Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 88 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Ife, J. W. (James William), 1946-
"In Community Development in an Uncertain World, Jim Ife draws on the principles of social justice, ecological responsibility and post-Enlightenment and Indigenous perspectives to advance new holistic approaches to community development. The book explores the concept of community development on a local and international scale in the context of globalisation and postcolonial theory. Students will gain the essential skills and practical understanding required to navigate the existing managerial environment and cultivate new community practices. This new edition incorporates current research into community development and includes important new work on 'alternative visions' for a sustainable and just future. It introduces the foundational theories of community development and explains their importance in shaping solutions to uniquely modern issues. Readers are encouraged to critically engage with the material through the accompanying discussion questions. Written in an accessible, engaging style, this text is an essential resource for students and professionals in the human services"
Port Melbourne, VIC: Cambridge University Press, 2016
307.14 IFE c
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Laeliyatul Masruroh
"Masyarakat adat Kasepuhan Karang di Banten telah melalui perjuangan panjang untuk memperoleh kedaulatan atas tanah hutan yang mereka kelola secara turun-temurun. Penetapan Hutan Adat oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada 2016 membuka peluang masyarakat adat untuk mengelola dan mengembangkan hutan yang berdampak pada dinamika relasi kekuasaan di dalamnya. Penelitian ini bertujuan mengkaji dinamika relasi kuasa di akar rumput masyarakat adat Kasepuhan Karang pasca-Penetapan Hutan Adat, dengan menelusuri perubahan-perubahan yang terjadi. Metode yang digunakan adalah etnografi dengan observasi partisipatif di Desa Jagaraksa, Kecamatan Muncang, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, 7-15 Oktober 2023. Analisis dengan teori agensi, struktur sosial, dan ekologi politik yang berorientasi pada aktor. Penelitian ini menunjukkan pasca-Penetapan Hutan Adat 2016, masyarakat adat Kasepuhan Karang melakukan berbagai upaya untuk mempertahankan identitas adat mereka. Identitas ini memungkinkan mereka mengelola hutan melalui berbagai proyek, seperti saung pembibitan, ekowisata meranti, dan pengelolaan kopi dengan teknologi baru. Namun, proyek-proyek tersebut menimbulkan ketegangan akibat ketidakadilan dalam distribusi peluang. Kepala Desa (Jaro) sebagai aktor utama yang memanfaatkan struktur sosial untuk mempertahankan kekuasaan dan identitas adat. Pemuda adat sebagai agensi dalam pengembangan ekonomi berbasis hutan, meskipun kekuasaan mereka dibatasi. Perempuan adat, berperan kunci dalam melestarikan ritual panen padi dan mempertahankan identitas adat menghadapi ketidakadilan karena terbatasnya akses terhadap peluang kerja dan keterlibatan kegiatan ekonomi proyek. Ekologi politik menekankan pengelolaan hutan harus mengutamakan kesetaraan dan keadilan untuk menciptakan perubahan sosial yang inklusif.

The Kasepuhan Karang indigenous community in Banten has undergone a long struggle to obtain sovereignty over the forest land they have managed for generations. The designation of Indigenous Forest by the Ministry of Environment and Forestry (KLHK) in 2016 opened opportunities for the community to manage and develop the forest, which has impacted the dynamics of power relations within it. This study aims to examine the dynamics of power relations at the grassroots level of the Kasepuhan Karang indigenous community post- Indigenous Forest designation, by exploring the changes that have occurred. The method used is ethnography with participant observation in Jagaraksa Village, Muncang Subdistrict, Lebak Regency, Banten Province, from October 7–15, 2023. The analysis is conducted using the theories of agency, social structure, and political ecology, with an emphasis on power oriented toward actors. The study shows that after the 2016 Indigenous Forest designation, the Kasepuhan Karang indigenous community made various efforts to maintain their cultural identity. This identity enabled them to manage and develop the forest through various activities and projects, such as the seedling hut, Meranti ecotourism, and coffee management with new technologies. However, these projects have created tensions due to the inequities in opportunity distribution. The Village Head (Jaro) plays a central role by utilizing the social structure to maintain power and cultural identity. Indigenous youth act as agents in forest-based economic development, although their power is limited. Indigenous women play a key role in preserving rice harvest rituals and maintaining cultural identity, face injustices due to their limited access to work opportunities and involvement in the economic activities of the projects. Political ecology emphasizes that forest management should prioritize equality and justice to foster inclusive social change."
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cairncross, Liz
London: Routlege, 1997
363.585 CAI h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Rismart Chan
Jakarta: United Nations Human Settlements Programme, 2008
361.8 RIS t (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
""The third edition of Community Organizing and Community Building for Health and Welfare provides new and more established ways to approach community building and organizing, from collaborating with communities on assessment and issue selection to using the power of coalition building, media advocacy, and social media to enhance the effectiveness of such work.
Dr. Minkler's course syllabus: Although Dr. Minkler has changed the order of some chapters in the syllabus to accommodate guest speakers and help students prep for the midterm assignment she uses, she arranged the actual book layout in a way that should flow quite naturally if instructors wish to use it in the order in which chapters appear."--Pub. desc.
The third edition of Community Organizing and Community Building for Healthand Welfare provides new and more established ways to approach community building and organizing, from collaborating with communities on assessment and issue selection to using the power of coalition building, media advocacy, and social media to enhance the effectiveness of such work. With a strong emphasis on cultural relevance and humility, this collection offers a wealth of case studies in areas ranging from childhood obesity to immigrant worker rights to health care reform. A "tool kit" of appendixes includes guidelines for assessing coalition effectiveness, exercises for critical reflection on our own power and privilege, and training tools such as "policy bingo." From former organizer and now President Barack Obama to academics and professionals in the fields of public health, social work, urban planning, and community psychology, the book offers a comprehensive vision and on-the-ground examples of the many ways community building and organizing can help us address some of the most intractable health and social problems of our times."
New Brunswick, N.J.: Rutgers University Press, 2018
362.12 COM
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Doharni Susilawaty
"Perubahan yang dihembuskan lewat reformasi pada akhir 1997 dan mencapal puncaknya pada Mel 1998, telah membawa banyak pembahan yang sangat besar. Perubahan tersebut tidak hanya di tingkat negara, tetapi merambat sampal ke daerah kabupahen/kota, kecamatan sampal ke desa-desa. Dalam bldang tata pemerintahan terjadi pula perubahan yang sangat signifikan. Hal ini ditandai dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 22 lahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, yang berimpllkasl pada kewenangan dan kebijakan yang sebelumnya di era ORBA adalah dominan one hand control atau sentralisasi mulal didesentralisasikan kepada daerah melalui pemberian otonoml daerah. Hal Ini secara langsung membuka peluang bagl masyarakat dl tlngkat lokal baik Kabupaten/Kota, kecamatan sampal di desa/kelurahan untuk menyampaikan asplrasi mereka secara partisipatif dan berperan leblh aktif dalam mengisi pembangunan tersebut sesuai kebutuhan, kemampuan/potensi, kondisl sosial, ekonomi, politik, budaya, Serta keanekaragaman daerah.
Undang-undang No. 22 tahun 1999 telah memberlkan jaminan legal formal kepada masyarakat di daerah untuk terlibat juga di dalam pembangunan. Hal inilah yang kemudian mendorong masyarakat di kabupaten Tapanuli Selalan Khususnya dl kecamatan Batang Angkola dan Sayur Matinggi untuk berpartisipasi dalam mengusung keinglnan mereka agar kecamatan Batang Angkola dimekarkan dan Kecamatan Sayur Matinggi menjadl kecamatan defenitif baru.
Namun untuk dapat mewujudkan hal tersebut diperlukan ruang partlsipasl yang kondusif serta jalur akses yang tepat untuk memfasllitasi asplrasl dan partlslpasl aktlf masyarakat. Karena partislpasl tidak terjadi dldalam ruang hampa, dan partlslpasl adalah sebuah dlnamika.
Berkaltan dengan kebijakan pemerintah daerah kabupaten Tapanuli Selatan dalam merencanakan pemekaran dlrespon saat penyampalan Surat Bupatl Tapanuli Selatan Nomor. 130.04 /7134 langgal 21 Agustus 2001 tentang Laporan Pertanggungjawaban Tahunan Bupati Tapanuli Selalan TA. 2000 dengan tanggapan positif darl beberapa fraksl di DPRD. Dimana dlsebutkan bahwa kegiatan penyempumaan penyelenggaraan pemerintah hendaknya leblh dltujukan pada penyempumaan dl bidang kelembagaan, ketalalaksanaan, kepegawaian dan fasilitas sarana dan prasarana serta pelaksanaan fungsl dan peran aparatur pemerintah desa. Supaya tetap terpelihara, dltingkatkan dan dikembangkan dalam melayani, mengayomi, menggerakkan dan menghargal prakarsa dan peran aktif masyarakat dalam mengisi pembangunan.
Tesis inl bertujuan untuk memperoleh gambaran partisipasi masyarakat dalam perencanaan pemekaran Kecamatan Batang Angkola dl Kabupaten Tapanuli Selatan era otonomi daerah (2001-2003), apakah partisipasi masyarakat dalam perencanaan pemekaran kecamatan Batang Angkola adalah partisipasi yang murni/otonom/mandiri atau partisipasi mobilisasi/manipulasi atau gabungan keduanya. Serta untuk mengetahui faktor-faktor penghambat partisipasi masyarakat kecamatan Batang Angkola dalam perencanaan pemekaran kecamatan Batang Angkola.
Metndologi penelitian yang digunakan dalam penelitian Ini adalah menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengambilan sampel (Informan) menggunan Teknik purposive sampling untuk menentukan informan yang mengetahui topik penelitian dan merupakan para pelaku dan secara langsung mengikuti proses perencanaan pemekaran kecamatan Batang Angkola (2001-2003).
Penelitian partisipasl masyarakat dalam perencanaan pemekaran kecamatan Batang Angkola ini mengacu kepada pendapat dan teorl para ahli yaltu Soetrisno Loekman, Abe, Okley dan IDS (International Development Studies). Secara garis besar dapat disimpulkan Partisipasi masyarakat kecamatan Batang Angkola dalam upaya perencanaan pemekaran kecamatan Batang Angkola (Agustus 2001 sampai pada bulan April tahun 2003) hanya berada pada pelaksanaan forum sosialisasl perencanaan pemekaran kecamatan yang dilaksanakan sebanyak 3 (tiga) kali. Bentuk partlslpasl berupa dukungan dana, beras, tanah ulayat, keahlian dan ketrampilan, pendapat dan masukan serta upaya masyarakat dalam forum tersebut untuk mempengaruhi keputusan-keputusan yang dlambll serta inisiatif membentuk Forum Peduli Kecamatan Pembantu Batang Angkola Jae (09 Februari 2001) sebagai forum yang berupaya menekan dan mempengaruhi pemerlntah daerah kabupaten dalam kebljakan pemekaran kecamatan Batang Angkola.
Faktor penghambat partisipasi masyarakat dalam perencanaan pemekaran kecamatan Batang Angkola, di antaranya berasal dan masyarakat, pemerlntah dan faktor eksternal yang kurang mendukung. Kondisi masyarakat yang maslh kurang memahaml haknya sebagal warga negara untuk berpartisipasl dan makna partisipasl itu sendiri, adalah kendala tersendiri yang menyebabkan masyarakat bersifat apatis, diam dan ?nrimo? (budaya diam) terhadap hal-hal yang ditetapkan oleh pernerintah kabupaten Tapanuli Selatan.
Terlalu dominannya posisi pemerintah dalam proses perencanaan pemekaran kecamatan Batang Angkola tersebut juga menghambat pelaksanaan konsultasi, diskusi, pengambilan keputusan dan kontrol masyarakat. Faktor penghambat lain adalah adanya sistem pemerintahan yang cenderung sentralistik menjadlkan masyarakat bersifat paslf, mengekor dan takut mengambil inisiatif dan hidup dalam budaya petunjuk. DIi samping itu kendala Iainnya adalah maslh minimnya sarana dan prasasana pendukung bagi terwujudnya partisipasi masyarakat, misalnya dalam hal belum adanya pedoman mekanlsme perencanaan pemekaran kecamatan, tidak adanya mekanlsme serta sarana pengaduan masyarakat dalam pelaksanaan pengawasan dan kontrol serta belum dijadikannya variabel partisipasi masyarakat dalam tata cara pembentukan kecamatan.
Mengingat pentingnya Forum Perencanaan Pemekaran Kecamatan dan Musrenbang sebagal sarana dan ruang publik bagi masyarakat kecamatan, maka periu dladakan perubahan cara berpikir, prosedur, mekanisme dan cara bertindak dalam penencanaan pemekaran kecamatan ke depannya. Selaln itu telah dfbuktikan bahwa tidak selamanya mobilisasi itu buruk, mengingat masyarakat Indonesia telah cukup lama berada dalam suasana pemerintahan sentralistik-otoriter sekalipun dalam tata pemerintahan sudah mengalami reformasi. Perubahan perlu dladakan secara perlahan dengan melihat kepada kondisi nyata dan sosial budaya masyarakat setempat."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T22155
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9   >>