Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 77792 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Afriadi
"Studi ini mengangkat gerakan kemerdekaan Korea sebagai tema besar penelitiannya, dengan fokus utama pada kemelut ideologi yang terjadi di antara faksi-faksi pejuang kemerdekaan. Semenjak tahun 1919, gerakan kemerdekaan yang berusaha memerdekakan Korea dari penjajahan Jepang terus bermunculan dan masif. Gerakan yang cenderung sporadis membuat banyak organisasi muncul. Setidaknya ada dua organisasi besar yakni Pemerintahan Provisional Korea dan Partai Komunis Korea. Kedua organisasi ini sama-sama melakukan gerakan kemerdekaan namun dilandasi oleh ideologi yang berbeda. Perbedaan ideologi yang mendasar ini membuat kedua kubu merasa memiliki hak atas tanah Korea setelah kemerdekaan. Pada tahun 1948 kedua kubu tidak menemui titik temu dan membuat pemerintahannya masing-masing. Inilah cikal bakal terbentuknya dua bangsa di satu Korea dan munculnya Perang Korea. Studi ini berusaha menggali lebih dalam penyebab friksi yang terjadi di antara kedua kubu dengan menelusuri sumbangsih kedua pihak dalam gerakan kemerdekaan Korea. Studi ini sendiri menggunakan metode sejarah dengan konsep "bangsa" dari Benedict Anderson sebagai alat bantu untuk memahami peristiwa sejarah yang ada.

The major theme of this thesis is the Korean independence movement as its main focus is on ideological upheaval that take place among the factions of independence activists. Since 1919 the independence movement which sought to liberate Korea from the Japanese occupation continued to emerge and was massive. Movements that tend to be sporadic make many organizations emerge. There are at least two major organizations namely the Korean Provisional Government and the Korean Communist Party. Both of these organizations together carried out the independence movement but were based on different ideologies. These fundamental ideological differences make both side feel that they have ownership of Korean land after independence. In 1948 the both organization did not meet the common ground and made their respective governments. This stagnation led to the formation of two nations in one Korea and the rise of the Korean War. This thesis tries to dig deeper into the causes of friction between the two organizations by tracing the contributions of the two parties in the Korean independence movement. This study itself uses the historical method with the concept of "nation" from Benedict Anderson as a main concept to understand what happened in Korea."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Afriadi
"Buku ini mengangkat gerakan kemerdekaan Korea sebagai topik pembahasan utama, dengan fokus pada kemelut ideologi yang terjadi di antara faksi-faksi pejuang kemerdekaan di Korea. Sejak 1919, gerakan kemerdekaan yang berusaha memerdekakan Korea dari penjajahan Jepang terus bermunculan dan masif. Gerakan-gerakan tersebut berusaha direpresi oleh pemerintahan Jepang kala itu melalui berbagai upaya. Akibatnya, pejuang-pejuang kemerdekaan Korea banyak melarikan diri ke luar negeri. Beberapa di antaranya sampai ke Tiongkok, Vladivostok di Rusia, Amerika Serikat, dan berbagai wilayah lain.
Di tempat baru, semangat menggelorakan kemerdekaan Korea terus berlanjut. Gerakan-gerakan sporadis terjadi dan mengakibatkan munculnya banyak organisasi kemerdekaan. Setidaknya ada dua organisasi besar yang berpengaruh terhadap jalannya gerakan kemerdekaan Korea hingga Jepang mundur. Kedua organisasi atau institusi politik itu adalah
Pemerintahan Provisional Korea dan Partai Komunis Korea. Kedua organisasi ini sama-sama melakukan gerakan kemerdekaan, tetapi dilandasi oleh ideologi yang berbeda.
Perbedaan ideologi yang mendasar ini membuat kedua kelompok merasa memiliki hak atas tanah Korea setelah merdeka. Pada 1948, kedua kelompok itu tidak mencapai titik temu dan membuat pemerintahan masing-masing.
Inilah cikal bakal terbentuknya dua negara-bangsa di satu Semenanjung Korea. Friksi antara kedua kelompok ini kemudian memunculkan Perang Korea. Buku ini berusaha menggali lebih dalam penyebab friksi yang terjadi di antara kedua kubu dengan menelusuri sumbangsih kedua pihak dalam gerakan kemerdekaan Korea."
Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2025
951.9 AFR k
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Pan Mohammad Faiz
"Debates, ideas and thought in Indonesian parliament regarding choices and advance towards nations ideology has persistenced since independence era. The study is also complex, extensive and wholly political enclosed. In this article, the author scrutinizes on the four main focuses to launch explanations many problems' in the topic offered here. The first is the parliament ways to anticipate through any diverse, debate on the nation's ideology; secondly, is to dig out and explains through re-take place discuss on Piagam Jakarta (Jakarta Charter) in newly parliament sessions; thirdly, is to inform the recent progress on debate concerning proposal to attach "sevent words of Piagam Jakarta", and finally, explains the prospect towards demand to parliament debates regarding the some issue in the future."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
HUPE-35-2-(Apr-Jun)2005-217
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Rizqi R. Mosmarth
"Indonesia tidak berkembang sedemokratis yang digembar-gemborkan oleh reformasi. Sebuah pertanyaan, yang sudah saatnya menjadi pemyataan karena terlalu sering muncul tanpa ada jawabannya muncuI, apa yang salah dengan bangsa ini? Pertanyaan ini pula yang menjadi titik berangkat penulis untuk mengangkat masalah ini. Inilah heuristic tool yang sangat awal untuk tulisan ini: Ada yang salah dengan bangsa ini, dimana salahnya? Reforrnasi yang dimaksudkan menggantikan orde baru ternyata hanya meneruskan orde baru, artinya, masih ada pola anomaly yang sama pada demokrasi di era reformasi. Lingkaran kuasa/pengetahuan sudah terlanjur eksklusif, sudah terbiasa meletakkan masyarakat sebagai penonton, penggembira, atau pemandu sorak. Sejarah tidak memperbaiki dirinya sendiri, selama diskursus yang beredar masih tidak berimbang, masih didominasi, maka kejadian yang sama akan terulang, dan memang demikian adanya. Hanya saja, pada masa reformasi, krisis identitas, ideology, dan komunikasi ini diperparah dengan instabilitas politik dan ketidakpercayaan publik. Celah inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh pengusung doktrin-doktrin komprehensif untuk menguasai diksursus dalam masyarakat sekaligus menguasai kursi politik. Sejak awal, permasalahan demokrasi Indonesia dapat penulis rangkum dalam Identitas, Ideologi, dan Komunikasi di ruang publik Indonesia adalah akar permasalahan yang mengerucut dalam relasi-relasi diantara ketiganya. Masalah-masalah inilah yang kemudian kita lihat terwujud dalam sejarah politik Indonesia."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2006
S16058
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Zainal Huda
"ABSTRAK
KH. Bisri Mustofa adalah seorang kiyai kharismatis yang merupakan pendiri pondok pesantren Roudlotut Thalibin Rembang Jawa Tengah. la dilahirkan di Kampung Sawahan Gang Palen Rembang Jawa Tengah pada tahun 1915. Pada masa kecilnya ia diberi nama Mashadi oleh kedua orang tuanya yaitu H. Zainal Mustofa dan Chodijah. Selanjutnya setelah ia menuanaikan ibadah haji pada tahun 1923 ia mengganti nama dengan Bisri.
Selain sebagai seorang kiyai yang mengasuh scbuah pesantren. K.H. Bisri Mustofa adalah politikus handal yang disegani oleh semua kalangan. Sebelum NU keluar dari Masyumi KH. Bisri Mustofa adalah seorang aktivis Masyumi yang sangat gigih berjuang. Akan tetapi setelah NU menyatakan diri keluar dari Masyumi, ia pun ikut keluar dan berjuang di NU. Pada Pemilu tahun 1955 ia terpilih menjadi anggota konstituante yang merupakan wakil dari NU. Sewaktu pemerintahan Orde Baru rnenerapkan fusi atas partai-partai yang ada waktu itu, sehingga Partai NU pun harus berfusi ke dalam Partai Persatuan Permbangunan (PPP), K.H. Bisri Mustofa pun akhirnya bergabung dan meneruskan perjuangannya di PPP. Pada Pemilu 1977 ia masuk dalam daftar calon legislatif (caleg) jadi dari PPP untuk daerah pemilihan Jawa Tengah. Akan tetapi ketika masa kampanye kurang seminggu lagi, tepatnya Hari Rabu tanggal 17 Februari 1977 (27 Shafar 1397 H) menjelang waktu ashar KH. Bisri Mustofa dipanggil oleh Allah untuk selama-lamanya.
KH. Bisri Mustofa dikenal sebagai tokoh yang Handal dalam berpidato. la adalah seorang orator. Dalam setiap kampanye is pasti menjadi juru kampanye andalan dari partainya. Kemampuan panggung KH. Bisri Mustofa memang tidak terbantah dan diakui oleh siapa pun. Benar apa yang digambarkan oleh KH. Saifuddin Zuhri bahwa KH. Bisri Mustofa adalah orator, ahli pidato yang dapat mengutarakan hal-hal yang sebenarnya sulit menjadi gamblang. Mudah diterima dan tidak membosankan.
Pemikiran keagamaan KH. Bisri Mustofa dinilai oleh banyak kaingan bersifat moderat. Sikap moderat ini merupakan sikap yang diambil dengan menggunakan pendekatan ushul figh yang mengdepankan kemaslahatan dan kebaikan umat islam yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi zaman clan masyarakatnya. Oleh karena itu pemikirannya sangat kontekstual. Pemikiran-pemikiran KH. Bisri Mustofa itu biasnya dituangkan dalam bentuk tulisan yang disusunnya menjadi buku-bulku. kitab-kitab, dan lain sebagainya. Banyak sekali karya KH. Bisri Mustofa yang sampai sekarang menjadi rujukan bagi para ulama dan santri di Indonesia dan di Jawa khususnya. Hasil karya yang sudah tercetak kira-kira sebanyak 176 buah.
Dalam bidang ekonomi dan perdagangan KH. Bisri Mustofa adalah sosok yang sangat gigih dan kreatif dalam menanangkap peluang usaha atau bisnis. Ia memang dididik dalam keluarga pedagang_ Orang tua dan saudara-saudaranya adalah para pedagang yang secara langsung atau tidak langsung memberikan pelajaran baginya dalam dunia bisnis. Keuletan dan kreatifitasnya bisa dilihat dari perjalanan hidupnya dari zaman Jepang sampai masa akhir hidupnya.

"
2001
S13191
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asep Sudrajat
"ABSTRAK
Keterlibatan RRC dalam Perang Korea pada tanggal 19 Oktober 1950 merupakan aksi militer RRC di luar negeri yang pertama sejak RRC berdiri pada tahun 1949. Aksi militer RRC di Korea itu tidak berlangsung sejak dimulai_nya Perang Korea pada tanggal. 25 Juni 1950, melainkan terjadi setelah perang telah berlangsung selama beberapa bulan. Berdasarkan fakta tersebut, RRC tampaknya tidak siap untuk mengantisipasi aksi militer Korea Utara. Meski_pun dalam beberapa pertemuan segitiga yang telah terjadi sebelumnya antara Mao Zedong, Stalin, dan Kim 11-sung, telah disinggung mengenai aksi militer itu, namun hanya membahas persoalan itu secara garis besar dan hanya Stalin yang diberi tahu oleh Kim I1-sung tentang kepastian tanggal aksi militer Korea Utara itu.
Keputusan RRC untuk mengirimkan pasukannya ke Korea pada dasarnya dilatarbelakangi oleh dua faktor yaitu, pertama. kekhawatiran RRC akan jaminan keamanan daerah perbatasannya; kedua, konsekuensi logis dari kebijakan luar negeri RRC Bersandar Pada Satu Pihak yang diwujud_ken dengan perjanjian aliansinya dengan Uni Soviet. Berda_sarkan kedua latar belakang tersebut, make pada tanggal 19 Oktober 1950, RRC memastikan dirinya untuk terlibat penuh dalam Perang Korea. RRC mengandalkan pasukannya yang tergabung dalam Tentara Sukarela Rakyat Cina untuk memban_tu pasukan Korea Utara dari darat, sedangkan Uni Soviet mendukungnya dari udara dengan mengirim satuan angkatan udaranya.
Implikasi keterlibatan RRC dalam Perang Korea sangat besar pengaruhnya bagi kelanjutan aliansi RRC dengan Uni Soviet dan pembangunan nasionalnya. Pada &khir 1953, RRC menilai aliansinya dengan Uni Soviet sudah kehiiangan arch. RRC tidak lagi menjadi mitra sejajarnya dalam alian_si bersama tersebut, bahkan lebih cenderung menjadi Negara satelitnya. karena Uni Soviet selalu dapat mendikte sikap RRC. Selain itu. RRC merasa diperdaya oleh Uni Soviet karena harus menganggung seluruh biaya keterlibatannya dalam perang tersebut yang dihitung hutang oleh Uni Sovi_et_ Hal ini kemudian menjadikan kebijakan luar negeri RRC secara berangsur-angsur menuju kepada kebijakan yang lepas dari ketergantungannya terhadap Uni Soviet, dan berkoek_sistensi damai dengan negara-negara yang baru muncul dan merdeka. Pembangunan nasional RRC yang terbengkalai selama keterlibatannya dalam Perang Korea, sedikit demi sedikit mulai ditata dan ditingkatkan hasilnya meskipun dengan anggaran terbatas karena masih dibebani kewajiban membayar hutang biaya keterlibatannya dalam Perang Korea kepada Uni Soviet

"
1995
S12497
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: LP3ES , 1994
959.8 MAN
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: LP3ES, 1988, 1981
920.02 MAN
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Aisah Amini
"Negara-negara Arab dikenal sebagai negara yang masyarakatnya kental dengan budaya patriarkis. Budaya patriarkis yang male-centres ini memandang laki_-laki lebih berkuasa, mengakibatkan peran perempuan selalu dibatasi. Sampai saat ini, masih ada beberapa negara yang masih membatasi peran perempuan di ruang publik dunia kerja, bidang politik dan lain-lain. Namun ada juga beberapa negara yang telah membuka ruang seluas-luasnya agar perempuan dapat berperan aktif di dalam masyarakat. Hasil yang telah mereka peroleh saat ini adalah berkat perjuangan mereka sendiri. Mesir adalah salah satu negara yang kaum perempuannya dapat menikmati kebebasan dalam berbagai bidang, dari mulai pekerjaan sampai politik. Kebebasan bagi perempuan Mesir saat ini tidak terlepas dari perjuangan yang telah dilakukan pada dekade kedua abad ke-20. Kaum perempuan kelas atas atau yang biasa disebut harem menjadi pionir dalam memperjuangkan persamaan hak ketika itu. Padahal sampai dekade awal abad ke-20, kehidupan mereka masih sangat dibatasi terutama untuk muncul di ruang publik. Namun berkat keikutsertaan mereka dalam perjuangan Revolusi Mesir di tahun 1919, pintu gerbang untuk bergerak di ruang yang lebih luas lagi mulai terbuka. Gerakan mereka di dalam revolusi tersebut memotivasi untuk terus bergerak menuntut hak-hak yang selama ini dibatasi. Penelitian ini sekaligus membuktikan bahwa gerakan nasionalisme berkaitan erat dan saling mendukung dengan gerakan perempuan. Revolusi Mesir di tahun 1919 terbukti membawa perubahan yang signifikan bagi kehidupan perempuan di Mesir. Di tahun-tahun berikutnya, suara-suara mereka mulai didengar oleh para pembuat kebijakan negara. Mereka menuntut agar hukum dan undang-undang yang ada juga mempertimbangkan dan memperhatikan kaum perempuan. Lebih lanjut, pengaruh yang terjadi adalah berseminya feminisme yang berafiliasi ke Barat. Paham inilah yang juga membuat kaum perempuan Mesir terus bergerak untuk memperjuangkan hak-hak mereka."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2005
S14592
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>