Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 80193 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kaneishia Lathifa Zahra
"Isu pengungsi Rohingya di Aceh kerap menjadi perbincangan publik di media sosial Indonesia, sering kali disertai dengan narasi negatif yang menganggap keberadaan mereka merugikan masyarakat lokal. Persepsi ini turut membentuk stigma dan labelisasi terhadap para pengungsi yang berdampak pada cara isu ini dipahami dan direspons. Perlunya pemahaman mengenai akar permasalahan, dinamika migrasi paksa, serta bagaimana isu Rohingya dikonstruksikan dalam wacana global. Oleh karena itu, kajian ini bertujuan untuk menganalisis struktur pengetahuan dan tren tematik dalam studi mengenai krisis etnis Rohingya, yang merupakan isu kemanusiaan transnasional akibat kekerasan sistematis dan migrasi paksa. Melalui tinjauan pustaka terhadap 42 literatur akademik dari database Scopus, serta didukung oleh analisis bibliometrik menggunakan perangkat lunak VOSviewer, penelitian ini mengidentifikasi empat tema utama: akar historis krisis Rohingya, bentuk marjinalisasi dan pelanggaran HAM yang mereka alami, dinamika persebaran pengungsi Rohingya, serta respons komunitas internasional terhadap isu tersebut. Kajian ini juga menyoroti struktur pengetahuan yang melibatkan konstruksi identitas politik, kebijakan penyangkalan kewarganegaraan, serta kelemahan sistem perlindungan internasional. Temuan menunjukkan bahwa krisis pengungsi dan kemanusiaan yang dialami etnis Rohingya berakar pada identitas berlapis yang tidak diakui secara sah baik di tingkat nasional maupun internasional sehingga memperparah represi yang mereka alami. Sementara itu, komunitas internasional belum mampu memberikan solusi yang komprehensif terhadap krisis ini. Dengan demikian, penelitian ini berkontribusi pada pemahaman yang lebih mendalam mengenai dinamika migrasi paksa, hak asasi manusia, dan keamanan manusia dalam studi Hubungan Internasional.

The issue of Rohingya refugees in Aceh has frequently sparked public debate on Indonesian social media, often accompanied by negative narratives portraying their presence as a burden to local communities. These perceptions have contributed to the stigmatization and labeling of the refugees, shaping how the issue is understood and responded to at both national and international levels. This underscores the need for a more comprehensive understanding of the root causes, forced migration dynamics, and and the ways in which the Rohingya issue is constructed in global discourse. Accordingly, this study aims to analyze the knowledge structures and thematic trends in the academic literature on the Rohingya crisis, a transnational humanitarian issue arising from systematic violence and forced migration. Drawing on a systematic review of 42 academic publications from the Scopus database, supported by bibliometric analysis using VOSviewer software, this study identifies four key themes: the historical roots of the Rohingya crisis in Myanmar, the marginalization and human rights violations faced by the Rohingya, the displacement and distribution of Rohingya, and the international response to these violations. The review also highlights key knowledge structures, including the role of identity politics, state policies denying citizenship, and the weaknesses of international protection mechanisms. Findings indicate that the refugee and humanitarian crisis faced by the Rohingya stems from multilayered identities that remain unrecognized both nationally and internationally, exacerbating their repression. Meanwhile, the international community has yet to provide a comprehensive solution to this crisis. Thus, this study contributes to a deeper understanding of forced migration, human rights, and human security within the field of International Relations."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ryasa Rabbanie Tinumbang
"Banyaknya Pengungsi Rohingya yang berdatangan di Aceh sejak tahun 2009, hal tersebut menimbulkan potensi gangguan keamanan dan ketertiban di Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) merupakan lembaga pemerintah yang memiliki tugas pokok sesuai dengan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, yaitu memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, dan memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Namun, ketika menghadapi masalah pengungsi Rohingya di Provinsi Aceh, peran intelijen kepolisian menjadi sangat penting dalam mendeteksi potensi tindakan kriminal dan mencegahnya sejak dini. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis tugas dan fungsi intelijen kepolisian dalam upaya penanganan dan pencegahan pengungsi Rohingya di Provinsi Aceh, serta faktor yang menghambat kinerjamereka dan bagaimana tugas dan fungsi dapat dioptimalkan. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara dan observasi partisipatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Direktorat Intelkam Polda Aceh memiliki peran penting dalam deteksi dini potensi konflik, pelayanan administrasi dan pengawasan, serta pengumpulan dan penyajian informasi kepada pimpinan dan instansi terkait, termasuk dalam penanganan pengungsi Rohingya di Aceh dengan melakukan deteksi dini konflik, menyediakan informasi dasar pengambilan keputusan, dan menerapkan strategi melibatkan masyarakat, membangun jaringan informasi, dan mendorong partisipasi masyarakat untuk meminimalisir potensi konflik.. Namun, masih terdapat tantangan dalam melaksanakan tugas dan fungsi intelijen kepolisian, seperti keterbatasan sumber daya dan kurangnya koordinasi antara instansi terkait. Oleh karena itu, penelitian ini merekomendasikan peningkatan koordinasi antara instansi terkait, pengembangan kapasitas intelijen kepolisian, dan perluasan jaringan kerja sama dengan pihak internasional untuk memperkuat upaya penanganan dan pencegahan pengungsi Rohingya di Aceh.

The large number of Rohingya refugees arriving in Aceh since 2009 has led to potential security and order disturbances in the Indonesian National Police (Polri) is a government agency that has a main task in accordance with Law Number 2 of 2002 concerning the Indonesian National Police, namely maintaining security and public order, enforcing the law, and providing protection, protection, and services to the community. However, when dealing with the Rohingya refugee problem in Aceh Province, the role of police intelligence becomes very important in detecting potential criminal acts and preventing them early on. The purpose of this study is to analyze the duties and functions of police intelligence in the handling and prevention of Rohingya refugees in Aceh Province, as well as factors that hinder their performance and how duties and functions can be optimized. The research method used is qualitative with data collection techniques through interviews and participatory observation. The results showed that the  Directorate of Intelligence  of the Aceh Regional Police has an important role in early detection of potential conflicts, administrative and supervisory services, as well as collecting and presenting information to leaders and related agencies, including in handling Rohingya refugees in Aceh by conducting early detection of conflicts, providing basic information for decision making, and implementing strategies to involve the community, build information networks, and encourage community participation to minimize potential conflicts. However, there are still challenges in carrying out the tasks and functions of police intelligence, such as limited resources and lack of coordination between related agencies. Therefore, this study recommends improving coordination between relevant agencies, developing police intelligence capacity, and expanding cooperation networks with international parties to strengthen efforts to handle and prevent Rohingya refugees in Aceh."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rifda Galuh Atsania
"
Meskipun tidak meratifikasi Konvensi 1951 dan Protokol 1967, Indonesia dikenal sebagai negara yang terbuka terhadap pengungsi Rohingya. Atas dasar kemanusiaan, sejak tahun 2015 Indonesia secara kontinu memberikan izin tinggal sementara, memberikan bantuan kemanusiaan, dan aktif mendorong penyelesaian krisis melalui berbagai upaya diplomatik. Namun pada 2023, respons tersebut mengalami perubahan yang ditandai oleh pergeseran retorika pengungsi sebagai beban dan masalah keamanan, peningkatan patroli oleh lembaga keamanan, dan desakan kepada negara-negara pihak Konvensi untuk mengambil alih tanggung jawab penanganan pengungsi. Perubahan ini menunjukkan orientasi kebijakan yang semakin restriktif dengan penekanan pada isu keamanan dan kontrol perbatasan. Menanggapi hal tersebut, penelitian ini mempertanyakan mengapa kebijakan Indonesia terhadap pengungsi Rohingya mengalami peningkatan pembatasan pada tahun 2023. Dengan menggunakan kerangka analisis kebijakan luar negeri, penelitian ini menemukan bahwa konvergensi faktor eksternal dan internal mendorong perubahan kebijakan Indonesia terhadap pengungsi Rohingya ke arah peningkatan pembatasan. Faktor eksternal menyediakan konteks dan stimulus pengetatan kebijakan melalui stagnasi proses resettlement, penurunan bantuan internasional, dan kebijakan suaka negara lain yang semakin tertutup. Hal ini kemudian diamplifikasi oleh faktor internal berupa penolakan publik terhadap pengungsi Rohingya, konsensus pendekatan keamanan dalam birokrasi, lemahnya pengaruh kelompok kepentingan, serta karakteristik kepemimpinan Presiden Joko Widodo yang memperkuat arah kebijakan menuju restriktivitas.

Despite not being a party to the 1951 Convention and the 1967 Protocol, Indonesia is known for its welcoming approach toward Rohingya refugees. On humanitarian grounds, since 2015 Indonesia has continuously granted temporary residence permits, provided humanitarian assistance, and actively engaged in diplomatic efforts to resolve the crisis. However, in 2023, this response shifted significantly. The rhetoric began portraying refugees as a burden and security threat, security agency patrols increased, and pressure on Convention member states to take over responsibility for handling refugees. This marked a shift toward a more restrictive policy orientation, emphasizing national security and border control. Therefore, this study investigates the reasons behind Indonesia’s increased restrictions on Rohingya refugees in 2023. Using foreign policy analysis framework, this study finds that the convergence of external and internal factors drives changes in Indonesia's policy towards Rohingya refugees. Externally the stagnation of the resettlement process, decreased international assistance, and increasingly closed asylum policies of other countries provided context and stimulus for tighter controls. Internally, rising public rejection of refugees, the dominance of security narratives within the bureaucracy, the weak influence of civil society, and the leadership characteristics of President Joko Widodo strengthened the direction of policy towards restriction."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wira Anoraga
"ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai skenario penanganan yang dilakukan oleh
pemerintah Republik Indonesia terhadap pengungsi Rohingya asal Myanmar dan
Bangaladesh. Dalam penelitian ini pula disajikan skenario pencegahan persoalan
pengungsi Rohingya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
campuran dengan pendekatan kuantitatif merujuk pada analisa ancaman, analisa
kerawanan dan analisa resiko. Sementara pendekatan kualitatif yang digunakan
adalah teknik deskriptif. Dalam penelitian ini menekankan bagaimana kondisi
penanganan pengungsi saat gelombang pengungsi pertama kali datang pada Mei
2015 hingga Mei tahun 2016. Lebih lanjut dijelaskan bagaimana saran tindak
pencegahan pengungsi Rohingya berdasarkan metode penarikan skenario dengan
menggunakan teknik SWOT. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan masukan
dan rekomendasi mengenai skenario penanganan pengungsi yang ideal sesuai
dengan teknik penarikan skenario yang memperhatikan kekuatan, kelemahan,
peluang dan ancaman dari negara Republik Indonesia

ABSTRACT
This thesis discusses the scenanrio of treatment and prevention of rohingya
refugee in North Aceh District that was held by the government of Republic of
Indonesia. In this study also presented the Rohingya refugee problem handling
scenarios. The method used in this study is a mixed methods with quantitative
approach refers to the analysis of threat vulnerability analysis and risk analysis.
While the qualitative approach used is descriptive technique. In this study
emphasize how the handling conditions of refugees displaced when the first wave
came in May 2015 until May 2016. This study aims to provide feedback and
recommendations regarding the handling of refugees ideal scenario in accordance
with the sampling technique scenario of strenghts weaknesses opportunities and
threats of the republic of Indonesia."
2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gabriela Ekklesia
"ABSTRAK
Tindak kekerasan yang terjadi terhadap etnis Rohingya di Myanmar telah terjadi
sejak tahun 1970-an dan masih terjadi di tahun 2017. Perdana Menteri Malaysia
Najib Razak menyatakan bahwa tindak kekerasan terhadap etnis Rohingya harus
dihentikan. Malaysia juga mengajak anggota ASEAN untuk mengabaikan prinsip
non-interferensi terhadap isu Rohingya ini. Hal ini menarik untuk ditelaah
mengingat Malaysia merupakan salah satu negara pendiri ASEAN dan pertanyaan
kemudian muncul apakah tanggapan Malaysia terhadap isu Rohingya
menampakkan pergeseran dari norma yang disepakati. Dengan demikian,
pertanyaan penelitian pada tesis ini adalah: Mengapa Perdana Menteri Malaysia
Najib Razak mengabaikan prinsip non-interferensi ASEAN dalam isu Rohingya?
Untuk menjawab pertanyaan penelitian, tesis ini menggunakan teori kebijakan
luar negeri Valerie M. Hudson sebagai dasar dalam menjelaskan penyebab
tindakan dan perkataan seorang pemimpin (agen-oriented) sebagai decision maker
yang dapat mempengaruhi kebijakan luar negerinya. Untuk menjelaskan faktor
penyebab tindakan dan perkataan agen oriented tersebut, maka tesis ini
menggunakan operasionalisasi teori dari Evi Fitriani, yang dijelaskan dalam tiga
faktor; yaitu: motivasi, emosi dan representasi masalah.
Hasil analisis, menunjukkan bahwa Najib Razak memiliki kepentingan pribadi
melalui sikapnya sebagai Perdana Menteri Malaysia terhadap isu Rohingya.
Najib Razak berusaha menjaga eksistensi posisinya sebagai Perdana Menteri yang
sempat tergoyahkan karena tuduhan keterlibatan dirinya dalam kasus 1MDB.
Najib Razak mengkhawatirkan masalah keamanan dengan adanya kasus ini,
karena dengan bertambahnya jumlah pengungsi Rohingya, dapat mengganggu
stabilitas regional keamanan di Asia Tenggara. Selain itu, Najib Razak juga
mengusung tema kemanusiaan dan HAM dalam isu Rohingya ini.
Dengan demikian, Perdana Menteri Najib Razak menunjukkan sikap yang telah
mengabaikan prinsip non-interferensi ASEAN. Hal ini dapat menimbulkan
keretakan dalam tubuh ASEAN dan dapat mengganggu stabilitasnya kawasan,
karena nilai yang diabaikan yaitu prinsip non-interferensi adalah nilai yang
diharapkan dapat menjaga stabilitas institusi ASEAN.

ABSTRACT
Violent acts against Rohingyas in Myanmar have occurred since the 1970s and
still occured in 2017. Malaysian Prime Minister Najib Razak stated that violence
against Rohingyas must be stopped. Malaysia also invites ASEAN members to
ignore the ASEAN non-interference principle on Rohingya issue. This is
interesting to be reviewed as Malaysia is one of the founding countries of ASEAN
not the less the question has arisen whether Malaysia's response to the Rohingya
issue reveals a shift from the agreement.
Thus, this thesis aim at reviewing why Malaysian Prime Minister Najib Razak
neglects the ASEAN non-interference principle in the Rohingyas issue. To do so,
this thesis applies Valerie M. Hudson's foreign policy theory as the basis for
explaining the cause of action and the words of a leader (agent-oriented) as a
decision maker that can influence its foreign policy. In order to explain the cause
and action factor of the oriented agent, this thesis using the theory
operationalization from Evi Fitriani, described in three factors; namely:
motivation, emotion and problem representation.
The results of the thesis analysis indicate that Najib has a personal interest
through his attitude as Prime Minister of Malaysia against Rohingya case. Najib
tried to maintain the existence of his position as Prime Minister who had been
shaken because of his alleged involvement in the case of 1MDB. Najib is
concerned about security issues in this case, as the growing number of Rohingya
refugees can disrupt regional security stability in Southeast Asia. In addition,
Najib also carries the theme of humanity and human rights in Rohingya issue.
Thus, Prime Minister Najib Razak shows an attitude of being an ignorance to the
ASEAN principle of non- interference. This can create problem within ASEAN
institution and can disrupt their stability, because ASEAN non-interference
principles has been neglected which it was the value to maintain the stability of
ASEAN the negligible value of ASEAN non-interference principles is the value
that expected to maintain the stability southeast regional."
2018
T49044
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marieta Nurnissa
"Hak asasi manusia dianggap sebagai hak yang inheren dan tidak dapat diambil secara sewenang-wenang. Namun, kenyataannya seringkali hak tersebut dirampas dari mereka yang tidak dianggap sebagai warga negara di suatu negara. Stateless persons sebagai sekumpulan individu yang tidak diakui oleh negara manapun seringkali mengalami pelanggaran atas hak asasi manusianya serta tidak mendapatkan perlindungan dari negara tempat mereka tinggal. Salah satu contoh stateless persons ialah kaum etnis Rohingya yang dianggap sebagai the most persecuted ethnic minority in the world. Skripsi ini menganalisis berbagai hak asasi manusia bagi stateless persons, khususnya kaum Rohingya; seperti hak untuk memiliki kewarganegaraan; serta tanggapan dari pemerintah Myanmar dan masyarakat internasional atas krisis tersebut. Kesimpulan yang diperoleh ialah hak asasi manusia yang paling utama bagi kaum etnis Rohingya ialah hak untuk memiliki kewarganegaraan sebagai the right to have rights. Namun, terlepas dari tidak adanya status warga negara tersebut, penegakan atas hak asasi manusia bagi kaum etnis Rohingya sebagai hak yang inheren tetap harus dijalankan.

Human rights are considered inherent and cannot be arbitrarily deprived from one individual. However, the fact shows that many individuals are still arbitrarily deprived from their rights. Stateless persons, as certain individuals who are not considered as a citizen by the country they currently residing in, often experience the violation of their human rights and are not bound to any protection. One of the examples is the ethnic community of Rohingya whom UN considered as the most persecuted minority ethnic in the world. This thesis addresses the problem of human rights of stateless persons, especially the Rohingyas such as the right to nationality also, responses from the Myanmar government and the international community. The conclusion of the thesis is that the main right that should be given to the Rohingyas is the right to nationality, as the right to have rights. Nevertheless, despite of their status as stateless persons, their inherent human rights as human beings should still be enforced.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Relaci Aprilia Istiqomah
"Rohingya merupakan etnis minoritas yang hingga saat ini masih menghadapi penganiayaan dan diskriminasi di negara Myanmar sehingga harus melarikan diri ke negara tetangga, termasuk Indonesia. Akan tetapi, polemik terkait isu keberadaan pengungsi Rohigya di Indonesia masih menunjukkan adanya perbedaan pendapat antara kelompok yang mendukung dan menentang, serta pendapat atau opini tersebut dapat berubah setiap tahunnya. Untuk itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dinamika opini publik Indonesia terkait Rohingya dari tahun 2015-2023 melalui Twitter, serta mengetahui topik-topik yang sering dibicarakan tiap tahunnya. Penelitian ini membandingkan akurasi antara leksikon InSet dengan pelabelan manual sebagai pengembangan dataset dan juga membandingkan antara metode klasifikasi menggunakan algoritma traditional machine learning (NB, SVM, LR, dan DT) dengan algoritma deep learning (LSTM, GRU, LSTM-GRU, dan GRU-LSTM). Untuk pemodelan topik, penelitian ini menggunakan algoritma LDA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa akurasi leksikon InSet sebesar 44,64%, sehingga pelabelan dengan leksikon InSet belum dapat menggantikan pelabelan manual. Adapun performa klasifikasi terbaik adalah dengan algoritma traditional machine learning LR yang memiliki akurasi sebesar 0,620 dan f1-score sebesar 0.622. Visualisasi time series sentimen menunjukkan pada tahun 2015 - 2016 sentimen positif lebih banyak dibandingkan sentimen negatif dan netral, kemudian pada tahun 2017 – 2020 sentimen netral dan negatif hampir sama, sedangkan jumlah sentimen positif semakin menurun. Selanjutnya tahun 2021 – 2023, jumlah sentimen negatif naik signifikan dibanding sentimen positif yang terus turun. Adapun topik-topik yang sering dibicarakan untuk sentimen positif adalah adanya dukungan masyarakat Indonesia kepada Rohingya dalam memberikan bantuan dan tempat perlindungan, sedangkan untuk topik negatif terkait adanya kekhawatiran akan dampak sosial, ekonomi, serta keamanan yang mungkin ditimbulkan oleh kehadiran pengungsi Rohingya.

The Rohingya are an ethnic minority who currently still face persecution and discrimination in Myanmar, so they have to flee to neighboring countries, including Indonesia. However, the polemic regarding the issue of the existence of Rohigya refugees in Indonesia still shows that there are differences of opinion between groups who support and oppose, and these opinions can change every year. For this reason, this research aims to determine the dynamics of Indonesian public opinion regarding the Rohingya from 2015-2023 via Twitter, as well as finding out the topics that are often discussed each year. This research compares the accuracy of the InSet lexicon with manual labeling as a dataset development. Apart from that, this research also compares classification methods using traditional machine learning algorithms (NB, SVM, LR, and DT) and deep learning algorithms (LSTM, GRU, LSTM-GRU, and GRU-LSTM). For topic modeling, this research uses the LDA algorithm. The research results show that the accuracy of the InSet lexicon is 44.64%, so that labeling with the InSet lexicon cannot replace manual labeling. The best classification performance is with the traditional machine learning LR algorithm which has an accuracy of 0.620 and an f1-score of 0.622. Time series visualization of sentiment shows that in 2015 - 2016 there were more positive sentiments than negative and neutral sentiments, then in 2017 - 2020 neutral and negative sentiments were almost the same, while the number of positive sentiments decreased. Furthermore, in 2021 – 2023, the number of negative sentiments will increase significantly compared to positive sentiment which continues to fall. The topics that are often discussed for positive sentiment are the Indonesian people's support for the Rohingya in providing assistance and shelter, while the negative topics are related to concerns about the social, economic and security impacts that may be caused by the presence of Rohingya refugees."
Jakarta: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Vallisa Aulia Rahmi
"ABSTRAK
Persoalan ketiadaan status kewarganegaraan etnis Rohingya yang tidak kunjung berakhir merupakan salah satu isu global yang tengah marak dibahas. Ketiadaan status kewarganegaraan etnis Rohingya merupakan hal kompleks yang mencakup permasalahan mengenai perbedaan interpretasi historis, permasalahan identitas agama, kepentingan politik, serta diskriminasi dan pelanggaran HAM. Permasalahan ini kemudian menyebabkan arus perpindahan etnis Rohingya ke negara-negara di sekitar Myanmar. Dengan menggabungkan metode organisasi literatur secara kronologi dan taksonomi, tinjauan pustaka ini melihat perkembangan literatur berdasarkan fenomena yang terjadi kepada etnis Rohingya, baik di Myanmar maupun di luar Myanmar, dalam rentang waktu sekitar tahun diterbitkannya literatur. Tinjauan pustaka ini memperlihatkan bahwa perkembangan literatur mengenai ketiadaan status kewarganegaraan etnis Rohingya telah berkembang cukup pesat, khususnya setelah proses demokratisasi Myanmar. Hal ini terlihat melalui frekuensi kemunculan literatur yang berkembang pesat setelah kerusuhan tahun 2012 di Myanmar. Tinjauan literatur ini juga memperlihatkan perkembangan permasalahan ketiadaan status kewarganegaraan etnis Rohingya yang sebelumnya merupakan isu domestik menjadi isu regional. Pendekatan keamanan yang banyak digunakan dalam literatur yang dikaji memperlihatkan bagaimana sebelumnya Rohingya merupakan ancaman domestik bagi masyarakat Myanmar, namun telah berkembang menjadi ancaman bagi regional. Dengan menggunakan banyaknya literatur yang ditulis oleh berbagai penulis dari berbagai kalangan, tinjauan literatur ini memperlihatkan adanya bias kewarganegaraan penulis dalam membahas permasalahan Rohingya. Hal ini menunjukkan pembahasan yang bervariasi sesuai dengan nilai serta kepentingan dari negara asal kewarganegaraan penulis. Studi ini kemudian berkontribusi untuk menunjukkan pentingnya status kewarganegaraan bagi setiap individu untuk mendapatkan hak-hak fundamentalnya sebagai manusia.

ABSTRACT
The unresolved case of statelessness in Rohingya remains one of the most complex global issues. The complexity of this case stems from multiple interpretation of history, religious identity, political interests, discrimination and human rights violations. It has also created the influx of Rohingya refugees to Myanmar rsquo s neighboring countries. Using chronological and taxonomy method, this literature review sees the development of issue based on the situation that happened to inside and outside of Myanmar. This liteature review found that the literature about the statelessness of Rohingya has developed rapidly, especially after Myanmar rsquo s democratization process. This is seen through the frequency of literature publication which developed after 2012 riots in Myanmar. This literature review also shows that the development of statelessness of Rohingya which was previously a domestic issue has become a regional issue. Security approach which is used in the literature shows how Rohingya used to be the domestic threat only for Myanmar, but now has developed into a regional threat. Using literatures written by various authors, this literature review shows that every author has their own bias based on where they come from. This indicates that the discussion varies according to the value and interest of the country of origin of the author. This study then contributes to show the importance of citizenship status for each individual to claim their fundamental human rights."
2017
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Tamia Dian Ayu Faniati
"Skripsi ini membahas perlindungan dalam hukum internasional terhadap etnis yang tidak memiliki kewarganegaraan. Perlindungan terhadap kelompok etnis dan hak atas bekewarganegaraan sudah cukup banyak pengaturannya dalam hukum internasional. Tetapi dalam prakteknya masih terdapat banyak pelanggaran. Etnis Rohingya adalah salah satu contoh kelompok etnis yang tidak diakui kewarganegaraanya sehingga hak-haknya sering dilanggar, bahkan mereka sering mendapat penganiayaan. Hal ini menyebabkan sebagian etnis Rohingya melarikan diri ke negara lain untuk mencari perlindungan. Negara asal, negara transit, negara tujuan, dan UNHCR berperan dalam menanggulangi arus pengungsi Rohingya ini. Peran yang diambil tersebut didasarkan pertimbangan kemanusiaan terhadap penderitaan pengungsi Rohingya dan perlindungan HAM.

This paper discusses the protection according to international law on ethnic groups who have no nationality. Protection of ethnic groups and the right to nationality have regulate in international law. But in practice there are still many violations to these rights. Ethnic Rohingya is one of examples for ethnic groups that is not recognized on their nationality. It caused their rights are often violated, even they often get abuse. Some ethnic Rohingyas fled to other countries to seek protection. Country of origin, transit countries, destination countries, and UNHCR's role in tackling these Rohingya refugee flows. The role taken by humanitarian considerations were based on the suffering of the Rohingya refugees and protection of human rights."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S1264
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Singh, Bilveer, 1956-
"On violence against Muslim Rohingya, a minority ethnic in Burma"
Bulaksumur, Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 2014
305.8 SIN t
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>