Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 33752 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia, 2007
340.115 PEM
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Dadang Herli Saputra
"Pencapaian tujuan pembangunan nasional berdasarkan pancasila dan UUD 1945, dihadapkan dengan berbagai masalah, dan salah satunya adalah korupsi. Tindak pidana korupsi terjadi di semua bidang dan sektor pembangunan yang semakin meningkat, mengakibatkan tumbangnya rezim orde baru pada tahun 1998 karena gerakan reformasi. Selain supremasi hukum, salah satu tuntutan reformasi adalah penerapan desentralisasi kewenangan pemerintahan kepada daerah. Tapi pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia, yang semula diharapkan dapat memangkas tindak pidana korupsi tapi dalam kenyataannya justru menimbulkan penyebaran tindak pidana korupsi ke daerah. Hal tersebut ditandai dengan banyaknya para Kepala Daerah yang ditetapkan sebagai pelaku tindak pidana korupsi. Tindak pidana korupsi di daerah mengakibatkan gangguan iklim investasi di berbagai daerah di Indonesia.
Ruang lingkup penelitian dibatasi hanya pada penguatan fungsi Polda Banten dalam penegakan hukum tindak pidana korupsi. Oleh karena itu penelitian ini akan menjawab efektifitas kebijakan penegakan hukum tindak pidana korupsi, faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum tindak pidana korupsi; dan konsep strategi Polda Banten dalam penegakan hukum tindak pidana korupsi untuk mendukung iklim investasi yang kondusif. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis empiris yang diperluas yaitu untuk mengumpulkan, mengkaji dan mensistematiskan kaidah- kaidah hukum yang berlaku berkaitan dengan asas, konsep tentang penguatan fungsi kepolisian dalam penegakan hukum tindak pidana korupsi yang didukung dengan penelitian lapangan sebagai penunjang.
Hasil penelitian bahwa prosentase pencapaian penanganan perkara tindak pidana korupsi oleh Polda Banten telah melampaui target yang telah ditentukan akan tetapi belum efektif untuk mencegah potensi tindak pidana korupsi yang dapat mengganggu iklim investasi yang kondusif. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh berbagai macam faktor diantaranya yaitu: subtansi hukum; sumber daya manusia; sarana dan prasarana; anggaran; pengawasan, dan koordinasi lintas sektoral penegakan hukum tindak pidana korupsi. Oleh karena itu, Strategi Polda Banten dalam penegakan hukum tindak pidana korupsi untuk mendukung iklim investasi yang kondusif merupakan konsepsi pemecahan masalah yang dianalisis dengan menggunakan berbagai pendekatan yang kemudian ditransformasikan ke dalam analisa sumber daya manusia, anggaran, sarana prasarana, dan metode, sesuai urutan prioritas melalui implementasi Jangka Pendek, Menengah dan Panjang.

The achievement of national development goal which is based on Pancasila and the Constitution of the state of the Republic of Indonesia year 1945, challenged by many constraints and of that is corruption. Corruption crimes exists many aspects of development process. Corruption crimes that rapidly increase caused the falling of New Era regime in 1998 by reformation movement. Beside law supremacy, one of reformation demanding is decentralization. But the implication of decentralization and autonomy, which was expected to be able to cut corruption, in fact, causing the spreading corruption indeed in to local area. That can be seen from many local leaders were charged by corruption. The increasing of corruption in local area is causing inconvenience for investment in many local areas of Indonesia.
This research is limited in empowering the function of Banten Regional Police as a part of Indonesia Police in the context of law enforcement of corruption crimes. This research try to answer the effectiveness of Law Enforcement policy against corruption crimes, the factors that influence law enforcement against corruption; the strategy concept of Banten Regional Police to make better and conducive investment condition. The research method is empirical judiciary which is much more in collecting, studying and systematizing the law principles that concerns to the principle and concept of strengthening the police function in the law enforcement of corruption crimes which is supported by the field studies.
The result of this research is that the percentage of corruption crime cases that handled by Banten regional Police is over the target but has not effective yet to prevent the potency of corruption acts that might disturb the conductivity of investment. That condition was infected by many factors, namely: law substantial, human resource, infrastructure, budget, supervision, and intra- coordination among law enforcement institutions against corruption. Because of that, Banten Regional Police strategies in law enforcement against corruption crime to make better and much more conducive investment condition are problem solving concepts that has been analyzed using many approaching aspect which transformed into analyzing human resource, budget, infrastructure, and method, that sequent according theirs priority through implementing short term, middle term and long term plan strategy.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Puteri Adityani
"Indonesia sebagai negara kepulauan merupakan satu kesatuan wilayah yurisdiksi yang berdaulat dan mempunyai wewenang untuk mengatur, mengelola dan memanfaatkan kekayaan laut yang dimilikinya. Kekayaan sumber daya perikanan yang dimiliki Indonesia menimbulkan ancaman, yaitu adanya illegal fishing yang mengganggu terhadap stabilitas keamanan laut atau maritime security. Menyadari bahwa luasnya wilayah Indonesia dan juga ancaman illegal fishing, maka penegakan hukum di laut tidak dilaksanakan oleh satu institusi secara mandiri. TNI AL, Kepolisian Perairan, Kementerian Kelautan dan Perikanan serta Bakorkamla adalah lembaga penegak hukum di laut yang berwenang atas penegakan hukum illegal fishing.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas penegakan hukum dan penjelasan keterkaitan illegal fishing dengan maritime security. Untuk menjelaskan permasalahan, kerangka teoritis yang dipakai adalah penegakan hukum di laut, ocean policy, global policing dan transnational organized crime.
Penelitian kualitatif ini dilaksanakan dengan metode wawancara terstruktur dan juga focus group discussion. Data yang dikumpulkan mengindikasikan bahwa penegakan hukum yang dilaksanakan belum sepenuhnya efektif akibat tidak adanya harmonisasi dan koordinasi diantara penegak hukum karena pelaksanaan masih bersifat subsektoral. Ancaman illegal fishing terkait maritime security adalah karena dampak tindakan tersebut menghambat pelaksanaan pembangunan jangka panjang yang berada dalam kerangka ocean policy dan juga merupakan ancaman terhadap keamanan dan kedaulatan negara dengan pelibatan kapal berbendera asing yang melakukan penangkapan ikan tanpa izin.

Indonesia as an archipelago state has a vast area of jurisdiction over the sea and as a sovereign state has the authority to rule, to manage, and to harness the wealth of natural resources at sea. The wealth of fishery resources that Indonesia have creates a threat, and that threat is illegal fishing that disturbe the maritime security. Realizing the vast area of Indonesian water and the rising threat of illegal fishing, the law enforcement at the sea did not execute by one institution only. Indonesian navy, marine police, ministry of marine and fishery, and Bakorkamla are the institution that has the authority at sea as law enforcer on illegal fishing.
This research aims to know the effectiveness of law enforcement and the explanation and the relatedness between illegal fishing and maritime security. To explain the problems, the theoretical framework being used are law enforcement at sea, ocean policy, global policing, and transnational organized crime.
This qualitative research used structural interview method and focus group discussion. The data being collected indicate that law enforcement that has been executed is not entirely effective because of the disharmony and lack of coordination between the law enforcer due to the nature of subsectoral execution. The threat of illegal fishing and maritime security are those actions causing delay of long term development in the framework of ocean policy and also a threat towards national security and its sovereign by the involvement of foreign ship that's been doing illegal fishing.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S56024
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sullivan, Larry E.
Jakarta: Bhuana Ilmu Populer, 2010
R 363.23 SUL e
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Bimo Kesuma Adi
"Indonesia merupakan negara dengan kekayaan alam yang melimpah. Lebih dari 10-20 jenis tumbuhan dan satwa yang ada di dunia berada di wilayah Indonesia. Namun sekarang ini keberadaan sumber daya alam hayati dan ekosistem di Indonesia sedang terancam. Hal ini disebabkan beberapa factor yang salah satu diantaranya adalah banyaknya jumlah perdagangan satwa liar dilindungi di Indonesia. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya mengatur bahwa perdagangan satwa liar dilindungi sebagai suatu tindak pidana. Indonesia yang meratifikasi CITES pada tahun 1978 juga harus mengikuti ketentuan CITES dalam mengatur dan mengupayakan perlindungan hukum terhadap perdagangan satwa liar dilindungi.
Skripsi ini mengambil studi kasus perdagangan ilegal Trenggiling sebagai satwa yang dilindungi. Sejak bulan Oktober 2016, Trenggiling telah dimasukkan dalam daftar Appendiks I CITES sehingga perdagangan dalam negeri maupun luar negeri adalah dilarang kecuali untuk tujuan non-komersil maupun keadaan luar biasa. Namun hingga saat ini perdagangan Trenggiling masih dapat ditemukan. Hal ini menunjukkan penegakan hukum dalam peraturan nasional masih belum dapat dilakukan secara optimal. Hal ini dapat terjadi karena masih banyak aparat penegak hukum yang belum menyadari dan mengerti secara penuh ancaman terhadap ekosistem ketika perdagangan satwa liar marak terjadi. Sehingga diperlukan perbaikan pada faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum terhadap tindak pidana perdagangan ilegal satwa liar ini.

Indonesia is a country which has high biodiversity.10 20 of plant and animal species in this world are exist in Indonesia. But nowadays the existence of natural resources and ecosystems in Indonesia are being threatened. Endangerment of their lives caused by several factor, one of which is the number of illegal wildlife trade in Indonesia which grows rapidly. Law No. 5 of 1990 on Conservation of Natural Resources and Ecosystems rules that trading protected species is a crime. Indonesia as a country who has ratified CITES in 1978 should follow the convention to sought the regulation which create the law to protect wildlife species.
This thesis will take case study of Pangolin Manis javanica illegal trade. Since October 2016, Pangolin has been put to the list of Appendix I CITES which means the trade of this species is prohibited except for non commercial purpose or extraordinary reasons. This shows that law enforcement against illegal wildlife trade as stipulated in Indonesia Law cannot be executed optimally. This can happen because many of the law enforcers do not fully understand the threats of wildlife illegal trade to the ecosystem destruction. So it is necessary to improve all factors that affect law enforcement against criminal acts such wildlife trade.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S65760
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Widodo
"Tujuan penelitian ini adalah untuk : (1) mengetahui perkembangan proses penyidikan tindak pidana kepabeanan yang dilakukan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, (2) mengidentifikasi berbagai masalah yang timbul dalam pelaksanaan proses penyidikan tindak pidana kepabeanan yang dilakukan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam rangka penegakan hukum dan (3) mengidentifikasi hambatan dan kesulitan yang timbul dalam upaya penegakan hukum. Tinjauan pustaka yang digunakan adalah yang menjelaskan tentang pengertian dan sistem perpajakan, kepatuhan dalam perpajakan, tinjauan pajak dari segi hukum, aspek-aspek pidana dalam hukum pajak, tujuan sanksi pidana, dan penyidikan.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang lebih mementingkan pemahaman data yang ada daripada kuantitas atau banyaknya data, serta survey deskriptif analitik, dengan studi kepustakaan. Sedangkan analisis yang digunakan adalah analisis interaktif. Penelitian ini menghasilkan beberapa temuan : (1) dari segi perkembangan proses penyidikan tindak pidana kepabeanan di DJBC : proses penyidikan tindak pidana kepabeanan di DJBC saat ini identik dengan fungsi pengawasan. Kantor Pelayanan mempunyai akses yang lebih besar dibandingkan Kantor Wilayah dalam penguasaan informasi ini dan lebih mudah melakukan pengawasan. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor : KEP-444/KMK.01/2001 tanggal 23 Juli 2001 tentang Organisasi dan Tata kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan Kantor Pelayanan Bea dan Cukai, titik berat fungsi pengawasan berada pada Kantor Pelayanan jika dilihat dari ketersediaannya informasi dan akses ke arah informasi, Kantor Pelayanan lebih potensial untuk melakukan pengawasan dalam pengertian day-to-day-operations. Fungsi pengawasan yang bersifat pencegahan (Preventif) oleh Kantor Wilayah akan menghadapi kendala kurangnya informasi, jumlah tenaga dan biaya yang harus dikeluarkan tetapi untuk pengawasan yang kurang bersifat pencegahan misalnya verifikasi dan audit dapat dilakukan sepenuhnya. Meskipun di dalam fungsi Kantor Wilayah tersebut ada dimensi-dimensi pencegahan, penindakan, dan penyidikan namun kegiatan ini lebih efisien dan efektif dilaksanakan di Kantor Pelayanan sebab kegiatan-kegiatan tersebut merupakan tindak lanjut dari pemeriksaan dokumen, pemeriksaan barang, pemeriksaan penumpang, sampai kepada hasil patroli.
Dari segi masalah-masalah yang timbul dalam pelaksanaan proses penyidikan tindak pidana kepabeanan, upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan keberhasilan proses penyidikannya adalah adanya sinkronisasi hukum peraturan perundang-undangan. Dengan adanya kewenangan PPNS Bea dan Cukai, perlu diperhatikan lebih lanjut adanya praperadilan sebagai lembaga pengawasan horisontal terhadap upaya paksa dalam proses peradilan pidana. Terakhir dari segi hambatan-hambatan dan kesulitan-kesulitan yang dijumpai dalam proses penegakan hukum adalah adanya faktor teknis dan non teknis aparat penegak hukum yang meliputi dua hal yaitu : (1) sikap profesionalitas yang rendah dari aparat penegak hukum sendiri dan (2) kesadaran hukum aparat penegak hukum dan masyarakat yang masih rendah. Di samping itu penelitian ini juga menemukan faktor lain yang merupakan hambatan dan kesulitan dalam proses penegakar, hukum. Faktor tersebut adalah faktor yuridis, yaitu faktor undang-undangnya sendiri.
Saran yang diajukan setelah dilakukan penelitian ini adalah (1) mengoptimalkan fungsi Kantor Pelayanan dalam bidang penyidikan dan melakukan reposisi terhadap PPNS yang ada, (2) melakukan pelatihan penyidikan kepada pegawai yang belum PPNS serta pelatihan kembali dan magang kepada pegawai yang sudah PPNS tentang penyidikan dan beracara dalam peradilan, (3) melakukan sinkronisasi peraturan pendukung kegiatan PPNS dan kerjasama dengan penegak hukum lain, (4) melakukan sosialisasi kepada pengguna jasa kepabeanan tentang anti smuggling dan peranan PPNS DJBC.

The aims of the research are 1) identify the investigation process of customary crime done by the General Directorate of Custom and Tax; 2) identify problems in the process of investigation; 3) identify obstacles and difficulties in law enforcement related to customary crime. Literature study which is done is how to explain the meaning and the system of tax, compliance in taxation, tax in the perspective of law, criminal aspects in law of tax, goals of criminal sanction, and investigation.
Method of research applied in the research is descriptive with qualitative approach which tends to emphasize meaning of data rather than quantity of amount of data. Descriptive analytic survey is also applied with literature study and the analysis is interactive analysis. The research results some findings, which are 1) investigation of customary crime is identical with monitoring function, Provision Office has wider access compare to Division Office in controlling information and easier to control. Based on decree of Minister of Treasury Number KEP-444/KMK.01/2001 on 23 July 2001 on Organization and Job's Arrangement of District Office of General Directorate of Custom and Tax and Provision Office of Custom and Tax, the function of monitoring takes place in the Provision Office. Based on availability of information and access to day to day operation, the office is more potential to do monitoring. Preventive monitoring functions in District Office have a burden of lack of information, number of officer, and cost that must be paid. However, for verification and audit, District Office can have full authority. Even though in the function of District Office there are dimensions of preventive and investigation, it is more effective if it is done by Provision Office because it is a continuation of checking documents, goods and passengers, and also patrol's results.
From the problems emerge during the process of investigation, efforts to achieve better result is done by synchronize the regulations. With authority of PPNS in the Directorate, a pre-court should be considered as a horizontal monitoring mechanism on compulsory action in the process. From the dimensions of obstacles and difficulties, there are technical and non-technical factors of law enforcer which are low professional attitude of them and low awareness of law enforcer and society. The research also finds juridical factors in this dimension. The problem is the law itself.
It is suggested that the Directorate 1) optimize the function of Provision Office in investigation and reposition of existing PPNS; 2) arrange investigation training for employee who have not yet PPNS and re-training and also apprentice to employee who have PPNS on investigation and make a good conduct in court; 3) synchronize supporting law for PPNS activities and cooperate with other law enforcer; and 4) socialize the customer on anti smuggling and the role of PPNS in the Directorate.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T21611
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Putri Tanjung Sari
"ABSTRAK
Pada penulisan tesis ini akan dibahas tentang Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran
Rahasia Jabatan Notaris. Hal ini dilatar belakangi karena Notaris dalam menjalankan
jabatannya selaku Pejabat Umum selain terikat pada suatu peraturan jabatan, juga terikat
pada sumpah jabatan yang diucapkan pada saat diangkat sebagai Notaris, dimana Notaris
wajib untuk merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperolehnya. Dari latar belakang
tersebut maka muncul permasalahan bagaimana lingkup rahasia jabatan Notaris terhadap
akta yang dibuat oleh Notaris menurut Undang-Undang Jabatan Notaris dan dalam
peraturan lainnya, kemudian bagaimana penegakan hukum terhadap pelanggaran rahasia
jabatan Notaris. Kewajiban Notaris untuk merahasiakan isi akta dan keterangan yang
diperolehnya dalam pelaksanaan jabatannya tidak hanya diatur dalam Undang-Undang
Jabatan Notaris saja, ada Undang-Undang lain yang memberikan aturan agar Notaris juga
ikut merahasiakan akta yang dibuat nya yaitu dalam ketentuan Undang-Undang
Perbankan. Pada sisi lain terhadap hal ini ada pengecualian dimana Notaris wajib untuk
memberikan kesaksian atau mengungkapkan keterangan akta yang telah dibuatnya
apabila berkaitan dengan ketentuan dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dan
Undang-Undang Pengadilan Pajak. Terhadap Notaris yang terkait pemanggilan untuk
mengungkapkan isi akta atau keterangan yang terkait Tindak Pidana Korupsi atau
perpajakan maka Notaris tidak dapat dikenakan sanksi terhadap jabatannya.

Abstract
In writing this thesis research examines the Law enforcement on Notary?s Secret
Violation. This is the background for running a notary in addition to his position as
General Officer is bound to a regulatory position, also bound by the oath of office was
said at the time was appointed as a notary, in which the notary is obliged to keep the
contents of the deed and the information obtained. From this background it appears the
question of how the scope of the secrecy of the notary deed made by a notary under the
Act Notary and in other regulations, then to how confidential law enforcement against
violations of notary office. Notary obligation to keep confidential the contents of the deed
and the information gained in the implementation of office is not only regulated in the
Law on Notary course, there is another Act that provides the rules to keep the Notary
deed also made that the provisions of the Banking Act. On the other side of this there are
exceptions where the notary is obliged to testify or disclose the information that has been
made if the deed relates to the provisions of the Act of Corruption Act and the Tax
Court. Related to the notary deed calls to disclose the contents or information related to
corruption or tax the notary can not be penalized for his post."
2012
T30472
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sihite, Rionaldo Fernandez
"Tesis ini membahas tentang kedudukan Komisi Pengawas Persaingan Usaha KPPU dalam struktur ketatanegaraan, mekanisme penegakan hukum persaingan usaha dan kekuatan hukum Putusan KPPU, serta analisis mengenai apakah seharusnya mekanisme penegakan hukum persaingan menggunakan sistem peradilan administratif mengingat KPPU merupakan lembaga dengan kewenangan menjatuhkan sanksi administratif. Tesis ini menggunakan metode penelitian normatif doktrinal dengan melakukan analisis permasalahan melalui pendekatan asas-asas hukum serta mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan, dimana sumber data dititikberatkan pada data sekunder yang diperoleh dari berbagai bacaan seperti peraturan perundang-undangan, buku-buku, dan internet yang dinilai relevan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Pertama, KPPU merupakan lembaga negara penunjang auxiliary state rsquo;s organ bersifat independen yang dibentuk untuk membantu kinerja lembaga negara utama dibidang penegakkan hukum persaingan usaha. Kedua, Kekuatan putusan KPPU sangat tergantung dari reaksi terlapor, akan mempunyai kekuatan hukum tetap bila : 1 Pelaku Usaha tidak mengajukan keberatan, 2 alasan keberatan terhadap putusan KPPU ditolak oleh pengadilan negeri dan pelaku usaha tidak mengajukan kasasi kepada MA, dan 3 alasan-alasan Kasasi yang diajukan ditolak oleh MA. Ketiga, sistem peradilan administrasi di Indonesia diselenggarakan oleh PTUN, dan PTUN telah mengatur secara tegas bahwa yang menjadi wewenangnya adalah persengketaan yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara, sedangkan KPPU bukanlah pejabat Tata Usaha Negara dan Putusan KPPU bukan keputusan Tata Usaha Negara, sehingga KPPU bukanlah termasuk dalam lingkup kewenangan dari peradilan administrasi negara.

This thesis discusses the position of Business Competition Supervisory Commission KPPU in the constitutional structure, mechanism of law enforcement business competition and legal force of KPPU 39 s Decision, and an analysis of whether the competition law enforcement mechanisms should use administrative court system considering KPPU is an institution with the authority to impose administrative sanctions. This thesis uses normative doctrinal research method by conducting problem analysis through law principles approach and referring to legal norms existed in laws, where the data sources are focused on secondary data obtained from various literatures such as legislation, books, and internet sources which are considered as relevant. The results show that First, KPPU is an independent auxiliary state 39 s organ formed to assist the performance of main state organs in field of business competition law enforcement. Secondly, the KPPU rsquo s decision force depends very much on the reaction of convict, will have legal force decision if 1 the business actor does not object 2 the reason for objection to KPPU 39 s decision is rejected by district court and business actor does not appeal to Supreme Court 3 proposed cassation reasons was rejected by Supreme Court. Thirdly, the administrative court system in Indonesia is administered by the State Administrative Court, and the Administrative Court has stipulates that its authority is a dispute arising in field of State Administration, while KPPU is not a State Administrative Officer and KPPU 39 s Decision is not a State Administrative Decision, so that KPPU is not within the scope of authority of state administrative court."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
T47588
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silaban, Oliviana Magdalena
"Tulisan ini menganalisis bagaimana pengaturan dan penegakan hukum kemitraan khususnya pada pola inti plasma di sektor perkebunan kelapa sawit melalui Putusan Perkara KPPU No. 03/KPPU-K/2021. Tulisan ini disusun dengan menggunakkan metode penelitian doktrinal. Pelaksanaan kemitraan merupakan upaya pemerintah untuk memberdayakan dan mengoptimalkan peran UMKM dalam produktivitas usaha perkebunan terhadap perekonomian nasional. Bahkan, kemitraan juga diatur sebagai kewajiban hukum bagi perusahaan untuk mendapatkan izin usaha perkebunan. Namun dalam prakteknya, hubungan kemitraan melahirkan berbagai permasalahan hukum, mulai dari diferensiasi aturan hukum yang saling bertentangan hingga sistem perkebunan yang bersifat kapitalistik sehingga berfokus pada kepentingan perusahaan semata. Lemahnya posisi tawar dari UMKM mengakibatkan aset, kegiatan usaha, dan kekayaannya dikuasai atau dimiliki oleh perusahaan mitra usahanya. Untuk itu, eksistensi lembaga independen yang berpihak pada UMKM merupakan hal penting untuk melindungi kepentingan dan haknya dari penyalahgunaan posisi dominan perusahaan. Dalam hal ini, KPPU telah diberikan kewenangan untuk mengawasi dan menjatuhkan sanksi administratif pada perusahaan yang terbukti melanggar kemitraan. Namun sayangnya, penegakan hukum tersebut belum dapat diupayakan secara maksimal akibat dualisme peraturan sektoral yang berlaku. Sebagaimana pada Putusan Perkara KPPU No. 03/KPPU-K/2021, Majelis Komisi telah menjatuhkan sanksi administratif pada Terlapor PT Suryabumi Tunggal Perkasa (“PT STP”) yang terbukti menguasai Koperasi Tri Hampang Bersatu (“Kopbun THB”) sesuai Pasal 35 ayat (1) UU No. 20 Tahun 2008 (“UU UMKM”). Namun dalam putusan a quo, Majelis Komisi tidak menjatuhkan sanksi administratif dan bahkan menggantungkan pemenuhan hak Kopbun THB pada keputusan lembaga eksternal. Adapun hasil penelitian ini sejatinya menunjukkan ketentuan hukum yang ada belum cukup memprioritaskan perlindungan UMKM. Celah hukum tersebut juga sering didalilkan oleh perusahaan untuk tidak memenuhi kewajiban hukumnya pada UMKM. Bahkan, diferensiasi aturan juga melemahkan peran dan kewenangan KPPU dalam menegakkan hukum kemitraan di Indonesia.

This paper analyzes the regulation and enforcement of partnership law, particularly the core-plasma partnership model in the palm oil plantation sector, through KPPU Case Decision No. 03/KPPU-K/2021. This study employs a doctrinal research method. The implementation of partnerships is a government effort to empower and optimize the role of MSMEs in enhancing plantation business productivity and contributing to the national economy. Moreover, partnerships are also legally mandated for companies to obtain plantation business permits. However, in practice, partnership relationships give rise to various legal issues, ranging from conflicting legal regulations to a capitalistic plantation system that prioritizes corporate interests. The weak bargaining position of MSMEs results in their assets, business activities, and wealth being controlled or owned by their corporate partners. Therefore, the existence of an independent institution that advocates for MSMEs is crucial to protecting their interests and rights from corporate abuse of dominant positions. In this regard, the KPPU has been granted the authority to oversee partnerships and impose administrative sanctions on companies found to be in violation. Unfortunately, however, law enforcement remains suboptimal due to the dualism of applicable sectoral regulations. As seen in KPPU Case Decision No. 03/KPPU-K/2021, the Commission Panel imposed administrative sanctions on the Respondent, PT Suryabumi Tunggal Perkasa ("PT STP"), which was found to have controlled Koperasi Tri Hampang Bersatu ("Kopbun THB") in violation of Article 35(1) of Law No. 20 of 2008 ("MSME Law"). However, in the said decision, the Commission Panel did not impose additional administrative sanctions and instead made the fulfillment of Kopbun THB's rights contingent on an external institution's decision. The findings of this study indicate that existing legal provisions have not sufficiently prioritized MSME protection. This legal gap is often exploited by companies to evade their legal obligations to MSMEs. Moreover, regulatory differentiation also weakens the role and authority of the KPPU in enforcing partnership law in Indonesia. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Handik Zusen
"Pembahasan dalam tesis ini adalah bahwa aksi cyberterorism yang dilakukan oleh suatu kelompok orang dengan memanfaatkan dunia maya merupakan salah satu bentuk teror erhadap masyarakat atau pemerintah sehingga dilakukan upaya penegakan hukumnya. Penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif eksploratif dengan teknik pengumpulan data dilakukan melalui pengamatan partisipasi, wawancara mendalam dan analisis/telaah dokumen.
Hasil penelitian menunjukan:
1) Penyebab penyebaran masuknya kelompok ISIS di Indonesia tidak terlepas dari jumlah penduduk muslim di Indonesia yang terbagi ke dalam beberapa aliran/faham, sehingga menyebabkan masyarakat Indonesia mudah disusupi oleh faham beraliran radikal;
2) Bentuk cyberterorism yang dilakukan oleh M. Fachry adalah propaganda melalui media internet dengan menggunakan website www.almustaqbal. net, yakni penyebaran ajaran ISIS dan tindak pidana Penyebaran video yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan SARA dan atau tindak pidana Perlindungan Anak;
3) Hasil penegakan hukum terhadap pelaku cyberterorism M. Fachry, diperoleh fakta bahwa M. Fahcry telah melanggar Pasal 15 jo pasal 7, Perpu No. 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang ditetapkan menjadi UU No. 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dan Pasal 28 ayat (2) jo Pasal 45 ayat (2) UU No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik;
4) Upaya penanggulangan terhadap aksi Cyberterorism, khususnya yang berkaitan dengan aksi teroris kelompok ISIS, dapat dilakukan dengan berbagai upaya: Pemerintah berikut dengan peraturan perundangan dan aparaturnya, Korporasi atau industri jasa internet, Peranan orang tua, pemuda dan sekolah, Kerjasama polisi dengan masyarakat, Peralatan Penangkal Cyberterorism, Peran aktif masyarakat, dan upaya deradikalisasi.
Implikasi dari kajian tesis ini adalah: (a) Pemerintah dan negara perlu melakukan upaya penyadaran publik terhadap pengaruh negatif ISIS; (b) Diperlukan peran aktif dari Keminfo untuk aktif melakukan pemblokiran terhadap website yang diduga sebagai penyebar faham radikalisme; (c) Perlu segera melakukan revisi terhadap undang-undang No. 15 Tahun 2003; (d) Perlu peningkatan kemampuan para penyidik Polri dalam bidang teknologi informasi; dan (e) Perlu dimasukan kewenangan Polri untuk melakukan penyadapan dalam UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

This thesis discussed about cyberterorism action carried out by a group of people to take advantage of the virtual world is one form of terror erhadap community or the government so that law enforcement efforts. The research is exploratory qualitative research with data collection with through participation observation, in-depth interviews and analysis/review documents.
The results showed:
1) the inclusion of the group causes the spread of ISIS in Indonesia can not be separated from the Muslim population in Indonesia is divided into multiple streams, causing the Indonesian people to understand easily infiltrated by the radical concepts;
2) Cyberterorism conducted by M. Fachry propaganda via the Internet by using the website www.al-mustaqbal.net, the spread of crime and ISIS spread video intended to engender hatred or hostility of individuals and/or groups of people based on racial or crime and child protection;
3) Results of law enforcement against offenders cyberterorism M. Fachry, obtained by the fact that M. Fahcry had violated Article 15 in conjunction with Article 7, Government Regulation No. 1 Year 2002 on Combating Terrorism established by the Act No. 15 of 2003 on the Eradication of Terrorism and Article 28 paragraph (2) in conjunction with Article 45, paragraph (2) of Law No. 11 of 2008 on Information and Electronic Transactions;
4) Anticipation of action Cyberterorism, especially with regard to the terrorist act ISIS group, can be done with a variety of efforts: the Government with the following rules and regulations and its institutions, corporations or internet services industry, role of parents, schools and youth, cooperation with the police community, Fighting Equipment Cyberterorism, active role of the community, and the de-radicalization efforts.
Implication this thesis discussion contains: (a) the Government and the country needs to make efforts to raise public awareness on the negative effects of ISIS; (b) It takes an active role of Keminfo for active blocking of websites suspected of spreading radicalism; (c) should be immediately revised law No. 15 Year 2003; (d) Need to increase the ability of police investigators in the field of information technology; and (e) should be inserted to the authority of the police to conduct wiretaps in Law 11 Year 2008 on Information and Electronic Transactions.
"
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>