bisa dilakukan melalui program JPSBK dengan membentuk Bapel JPKM berupa koperasi, yayasan atau badan hukum lainnya, dengan sasaran penduduk miskin tetapi juga melibatkan penduduk yang mampu dengan menyediakan paket pelayanan tambahan dan pelaksanaannya diserahkan kepada Dati II dengan memperhatikan spesifikasi daerah masing-masing. Untuk Pemerintah Daerah dan Dinas Kesehatan Kabupaten Garut, agar lebih meningkatkan pembinaan kepada pengurus dan peserta dana sehat secara teratur dan berkesinambungan, mengupayakan federasi Dana Sehat dengan menjaga tingkat kepercayaan masyarakat dan pengelolaan secara transparan, peningkatan jenis dan kualitas pelayanan kesehatan serta diupayakan pelayanan kesehatan promotif dan preventif, dibentuk Pos Obat Desa di lokasi kelompok Dana Sehat. Untuk kepentingan ilmu pengetahuan, diharapkan ada penelitian lebih lanjut tentang manajemen penyelenggaraan dana sehat dan studi intervensi tentang federasi dana sehat sebagai tindak lanjut dari penelitian kualitatif ini.
Daftar bacaan : 38 (1982 - 1998 )

The Analysis Of Dana Sehat Implementation In Garut Regency, West Java (A Qualitatif Study)Dana Sehat which has been pioneered since 1986 until now in Garut Regency is still in the first stage of development Pratama I and has not used community based health assurance principles yet. This matter, among other things, is due to unwillingness from Dana Sehat management in Rukun Warga (RW) level to be carried out federation in village level, subdistrict level and regency level. Besides it has not been understood clearly about the level of knowledge, attitude and practice from the Dana Sehat members, health providers, Dana Sehat management personnel and regulatory board of Dana Sehat, so that it is difficult to improve and to expand Dana Sehat which has community based health assurance principles.
The research is conducted to understand the level of knowledge, attitude and practice of members, health providers, management personnel and regulatory board about Dana Sehat, both supporting factor and inhibiting factor in Garut Regency. This research uses a qualitative method and conducted in two subdistricts namely Sanyuresmi and Cisurupan, Sample is determined by using purposive sampling and the informant are Dana Sehat members 37 persons, Dana Sehat management personnel 8 persons, health providers 6 persons, and regulatory board of Dana Sehat 3 persons. Data is collected by using Focus Group Discussion for members, and in-depth interview for Dana Sehat management personnel, health providers, and regulatory board of Dana Sehat about Dana Sehat
The result shows that few of the informant have good knowledge; their attitude about Dana Sehat are very positive; and their practice are still vary which mean that there have both good and bad impact. The supporting factor for the development of Dana Sehat is the high of mutual self-help from the community and because of the counseling, meanwhile the inhibiting factor is the limitation of management ability to manage fund and the counseling is still relatively low, both its quantity and quality. Besides the community understanding about Dana Sehat is still low.
Based on the result, it is submitted some suggestions among others: for the Ministry of Health, applying of Dana Sehat principled assurance (federation) can be done by using program of JPSBK (Jaring Perlindungan Sosial Bidang Kesehatan = Social Protection Net in health) by building health assurance management personnel as a cooperation, foundation or other legal institution, with the poor population as a target and it also involves the rich population by preparing supplement service package and the implementation is submitted to regency level by paying attention to specification of each area. For the local government and Health Service (Dinas Kesehatan) in Garut Regency, it is hoped to improve the counseling to Dana Sehat management and members regularly and sustained, to make Dana Sehat federation by taking care community confidence level and it is managed clearly, to improve the kind and quality of health care also it is made an effort promotive and preventive health care, it is formed Pos Obat Desa (Village Drug Post) in location of Dana Sehat Group. For the interest of knowledge, it is hoped the further research about the management of Dana Sehat implementation and intervention study about Dana Sehat federation as a further action from this qualitative research.
References : 38 (1982 - 1998)
"
Depok: Universitas Indonesia, 1998
T1009
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutagalung, Pintordo H.
"RSPAD-GS merupakan salah satu rumah sakit yang memiliki alat MRI dengan kekuatan 1.5 testa selain RS Siloan Gleneagle Tanggerang dan RS Husada Jakarta. Semenjak beroperasi, tahun 2001 sudah 993 pasien dinas dan tahun 2002 sampai dengan bulan Juni berjumlah 588 pasien dinas yang menggunakan alat ini. Alat MRI merupakan alat yang biaya pemeliharaannya cukup besar dan rencananya pada tahun 2003, biaya pemeliharaan alat MRI akan menjadi tanggungan RSPAD. Pada penelitian ini, peneliti ingin memperoleh gambaran tentang perbandingan antara pendapatan dan biaya utilisasi (operasional dan pemeliharaan) alat kesehatan MRI di RSPADGS, kontribusi dari Yanmasum terhadap pasien dinas serta kapasitas ideal antara pasien dinas dan pasien umum agar kemandirian dapat dicapai tanpa merugikan hak pasien dinas. Jenis penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat retrospektif dengan menggunakan data sekunder berupa laporan kegiatan pemeriksaan pasien di unit MRI baik pasien dinas maupun pasien umum untuk periode 18 bulan, mulai dari Januari 2001 sampai dengan Juni 2002. Selain itu menggunakan data biaya pendapatan dan pembiayaan pada periode yang sama sebagai variabel utama.
Pada hasil penelitian didapatkan bahwa kapasitas yang dimiliki oleh alat MRI RSPADGS ditetapkan sebesar 15 pemeriksaan per hari atau 4500 pemeriksaan per tahun. Setiap pemeriksaan pasien membutuhkan waktu rata-rata 25 sampai dengan 30 menit. Pada periode penelitian selama 8 bulan tingkat utilisasi alat MRI sebanyak 5002 orang dengan komposisi pasien dinas sebanyak 1581 orang dan pasien umum sebanyak 3421 orang. Pada perhitungan, program Yanmasum unit MRI telah berhasil berkontribusi sebesar Rp.1.955.939.000,- bagi RSPAD-GS dalam melaksanakan tugas pemeriksaan MRI pasien dinas sebanyak 1.581 orang. Dengan menggunakan ukuran kriteria kebijakan didapatkan bahwa unit MRI mampu memenuhi kebutuhan anggarannya sendiri, akan tetapi apabila ditinjau dari kebijakan penggunaan dana, alokasi untuk biaya pemeliharaan dan biaya gas Helium perlu ditingkatkan. Menghadapi perkembangan utilisasi alat MRI dimasa mendatang, didapatkan komposisi yang ideal antara pasien dinas dan pasien umum, yaitu 2 pasien dinas dan 5 pasien umum agar unit MRI tetap mandiri tanpa mengurangi hak pasien dinas. Pada periode penelitian, ketentuan tarif yang berlaku belum dilaksanakan. Sebaiknya tarif diberlakukan sesuai kebijakan tarif.

Income and Cost Analysis of the Magnetic Resonance Imaging RSPAD Gatot Subroto for the Period of Year 2001-2002 in Confrontation to the Self-sufficiency Policy of the Armed Forces HospitalRSPAD-GS is one of the very few hospitals that own a 1.5 testa MRI unit beside Siloam Gleneagle Hospital in Tanggerang and Husada Hospital in Jakarta. Since it became operational in 2001 it has already served 993 official patients and during the first half of 2002 (until June) 588 official patients. This MRI is an equipment that needs quite substantial maintenance cost and as is planned the maintenance cost of this MRI unit will become the responsibility of RSPADGS in 2003. In this study the researcher would like to get a picture on the ratio between income and cost of the utilization (operational and maintenance) of the MRI unit at RSPAD-GS, contribution from the servicing the public patients towards official patients as well as the ideal capacity ratio between official patients and public patients to achieve self-sufficiency without sacrificing official patients rights. The type of this study is a retrospective study using secondary data in the form of patient's activity reports at the MRI unit (official and public patients) for the period of 18 months, starting January 2001 until June 2002. Also used is the data of income and cost for the same period as main variable.
In the result of this study it was found that the capacity owned by the MRI of RSPAD-GS was set at 15 examinations per day or 4500 examinations per year. Each examination needs an average time of 25 to 30 minutes. During the 18-month study period the level of utilization of this MRI unit is 5002 patients based on a composition of 1581 official patients and 3421 public patients. In the calculation, the Public Service program of the MRI unit has succeeded in contributing Rp.1.955.939.000,- to RSPAD-GS for the purpose of the examination of 1.581 official MRI patients. By using the policy criteria it was found that the MRI unit is able to fulfill its own budget requirements, however, if observed from the utilization of funds, the allocation of maintenance cost and Helium refill cost need to be improved. In consideration to the future development of the utilization of the MRI unit it was found that the most ideal composition between official and public patients is 2 official patients and 5 public patients. This to enable the MRI unit to remain self-sufficient without reducing the official patients rights. In the study period, the tariff set was not yet implemented properly. It is important that the tariff set is implemented accordingly.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T12547
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
A. Hamid Rachman
"Penetapan tarif pemeriksaan pasien di Unit Kateterisasi Jantung RSMH Palembang, belum mengacu pada analisis biaya satuan layanan, dan besarnya subsidi yang diberikan rumah sakit kepada pasien belum diketahui.
Tujuan penelitian ini untuk melihat gambaran mengenai keseimbangan antara biaya dan pendapatan serta untuk mendapat gambaran mengenai biaya-biaya serta kebijakan-kebijakan yang telah dilakukan pada tahun 2002 di Unit Kateterisasi Jantung RSMH Palembang.
Penelitian merupakan penelitian operasional studi kasus. Data yang digunakan adalah data - data primer dilakukan dengan wawancara langsung, dan data-data sekunder dari pusat-pusat biaya. Perhitungan biaya satuan pelayanan didapatkan dari analisis biaya dengan Metode Activity Based Costing untuk melihat aktivitas dan besarnya biaya aktivitas tersebut.
Hasil penelitian ini disimpulkan bahwa biaya satuan actual untuk pelayanan 1 orang pasien adalah rata-rata Rp 7.028.284. dan biaya satuan normative Rp 3.793.034.
Cost recovery rate (CRR) 56,36 % atau dibawah 100 % artinya cost object belum mampu membiayai seluruh biaya yag menjadi bebannya atau masih mendapat subsidi. Selain itu basil penelitian ini menunjukkan kebijakan penetapan tarif tidak memperhitungkan biaya produksi, pembagian hasil tidak rasional dan tidak wajar.
Saran dari penelitian ini adalah melakukan pembenahan, perbaikan terhadap pengelolahan bahan medis, fungsinya dikembalikan kepada Instalasi Farmasi. Pemasangan meteran listrik pada unit kateterisasi Jantung agar dapat malakukan dan meneliti lebih lanjut untuk usulan tarif rasional RSMH dimasa yang akan datang berdasarka potensi pasar.

The establishment of patients check up rates in Heart Cauterization Unit of RSMH Palembang, has yet to refer to the individual service cost and the amount of subsidy given by the hospital to the patients has yet to be known.
The objective of this study was to see a description of the balance between the cost and the income, and to get a description of the costs and policies that have been carried out in 2002 by the RSMH Palembang.
This study was an operational case study. The data used were primary data through direct interviews, and secondary data that were acquired from cost centers. The calculations of individual service cost were obtained from a cost analysis using Activity Based Costing Method in order to see the activities and the amount of the individual service cost.
The result of this study concluded that the actual individual cost for the service of one patient was approximately Rp 7.028.284.- and normative individual cost was approximately Rp 3.743.034.﷓
Cost recovery rate was 56,36 % or below 100%, meaning that cost object was yet to compensate all the cost which become the obligation or was still subsidized. Furthermore, the result of this study showed that the rate establishment policies did not make an estimation of the production cost, the sharing of income was not rational and sensible.
Based on the result of the study, it is suggested to improve medical items management and return its function to the Pharmacy Installation, to provide the installation of electricity barometer in Heart Cauterization Unit, and to make a further study for the proposal of rational rate of RSMH in the future, which is based on market potential.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T13027
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cici Sri Suningsih
"Penelitian Litbangkes tahun 1996 biaya penyelenggaran pelayanan kesehatan dalam kurun waktu 10 tahun meningkat, menunjukan lebih tinggi dari anggaran biaya. Pada tahun 1984/1985 biaya meningkat dari Rp. 1,89 trilliun menjadi Rp. 7.03 trilliun pada tahun 1994/1995. Peningkatan biaya penyelenggaraan pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh tingginya inflasi umum, belum ada patokan biaya standar terhadap setiap jenis pelayanan kesehatan, dan "Consumer Ignorance" yang menimbulkan moral hazard yang tinggi. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan pengendalian biaya antara lain dengan penetapan DRG's.
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran variasi biaya yang timbul pada kasus cedera kepala dengan craniotomy.
Penelitian ini adalah suatau Study Eksplorasi terhadap Variasi Biaya Kasus Cedera Kepala Dengan Craniotomy Dalam Rangka Penetapkan DRG's yang dilaksanakan di RSU Tangerang. Kasus cedera kepala adalah merupakan salah satu kasus yang masuk peringkat sepuluh penyakit terbesar. Jumlah kasus yang diteliti adalah 29 kasus yang kemudian dikelompokan menjadi DRG's 2 untuk Craniotomy dengan kelompok umur diatas 17 tahun dan DRG's 3 untuk Craniotomy dengan kelompok umur dibawah 18 tahun.
Hasil penelitian menunjukan bahwa kasus terbanyak adalah kelompok umur diatas 17 tahun yaitu 79,3% dengan rata-rata umur adalah 33 tahun, kelompok umur dibawah 18 tahun yaitu 20,7% dengan rata-rata 13 tahun. Pada kelompok umur dibawah 18 tahun lama hari rawatnya lebih rendah yaitu 6,67 hari dibandingkan dengan kelompok umur diatas 17 tahun yaitu selama 9,7 hari.
Ditemukan diagnosa penyerta dan penyulit, diagnosa penyerta hanya terdapat pada kelompok umur diatas 17 tahun, sedangkan untuk diagnosa penyakit sangat bervariasi. Terhadap kasus yang disertai dengan diagnosa penyerta rata-rata biaya Rp. 10.555.862, yang disertai diagnosis penyakit rata-rata biayanya yaitu Rp. 12.993.007.
Dalam rangka penyusunan DRG's agar angka rata-rata biaya lebih stabil maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap diagnosa yang sejenis pada beberapa rumah sakit yang typenya sama dengan jumlah sampel yang cukup besar.
Daftar Pustaka : 28 (1976 - 2002)

Explorative Study of Cost Variability in the Determination of Diagnostic Related Group's (DRG's) of the Cases of Cranium Injury using Craniotomy at the General Hospital of TangerangThe research of Centre for Research and Development of Department of Health in 1996 had shown that cost of health service provision had been increased for the past 10 years; it had shown higher than the allocation fund. In the fiscal year 1984/1985 the cost for health service provision was Rp 1.89 trillions and risen to Rp 7.03 trillions by the fiscal year 1994/1995. The increases of cost for health services provision is influences by high inflation rate, the absence of cost standard for every type of health service, and "consumer ignorance" that led to high morale hazards. To overcome those problems, it is a need to manage the cost, and one the ways is through determination of DRG's.
This research aims at getting description of variability of cost due to head injury using craniotomy.
This research is an Explorative Study of Cost Variability in the Determination of Diagnostic Related Group's (DRG's) of the Cases of Cranium Injury using Craniotomy at the General Hospital of Tangerang. The case of cranium injury is one among the top ten biggest cases in the hospital. Number of cases being examined in this research was 29 cases and it were grouped into DRG's 2 for the craniotomy of age group above 17 years old and DRG's 3 for craniotomy for the age group before 18 years old.
The results of research shows the biggest cases was in the age group above 17 years old such as 79.3% with the average age of craniotomy was 33 years old, the age group before 18 years old was 29.7% with the average age was 13 years old. In the group before 18 years old, the length of stay was 6.67 days; this lower if compared to the age group above 17 years old such as 9.7 days.
It was found a contributory and confounding diagnostic; wherein contributory diagnostic only for the age group above 17 years old, while confounding diagnostic was very varied. The average cost for the case with contributory diagnostic was Rp 10,555,862, while for the confounding diagnostic was Rp 12,993,007.
In order to develop DRG's so that the average cost would be more stable, it is need to make a further study for the similar diagnostic in the several hospitals who have similar type of diagnostic and using a bigger number of research sample.
References: 28 (1976--2002)
"
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T 12766
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ida Usmayarni
"Dua belas juta anak di dunia meninggal setiap tahunnya sebelum, mencapai usia 5 tahun. Dari angka tersebut 70% kematian bayi dan balita di negara berkembang disebabkan oleh pneumonia, diare, campak, malaria dan gizi buruk (malnutrisi) atau kombinasi dari penyakit tersebut. Di Indonesia penyebab utama kematian bayi berdasarkan data WHO (1990) bahwa sekitar 450.000 kematian balita yang terjadi setiap tahunnya, diperkirakan 150.000 diantaranya disebabkan oleh penyakit pneumonia.
Pendekatam MTBS (Manajemen Terpadu Balita Sakit) merupakan suatu pendekatan keterpaduan dalam tata laksana balita sakit yang datang berobat ke fasilitas rawat jalan pelayanan kesehatan dasar yang meliputi upaya promotif dan kuratif penyakit pneumonia, diare, campak, malaria, infeksi telinga dan malnutrisi. Melalui pendekatan MTBS dapat memberikan kualitas penanganan penyakit pada balita akan lebih baik sehingga efektifitas penanganan penyakit pada balita dapat ditingkatkan mulai dari penilaian (Anamnesa dan Pemeriksaan), menentukan klasifikasi dan tindakan serta pengobatan.
Penelitian ini merupakan suatu evaluasi ekonomi yang menggunakan data sekunder ditinjau dari sisi provider, dengan tujuan mendapatkan gambaran alternatif terbaik dan kegiatan penanganan pneumonia di puskesmas MTBS dan puskesmas non-MTBS di Kabupaten Tanah Datar tahun 2003.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penanganan pneumonia di puskesmas MTBS lebih "cost efektif? dibandingkan dengan puskesmas non-MTBS, dimana biaya satuan pada puskesmas MTBS adalah sebesar Rp 11.588,-dan pada puskesmas non MTBS sebesar Rp 42.629; Agar MTBS dapat dilaksanakan oleh semua Puskesmas disarankan agar MTBS dapat disosialisasikan kepada legislatif dan eksekutif dalam hal ini pemerintah Daerah untuk mendapatkan dukungan dana dalam menunjang program MTBS.

Cost Effectiveness Analysis of Handling Pneumonia in IMCI Health Center and Non IMCI Health Center at District of Tanah Datar, 2003Twelve million Children in the world die every year before they reach 5 year old. From its number 70% baby's mortality and below 5-years Child in development country caused by Pneumonia, diarrhea, measles, dengue and malnutrition or combine of these issues. In Indonesia, major causes of baby mortality based on WHO data (1990) about 450,000 in every year, estimate 150,000 is caused by Pneumonia.
MTBS (Manajemen Terpadu Balita Sakit = Integrated Management on Baby Illness) approach is an integrated approach on baby illness management who come have treatment in inpatient unit facilities. Basis of health include curative and promotive effort against Pneumonia, diarrhea, measles, dengue, earache (infection), and malnutrition. Through MTBS approach expect it can give better handling quality on baby illness, so its handling effectiveness increase, initially at appraisal (Anamnesis and Examination), classification determination, action and treatment.
This research as an economic evaluation used secondary data in the view of provider side purpose to gain a best alternative description from Pneumonia handling activities both MTBS and Non-MTBS Puskesmas (Health Center in Sub-district region) at district of Tanah Atas year of 2003.
This result of this research show that handling pneumonia in puskesmas with is more cost effective compared with non MTBS, that the unit cost in puskesmas with MTBS is Rp 11.588,- and non MTBS is Rp 42.629,﷓. In order that MTBS can be used in of Puskesmas, its suggest doing MTBS socialization toward legislative and judicative agencies in this case is Local Government to get financial support to successes MTBS program.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2004
T12811
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasan
"Perkembangan jaman merubah fungsi rumah sakit dari usaha sosial menjadi jasa produktif yang menhasilkan laba.
Tingginya laju inflasi dibidang kesehatan dibanding laju inflasi dibidang ekonomi dan belum adanya patokan biaya standar terhadap setiap jenis pelayanan kesehatan dan consumer Ignorance serta tidak adanya pengawasan dari Dinas Kesehatan menyebabkan terjadinya moral hazard yang tidak dapat dikendalikan. Untuk mengatasi hal ini diperlukan sistim pengendalian biaya dengan mengembangkan sistim pembayaran pra upaya antara lain dengan penetapan DRG's.
Penelitian ini mempunyai tujuan untuk memperoleh sistem pembiayaan dengan Diagnosis Related Group untuk Apendektomi yang baik dan benar sehingga dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi rumah sakit.
Penelitian ini menggunakan studi ekplorasi dengan metode Cross Sectional dari sampel 344 pasien untuk mencari variasi pembiayaan dalam rangka menetapkan DRG' s Apendisitis di Rumah Sakit Sumber Waras tahun 2003.
Hasil penelitian menunjukkan lama hari rawat pada Apendisitis komplikasi tanpa penyakit penyerta adalah 5,4 hari, lama hari rawat apendisitis komplikasi dengan penyakit penyerta adalah 6,6 hari, lama hari rawat apendicitis tanpa komplikasi dan tanpa penyakit penyerta adalah 3,2 hari dan apendicitis tanpa komplikasi dengan penyakit penyerta adalah 3,8 hari.
Rata-rata biaya apendisitis di kelas III dengan komplikasi tanpa penyakit penyerta adalah Rp.5.126.624,- , dan dengan penyakit penyerta Rp. 5.561.593,-sedangkan rata-rata biaya apendisitis tanpa komplikasi dan tanpa penyakit penyerta adalah Rp. 3.938.800,- dan dengan penyakit penyerta adalah Rp_ 4.112.461,﷓
Kesimpulan penelitian bahwa langkah-langkah general logic Diagnostic Related Groups dapat diterapkan Namun batasan umur 69 tahun tidak dapat digunakan untuk penyakit penyerta karena secara empiris penyakit penyerta dibedakan antara usia dewasa muda dan dewasa tua. Penerapan DRG's ini dapat diterapkan bila batasan umur yang dipakai adalah 60 tahun yaitu batasan umur dewasa muda dan tua.
Daftar Pustaka: 30 (1986 - 2004)

Case Study of DRG's Appendicitis Financing in Sumber Waras Hospital of 2003 Period development has changes the hospital function from social exertion into productive service to make a profit.
The highly inflation rate in health area in contrasting to inflation rate in economy area and absence of standard cost criterion into every kind of health care and consumer ignorance as well as Health Official's monitoring has causes occurrence of uncontrollably moral hazard. To overcome the problem, we need a cost control system by develop the preoccupation cost system among others is by determination of DRG's.
The research purposed to obtain the appropriate financing system by Diagnosis Related Group for Appendectomy in order to be able to increase efficacy and efficiency of the hospital.
The research uses exploration study with study case method from sample of 344 patients to find the variation of financing in order to determine DRG's Appendicitis in Sumber Waras of Hospital of 2003.
The result shows that the nursing period for complicated Appendicitis without following disease is 5,4 days, nursing period for complicated Appendicitis with following disease is 6,6 days, nursing period for non-complicated Appendicitis without following disease is 3,2 days, and nursing period for non-complicated Appendicitis with following disease is 3,8 days.
The average of financing of the class III complicated appendicitis without following disease is Rp 5.126.624,-, with following disease is Rp 5.561.593,-. While average of financing of non-complicated appendicitis without following disease is Rp 3.938.800,- and with following disease is Rp 4.112.461.
The conclusion of the result is that general logic steps of Diagnostic Related Groups could be applied but age limitation of 69 year could not be used for following disease because empirically, the following disease was differentiated between young and old adult. The DRG's could be implemented if the usage of age limitation according to research age, that is, childhood, young and old adult. The variables related to the DRG's arrangement are main diagnosis, age characteristic, utility and secondary diagnosis. Cost of treatment was based to tariff of appendicitis in class III.
References: 30 (1986 - 2004)
"
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T12869
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ika Avianto
"Dengan adanya peningkatan persaingan dalam pasar industri konstruksi, perusahaan-perusahaan yang berurusan dengan proyek besar atau kecil harus secara efektif melakukan usaha pengendalian jadwal dan biaya sesuai dengan tipe dan ukuran proyek serta jenis kontraknya. Penerapan pengendalian jadwal dan biaya tersebut berperan untuk meningkatkan kinerja pelaksanaan proyek selama masa konstruksi. Dalam penelitian ini variabel-variabel dari proses pengendalian jadwal dan biaya akan dibahas peranannya terhadap variabel kinerja. Adapun variabel kinerja yang akan dibahas di dalam penelitian adalah penyimpangan waktu (schedule variance).
Penelitian ini berupaya merumuskan suatu mekanisme agar kontraktor atau pemilik proyek dapat menyesuaikan usaha pengendalian jadwal dan biaya berdasarkan kebutuhan proyeknya dengan tidak mengabaikan tujuan dasar dari pengendalian jadwal dan biaya tersebut, yaitu pengendalian perubahan-perubahan terhadap anggaran proyek. Penerapan dari konsep dasar pengendalian jadwal dan biaya tersebut dapat mendukung manajemen proyek dalam peningkatan kinerja pelaksanaan konstruksi agar total biaya optimum, tingkat pengendalian tinggi, dan penggunaan komputer secara efisien.
Selain itu, pola pengendalian jadwal dan biaya tersebut memberi kemudahan bagi pernilik atau kontraktor untuk memilih ataupun merancang pelaksanaan proyek yang seefektif mungkin, sehingga dapat mengidentifikasi masalah yang berpotensi mempengaruhi kinerja berikut tindakan perbaikan yang perlu dilakukan setiap saat sedini mungkin."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1997
T769
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yanyan Rusyandi
"Hanya rumah sakit yang menawarkan harga terjangkau dengan pelayanan bermutu yang akan menjadi pilihan masyarakat. Terlepas dari tujuan rumah sakit yang mencari untung atau rumah sakit sosial yang tidak mencari untung, perhitungan tarif yang tepat mutlak sebagai suatu keharusan. Alasannya tingkat pemulihan biaya, efisiensi dan mutu adalah andalan utama agar rumah sakit dapat bertahan. Ketiga hal tersebut hanya bisa diwujudkan apabila rumah sakit mengetahui berapa pendapatannya dan berapa biaya yang ia keluarkan.
Penelitian ini dirancang dengan studi potong lintang melalui pengumpulan deret data berkala selama 3 tahun untuk mengetahui gambaran tingkat pemulihan biaya rawat inap. Hipotesis diuji untuk membuktikan faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan tingkat pemulihan biaya rawat inap dan faktor apa yang dominan berhubungan dengan tingkat pemulihan biaya rawat Inap. Analisis data dengan metoda penghitungan koefisien korelasi dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat pemulihan biaya rawat Inap, sedangkan faktor dominan dicari melalui pendekatan persamaan garis sederhana.
Hasil penelitian menunjukkan gambaran tingkat pemulihan biaya rawat inap mengalami kenaikan selama periode 2001-2003, walaupun berbeda untuk masing-masing kelas perawatan. Harapan terjadinya subsidi silang belum dapat dibuktikan ini terbukti dengan lebih rendahnya tingkat pemulihan biaya di kelas utama dibanding kelas 3. Faktor yang berhubungan berbeda untuk masing-masing kelas perawatan, sehingga memerlukan tindak lanjut yang tepat agar pemulihan biaya dapat diperbaiki. Secara umum rata-rata tingkat hunian, jumlah tempat tidur, kapasitas dan lama hari rawat berhubungan dengan tingkat pemulihan biaya. Tak kalah penting variabel kebijakan tarif dan SOTK RS juga berhubungan dengan tingkat pemulihan biaya walaupun tidak disetiap kelas perawatan.
Penelitian ini menyarankan pengaturan kapasitas dan jumlah tempat tidur yang saat ini berlangsung ternyata telah memberikan dampak terhadap tingkat pemulihan biaya. Ini perlu dilanjutkan dengan penemuan formula yang tepat melalui penerapan hasil penelitian serta penambahan data untuk 5 (lima) tahun.
Daftar Bacaan : 44 (1990-2004)

Factors Related to Cost Recovery Rate of In-Hospital Care in R. Syamsudin Hospital Sukabumi Year 2001-2003Only hospital that offers affordable price with quality service that will be selected by people. Despite its profit or social orientation, appropriate pricing is a must. Cost recovery rate, efficiency, and quality are major components for a hospital to be survived. Those aspects could only be implemented if the hospital knows exactly its income and expenditure.
This study was designed as cross sectional study and data was collected retrospectively in three years period aimed at describing the cost recovery rate of in-hospital care. Hypotheses were tested to examine which factor was related to in-hospital cost recovery rate and what was the most dominant factor. Data was analyzed with coefficient correlation calculation method to understand the relationship and simple linear modeling to find the most dominant factor.
The study results show that there was an increase in in-hospital cost recovery rate during the period of 2001-2003, even though differences were found for different classes of care. Cross subsidy was not found as expected since the cost recovery rate of first class was lower than that of third class. Factors related to the rate were different for different classes and thus needed appropriate follow-up action as to improve the rate. In general, occupancy rate, bed numbers, capacity, and length of care were related to cost recovery rate. Other important factors were tariff policy and hospital SOTK, though they were not related to cost recovery rate in all classes.
It is recommended to sustain the existing regulation on capacity and number of bed which was proven to impart positive impact to cost recovery rate. This is to be continued with finding appropriate formula through research and with supplementing data for five years.
References: 44 (1990-2004).
"
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T13060
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ritha Widya Pratiwi
"Rumah Sakit dikenal dengan organisasi yang sangat kompleks, dan merupakan komponen yang penting dalam sistem pelayanan kesehatan. Dalam posisi yang sangat sulit disatu pihak rumah sakit dituntut masyarakat untuk memberikan mutu pelayanan yang lebih baik, namun umumnya tidak didukung dengan pola pembiayaan yang memadai. Krisis di Indonesia yang terjadi sejak tahun 1998 hingga kini masih belum pulih. dimana tingkat inflasi yang berfluktuasi dari tahun ke tahun . Dampak dari hal ini antara lain adalah menyebabkan harga makanan pokok masih tetap tinggi. Dengan melihat keadaan tersebut maka instalasi Gizi mengalokasikan dana yang lebih akurat dan pengelolaan dan pengelolaan dana yang efisien dan efektif.
Rumah Sakit Pasar Rebo belum pernah melakukan perhitungan unit cost makanan. Informasi biaya satuan ini dapat dipakai sebagai salah satu faktor menetapkan tariff perawatan. Dari data keuangan. diperoleh informasi bahwa rawat inap kelas III mengalami defisit sebesar Rp. 106,593,262.
Tujuan dari penelitian ini adalah diperolehnya gambaran mengenai biaya makan rawat inap tiap kelas perawatan tahun 2003. Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif - kuantitatif dengan menggunakan metode analisa ABC ( Activity Based Costing) yang juga menggunakan data skunder. Penelitian diiakukan pada bulan Februari hingga Mei tahun 2004.
Dari hasil penelitian ini diperoleh biaya satuan actual dan normative yang dihitung dengan menyertakan nilai investasi dan tanpa investasi. Pada hasil tanpa investasi UC actual kelas I sebesar Rp.44,361,- kelas II sebesar Rp. 35,422,- dan kelas III sebesar Rp. 30.838,- sebesar Rp. 10.838,- , dimana unit cost actual kelas 3 dikurangi dengan tarif rawat inap kelas 3 sebesar Rp. Untuk menutupi biaya ini, maka rumah sakit mengeluarkan kebijaksanaan subsidi silang badi kelas III. Tetapi dengan issue adanya rumah sakit swadana menjadi rumah sakit BUMD, maka, rumah sakit harus lebih efisien lagi mengelola keuangannya. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan permintaan dana bagi pimpinan ke pada Pemerintah daerah.

Analysis of Inpatient Unit Cost in Pasar Rebo District General Hospital Jakarta Tahun 2003Hospital has been known as a complex organization which is a very important component in health services . In Under circumstances hospital has challenges to provide more excellence health services, but in generally a hospital is supported with good financial system. Since 1998 Indonesia has faced crisis, where the rate inflation of inflation become fluctuating. The impact of this situation , the price of goods and services increased. Its makes prices of food changes every years. Within this condition hospital nutrition unit need to more accurately allocated fund to achieve more efficiently and effectively.
Pasar Rebo district general hospital has never calculated its food unit cost , where the information of this unit cost can be used as one of the factor for arranging the inpatient Tariff. From financial data is known that the third class inpatient wards having financial deficit at the Rp. 106,593,262,-.
The aim for this research is to describe the food cost need for inpatient class for every class in the year of 2003. Type of this research is descriptive-quantitative. The analysis is using ABC (Activity Bused Costing,) using secondary data. This research was done from first February until May 2004. This research rest: III actual and normative with and without investment .Actual unit cost without investment is Rp. 44,361,- and class 2 is Rp. 35,422,- and class 3 Rp. 30,838,- respectively, which is actual unit cost of food class 3 subtract price is Rp. 10.838,-. To cover this cost, government develop a cross-subsidy policy but with the current issue of self supporting hospital to become BUMD hospital, the budget should be more efficiently and effectively managed.
The result of this research may provide consideration to government and to Health Department or cost of food, and also to hospital director in deciding patient tariff.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2004
T13069
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>