Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 110 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sagala, Lucky Sonang
Abstrak :
Tesis ini membahas mengenai keberadaan asosiasi dikategorikan sebagai pelaku usaha dalam Hukum Persaingan Usaha di Indonesia dilihat dari bentuk perjanjian dan kegiatan yang dilakukan dalam dunia persaingan. Perjanjian dan kegiatan yang dilakukan asosiasi dalam dunia usaha dapat memberikan dampak terhadap persaingan usaha di Indonesia. Penelitian ini adalah Penelitian yang bersifat yuridis normatif dengan desain deskriptif. Hasil Penelitian akan memaparkan mengenai konsep definisi asosiasi sebagai pelaku usaha serta batasan dan kriteria bentuk perjanjian dan kegiatan yang dilarang dilakukan asosiasi ditinjau berdasarkan Undang-undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
This Thesis discusses about the existence of the trade association as Business Actor under Competition Law in Indonesia views of the characteristic of the agreements and activities in business competition. Agreements and activities performed by trade association could give impact to business competition in Indonesia. This research is a normative judicial studies with descriptive designs. Research result will be presented the definition concept of trade association as business actor and limitation of the characteristic of agreements and activities which was prohibited perform by trade association.
Depok: Universitas Indonesia, 2015
T42869
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raja Yendri Saputra
Abstrak :
Sejak bergulirnya reformasi, masalah otonomi sering menjadi bahan pembicaraan banyak kalangan, baik kalangan politisi, birokrasi, akademisi dan bahkan masyarakat awam, terlebih kaitannya dengan kepentingan daerah. Begitu juga dengan daerah Indragiri hilir yang ingin dimekarkan dengan Indragiri Selatan untuk lebih meningkatkan kesejahteraan masyrakat lokal. Permasalahannya adalah, mengapa kabupaten Indragiri Hilir harus melakukan pemekaran dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal, dan bagaimana pengaturannya dan kelayakan daerah otonom baru bagi Indragiri Hilir, serta apa kemungkinan lain bila tidak dimungkinkan pemekaran. Untuk menjawab penelitian ini penulis menggunakan penelitian hukum normatif dengan sifat penelitian deskriftif serta menggunakan bahan hukum primer, sekunder, tertier, data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa, pertama Kabupaten Indragiri Hilir memang sangat perlu melakukan pemekaran untuk memdapatkan pemerataan di sektor infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan yang selama ini dinilai belum merata, kedua Kabupaten Indragiri Hilir memang sudah sangat layak untuk dimekarkan karena sudah memenuhi segalah pesyaratan yang datur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 serta serta sudah memenuhi seluruh nilai indikator yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007, ketiga apabila tidak dimungkinkan pemekaran maka ada empat aspek yang harus diperhatikan, yaitu infrastruktur, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, dan pemanfaatan sumber daya yang harus di prioritaskan pemerintah kabupaten Indragiri Hilir. Kedepannya pemerintah harus benar-benar menseleksi lebih baik dan lebih rinci lagi setiap daerah yang ingin melakukan pemekaran, apabila daerah tersebut memang layak menjadi daerah otonom baru maka pemerintah harus mendukungnya, namun bila belum layak maka pemerintah wajib mencegahnya, hal ini untuk menciptakan penyamarataan pembangunan di seluruh Indonesia. ...... Since the ongoing reforms, the issue of autonomy has often been the subject of much discussion among politicians, bureaucracies, academics and even ordinary people, especially in relation to regional interests. So also with Indragiri downstream area who want to expand with Indragiri Selatan to further improve the welfare of local society. The problem is, why Indragiri Hilir regency should do expansion in an effort to improve the welfare of local people, and how the regulation and feasibility of new autonomous regions for Indragiri Hilir, and what other possibilities if not possible division. To answer this research the author uses normative legal research with the nature of descriptive research and using primary law materials, secondary, tertiary, the data obtained were analyzed by using qualitative approach. The result of this research shows that firstly Indragiri Hilir regency really need to do expansion to get equity in infrastructure sector, education, and health which have been considered unevenly, both of Indragiri Hilir Regency have been very feasible to be expanded because they have fulfilled every requirement that datur in Law Number 23 Year 2014 and also has fulfilled all the values of the indicators set out in Government Regulation Number 78 Year 2007, the third if not possible the division there are four aspects that must be considered, namely infrastructure, educational facilities, health facilities, and resource utilization which should be prioritized by Indragiri Hilir district government. In the future, the government should really select better and more detailed every regions that want to expand, if the region is indeed worthy of being a new autonomous region then the government should support it, but if not feasible then the government must prevent it, this is to create generalization of development in throughout Indonesia.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T50156
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Eleonora Novena Pritasari Boli Pain
Abstrak :
Kegiatan distribusi berfungsi untuk melancarkan arus perpindahan barang dan jasa. Melalui kegiatan distribusi transaksi pemasaran akan menjadi lebih aman dan terjamin dengan adanya pihak lain yang memindahkan barang. Namun Pemerintah memberlakukan larangan bagi distributor untuk mendistribusikan barang secara eceran kepada konsumen. Selain itu produsen dengan skala usaha besar dan menengah termasuk importir dilarang untuk mendistribusikan barang kepada pengecer. Aturan tersebut dimaksudkan untuk meminimalisir monopoli perdagangan dan melindungi usaha kecil. Larangan tersebut diterapkan dalam perizinan berusaha pada sistem OSS yang melarang perdagangan besar dan perdagangan eceran untuk digabungkan. Oleh karenanya muncul permasalahan bagaimana fungsi dan pelaksanaan perizinan berusaha bagi pelaku usaha importir sebagai distributor dan pengecer. Untuk menjawab permasalahan tersebut, penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif, yaitu dengan cara meneliti peraturan perundang-undangan dan mengaitkannya dengan fakta di lapangan. Hasil dari penelitian ini adalah nyatanya penerapan larangan dalam perizinan berusaha tersebut memiliki pengecualian dan celah sehingga pelaku usaha dapat tetap menjalankan usahanya. Pelaku usaha dapat menjalankan izinnya selama dapat dibuktikan bahwa sebelum aturan terkait perizinan berusaha diberlakukan, ia memiliki klasifikasi usaha sebagai distributor dan pengecer. Oleh karena itu, dalam penelitian ini penulis menyarankan perlu adanya pengkajian ulang terhadap Peraturan Pemerintah terkait pendistribusian barang dengan cara melakukan koordinasi antar lembaga agar terciptanya aturan dan pelaksanaan perizinan berusaha yang seimbang bagi semua pihak khususnya importir sebagai distributor dan pengecer. Penyelarasan antara maksud dan tujuan masing-masing instansi khususnya yang berkaitan dengan bidang perdagangan diperlukan dalam rangka menunjang perizinan kegiatan usaha. ......Distribution activities function to expedite the flow of movement of goods and services. Through distribution activities, marketing transactions will become safer and more secure with other parties moving goods. However, the Government imposes a ban on distributors to distribute goods in retail to consumers. In addition, producers with large and medium scale businesses, including importers, are prohibited from distributing goods to retailers. The regulation is intended to minimize trade monopolies and protect small businesses. This prohibition is implemented in business licensing in the OSS system which prohibits wholesale trade and retail trade from being combined. Therefore, a problem arises as to how the function and implementation of business licensing for importer business actors as distributors and retailers. To answer these problems, this study uses a normative juridical method, namely by examining laws and regulations andrelate it with facts on the ground. The results of this study are in fact the implementation of the prohibition on business licensing has exceptions and loopholes so that business actors can continue to run their business. Business actors can carry out their licenses if it can be proven that before the regulations related to trying licensing were enforced, they had business classifications as distributors and retailers. Therefore, in this study the authors suggest that there is a need for a review of Government Regulations related to the distribution of goods by coordinating between agencies so that the rules and implementation of business licensing are balanced for all parties, especially importers as distributors and retailers. Alignment between the aims and objectives of each agency, especially those related to the trade sector, is needed in order to support licensing of business activities.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arsyad Bisyahri
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1989
S26314
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amalia Nuril Aqmarina
Abstrak :
Persaingan usaha di Indonesia, yang pada pokoknya diatur dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 mengenai Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, secara garis besar dibuat untuk memberikan kejelasan hukum dan perlindungan yang sama rata kepada seluruh pelaku usaha dalam menjalankan usaha dengan membatasi terjadinya monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat. Salah satu bentuk praktik usaha yang dilarang dalam UU tersebut adalah penyalahgunaan posisi dominan dan melakukan perjanjian tertutup, dimana perwujudan dari adanya perjanjian tertutup dapat berupa perjanjian mengikat (Tying Agreement). Dalam skripsi ini, penulis akan membahas mengenai dugaan pelanggaran UU Nomor 5 Tahun 1999 ketentuan pasal 15 ayat 2 mengenai tying agreement yang dilakukan oleh PT Pupuk Kalimantan Timur Tbk (Terlapor) terkait dengan pelaksanaan penyaluran pupuk bersubsidi dan pemasaran pupuk non-subsidi. Dugaan tersebut didasari dengan ditemukannya Perjanjian Jual Beli Pupuk Bersubsidi yang memuat klausul tambahan dimana distributor diharuskan membeli produk lain (pupuk non-subsidi) dari pihak Terlapor. Pokok permasalahan dalam skripsi ini adalah untuk membahas apakah perjanjian yang dilakukan oleh PT Pupuk Kalimantan Timur Tbk dapat dikatakan sebagai praktek tying agreement menurut hukum persaingan usaha, dan apa langkah yang kemudian dapat dilakukan oleh pihak Terlapor atas kasus tersebut. Hasil penulisan skripsi ini menunjukkan bahwa PT Pupuk Kalimantan Timur Tbk terbukti memenuhi unsur pelanggaran tying agreement danĀ  melanggar UU No. 5 Tahun 1999. ......Business competition in Indonesia, regulated under Law No. 5 of 1999 concerning the Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition, was created to give legal clarity and equal protection to all business actors in conducting business by limiting the establishment of monopolies and/or unfair business competition. One condition of an unfair business practice prohibited by the law is the abuse of the dominant position and entering into closed agreements, where the embodiment of closed agreements can be in the form of tying agreements. In this thesis, the author will discuss the alleged violation of Law Number 5 Year 1999 provisions of article 15 paragraph 2 regarding the tying agreement by PT Pupuk Kalimantan Timur Tbk (Reported Party) related to the distribution of subsidized fertilizers and the marketing of non-subsidized fertilizers. This alleged violation was based on the discovery of the Sale and Purchase Agreement of Subsidized Fertilizer, which contained an additional clause in which the distributor was required to purchase another product (non-subsidized fertilizer) from the Reported Party. The issues addressed in this thesis are whether or not the PT Pupuk Kalimantan Timur Tbk agreement is classified as a tying agreement according to business competition law and what actions can be taken by the Reported Party according to this case. The results of writing this thesis show that PT Pupuk Kalimantan Timur Tbk has fulfilled all of the tying agreement elements, thus violating Law no. 5 Year 1999.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marisa Az Zahra
Abstrak :
Program Wholesaler yang diadakan PT Garuda Indonesia dinilai KPPU merupakan penerapan praktek diskriminasi terhadap 301 PPIU lainnya karena dalam Program Wholesaler ini PT Garuda Indonesia hanya melayani reservasi kepada 6 PPIU saja. KPPU memutus bahwa PT Garuda Indonesia melanggar Pasal 19 huruf d UU No.5 Tahun 1999. Kemudian mengenai pokok permasalahan, Skripsi ini membahas mengenai tiga permasalahan. Pertama, Bagaimanakah menentukan cakupan Pasar Bersangkutan dan Penguasaan Pasar dalam pasar umroh ini, sebagai framework analisis dilakukannya Praktek Diskriminasi dalam Program Wholesaler yang diadakan PT Garuda Indonesia. Kedua, mengenai bagaimana tujuan dan mekanisme Program Wholesaler yang diadakan PT Garuda Indonesia sehingga KPPU memutuskan bahwa PT Garuda Indonesia melanggar ketentuan Pasal 19 huruf d UU No.5 Tahun 1999. Ketiga mengenai dampak yang ditimbulkan dari Program Wholesaler, apakah benar program ini menimbulkan Praktek Monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat. Dalam penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan Undang-Undang. Penulisan menggunakan bahan hukum primer, sekunder maupun tersier, dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menemukan bahwa Program Wholesaler yang diadakan PT Garuda Indonesia tidak melanggar ketentuan Pasal 19 huruf d UU No.5 Tahun 1999 karena tidak adanya Praktik Diskriminasi yang menimbulkan Praktek Monopoli dan/atau Persaingan Usaha Tidak Sehat. Saran dari penulis seharusnya KPPU lebih cermat menentukan cakupan pasar bersangkutan dalam perkara a quo, menurut pendapat penulis KPPU telah keliru dalam menentukan cakupan pasar bersangkutan karena tidak memperhitungkan seluruh pemain dalam pasar. Dengan adanya kekeliruan tersebut, maka penentuan penguasaan pasar juga tidak valid, sehingga mengakibatkan diragukannya pembuktian pelanggaran Pasal 19 huruf d UU No.5 Tahun 1999. ......The Wholesaler Program held by PT Garuda Indonesia is considered by KPPU to be an application of discriminatory practices against other 301 PPIUs because in this Wholesaler Program PT Garuda Indonesia only serves reservations to 6 PPIUs. KPPU decided that PT Garuda Indonesia violated Article 19 letter d of Law No. 5 of 1999. Then regarding the main problem, this thesis discusses three problems. First, how to determine the scope of the relevant market and market control in this umrah market, as an analytical framework for the implementation of discriminatory practices in the wholesaler program held by PT Garuda Indonesia.Second, regarding the purpose and mechanism of the Wholesaler Program held by PT Garuda Indonesia so that KPPU decided that PT Garuda Indonesia violated the provisions of Article 19 letter d of Law No. 5 of 1999. Third, regarding the impact of the Wholesaler Program, is it true that this program causes Monopolistic Practices and/or unfair business competition. In writing this thesis using a normative juridical research method with a law approach. The writing uses primary, secondary and tertiary legal materials, with a qualitative approach. The results of the study found that the Wholesaler Program held by PT Garuda Indonesia did not violate the provisions of Article 19 letter d of Law No. 5 of 1999 because there were no Discriminatory Practices that gave rise to Monopolistic Practices and/or Unfair Business Competition. The suggestion from the author is that KPPU should be more careful in determining the scope of the relevant market in the a quo case, in the author's opinion KPPU has made a mistake in determining the scope of the relevant market because it does not take into account all players in the market. With this error, the determination of market control is also invalid, resulting in doubts about the proof of violation of Article 19 letter d of Law No. 5 of 1999.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erica Winlie
Abstrak :
Dalam hukum persaingan usaha dikenal dua pendekatan, yaitu per se dan rule of reason. Umumnya, pasal-pasal di UU Monopoli menggunakan salah satu dari pendekatan tersebut, namun ternyata terdapat pasal yang dapat diperiksa dengan keduanya, salah satunya adalah Pasal 15 ayat (2) tentang tying agreement. Kaidah ini dapat ditemukan dalam Peraturan KPPU No 5 Tahun 2011 tentang Pedoman Pasal 15, namun belum secara menyeluruh diaplikasikan. Jauh sebelum Indonesia, negara Amerika Serikat sebagai negara pelopor hukum persaingan usaha ternyata telah menerapkan dua pendekatan tersebut pada tying agreement lebih dulu, dan tampaknya lebih konsisten dalam membedakan antar kedua pendekatan tersebut. Tulisan ini menganalisis: (1) pengaturan tying agreement di Indonesia dan Amerika Serikat; dan (2) penerapan pendekatan per se dan rule of reason pada perkara tying agreement di Indonesia dan Amerika Serikat. Untuk menganalisis fenomena tersebut, tulisan ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan studi perbandingan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaturan tying agreement di kedua negara tersebut dilandasi oleh model pengaturan dan instrumen pengubah yang berbeda, yaitu Indonesia pada UU Monopoli diikuti dengan perkembangan pada Peraturan KPPU tentang Pedoman Pasal 15, dan Amerika Serikat pada Sherman Act dan Clayton Act diikuti dengan perkembangan melalui presedens. Dalam penerapannya, hakim Amerika Serikat lebih konsisten memisahkan antara kedua pendekatan dibandingkan Majelis Komisi yang tidak secara menyeluruh menerapkan Peraturan KPPU tentang Pedoman Pasal 15. Maka, penting bagi Majelis Komisi untuk menerapkan pedoman tersebut secara menyeluruh, juga bagi KPPU untuk membentuk pedoman baru yang lebih tegas atau setidak-tidaknya mensosialisasikan pedoman yang sudah ada kepada masyarakat. ......In antitrust law, there are two approaches, namely per se and rule of reason. Generally, articles in the Monopoly Law use one of these approaches, but there are articles that can be examined with both, one of which is Article 15 paragraph (2) on tying agreements. This provision can be found in KPPU Regulation No. 5/2011 on Article 15 Guidelines, but it has not been thoroughly applied. Long before Indonesia, USA as a pioneer of antitrust law has applied the two approaches to tying agreements and has been more consistent in distinguishing between them. This paper analyzes: (1) the regulation of tying agreements in Indonesia and USA; and (2) the application of per se and rule of reason approaches in tying agreement cases in Indonesia and USA. To analyze the phenomenon, this paper uses normative juridical research method with comparative study. The results show that the regulation of tying agreements in both countries is based on different regulatory models and changing instruments, Indonesia in Monopoly Law followed by developments in KPPU Regulation on Article 15 Guidelines, and USA in Sherman Act and Clayton Act followed by developments through precedence. In its application, USA judges are more consistent in separating between the two approaches than the Majelis Komisi which does not thoroughly apply the KPPU Regulation on Article 15 Guidelines. Therefore, it is important for Majelis Komisi to apply the guidelines thoroughly, for KPPU to establish new guidelines that are stricter or at least socialize the existing guidelines to the society.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Yani
Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2000
346.07 AHM p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Yani
Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2003
346.07 AHM p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Marsh, S.B.
Bandung: Alumni, 1980
346.02 MAR b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>