Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 151078 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Eries Jonifianto
Jakarta: Sinar Grafika, 2018
346.078 ERI k
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Dwiko Arief Prayogi
"Kurator merupakan pihak yang ditunjuk oleh pengadilan niaga sebagai orang yang mengurus kegiatan usaha debitor dalam melakukan pemberesan terhadap harta pailit agar kreditor mendapatkan pelunasan piutangnya. Dalam menjalankan tugasnya, kurator dituntut untuk selalu bertindak demi kepentingan para pihak, baik itu kreditor maupun debitor. Segala tindakan yang dilakukan kurator harus dilaksanakan secara profesional dengan penuh tanggungjawab, objektif dan berintegritas tinggi. Untuk mencapai hal tersebut, maka diperlukan adanya pengawasan dan perlindungan hukum bagi kurator dalam menjalankan tugasnya. Dalam kasus ini, dengan adanya pihak bank selaku kreditor yang mengalami Non Performing Loan atau kredit macet karena adanya debitor yang tidak bertanggungjawab dan mempailitkan dirinya sendiri secara sengaja setelah melakukan pinjaman, merupakan pokok permasalahan utama yang dibahas. Kasus ini berkaitan erat dengan pengawasan kurator dalam melihat situasi dan kondisi dari debitor pailit ketika menjalankan tugasnya agar terhindar dari permasalahan hukum di kemudian hari, dan juga wajib melaksanakan etika profesi dalam menjalankan fungsinya sebagai kurator untuk tetap bertindak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Maka dari itu, pengawasan dan perlindungan hukum tersebut perlu untuk ditingkatkan, baik dari segi pengembangan atau perbaikan regulasi Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang maupun dari pihak ataupun institusi yang memiliki tanggungjawab untuk melakukan pengawasan dan perlindungan hukum terhadap kurator.

A receivership is the party appointed by the commercial court as the person who manages the debtor's business activities in making a settlement on the bankrupt property so that the creditor gets the repayment of the debt. In carrying out its duties, the receivership is required to always act in the interests of the parties, both creditors and debtors. All actions taken by the receivership must be carried out professionally with full responsibility, objectivity and high integrity. To achieve this, there is a need for supervision and legal protection for receiverships in carrying out their duties. In this case, with the existence of a bank as a creditor who experiences a Non-Performing Loan or bad credit due to the debtor not being responsible and deliberately bankrupts themselves after making a loan, which is the main problem being discussed. This case is closely related to the supervision of the receivership in looking at the situation and conditions of bankrupt debtors in carrying out their duties to avoid legal problems in the future, and also must carry out professional ethics in carrying out their functions as receiverships to continue acting in accordance with the applicable legal provisions. Therefore, supervision and legal protection need to be improved, both in terms of development or improvement of regulations of Law Number 37 Year 2004 concerning Bankruptcy and Postponement of Debt Payment Obligations as well as from parties or institutions that have the responsibility to carry out supervision and legal protection against receiverships."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jacinta Azalea Hapsari
"Skripsi ini mencoba mengkaji dan membahas mengenai pertanggungjawaban yang dapat dibebankan kepada Kurator secara pribadi apabila terdapat kesalahan dalam tugasnya melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit sebagaimana diatur dalam Pasal 72 UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Hal tersebut dibahas dengan melihat teori-teori kesalahan yang digunakan sebagai hukum positif di Indonesia, seperti dalam hukum pidana, karena UU No. 37 Tahun 2004 tidak memberikan penjelasan dan pengaturan lebih lanjut mengenai pertanggungjawaban atas kesalahan yang dilakukan Kurator dalam menjalankan tugas pengurusan dan pemberesan harta pailit. Dalam skripsi ini juga akan dibahas mengenai posisi Direksi dalam suatu Perseroan Terbatas yang telah dinyatakan pailit, sebagai organ yang menjalankan pengurusan Perseroan Terbatas pada umumnya. Kemudian dalam skripsi ini akan menganalisis putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya agar lebih relevan.

This thesis tries to examine and discuss about the responsibility that can be charged to the Bankruptcy Trustee rsquo s own asset if there is a mistake in his duty to arrangement and ordering the bankrupt property as regulated in Article 72 of Law no. 37 Year 2004 concerning Bankruptcy and Postponement of Obligation of Debt Payment. This is discussed by looking at the theories of error that are used as positive law in Indonesia, as in criminal law, because of Law no. 37 of 2004 does not provide further explanation and regulation regarding the accountability for the mistakes made by the Bankruptcy Trustee in carrying out the task of managing and securing the bankruptcy property. In this thesis will also be discussed about the position of the Board of Directors in a Limited Liability Company that has been declared bankrupt, as an organ that runs the management of Limited Liability Company in general. Then in this thesis will analyze the decision of Commercial Court in Surabaya District Court to be more relevant.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rakaditya Wiemas Bangun
"Skripsi ini membahas mengenai peran yuridis kurator Balai Harta Peninggalan dalam menjalankan tugas pengurusan dan pemberesan dalam harta pailit. Sampai saat skripsi ini ditulis, Balai Harta Peninggalan di Indonesia masih menjalankan tugas pokok dan fungsinya dengan berpedoman kepada Staatsblad 1872 No. 166 tentang Instruksi untuk Balai-Balai Harta Peninggalan, yang notabene merupakan aturan peninggalan Belanda. Ditambah lagi di negara Belanda sendiri Balai Harta Peninggalan weeskamer sudah ditiadakan sejak tahun 1810. Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah yuridis normatif. Penelitian yang dilakukan oleh Penulis adalah dengan studi dokumen dan wawancara dengan pihak Hakim pada Pengadilan Niaga, Anggota Teknis Hukum Balai Harta Peninggalan dan Ahli hukum kepailitan. Pada akhirnya, Penulis mendapatkan hasil dari penelitian bahwa kurator Balai Harta Peninggalan dalam menjalankan tugasnya hanya mendasarkan pada UUK-PKPU, dimana belum terdapat pengaturan khusus mengenai pedoman bagi Balai Harta Peninggalan untuk menjalankan tugas sebagai kurator.

This thesis discusses about the juridical role of Balai Harta Peninggalan Trustee in performing the task of managing and liquidating in the bankruptcy estate. Until this thesis is written, Balai Harta Peninggalan in Indonesia is still carrying out its main duty and function by referring to Staatsblad 1872 No. 166 on Instructions for Balai Harta Peninggalan, which is a legacy of the Dutch legacy. Plus in the Netherlands own country Balai Harta Peninggalan weeskamer has been abolished since 1810. The research method used in this thesis is the normative juridical. Research conducted by the author is by document studies and interviews with the Judge on Commercial Court, Legal Technical Member of Balai Harta Peninggalan and Bankruptcy legal expert. In the end, the author got the result from the research that the trustee of Balai Harta Peninggalan in performing its duties only based on UUK PKPU, where there is no specific arrangement regarding guidance for Balai Harta Peninggalan to perform duty as a bankruptcy trustee.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Sianipar, Samuel
"Tulisan ini menganalisis tentang bagaimana pengaturan tentang pelunasan piutang atas beban harta Debitor yang berada di luar negeri berdasarkan undang-undang kepailitan dan bagaimana upaya kerjasama antarnegara untuk dapat meningkatkan efektifitas kewenangan kurator dalam menangani pelunasan piutang Kreditor dalam konteks Cross Border Insolvency. Tulisan ini disusun dengan menggunakan metode penelitian doktrinal. Pelunasan utang atas harta debitor di luar negeri berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang terbatasi oleh prinsip teritorialitas, sehingga menghalangi eksekusi keputusan pengadilan asing di Indonesia. Pasal 436 Rv menegaskan bahwa keputusan hakim asing tidak berlaku kecuali ditentukan oleh undang-undang tertentu. Prinsip ini menyulitkan kurator dan merugikan kreditur. Penyelesaian sengketa kepailitan lintas batas dapat dilakukan melalui hukum dalam perjanjian utang-piutang, pengadilan umum, perjanjian bilateral, hubungan diplomatik, atau UNCITRAL Model Law on Cross Border Insolvency, dengan prinsip universalitas dan teritorialitas. Undang-Undang Kepailitan Indonesia saat ini terbatas dalam menangani kasus kepailitan yang melibatkan aset di luar negeri, dengan keputusan pengadilan asing tidak diakui di Indonesia. Diperlukan peningkatan kerjasama hukum internasional, terutama melalui adopsi Model Law dari UNCITRAL, yang sedang dalam tahap finalisasi. Fokusnya termasuk penelusuran aset digital di luar negeri, yang menghadapi tantangan teknis. Harmonisasi hukum kepailitan internasional diakui sebagai kunci untuk mengatasi hambatan dari perbedaan hukum nasional dan memfasilitasi penyelesaian aset pailit lintas batas. Pentingnya Mutual Legal Assistance (MLA) untuk pertukaran informasi adalah untuk memperkuat penegakan hukum kolaboratif di luar yurisdiksi tunggal, dapat dilakukan melalui perjanjian bilateral atau multilateral proaktif.

This text analyzes the regulations regarding the repayment of debts against the debtor's assets located abroad based on bankruptcy laws and efforts of international cooperation to enhance the effectiveness of the curator's authority in handling creditor repayment in the context of Cross Border Insolvency. The research is conducted using a doctrinal research method. The repayment of debts on debtor's assets abroad under Law No. 37 of 2004 concerning Bankruptcy and Suspension of Debt Payment is limited by the principle of territoriality, which hinders the execution of foreign court decisions in Indonesia. Article 436 Rv asserts that foreign court decisions do not apply unless specified by specific laws. This principle complicates the curator's role and harms creditors. Resolution of cross-border bankruptcy disputes can be conducted through laws in credit agreements, general courts, bilateral agreements, diplomatic relations, or the UNCITRAL Model Law on Cross-Border Insolvency, based on the principles of universality and territoriality. Indonesia's Bankruptcy Law currently has limitations in handling cases involving assets abroad, with foreign court decisions not recognized in Indonesia. Enhanced international legal cooperation is needed, particularly through the adoption of the UNCITRAL Model Law, which is currently in its finalization stage. The focus includes tracing digital assets abroad, facing numerous technical challenges. Harmonization of international bankruptcy laws is recognized as crucial to overcoming national legal differences and facilitating the resolution of cross-border insolvent assets. The importance of Mutual Legal Assistance (MLA) for information exchange is to strengthen collaborative law enforcement outside single jurisdictions, achievable through proactive bilateral or multilateral agreements."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Veryantoyo Eka Yunanda
"Pelaksanaan kasus kepailitan dapat ditempuh melalui prinsip going concern, melanjutkan kegiatan usaha suatu perseroan yang dinyatakan pailit dengan menunjuk pihak ketiga berdasarkan kesepakatan kreditur pailit. Namun dalam pelaksanaannya sering kali menimbulkan permasalahan, seperti terdapat pihak yang dirugikan akibat kegiatan hukum melanggar ketentuan hukum berlaku. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini mengenai status hukum Akta Pernyataan Keputusan Sirkuler Para Pemegang Saham yang dibuat notaris dalam harta pailit, dan perlindungan hukum bagi investor going concern yang mengalami kerugian akibat Akta Pernyataan Keputusan Sirkuler Para Pemegang Saham. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian hukum yuridis normatif dengan tipe penelitian preskriptif analitis. Hasil analisis menyatakan pelaksanaan perubahan anggaran dasar menyangkut harta pailit yang tertuang pada Akta Pernyataan Keputusan Sirkuler Para Pemegang Saham harus didahului dengan persetujuan kurator, tidak dapat bertentangan dengan hukum dan peraturan perundang-undangan, bertentangan dengan keputusan pengadilan, bertentangan dengan penetapan pengadilan, sehingga menyebabkan batal demi hukum isi dari akta tersebut. Pelaksana/investor going concern yang dirugikan dapat melakukan gugatan pembatalan akta berdasarkan Pasal 3 ayat (1) UUK-PKPU, karena secara hukum bertentangan dengan Pasal 20 UUPT, Pasal 1 angka 1 jo. Pasal 69 ayat (1) UUK-PKPU. Adapun saran yang dapat diberikan baik bagi debitur pailit maupun notaris hendaknya memahami ketentuan hukum yang berlaku dalam pelaksanaan perubahan anggaran dasar melalui Keputusan Sirkuler perseroan pailit. Perseroan pailit harus patuh terhadap hukum kepailitan yang berlaku, menghargai dan menyanggupi proses pelaksanaan going concern yang sedang berlangsung.

The implementation of bankruptcy cases can be pursued through the going concern principle, continuing the business activities of a company declared bankrupt by appointing a third party based on the agreement of the bankrupt creditor. However, in its implementation, it often creates problems, such as there are parties who are harmed due to legal activities violating applicable legal provisions. The problems raised in this study are regarding the legal status of the Circular Decision Deed of Shareholders made by a notary in bankruptcy assets and legal protection for going concern investors who suffer losses due to the Shareholders' Circular Decision Statement Deed. To answer this problem does not appear to be modifying the subject a normative juridical legal research method with an analytical perspective research type. The results of analysis that implementation of amendments to the articles of association concerning bankruptcy assets as stated in the Deed of Statement of Circular Decisions of the Shareholders must be preceded by curator approval, cannot be contrary to laws and regulations, contrary to court decisions, contrary to court decisions, thus causing null and void the contents of the deed. The Implementers/going concern investors who are disadvantaged can file a lawsuit for deed cancellation based on Article 3 paragraph (1) Law No. 37 of 2004 because legally, it is contrary to Article 20 Law No. 40 of 2007, Article 1 number (1) jo. Article 69 paragraph (1) Law No. 37 of 2004. The advice that can be given to both the bankrupt debtor and the notary is to understand the applicable legal provisions in implementing amendments to the articles of an association through the Circular Decree of the bankrupt company. Bankruptcy companies must comply with applicable bankruptcy laws, respect and undertake the ongoing process of implementing the going concern"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kevin Hendry William
"Kegiatan ekonomi antar negara membuka pintu bagi para pelaku bisnis untuk dapat memiliki aset atau kekayaan yang tersebar di negara lain. Seiring dengan meningkatnya
kegiatan transaksi ekonomi internasional, semakin tumbuh juga potensi dalam hal terjadinya sebuah perkara kebangkrutan lintas batas/cross-border insolvency. Dalam
hal untuk menghadapi kemajuan dalam globalisasi perekonomian, maka instrumen hukum kepailitan di sebuah negara harus ditingkatkan. Penelitian ini merupakan kajian
hukum terkait penyelesaian perkara Kepailitan Lintas Batas/Crossborder Insolvency dalam kaitannya dengan penerapan UNCITRAL Model Law on Cross Border Insolvency yang menjadi dasar pertimbangan pada pengakuan terhadap kewenangan kurator Indonesia dalam Putusan Pengadilan Tinggi Singapura [2019] SGHC 216 dalam perkara Heince Tombak Simanjuntak v Paulus Tannos.

Economic activities between countries opens the opportunity for private entities to own assets located in other countries. Align with the activities of such international economics transactions, the potential for cross-border bankruptcy has rapidly grow. In order to face the emerging global economy, the bankruptcy legal instrument in a country shall be improved. Thus, this research is a legal study that resolves the Cross-border
Insolvency case in its environment by applying the UNCITRAL Model Law on Cross Border Insolvency, which is the basis for consideration in recognizing the authority of the Indonesian receivers in the case of Singapore High Court Decision [2019] SGHC 216 in the case of Heince Tombak Simanjuntak. v Paul Tannos.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>