Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2284 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Darmiastuti
"Permasalahan penelitian ini adalah, pertama bagaimana perkembangan penulisan buku pelajaran sejarah dari tahun 1964-1984 dalam kaitannya dengan kurikulum ?, kedua bagaimana pendekatan yang digunakan dalam penulisan buku-buku teks pelajaran sejarah dari tahun 1964 sampai dengan tahun 1984 dilihat dari aspek pendekatan historiografi ? ketiga bagaimana historiografi dalam mata pelajaran Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB) ?
Untuk menjawab permasalahan tersebut, secara metodologis penulis menempatkan perkembangan penulisan buku teks pelajaran sejarah di SMA serbagai bagian dari perkembangan penulisan sejarah di Indonesia dan perkembangan kebijakan pemerintah mengenai kurikulum pendidikan nasional khususnya mata pelajaran sejarah, Buku teks pelajaran sejarah di SMU selain harus memenuhi kriteria penulisan sejarah yang bersifat ilmu, harus pula mengikuti kriteria yang bersifat politik, ditetapkan oleh pemerintah dalam bentuk kebijakan kurikulum, karena buku teks merupakan alat pendidikan.
Dalam penelitian ini, penulis menganalisis secara historiografis terhadap isi buku pelajaran sejarah SMU yang dipakai pada Kurikulum Tahun 1964, 1968, 1975, 1984 dan PSPB. Kerangka analisis yang digunakan dengan menempatkan isi buku-buku tersebut pada historiografi Indonesia yang Neerlandosentris, Indonesiasentris, Ideologis.
Buku-buku pelajaran sejarah pada dasarnya merupakan buku sumber yang digunakan di sekolah untuk kepentingan pendidikan. Secara teoretis buku teks pelajaran merupakan pelaksanaan dari kurikulum yang berlaku. Kurikulum ditetapkan oleh pemerintah. Tujuan kurikulum biasanya merupakan tujuan pendidikan yang diinginkan oleh pemerintah. Dalam konteks historiografi tujuan kurikulum dapat merupakan jiwa zaman yang mewarnai penulisan sejarah.
Berdasarkan hasil analisis tersebut penulis temukan yaitu buku-buku yang terbit tahun 1950-an dan dipakai dalam Kurikulum 1964, unsur Neerlandosentris-nya masih nampak, walaupun menggunakan judul "Sejarah Indonesia". Hal ini disebabkan oleh buku-buku tersebut masih menggunakan rujukan terhadap buku sejarah yang ditulis oleh orang-orang Belanda. Buku yang terbit tahun 1960-an yang digunakan dalam pelaksanaan Kurikulum Tahun 1968, penulisan yang Indonesiasentris sudah mulai ada. Menempatkan bangsa Indonesia sebagai aktor utama sejarah, bangsa Indonesia sudah ada sejak jaman Hindu-Budha.
Konsepsi Indonesia secara geopolitik sudah ada pada zaman Sriwijaya dan Majapahit. Ideologis sudah nampak dalam buku yang diterbitkan oleh Pemerintah, atau dikenal dalam buku paket. Buku ini dipakai dalam pelaksanaan Kurikulum Tahun 1975, 1984 dan PSPB. Penulisan yang bersifat ideologis, sangat dominan dalam buku PSPB. Pendekatan ini melihat sejarah sebagai suatu lambang untuk masa kini. Ada standarisasi nilai atau kebenaran yang bersifat subjektif dalam menilai peristiwa sejarah, seperti penggunaan standar "Nilai-Nilai 45". Contoh pada zaman Demokrasi Liberal dianggap sebagai pelanggaran terhadap nilai-nilai 45."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2002
T1436
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gultom, Eljipar
"Guna mewujudkan pertanian yang modern, tangguh, efisien dan berkelanjutan serta selaras dengan paradigma baru desentralisasi penyelenggaraan pemerintahan sesuai dengan Undang Undang No 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah dan Undang Undang No 25 Tahun 1999 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah, maka salah satu upaya yang penting dilakukan yakni melaksanakan pembinaan sumber daya aparatur melalui pengembangan diktat bagi aparat/pejabat di bidang pertanian.
Sumber daya aparatur di Jajaran Depdagri dan Pemda dalam konteks melaksanakan tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan diharapkan dapat berperan maksimal dengan produktifitas kerja yang tinggi, efisien, cakap dan bertanggungjawab, termasuk di dalamnya memberikan pelayanan terbaik kepada publik. Namun dibalik harapan itu diakui bahwa kinerja aparatur terutama para Penyuluh Pertanian di Daerah dinilai masih rendah karena kualitasnya juga relatif masih rendah.
Dalam era reformasi dewasa ini nampak ada kecenderungan di kalangan birokrat pemerintahan yang mengalihkan perhatiannya pada perumusan proses pengambilan keputusan belum mengindahkan dan menghargai unsur SDM yang secara utuh akan mengakibatkan kebijaksanaan relatif tidak akomodatif dan tepat sasaran. Sehinggga upaya peningkatan SDM aparatur membutuhkan transparansi kebijakan dan relevan dalam upaya mendukung pelaksanaan tugas sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing daerah.
Atas dasar kenyataan tersebut, upaya untuk meningkatkan kualitas aparatur penyuluh pertanian melalui Pendidikan dan Pelatihan sangat dibutuhkan selain diarahkan sesuai dengan kebijakan diktat-diktat teknis yang lain dan kebijakan instansi Pembina Teknis Jabatan Fungsional tertentu, juga secara spesifik diarahkan pada kegiatan yang langsung bersentuhan dengan pelayanan masyarakat.
Penelitian ini berusaha untuk mengkaji sejauhmana keberhasilan pelaksanaan program Diktat Fungsional Penyuluh Pertanian dalam rangka pembinaan aparatur di Badan Diktat Depdagri dan Otonomi Daerah serta berbagai faktor yang mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan kebijakan diktat bagi Penyuluh Pertanian tersebut. Selanjutnya penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitis yang mengungkapkan masalah-masalah yang terjadi pada saat ini dan berusaha menganalisisnya dengan didasarkan pada data dan informasi yang berkaitan dengan masalah penelitian dan melakukan diskusi dengan subyek yang berkompeten (unsur pimpinan pengelola, stake holders, study user, advisor dan tenaga ahli). Berdasarkan hasil analisis tersebut permasalahan penelitian ini akan dibahas dan dianalisis sehingga dapat diambil kesimpulan dan saran bagi pelaksanaan kebijakan diktat fungsional bagi penyuluh pertanian tersebut di masa datang.
Dari data hasil penelitian dapat dikemukakan bahwa kebijakan pimpinan Badan Pendidikan dan Pelatihan Departemen Dalam Negeri dan Otonomi Daerah untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi dalam mengimplementasikan program diktat bagi penyuluh pertanian adalah dengan memanfaatkan hasil pengkajian terhadap aspek kebutuhan dan manfaat program, kurikulum, peserta, penyelenggara, tenaga pengajar, sarana dan prasarana diktat dan pendanaan. Ditinjau dari aspek- aspek yang mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan kebijakan diktat bahwa masih kurang berhasil sehingga memerlukan perhatian dari pihak pengelola dalam menetapkan kebijakan untuk mengatasi masalah tersebut. Dalam menjamin mutu diharapkan pengelola dapat melibatkan perguruan tinggi dan pihak swasta khususnya dalam bertindak sebagai tenaga pengajar, penyusun modul maupun pengelola program. Disamping itu perlu diupayakan pengembangan strategi kebijakan pelaksanaan diktat yaitu strategi kemitraan, pengembangan kelembagaan , pengembangan kapasitas personil diktat dan strategi swadana."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T1990
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indra Maryunif
"Dalam menghadapi era globalisasi karakteristik yang paling menonjol adalah kompetisi internasional yang tajam. Untuk tetap bisa bertahan, setiap unit usaha harus mengembangkan keunggulan mutu dan pelayanannya.
Rumah Sakit merupakan suatu institusi yang padat modal, padat teknologi dan padat karya. Untuk dapat mencapai suatu standar kompetisi internasional, salah satu kuncinya adalah pengembangan kemampuan dan perilaku sumber daya manusia yang sesuai dengan tuntutan yang ada. Sumber daya manusia harus dapat bekerja sama dalam sebuah sistem pelayanan rumah sakit.
Peningkatan kualitas sumber daya manusia di rumah sakit antara lain dapat dicapai melalui pendidikan dan latihan (diklat). Ditinjau dari komposisi SDM di Rumah Sakit, tenaga perawat menempati persentase terbesar.
Berdasarkan hasil pengamatan sering terjadi bahwa kepuasan pasien terhadap kecanggihan teknologi rumah sakit, dengan bangunan dan fasilitas yang megah serta kepiawaian dokternya menjadi kurang sempurna tanpa dukungan tenaga perawat yang profesional. Hal ini disebabkan karena pelayanan keperawatan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan di Rumah Sakit , dimana fungsi perawat berlangsung selama 24 jam secara terus menerus setiap hari.
Dalam kurun waktu 5 tahun telah diselenggarakan sebanyak 178 kali program diklat perawat RSPP, yang terdiri atas 3 kelompok diktat, yaitu kelompok yang berdasarkan Manajemen Keperawatan, Asuhan Keperawatan dan kelompok yang dikaitkan dengan Penunjang Pelayanan.
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan identifikasi tentang kebutuhan program diklat bagi perawat yang dapat memenuhi kebutuhan peserta baik secara individu maupun organisasi. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan menggunakan wawancara mendalam secara tematik serta mendapat data sekunder tentang pengelolaan program.
Dari hasil penelitian antara lain diperoleh gambaran mengenai pelaksanaan diklat saat ini, kebutuhan diklat bagi perawat, kesesuaian materi diklat terhadap tugas-tugas keperawatan, bentuk evaluasi dan usulan bagi program pelatihan bagi diklat mendatang. Untuk pelaksanaan diklat saat ini sudah cukup baik namun ada beberapa hal yang harus diperhatikan, antara lain belum adanya struktur organisasi yang jelas bagi diklat sehingga menyebabkan kurang terprogramnya pelaksanaan diklat. Untuk kebutuhan diktat bagi perawat diharapkan program pendidikan dan pelatihan yang dilakukan dapat menunjang tugas-tugas keperawatan, antara lain dengan cara mengadakan diklat yang efektif serta dapat memenuhi bidang pengetahuan dalam menjalankan profesinya.
Untuk kesesuaian materi terhadap tugas-tugas keperawatan, menurut hasil wawancara diperoleh informasi bahwa materi yang diberikan masih bersifat situasional belum terprogram dan dirasakan masih kurang khususnya yang menyangkut tugas-tugas keperawatan. Evaluasi untuk penyelenggaraan diklat sudah dilakukan, namun belum ada format yang baku. Bentuk evaluasi yang biasa dilakukan bersifat observasi secara langsung baik dari dokter, perawat, pasien ataupun keluarga pasien. Untuk pelaksanaan diklat mendatang ada beberapa subjek yang diusulkan oleh para informan, dan diharapkan usulan yang bersifat bottom up tersebut dapat digunakan untuk menyusun suatu program pendidikan dan pelatihan perawat Rumah Sakit Pusat Pertamina di tahun mendatang.
Daftar Kepustakaan : 32 ( 1978 -2001 )

1997 - 2001 Nurse Education and Training Program Evaluation OF Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP)
International competition becomes more crucial in the globalize world. To be survive and successful, every business unit has to improve their quality of their product and services.
Hospital is an institution which is strongly supported by capital, technology and human resource. One of the requirements for hospital to be competitive globally is to improve the technical skills and behaviour of its human resources. Human resources should be able to cooperate in the hospital service system.
Human resources quality improvement in hospital can be achieved through education and training. The highest percentage of human resources in hospital is composed by nurses.
Based on the observation, high technology medical equipments, excellent facilities I buildings, skilled and professional doctors are not enough to satisfy its customers without support from the professional nurses. Nurses play an important role in providing services to customer since they are the one who mostly interact with customer all the time, 24 hours a day, 7 days a week.
Within 5 years, the RSPP Nurse Education and Training program have been held for 178 times_ These programs are divided into 3 categories as followed: The Nurse Management, Nurse Care and Service Support.
The aim of this research is to identify the education and training program which is needed by the Nurse both individually and organizationally to improve their performance which at the end it would improve the quality of the service of the Hospital. The research method used here is the qualitative method by using in-depth interview which is supported by secondary data of the program management.
The research is intended to give an overview on how the current education and training program works, training needs of the nurse, the relevance of the training materials with the nurse activities, evaluation and suggestion for the education and training program. Although the current education and training program is already running well, still there are things to be encouraged such as establishing clear organization structure for people involved to make the training better programmed. The training and education program is expected to be supportive for nurses in doing their job. Therefore it should be an effective training that can increase the knowledge and skill in their profession as a nurse.
Based on the interview with nurses who attend the training and education program, it is informed that the current program is designed on case by case basis which come up on the daily activities. Hence it is not well programmed and inadequate specifically for nurses job. The hospital should design more integral and comprehensive training program for the nurse. Even though RSPP has program evaluation, but there is lack of standard evaluation. The form of current evaluation is direct observation conducted by doctors, nurses, patients or patient's families. On the interview done by the researcher 1 writer, several nurses suggested training subjects to be adopted in designing the education and training program for the coming years.
Reference : 32 ( 1978 -2001 )"
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T 4499
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Nengah Mustika
"Program Pendidikan Diploma III Keperawatan Kelas Khusus Rumah Sakit adalah suatu program pendidikan yang bertujuan menghasilkan tenaga perawat profesional pemula, bagi para perawat yang telah bekerja di rumah sakit, namun dasar pendidikan keperawatannya lulusan SPK dan SPR. Para lulusan D III Keperawatan diharapkan mampu menguasai pengetahuan, memperbaiki sikap dan terampil dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien dengan pendekatan proses keperawatan. Dalam proses keperawatan menekankan pada pentingnya komunikasi untuk memahami keadaan pasien, untuk itu perlu menggunakan komunikasi interpersonal yang bersifat terapeutik. Komunikasi terapeutik ini merupakan kegiatan yang tidak terpisahkan dari asuhan keperawatan, guna menjaga mutu pelayanan keperawatan secara komprehensif dan profesional. Namun pada kenyataannya, sampai saat ini masih dirasakan adanya ketidakadekuatan dalam praktek/pelaksanaan komunikasi terapeutik oleh perawat di Rumah Sakit Umum, walaupun mereka telah mendapatkan teori mengenai hal tersebut.
Tujuan penelitian ini adalah untuk diperolehnya informasi mengenai prraktek/pelaksanaan komunikasi terapeutik, dan melihat hubungan antara umur, Jenis kelamin, pengetahuan, sikap, fasilitas, peran pembimbing klinik dengan praktek / pelaksanaan komunikasi terapeutik daIam asuhan keperawatan di Rumah Sakit Umum Kota Bogor.
Penelitian ini merupakan penelitian analitik yang menggunakan rancangan penelitian Cross Sectional. Populasi dan sampelnya adalah mahasiswa tingkat III kelas khusus rumah sakit, Akper Depkes Bogor tahun 2002, sejumlah 100 orang (total sample). Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner, wawancara dan self assessment. Data kemudian diolah secara statistik dengan tehnik Chi-square dan Regresi Logistik. Analisis data terdiri dari analisis univariat, bivariat dan multivariat.
Hasil penelitian menunjukkan sebesar 62 % responden melakukan praktek komunikasi terapeutik dengan baik. Dari hasil analisis bivariat diketahui bahwa variabel umur mempunyai p value = 0,0035, sedangkan pengetahuan , sikap, dan peran pembimbing klinik masing-masing mempunyai p value = 0,000 , yang berarti mempunyai hubungan bermakna dengan praktik komunikasi terapeutik. Hasil analisis multivariat dengan regresi logistik, menunjukkan ada tiga dari enam variabel yang berhubungan bermakna dengan praktek komunikasi terapeutik, yaitu umur dengan OR 43,966 (95% CI :3,538 - 546,278), pengetahuan dengan OR 9,057 (95% CI : 1,412 --58,094), dan peran pembimbing klinik dengan OR 49,193 (95% Cl : 5,631 - 429.690 ). Dari ketiga variabel tersebut yang paling berhubungan untuk melaksanakan komunikasi terapeutik dengan baik adalah peran pembimbing klinik.
Berdasarkan hasil penelitian ini, penulis sarankan bagi dosen pemberi materi komunikasi terapeutik agar penyajiannya lebih mudah dipahami mahasiswa, maka perlu dimodifikasi dengan alat bantu (pemutaran video, peragaan oleh dosen, mahasiswa mempraktekkan di laboratorium sekolah). Pada saat praktek di ruang rawat, pembimbing klinik menjadi model praktek komunikasi terapeutik, sehingga mahasiswa mendapat pengalaman nyata yang positif. Bagi manajer keperawatan rumah sakit agar memberikan penilaian berkala melalui atasan langsung kepada perawat yang mempraktekkan komunikasi terapeutik dengan baik.

Factors related with Student's Perception to Implementation of Therapeutic Communication in Nursing Care among Hospital Special Class at Academy of Nursing in Bogor in 2002The Program of Diploma III in Nursing Hospital Special Class is an educational program with the aim to produce junior professional nurses. It is followed by nurses who have been working at the hospital, but their nursing educational background from - SPK and SPR. Finally, the graduations of the program are required to master the nursing knowledge, be better in attitude/ behavior, and skillful in applying practice by nursing process approach. In the nursing care process is stressed in the importance of communication, in order to comprehend the patient's condition. That's the interpersonal therapeutic communication, which is inseparable activity in nursing care to keep up good quality in comprehensive and professional nursing. In fact; the implementation of therapeutic communication is still weakness, although the nurses had known the theories.
The objective of this research is to obtain information about therapeutic communication implementation, and to examine the relation between nurse's characteristic including: age, gender, knowledge, attitude, facilities, and clinical instructor role with the implementation of therapeutic communication in nursing practice at the general hospitals in Bogor.
This is an analytic research that using Cross Sectional Design. Population and samples were students of grade HI in hospital special class, Academy of Nursing Bogor in the year 2002, there were 100 persons (Total sample). Data collecting was carried out by questionnaire, interview and self assessment. The data then statistically processed applying Chi-square ang Logistic Regression Techniques. The data analysis consists of univariate, bivariate and multivariate.
The result of this research showed that more than half of respondents (62 %) are well in implementing therapeutic communication. From the bivariate analysis is known that variable of age has p- value = 0, 0035, while variable of knowledge, attitude and clinical instructor role each has p- value = 0,000. It means there are significant relationships with implementation of therapeutic communication. The outcome of multivariate analysis applying Logistic Regression Techniques, shown that 3 variables have significant relationship with therapeutic communication practice. They are age with OR 43,966 (95% Cl: 3,538 - 546,278), knowledge OR 9,057 (95% CI: 1,412 - 58,094), and clinical instructor role OR 49,193 (95% CI : 5,631 - 429,696).
Based on this research, it is recommended to the lecturer of communication to modify their method of teaching by audio visual aid (AVA), like watching video and practice in the laboratory. Clinical instructor is being role model of therapeutic communication in nursing practice area. So the students have positive real experience. For the management of hospital is recommended giving therapeutic communication evaluation periodically, with the supervision of the direct manager of the nurses. For the better/best nurses who implementing therapeutic communication, give her/him reward or incentive."
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T 4456
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitti Rachmi Misbah
"Penelitian ini didasari masih tingginya angka kematian ibu dan angka kematian bayi di Indonesia dan khususnya di Kabupaten Buton, dan telah dilakukannya pelatihan APD bagi bidan di desa di Kabupaten Buton dan belum ada gambaran dampak pelatihan APD terhadap mutu proses persalinan. Penelitian dilakukan di Kabupaten Buton bagi bidan di desa yang telah mendapat pelatihan APD dan di Kabupaten Muna bagi bidan di desa yang tidak mendapatkan pelatihan APD. Dilaksanakan pada bulan Januari hingga Mei 2001. Jenis penelitian ini adalah deskriptif analitik dengan desain penelitian Cross Sectional. Teknik pengumpulan data menggunakan instrumen observasi untuk kepatuhan bidan terhadap proses persalinan dan kuesioner untuk karakteristik dan motivasi bidan di desa.
Hasil yang didapatkan adalah ada perbedaan mutu proses persalinan antara bidan di desa yang mendapat pelatihan dengan tidak mendapat pelatihan APD (p value = 0,049 a = 0,05). Ada perbedaan mutu proses persalinan antara kelompok umur lebih atau sama dengan 32 tahun dengan kurang dari 32 tahun (p value = 0,018 a = 0,05), serta ada perbedaan mutu proses persalinan antara bidan di desa dengan masa kerja lebih atau sama dengan 11 tahun dan kurang dari 11 tahun (p value = 0,012 ct = 0,05). Untuk motivasi bidan di desa antara yang pelatihan APD dan tidak pelatihan tidak ada perbedaan yang bermakna (p value = 0,388 a = 0,05).
Kesimpulan dari pelatihan ini ada perbedaan yang bermakna antara pelatihau APD dan mutu proses persalinan serta ada perbedaan mutu proses persalinan berdasarkan kelompok umur dan masa kerja. Sehingga bagi penyelenggara dan pelaksana program pelatihan APD tetap dilaksanakan dengan perbaikan pada metode, materi, waktu dan fasilitator pelatihan, juga diperlukan dukungan pelatihan lain yaitu pelatihan komunikasi.
Bagi Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Tenggara perlu memikirkan untuk pemerataan pelatihan APD bagi bidan di desa di Kabupaten-kabupaten lain di Propinsi Sulawesi Tenggara.

Analysis Training Impact of Basic Upbringing Childbirth toward Childbirth Process Quality by Midwife in Town of Buton Regency in 2001This research was still based on the high rate of Mother Death and the Baby Death in Indonesia, especially in Buton regency. The research of Basic Upbringing childbirth for midwife which had been done in Buton regency of the impact for this research toward the child birth process quality had not give the description yet. This research was done in Buton Regency for midwife in town which got the training of Basic Upbringing Childbirth and in Muna regency for the midwife who didn't get the same training on January until May 2001. Type of this research was Descriptive analytic with construction Cross Sectional. Technique of data finding was by using instrument observation for discipline of the midwife to the childbirth Process Quality and questioner for characteristics and motivation.
The result that the writer got was the differences of childbirth process quality between the midwife in town which got the training as compared to the midwife which didn't got it (P value = 0,049 a = 0,05). There are the differences of the Childbirth process quality between group of ages more than or same as 32 years old with the group less than 32 years old (P value = 0,018 a = 0,05), and the differences of childbirth process quality between the midwife in town by the time of working same or more than 11 years (P.value 0,012 0 = 0,05 ). There is no urgent differences for the motivation of midwife which got the training with the midwife which didn't get it (P value = 0,388 a = 0,05 ). Conclusion of this research is the urgent differences between training of Basic Upbringing Childbirth and the childbirth process quality and also the differences of childbirth process quality which based on group of ages and based on the time of working. So, for the committee and the organizer of this program still rearrange the method, materials, time and training facilitator. Beside that, it is important to add another kinds of training, such as communication training, completed with own evaluation of training method, the mutual standard, which was decided and can be obeyed by the midwife in town.
For the health official of southeast Sulawesi have to consider the even distribution of Basic Upbringing Childbirth for midwife in town of regencies in southeast Sulawesi."
2001
T4643
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Trini Nurwati
"Dosen sebagai tenaga pengajar dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu dosen sebagai bagian dari proses belajar mengajar dan dosen sebagai individu. Sebagai bagian dari proses belajar mengajar dituntut untuk menjadi tenaga profesional pendidikan dengan segala kompetensi yang dipersyaratkan, termasuk didalamnya mampu mengelola proses belajar mengajar dengan balk. Sebagai seorang individu dosen tak lepas dari adanya faktor-faktor yang akan selalu berbeda antara yang satu dengan yang lain. Faktor-faktor tersebut meliputi umur, jenis kelimin, latar belakang pendidikan, pelatihan yang pernah diikuti, akta mengajar yang pernah diikuti, pengalaman mengajar dan beban mengajarnya.
Sesuai dengan tugas dan peranannya seorang dosen harus mempunyai kompetensi mengajar sehingga menghasilkan lulusan yang bermutu, handal dan profesional. Para dosen akademi keperawatan swasta juga memiliki berbagai keanekaragaman faktor-faktor yang dimilikinya dan berdasarkan hasil wawancara dan catatan hasil ujian semesteran MK 105, MK 213, MK 217, MK 320 temyata masih banyak mahasiswa yang memperoleh nilai di bawah nilai kelulusan sehingga harus ikut ujian ulang (her). Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan inforrnasi mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kompetensi mengajar dosen akademi keperawatan swasta di kota Bandung.
Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan desain cross sectional . Lokasi penelitian adalah di Bandung, di Akper Borromeus, Akper Bhakti Kencana, Akper Bidara mukti dan Akper Achmad Yani. Pola penelitian ini tidak dilakukan pengambilan sampel karena semua dosen yang mengajar 4 mata kuliah keahlian sebanyak 75 orang dijadikan responden. Pengumpulan data primer dilakukan dengan memberikan kuesioner kepada dosen yang mengajar MK 105, MK 213, MK 217, dan MK 320 clan kepada mahasiswa tahun ke I, II, III yang terpilih untuk melakukan penilaian kompetensi mengajar dosen . Analisis data terdki dari analisis univariat, bivariat dan multivariat.
Hasil penelitian menunjukkan 62,7% dosen memiliki kompetensi mengajar cukup baik. Dari basil analisis bivariat diketahui latar belakang pendidikan dengan nilai p value = 0,020, beban mengajar dengan nilai p value = 0,030 dan umur dengan nilai p value = 0,020 mempunyai hubungan bermakna dengan kornpetensi mengajar. Hasil analisis multivariat dengan regresi logistik menunjukkan hanya latar belakang pendidikan yang berhubungan bermakna dengan kompetensi mengajar dengan nilai OR 4,88 setelah dikontrol oleh variabel akta mengajar, beban mengajar, dan umur.
Disarankan kepada Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan agar membuat suatu kebijakan bagi tenaga pengajar yang akan mengikuti pendidikan lanjut harus relevan dengan bidang keahliannya. Bagi Kanwil Depkes Propinsi agar melakukan pembinaan intensif kepada, institusi swasta. Bagi pimpinan Akademi Keperawatan agar disusun suatu program untuk meningkatkan kompetensi mengajar dengan menambah penguasaan pengetahuan/bahan pengajaran melalui pendidikan lanjut, pelatihan bidang studi dan pendidikan akta mengajar. Bagi dosen akademi keperawatan agar berusaha meningkatkan kompetensi mengajarnya melalui pendidikan lanjut, pendidikan akta mengajar atau latihan mengajar sendiri. Bagi peneliti lain agar diadakan penelitian sejenis dengan cakupan populasi yang lebih leas dan variabel penelitian yang lebih banyak.
Daftar Pustaka : 40 (1974 -1999)

Factors Related to Lecturer's Teaching Competence in Teaching Expertise Subject at Private Nurse Academy, Bandung, 2000Lecture as a teaching instructor can be seen from two dimensions, i.e. lecturer as a part of teaching-learning interaction and as an individual. As a part of teaching-learning interaction, lecturer is demanded to be a professional educator with all competence required, including teaching-learning management. As an individual, lecturer depends on some factors which differ from one another such as age, gender, education background, training, teaching certificate (AKTA), teaching experience and his/her teaching load.
A lecturer has to have teaching competence in order to bear high quality, reliable and professional graduates. Lecturers at private nurse academy also have various factors and based on interview and semester-test result of MK 105, MK 213, MK 217, MK 320 turned out that many students had. scores below passing grades. Therefore they have to makeup exam. Moreover this research has objective to obtain information about some factors related to lecturer's teaching competence at private nurse academy in Bandung.
The research were carried out in Bandung at Akper Borromeus, Akper Bhakti Kencana, Akper Bidara Mukti, and Akper Achmad Yani by using cross sectional design. This research didn't take sample for there are 75 respondents who teach four expertise subjects. Primary data is carried out by givings questioners to lecturers who teach MK 105, MK 213, MK 217, and MX 320 and to students from first, second and third year who are chosen to evaluate lecturer's teaching competence.
Analysis is carried out with univariat to find out frequency distribution. Bivariat analysis with simple logistics regression to find out the relation between independent variable and dependent variable; and confounding variable and dependent variable. Multivariat analysis with logistic regression to find out at the sometime some independent variables and confounding variables which is estimated influence dependent variable.
The result showed 62,7% lecturers have good teaching competence. The result of bivariat analysis was found out education background with score p value = 0.020; teaching load with score p value = 0,030 and age with score p value = 0.020 had correlation with teaching competence. The result of multivariat analysis with logistic regression was found out education background had correlation with teaching competense with score Odds Ratio or OR 4.88 after controlled by teaching certificate variable (AKTA), teaching load and age.
Based on the result of this research, we suggest the Center for Education for Health Personnel (Pusdiknakes) make a policy for teaching staffs who are going to take further education should be relevant to their competencies. Provincial Health Department (Kanwil Depkes) should give intensive assistance to private institutions especially for quantity and qualification of permanent and part-time teaching staffs. Nurse academy director should design programs to increase teaching competence by adding the mastery of knowledge/teaching material through further education, subject material training. Lecturer at nurse academy should try to upgrade his/her teaching competence through further education or self-practice teaching. Other researchers should carry out similar research in the future with larger respondents and variables.
References : 40 (1974 -1999)"
2000
T5142
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nyoman Sudja
"Melalui pengembangan fungsi penelitian, diharapkan terjadi suatu proses ilmiah yang menghasilkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang keperawatan/kebidanan khususnya pada lembaga pendidikan akademi keperawatan dan akademi kebidanan. Perkembangan pengetahuan dan teknologi di bidang keperawatan/kebidanan yang secara langsung dan tidak langsung mempengaruhi mutu pelayanan/asuhan yang diberikan.
Rendahnya kegiatan pengembangan proposal penelitian di beberapa akademi keperawatan dan akademi kebidanan di Jawa Barat, menyebabkan rendahnya kegiatan penelitian yang dilakukan. Dampak dari keadaan tersebut, adalah lembaga pendidikan tidak dapat secara optimal menopang perkembangan, pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya dalam bidang pendidikan keperawatan dan kebidanan sebagai upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan.
Kegiatan pengembangan proposal penelitian dipengaruhi oleh berbagai faktor, di antaranya keterampilan staf akademik, motivasi, tingkat pendidikan, masa kerja, imbalan, komitmen atasan, beban kerja, struktur,dan biaya.
Tujuan penelitian ini adalah diperolehnya informasi tentang gambaran kegiatan pengembangan proposal penelitian staf akademik Akper dan Akbid DepKes Se-Jawa Barat, dan faktor-faktor yang berhubungan. Penelitian ini dilakukan pada delapan dari sepuluh Akademi Keperawatan dan Adademi Kebidanan DepKes yang ada di Jawa Barat, pada bulan April sampai dengan Juni 2001.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, dengan rancangan cross-sectional terhadap 88 orang staf akademik. Hasil yang didapat menunjukkan kegiatan pengembangan proposal yang dilakukan staf akademik selama periode 1998 sampai 2001 hanya sebesar 26,1 %., Variabel yang berhubungan dengan kegiatan pengembangan proposal penelitian adalah variabel keterampilan, tingkat pendidikan, dan variabel struktur. Variabel yang dominan paling berhubungan adalah variabel tingkat pendidikan.
Dari hasil penelitian tersebut direkomendasikan kepada pihak Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan (Pusdiknakes) DepKes RI, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, dan institusi pendidikan Adademi Keperawatan dan Akademi Kebidanan DepKes Se-Jawa Barat, untuk meningkatkan jenjang pendidikan, keterampilan staf akademik dalam pengembangan proposal penelitian melalui peningkatan pelatihanpelatihan, peningkatan pendidikan, pembinaan pengembangan proposal, dan peningkatan manajemen kualitas unit penelitian lembaga pendidikan.
Penelitian lebih lanjut kepada peneliti lain, disarankan selain melakukan penelitian kuantitatif juga didukung oleh penelitian kualitatif yang menyangkut manajemen kualitas pada unit penelitian institusi pendidikan akademi keperawatan/akademi kebidanan.
Kepustakaan ; 50 (1973 - 2001)

Factors Related to the Academic Staff Activity on Research Proposal Development in Nursing and Midwivery Academy, Ministary of Health, in West Java 2000/2001By developing the research function in expected reveals the scientifical process which produces the development of science and technology in nursing and midwivery especially in the institution of nursing and midwivery education. The development of science and technology in nursing and midwivery ascertains the quality of nursing and midwivery education with directly or not influences the quality of service or guidance being given. The low activity of research proposal development causes the low research activity being done. It effects the istitution of education be unable to support optimally the development, application of science and technology especially in the field of nursing and midwivery as the effort to increase the quality of education.
The activity of research proposal development can be influenced by various factor, among other things are the skill of academical personnel, motivation, education grade, job experience, repayment, superior's commitment, work burden, position structure, and cost.
The aim of this research is to get the information about the description of activity in developing the research proposal of the academical staff in nursing and midwivery, Departement of health, West Java on April till June 2001. This research used the quantitative approach by cross-sectional to as many as 88 person of academical staff.
The final result showed that the activity of the research proposal development being done by the academical staff during the period of 1998 to 2001 is as many as 26,1 %. Variable test related to this proposal development is the education grade, skill variable and structure variable. The education grade variable is dominantly most related.
The mentioned research is recommended to the center for Health Personnel Education (Center For Health Porsonnel, The Republic of Indonesia, The Head of Health Ministary, Province of West Java and the institution nursing and midwivery academy, West Java) to increase the education grade, skill of the academical staff in developing the research proposal, training and management improvement on the research unit quality of the education institution.
For doing further research, the other researcher are suggested to do research not only quantitatively but also qualitatively on the object of quality management on the research unit on nursing and midwivery academy.
References : 50 (1973 - 2001)"
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T8222
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sinaga, Nesti S.R.
"ABSTRAK
Pendidikan D III Keperawatan merupakan salah satu jenjang pendidikan tinggi keperawatan yang bersifat akademik profesional, menghasilkan lulusan perawat profesional pemula yang mampu melaksanakan peran dan fungsinya dalam asuhan keperawatan kepada masyarakat. Salah satu strategi belajar yang dirancang agar peserta didik memiliki kemampuan profesional sesuai dengan tujuan pendidikan adalah pengalaman belajar klinik di lahan praktek yaitu suatu proses belajar mengajar yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menerapkan teori-teori dan keterampilan keperawatan yang telah dipelajari sebelumnya dan mengembangkannya pada situasi nyata di lahan praktek yang digunakan. Mengingat bahwa hasil yang dicapai peserta didik dalam pengalaman belajar klinik sebelumnya belum maksimal (pada M.A 219 rata-rata nilai 2,68, nilai minimum 2,38 dan nilai maksimum 3,03), maka dilakukan penelitian yang bertujuan untuk memperoleh informasi tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan hasil pengalaman belajar klinik peserta didik di Akademi Keperawatan Rumah Sakit Husada Jakarta Tahun Ajaran (T.A) 1999/2000.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan rancangan studi cross sectional, dengan informan adalah 72 peserta didik tingkat III T.A 1999/2000 yang baru selesai mengikuti pengalaman belajar klinik M.A 320, M.A 321, dan M.A 322. Pengolahan dan analisis data menggunakan analisis univariat dan bivariat, dengan perangkat lunak SPSS versi 6.0.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai teori khususnya M.A 320 dan M.A 321 mempunyai hubungan bermakna secara statistik dengan hasil pengalaman belajar klinik peserta didik.
Kesimpulan hasil penelitian, (1) secara umum hasil pengalaman belajar klinik peserta didik dalam M.A 320 masih kurang baik, M.A 321 cukup, sedangkan M.A 322 baik; (2) ternyata nilai teori mempunyai hubungan yang bermakna secara statistik dengan hash pengalaman belajar klinik peserta didik (p < 0,05); (3) tidak terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara motivasi peserta didik, latar belakang pendidikan pembimbing klinik, pengalaman kerja, pelatihan, dan kompetensi pembimbing klinik dengan hasil pengalaman belajar klinik peserta didik (p > 0,05).
Saran bagi Pusdiknakes Depkes. RI, perencanaan kembali pelatihan pembimbing klinik, mengembangkan standar praktek keperawatan dan sistem penilaian pengalaman belajar klinik, serta meningkatkan kemitraan dengan rumah sakit pendidikan.
Saran bagi institusi, perhatian dan upaya lebih besar dalam menata dan menciptakan iklim pembelajaran di sekolah (teori), program bimbingan klinik yang lebih efektif, pertemuan berkala, supervisi yang lebih sexing, mempunyai standar kinerja pembimbing klinik, dan meningkatkan kolaborasilkemitraan.
Saran bagi pembimbing klinik, mengidentifkasi faktor-faktor yang berkontribusi, meningkatkan mutu bimbingan klinik dan menciptakan lingkungan yang sarat dengan "role model" dan "caring", meningkatkan hubungan interpersonal yang terapeutik, serta menumbuhkan kepercayaan diri peserta didik.
Saran bagi peneliti lain, mengembangkan penelitian lanjutan atau penelitian lain yang belum ditinjau dalam penelitian ini.

ABSTRACT
The Factors Related to the Result of Student's Clinical Study Experience in Nurses Academy of Husada Hospital Jakarta in 1999/2000 D III degree of nurses education is one of the professional academic of high level nurses education, produces the beginner professional nurses who able to do their role and function in public nursing upbringing. One of the learning strategic designed to provide students with professional abilities according to the education purposes is the clinical learning experience at clinic field, which is a teaching-learning process that give students opportunities to apply the nursing theories and skills which have been learned before, and develop them in a real situation at the clinic field they use. Consider the result of student clinical learning experience that has been achieved before is not maximal yet (the average value for subject 219 is 2,68; the minimum is 2,38 and the maximum is 3,03), a research which purpose is to achieve informations about learner factors related to the student clinical learning experience result in NursiaAcademy of Husada Hospital Jakarta in 1999/2000 made.
This research is a quantitative research using a cross sectional study design, with 72 informer of 6'h term students in 1999/2000 who just passed the clinical learning experience of subject 320, 321 and 322. The data is processed and analyzed using univariat and bivariat analyze with SPSS version 6.0.
The result shows that the theory values, especially subject 320 and 321, have a statistical meaningful relation with the student clinical learning experience.
The summary of the research, (l) generally, the result of student clinical learning experience is under average for subject 320, average for subject 321, and good for subject 322, (2) theory values have a meaningful relation with the result of student clinical learning experience (p < 0,05), (3) there is not any statistical meaningful relation among students motivation, clinical instructor's educational background, work experience, training, and clinical instructor's competencies with the result of student clinical learning experience (p > 0,05).
Suggestion for Pusdiknakes Depkes. RI, reschedule the clinical instructor training, develop the standard of nursing practice and clinical practice appraisal system, and increase the relation with educational hospital.
Suggestion for the institution, give more attention and effort for creating and organizing a learning climate at the school (theory), make clinical guidance program more effective, make regular meeting, give more supervision, create a standard of clinical instructor performance, and increase the collaboration or partnership.
Suggestion for clinical instructor, identify the contribution factors, increase the quality of guidance process and create a nursing environment that full of role model, increase the therapeutic interpersonal relation, and develop the students confidence.
Suggestion for other researchers, develop an advance research or another one which never be observed before.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Somad
"Kompetensi merupakan seperangkat tingkah laku, keterampilan dan pengetahuan tertentu yang harus dimiliki oleh seorang guru. Sedangkan kompetensi yang harus dimiliki seorang guru atau dosen dalam mengajar antara lain ; kemampuan merencanakan dan mempersiapkan pengajaran, kemampuan menguasai materi pelajaran, kemampuan mengumpulkan dan menggunakan hasil belajar, kemampuan melakukan hubungan interpersonal dan kemampuan tanggung jawab profesi. Kesemuanya ini harus dimiliki sebagai bekal untuk melaksanakan proses belajar mengajar.
Penelitian ini menggunakan metoda non-eksperimental dengan rancangan potong lintang. Penelitian ini dilakukan pada Akademi Keperawatan Depkes Jambi dengan jumlah 45 dosen tetap dan tidak tetap yang mengajar mata kuliah keperawatan, sedangkan mahasiswa semester I, Ill dan V tahun 2001 yang terpilih secara acak untuk menilai kemampuan dosen.
Sedangkan tujuan penelitian ini dibuat untuk memdapatkan gambaran tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kompetensi mengajar dosen mata kuliah keperawatan di Akademi Keperawatan Depkes Jambi.
Hasil analisis univariat tentang kompetensi mengajar dosen, menyatakan dari 45 responder 53,3% memiliki kemampuan mengajar baik, 36,7% dosen memiliki kemampuan belajar kurang baik. Basil analisis bivariat variabel umur, beban mengajar, pelatihan dan laboratorium keperawatan mempunyai hubungan yang signifikan dengan kompetensi mengajar, dimana nilai p valuenya < 0,05 dengan demikian keempat variabel tersebut terlebih dahulu dilakukan uji rasio log-likelihood untuk dijadikan kandidat yang akan dimasukkan kedalam model multivariat. Dan basil akhir penyeleksian model multivariat terdapat dua variabel yang tersisa yaitu variabel beban mengajar dan pelatihan dengan nilai p valuenya < 0,05, sedangkan variabel pelatihan secara statistik mempunyai hubungan yang dominan dengan kompetensi mengajar.
Disarankan bagi Pusdiknakes agar program pendidikan pelatihan frekuensinya perlu ditingkatkan. Bagi Dinas Kesehatan Prnvinsi Jambi melaknkan supervisi dan pembinaan kebawahan secara kontinyu, memberikan kemudahan dan izin pada staf dosen untuk mengikuti pelatihan. Bagi Direktur perlu melakukan supervisi kebawahan, melakukan koordinasi dengan seksi pendidikan dalam pemerataan jumlah jam mengajar, memberikan kemudahan kepada staf dosen untuk mengikuti pelatihan, melengkapi dan menyediakan media pengajaran, jumlah buku keperawatan dan memanfaatkan sarana laboratorium untuk membimbing mahasiswa dalam perkuliahan.
Bagi dosen melakukan instrospeksi diri dan melakukan perbaikan serta meningkatkan kemampuan secara bersama dalam hal; mengikuti pendidikan lanjutan, akta mengajar, pelatihan, menggunakan perpustakaan dan laboratorium keperawatan sebagai somber belajar. Bagi peneliti lain, sebaiknya dalam penelitian menggunakan metoda yang kombinasi, memperbanyak jumlah responden dan menambah subjek penilai kemampuan dosen.
Pustaka : 50 (1975 - 2001)

Analysis of Factor that Related to Lecturer's Teaching Competence in Nursing Subject at Nursing College, Jambi, 2001
Competence is a set of behavior, skill and certain knowledge that should be owned by a lecturer. While the competence that should be owned by them in lecturing, among others, the ability to plan and prepare of lecturing, the ability of mastering the subject material, the ability to collect and use the result of learning, the ability to do interpersonal skill and responsibility to profession. These all that mentioned above should be owned as an asset to do in learning process.
This study used non-experimental method with cross-sectional design. This study was implemented at Nursing College, Ministry of Health, Jambi with number of lecturer is 45 permanent and temporary who was lecturing on nursing subject, while the students of semester I, III and V in 2001 whose selected randomly to evaluate the ability of those lecturers.
The objective of this study was to obtain the description on the factors that related to lecturer's teaching competence in nursing subject at the Nursing College, MOH, Jambi.
The result of univariate analysis on lecturer's teaching competence showed that 45 respondents out of 53,3% having good ability in lecturing, and 36,7% of lecturers having less ability. Based on bivariate analysis on age variable, lecturing responsibility, training and nursing laboratory having relationship to the significant of teaching competence, where the p value was < 0,05.
So those four variables, at the first should be conducted ratio log likelihood to be becomed candidate, which will be inserting in multivariate model. Based on it, there was two variables that remaining, those were variable of lecturing responsibility and training with p value < 0,05, while the variable on training was statistically has relationship that dominant to teaching competence.
It was recommend to the Center for Education and Training of Health Personnel, MOH to increase its frequency in training. For Local Health Service, Jambi Province to do the supervision and guidance to its subordinate continually, giving permission and priority to teaching member to follow training. For the director to generate the number of hour in lecturing, giving priority to teaching member to follow a training, to fulfill and provide teaching media, number of nursing book and utilization of laboratories to guide the students in lecturing.
For lecturer should self-introspection and improving the ability in lecturing, such as continuing to advance learning, lecturing, and training, using library and nursing laboratories as source of learning. For other researchers should use combination method, increasing the number of respondent and adding the evaluation subject whose evaluate the ability of their lecturers.
References: 50 (1975-2001)
"
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T8231
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Umasih
"Tesis ini sebuah telaah atas perubahan kurikulum sejarah di Sekolah Menengah Atas (SMA) tahun 1975 sampai dengan 1994. Dalam mengkaji kebijakan nasional bidang pendidikan, menunjukan bahwa ternyata kebijakan tersebut sangat mempengaruhi kurikulum persekolahan baik yang nampak dalam struktur kurikulum maupun materi pelajaran, khususnya pada mata pelajaran Sejarah Indonesia dan Pendidikan Pancasila. Studi ini juga mengkaji proses perubahan kurikulum sejarah SMA tahun 1975, 1984 dan 1994 serta mendeskripsikan berbagai temuan yang menggambarkan hasil implementasi kurikulum tersebut.
Berbagai data yang diperoleh dari penelitian ini mengungkapkan adanya berbagai variabel yang mempengaruhi pelaksanaan kurikulum, salah satunya terkait dengan kebijakan nasional dalam aspek politik, sosial, ekonomi dan budaya.
Pengaruh dari kebijakan nasional membawa konsekuensi bagi pendidikan sejarah pada struktur kurikulum 1975 tidak ada lagi. Hal ini disebabkan mata pelajaran sejarah merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Para pengembang kurikulum ingin menerapkan model pendidikan di Amerika yang dianggapnya berhasil membawa kemajuan bagi negara tersebut. IPS merupakan terjemahan yang keliru dari social studies. Sebagai bagian dari IPS, sejarah Indonesia diajarkan kepada siswa SMA jurusan IPA hanya pada semester pertama, selebihnya di jurusan IPS dan Budaya yang mendapatkan Sejarah Indonesia dan Sejarah Kebudayan.
Kurikulum 1975, merupakan peletak dasar pertama dalam perkembangan sejarah penyusunan kurikulum Indonesia yang menggunakan teori pendidikan dengan pendekatan sistem. Melalui pendekatan tersebut keterkaitan antara tujuan, materi, strategi pembelajaran dan evaluasi pendidikan sangat jelas. Sejarah sebagai bagian dari IPS, menuntut kreativitas guru dalam mengemas materi sejarah yang berwawasan IPS (Geografi, Ekonomi, Kewargaan Negara) dengan pendekatan sistem tersebut. Namun masuknya sejarah dalam bidang studi IPS membawa akibat yang tidak menguntungkan pada pengajaran sejarah.
Pengajaran sejarah dianggap gagal dalam menumbuhkan kesadaran sejarah, memupuk sikap patriotisme dan nasionalisme siswa serta generasi muda, karena pads kurikulum 1975 tujuan pendidikan sejarah semata-mata membentuk visi keilmuan dan kurang memperhatikan tujuan untuk pembentukan nilai yang tercakup dalam mata pelajaran Sejarah dan Kewargaan Negara.
Sejak diberlakukannya kurikulum 1975 berkembang wacana untuk menelaah kembali pelajaran sejarah. Sejarah harus dikeluarkan dari kelompok IPS, sebab sejarah merupakan bagian dari Pendidikan Humaniora.
Berkembangnya dinamika sosial politik masyarakat ikut mempengaruhi terhadap konstelasi politik nasional saat itu, sebagai akibatnya kebijakan pendidikan yang dimunculkan berkaitan erat untuk memperkokoh ideologi politik dan hegemoni kekuasaan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan mengintervensi kebijakan pendidikan. Dalam perkembangan berikutnya (kurikulum 1984) posisi sejarah dalam struktur kurikulum memunculkan Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB), yang tercantum dalam Garis-garis Besar Haluan Negara tahun 1981 Meskipun PSPB bagian dari Pendidikan Pancasila yang berarti bukan pendidikan sejarah, tetapi kebijakan memberikan mata pelajaran tersebut kepada siswa dari taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi, menjadi polemik dan wacana perdebatan di antara para sejarawan dan pendidik sejarah. Menurut para pakar sejarah yang berorientasi akademik (Sartono, Taufik Abdullah, Harsja W. Bachtiar) meniiai nuansa "pendidikan politik" dalam mata pelajaran tersebut begitu besar. Dalam penentuan materi nampak ada usaha untuk membuat "babad" baru, Sepeninggal Nugroho, Menteri (a.i.) J. B. Sumarlin mengambil kebijakan yang lebih fleksibel dalam penerapan mata pelajaran PSPB, tidak lagi secara formal terstruktur.
Pada akhir tahun 1980-an pemerintah Indonesia berhasil membuat Undang - undang No. 2 Tabun 1989 tentang Pokok-pokok Sistem Pendidikan Nasional. Atas dasar undang-undang tersebut, persiapan penyempumaan kurikulum persekolahan dimulai. Kurikulum baru tahun 1994 disusun tanpa mata pelajaran PSPB dan Sejarah Indonesia diajarkan kepada siswa SMU selama 9 catur wulan untuk semua jurusan.
Pengembangan kurikulum tidak lagi berdasarkan teori pendidikan dengan pendekatan sistemnya, kurikulum 1994 dikembangkan dengan menggunakan teori kurikulum. Berdasarkan teori tersebut, hubungan antara tujuan, materi, strategi pembelajaran dan evaluasi tidak merupakan sesuatu yang mutlak, tetapi ada fleksibilitas dalam pencapaian tujuan. Satu tujuan dapat dicapai oleh beberapa pokok bahasan atau beberapa sub pokok bahasan.
Filosofi pengembangan kurikulum 1994 adalah dalam rangka memberikan kebebasan kepada guru untuk mengembangkan kreativitasnya dan memberi penghargaan yang tinggi terhadap profesionalisme guru. Kondisi yang terjadi di lapangan (sekolah) tidak seperti apa yang diharapkan, karena berdasarkan hasil penelitian para pakar, ide pengembangan kurikulum 1994 tidak banyak dimengerti oleh guru karena kurang disosialisasikan. Sebagian besar guru masih pada poly lama, mengajar dengan cara konvensional.
Hal ini bertambah rumit dengan adanya kebijakan Kanwil, dan Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP) produk MGMP wilayah ikut memberi andil menghambat kreativitas guru. Sejarah sebagai ilmu dan alat pendidikan belum memperoieh titik temu pada tatanan kebijakan pendidikan pemerintah. Sejarah sebagai mata pelajaran yang merangsang kreativitas berfikir dan proses sosialisasi bagi siswa belum dapat terpenuhi. Sejarah tidak hanya mengajarkan fakta, tapi bagaimana guru dapat mengajak siswa berfikir kritis dan rasional, sehingga pelajaran sejarah tetap menarik bagi siswa SMA.

This thesis is a study of the change of histori's curriculum in Senior High School from the year 1975 until 1994. In studying the national policy on educational field, it apparently indicates that the policy greatly influences school curriculum 6081 in the structure of curriculum and in subject matter, especially the subject of Sejarah Indonesia and Pendidikan Pancasila. This study also investigates the process of the change of sejarah curriculum in senior high school year 1975, 1984 and 1994 and also explains various findings describing the result of that curriculum implementation.
Various data which were obtained from this investigation reveals a lot of existing variables which influenced the implementation of curriculum, one of which is concerning with national policy on political, social, economical and cultural aspect.
The influence of national policy brings about consequences that there is no education of history on the strcture curriculum 1975. It is because the subject of history forms a part of social studies (IPS). The curriculum designers want to apply American education model which is considered succesfull in bringing abouth progress for the country. IPS is mistaken translation from social studies. As a part of IPS, Sejarah Indonesia is taught to high school students who take the department of IPA only at the first semester, the rest is in the department of [PS and Budaya which constitute Sejarah Indonesia and Sejarah Kebudayaan.
Curriculum 1975 from the first founder within the history development of Indonesia's curriculum arrangement which is using educational theory by sisthemic approach. By using this approach, the connection between objective, material, learning strategy and evaluation becomes very clear. History as a part of 1PS demands teacher's creativity in conveying history substances which are IPS --oriented (geography, economy, civics) by using that systemic approach. But the disadvantage result on the teaching of history. The teaching of history is considered fail to generate historical awareness, to foter student's as will as young generation patriotic and nationalistic attitude.
Since curriculum 1975 is put into effect, there is a discourse to review the subject of Sejarah that must be excluded from IPS, because history is a part of Humaniora Education,
The development of society's social political dynamic takes part in influencing constellation of national politis at the time, as a result, the emerged educational policy is greatly related with the strengthening of political ideology and power hegemony. It can be done by interferring educational policy. In the next development of curriculum 1984, the position of history in the curriculum structure brings up Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB) which is included in Garis-Garis Besar Haluan Negara 1983. Although PSPB is a part of Pendidikan Pancasila which means it is not educational of history, but it becomes polemic and discourse argument among historists and historist education if that subject-matter is given to kindergarten student tell university student. According to academic-oriented history experts (Sartono, Taufik Abdullah, Harsjah W. Bachtiar), the "political education " nuance within thay subject matter is profound. In determining the material, it appears that there is an effort to make new " history". After the death of Nugroho, the minister (a.i) J.B. Sumarlin made the more flexible policy on applying the subject of PSPB, not in structurally formal way.
At the end of 1980s, the Indonesian government succeeded in making laws no.2 year 1989 on the principal of national education system. On the basis of the laws, preparation on the completion of school curriculum began. The new curriculum 1994 is composed without inserting the subject of PSPB, and then Sejarah Indonesia is taught to high school student for 9 Quarter month for all departments.
The philosophy of develoving curriculum 1994 is to give teachers freedom to develop their creativity and give them high reward for their professionalism. What happened in the (school) is not likely to be as expected, since according to the research of the experts, the idea of the development of curriculum 1994 is not well-understood by teachers because it is less-socialized.
Most teachers are still using the old pattern by teaching conventionally. It is getting more difficult with the presence of Kanwil policy and the product of MGMP which take part in hamperring teachers'creativity. Sejarah as a science and educational tool didn't obtain a point on the order of government educational policy. History as a subject matter which stimulates thinking creativity and socialization process for students hasn't been an end meets.
History not only teaches facts but also encourage teachers to how they can make students think critically and rationally, so that the lesson of history keep exciting for high school student."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2000
T9580
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>