Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 146039 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ihsan D. Yazid
"Penelitian ini mengkaji penerapan collaborative governance dalam pelaksanaan Program Zero Waste di Desa Wisata Kembang Kuning, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat. Permasalahan pengelolaan sampah di kawasan wisata menjadi isu mendesak, mengingat tingginya produksi sampah yang belum dikelola secara optimal. Program Zero Waste merupakan kebijakan strategis pemerintah untuk mewujudkan daerah bebas sampah melalui pendekatan partisipatif, integratif, dan prinsip ekonomi sirkular. Penelitian ini menggunakan kerangka teori Collaborative Governance Regime (CGR) dari Emerson dan Nabatchi (2015), yang terdiri dari tiga dimensi utama: system context, drivers, dan collaborative dynamics. Pendekatan yang digunakan adalah post-positivist dengan metode penelitian kualitatif deskriptif. Teknik pengumpulan data meliputi wawancara mendalam terhadap sepuluh narasumber, studi pustaka, dan triangulasi data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 13 sub-dimensi CGR yang dianalisis, ditemukan empat aspek yang belum terpenuhi secara optimal, yaitu: ketiadaan (2) policy and legal framework/regulasi formal (Perdes) terkait kolaborasi; (4) political dynamics/ketimpangan relasi kekuasaan antara pemerintah dan komunitas lokal; (10) uncertainty/belum adanya sistem mitigasi risiko jangka panjang; (13) capacity for joint action/serta keterbatasan kapasitas sumber daya, pendanaan, dan koordinasi antar aktor. Meskipun demikian, keberhasilan program ditunjang oleh dialog inklusif yang diinisiasi kepala desa dan komunitas, terbentuknya kepercayaan antar pihak, serta komitmen kolektif menuju tujuan zero waste. Kolaborasi lintas aktor melibatkan pemerintah daerah, desa, serta kelompok masyarakat seperti Karang Taruna, PKK, dan Pokdarwis menjadi fondasi kuat dalam pelaksanaan program ini.

This study examines the application of collaborative governance in the implementation of the Zero Waste Program in Kembang Kuning Tourism Village, East Lombok Regency, West Nusa Tenggara. Waste management issues in tourist areas are a pressing concern, given the high volume of waste that has not been managed optimally. The Zero Waste Program is a strategic government policy to achieve a waste-free region through a participatory, integrative approach and the principles of a circular economy. This study uses the Collaborative Governance Regime (CGR) theoretical framework from Emerson and Nabatchi (2015), which consists of three main dimensions: system context, drivers, and collaborative dynamics. The approach used is post-positivist with a descriptive qualitative research method. Data collection techniques include in-depth interviews with ten informants, literature review, and data triangulation. The results of the study show that out of the 13 sub-dimensions of CGR analyzed, four aspects were found to be not yet optimally fulfilled, namely: the absence of (2) policy and legal frameworks/formal regulations (Perdes) related to collaboration; (4) political dynamics/power imbalances between the government and local communities; (10) uncertainty/the absence of a long-term risk mitigation system; and (13) capacity for joint action/limitations in resources, funding, and coordination among actors. Nevertheless, the program's success is supported by inclusive dialogue initiated by village heads and communities, the establishment of trust among parties, and collective commitment toward the zero-waste goal. Cross-actor collaboration involving local governments, villages, and community groups such as Karang Taruna, PKK, and Pokdarwis forms a strong foundation for the implementation of this program."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Azami Nasri
"Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tata kelola kolaboratif pada pelaksanaan program NTB Zero Waste. Program NTB Zero Waste merupakan salah satu program unggulan Pemprov NTB yang memiliki tujuan untuk mewujudkan NTB sebagai daerah yang bebas sampah pada tahun 2023. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah collaborative givernance regime (CGR) oleh Emerson & Nabatchi (2015). Pendekatan penelitian ini adalah post-positivist dengan teknik pengumpulan data wawancara mendalam ke 10 narasumber dan studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses kolaborasi berdasarkan teori CGR, hanya terdapat 6 sub-dimensi dari 13 sub-dimensi yang terpenuhi yakni; (3) kegagalan sebelumnya untuk mengatasi masalah; (6) tingkat konflik dan kepercayaan; (7) kepemimpinan; (8) konsekuensi dari insentif; (9) saling ketergantungan; dan (11) keterlibatan prinsip. Terdapat 7 kriteria yang belum terpenuhi yakni seperti 4 kriteria (1) kondisi sumber daya; (2) kebijakan dan kerangka hukum; (4) dinamika politik/hubungan kekuasaan; (5) keterhubungan jaringan; yang terdapat dalam dimensi system context. Selain itu, pada dimensi drivers terdapat 1 kriteria yang belum terpenuhi yakni (10) ketidakpastian. Kemudian, pada dimensi collaborative dynamics, kriteria yang belum terpenuhi yakni (12) motivasi bersama, dan (13) kapasitas dalam melakukan aksi bersama. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini menyimpulkan bahwa kolaborasi dalam proses pengelolaan sampah regional pada program NTB Zero Waste di Kota Mataram belum memenuhi tata kelola kolaboratif dalam pengelolaan sampah.

This study aims to describe collaborative governance in the implementation of the Zero Waste program. The NTB Zero Waste program is one of the flagship programs of the NTB Provincial Government which has the goal of realizing NTB as a waste-free area by 2023. The theory used in this research is the collaborative givernance regime (CGR) by Emerson & Nabatchi (2015). This research approach is post-positivist with in-depth interview data collection techniques with 10 informants and literature study. The results showed that the collaboration process based on the CGR theory, there were only 6 sub-dimensions of the 13 sub-dimensions that were fulfilled, namely; (3) prior failure to address the issues; (6) level of conflict and trust; (7) leadership; (8) consequences incentives; (9) interdependence; and (11) principle engagement. There are 7 criteria that have not been met, such as 4 criteria (1) condition of resources; (2) policy and legal framework; (4) political dynamics/power relations; (5) network connectivity; contained in the system context dimension. In addition, in the drivers dimension there is 1 criterion that has not been met, namely (10) uncertainty. Then, in the collaborative dynamics dimension, the criteria that have not been met are (12) shared motivation, and (13) capacity for joint action. Based on this, the conclusion is that collaboration in the regional waste management process at NTB Zero Waste in Mataram City has not fulfilled collaborative governance in waste management."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Baiq Tiara Putri Melenia
"Evaluasi ini bertujuan untuk melihat proses pengelolaan program desa wisata oleh BP Dewi Tetebatu. Tujuan lainnya yaitu untuk mengetahui keberhasilan desa wisata berdasarkan aspek partisipasi dan pemberdayaan masyarakat. Hal ini karena keterlibatan masyarakat dalam proses pengembangannya penting untuk memicu desa wisata yang partisipatif. Studi sebelumnya terkait evaluasi desa wisata fokus pada hasilnya saja, sehingga penting untuk mengevaluasi proses pengelolaan programnya. Maka, evaluasi ini akan berfokus pada evaluasi proses pengelolaan desa wisata oleh BP Dewi. Studi ini menggunakan metode means-ends structures untuk mengetahui kesesuaian program dengan tujuan awalnya. Metode ini tepat digunakan karena mampu membantu peneliti melihat proses input hingga impact suatu program. Hasil evaluasi berdasarkan metode ini menunjukkan bahwa proses pengelolaan desa wisata oleh BP Dewi di Tetebatu sudah berjalan baik. Melalui program SMI dan BAS, BP Dewi berhasil membuat masyarakat mampu mengelola dan mempromosikan destinasi wisatanya. Terkait tata kelola, masyarakat sudah mampu memberikan hospitality sesuai standar kepada pengunjung. Kemudian, pelaku wisata sudah mampu mempromosikan usahanya secara mandiri maupun kolaborasi dengan agen perjalanan wisata. Hasil ini tercapai karena partisipasi aktif masyarakat dalam setiap proses pengelolaan desa wisata.

This evaluation aims to see the process of managing the tourism village program by BP Dewi Tetebatu. Another goal is to determine the success of the tourism village based on aspects of community participation and empowerment. This is because community involvement in the development process is important to trigger a participatory tourism village. Previous studies related to the evaluation of tourism villages focus on the results only, so it is important to evaluate the program management process. Thus, this evaluation will focus on evaluating the process of tourism village management by BP Dewi. This study uses the means-ends structures method to determine the suitability of the program with its initial objectives. This method is appropriate to use because it is able to help researchers see the input process to the impact of a program. The results of the evaluation based on this method show that the process of tourism village management by BP Dewi in Tetebatu has been running well. Through the SMI and BAS programs, BP Dewi succeeded in making the community able to manage and promote their tourist destinations. Regarding governance, the community has been able to provide hospitality according to standards to visitors. Then, tourism actors have been able to promote their businesses independently and collaborate with travel agents. These results were achieved due to the active participation of the community in every process of managing the tourism village."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Mifta Hulkhair Sipni
"Daerah sembalun yang berada di Provinsi Nusa Tenggara Barat memiliki Potensi panas bumi yang besar. Potensi panas bumi yang besar tersebut haruslah dapat segera dimanfaatkan untuk mempercepat proses transisi ke energi baru terbarukan. Dalam proses eksplorasi energi panas bumi tersebut, salah satu tahapan yaitu pengeboran merupakan suatu tahapan penting dan juga mahal dalam eksplorasi panas bumi. Untuk itu diperlukan proses perencanaan yang matang, salah satunya dalam persiapan lokasi pengeboran. Dalam penelitian ini, dilakukan pengumpulan informasi geologi teknik dari daerah sembalun untuk menilai kesesuaian dari daerah penelitian untuk pembangunan dudukan sumur pengeboran. Metode penelitian meliputi pemetaan langsung di lapangan untuk mendapatkan gambaran kondisi lahan, data sifat fisik batuan dan tanah serta data diskontinuitas. Hasil akhir dari penelitian berupa peta geomorfologi sembalun yang terdiri atas satuan perbukitan tinggi vulkanik berlereng agak curam dan satuan pegunungan berlereng curam, peta geologi teknik yang tersusun atas satuan endapan tanah, satuan kolovium, satuan andesit lapuk rendah, satuan andesit lapuk tinggi, satuan breksi vulkanik lapuk rendah dan satuan breksi vulkanik lapuk tinggi, nilai kestabilan lereng dari Slope Mass Rating pada batu andesit adalah 62.4 dengan jenis kegagalan yang mungkin terjadi adalah wedge failure, selanjutnya nilai Slope Mass Rating breksi vulkanik adalah 58.07 dengan kegagalan jenis toppling failure. Dari keempat titik lokasi penelitian didapatkan lokasi SBL-2 merupakan titik dengan kesesuaian lahan yang baik.

Sembalun region, located in West Nusa Tenggara Province has a large geothermal potential. The enormous geothermal potential must be used immediately speed up transition process to renewable energy. In the geothermal energy exploration process, one of the stages, namely drilling, is an important and costly stage in geothermal exploration. For this reason, a careful planning process is needed, one of which is in the preparation of drilling locations. In this study, geological engineering information was collected from the Sembalun area to decide the most suitable location for the construction of drilling well pad. The research method includes field mapping to get an overview of land conditions, data on physical properties of rocks and soils as well as discontinuity data. The final results of the research are sembalun geomorphological maps, consist of volcanic high hill with gently steep slope unit and volcanic mountain with steep slope unit. Geological engineering maps consist of soil sediment unit, colovium unit, high weathered andesit unit, low weathered andesit unit, high weathered volcanic breccia unit, low weathered volcanic breccia unit. SMR value of andesit rock is 62.4 with potential wedge failure and breccia volcanic with SMR value 58.07 with potential toppling failure. Of all locationin sembalun SBL-2 is the most suitable location."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heri Satriawan
"Program kartu prakerja dalam pelaksanaannya dinilai banyak menuai permasalahan, seperti program yang tidak tepat sasaran, masih ditemukannya tumpang tindih penerima bantuan, serta sering terjadinya keterlambatan pencairan dana insentif. Berangkat dari permasalahan tersebut penelitian ini mengkaji tentang tingkat keberhasilan pengimplementasian program kartu prakerja ditinjau dari perspektif penerima. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi tingkat keberhasilan pelaksanaan program kartu prakerja dalam memberikan bantuan kepada masyarakat terdampak pandemi COVID-19 di Kabupaten Lombok Timur. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan teknik pengambilan data utama menggunakan metode kuantitatif melalui kuesioner yang disebarkan kepada 156 responden, kemudian didukung dengan teknik wawancara mendalam dengan 7 narasumber. Penelitian ini menggunakan konsep evaluasi CIPP (Context, Input, Process, dan Product). Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan perspektif penerima, pelaksanaan program kartu prakerja sudah berjalan dengan baik. Namun masih terdapat kelemahan dalam pelaksanaannya seperti sistem verifikasi data calon penerima yang terkadang masih tumpang tindih dengan data penerima bantuan sosial, kurangnya kolaborasi dengan pemerintah daerah, kemudian masih ditemukannya penerima program dari kalangan mahasiswa atau pelajar.

Kartu prakerja program in its implementation, is considered to have many problems, like a program that isn’t right on target, overlapping beneficiaries are still found, and frequent delays in the disbursement of incentive funds. Leaving the issues the study examined the rate of success of implementation kartu prakerja program from the recipient’s perspective. The purpose of this study is to evaluate the rate of success kartu prakerja program in providing assisting citizens affected by the COVID-19 pandemic in East Lombok Regency. This study used a quantitative approach with the main data collection technique using quantitative methods through questionnaires distributed to 156 respondents, then supported by in-depth interview techniques with 7 informants. The study used the concept of CIPP evaluation (Context, Input, Process, Product). The results showed that based on the recipient's perspective, implementation kartu prakerja program has gone well. However, there are still weaknesses in its implementation such as the data verification system of prospective recipients who sometimes still overlap with the data of recipients of social assistance, lack of collaboration with local governments, then still the discovery of program recipients from among students.
"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farahdina Al Anshori
"Di Kawasan Perbatasan Nusa Tenggara Timur (NTT), pembangunan infrastruktur listrik belum terlaksana secara optimal. Selain sebagai provinsi dengan rasio elektrifikasi terendah, pendanaan dari Pemerintah terbatas, serta ada terlalu banyak pihak dalam pembuatan dan implementasi kebijakan di Kawasan Perbatasan yang mengakibatkan perlunya koordinasi ekstra. Untuk itu riset ini diawali dengan mempertanyakan bagaimana kondisi pembangunan infrastruktur di sana. Ditemukan bahwa kondisinya belum optimal karena koordinasi dan komunikasi antar lembaga pemerintah sendiri masih belum berjalan baik, anggaran terbatas, dan tidak menarik bagi investor. Padahal ada keinginan, termasuk dari masyarakat untuk menumbuhkan ekonomi lokal yang jelas membutuhkan stabilitas pasokan listrik. Menghadapi problematika tersebut, skema blended finance ditawarkan sebagai alternatif dengan perspektif collaborative governance sebagai dasar mengingat sudah pasti ada kolaborasi dalam menjalankan blended finance. Di samping mengkonstruksi skema yang dapat dijadikan alternatif tersebut, desain kolaborasi yang sesuai dengan sistem konteks blended finance juga dikonstruksi berdasarkan tiga teori collaborative governance, yaitu dari Donahue & Zeckhauser, Emerson & Nabatchi serta Ansell & Gash. Hasilnya, penelitian ini mengusulkan bahwa untuk pembangunan infrastruktur di Kawasan Perbatasan Darat, dapat digunakan skema blended finance untuk level usaha kecil yang terdiri dari dua tahapan, yaitu feasibility study dan joint venture. Skema ini kemudian direplikasi dan diagregasi untuk menarik dana katalis dengan skala yang lebih besar. Dalam skema ini, sejumlah hal yang harus diperhatikan adalah para pemangku kepentingan, jenis dan peran setiap investor, sumber dana dari publik atau swasta, instrumen pendanaan, serta jangka waktu kerjasamanya. Dalam menjalankan skema blended finance ini, kolaborasi dilakukan dengan memadukan ketiga model kolaborasi yang telah disebutkan. Para aktor kolaborasi harus memperhatikan sejumlah prasyarat serta pendorong yang akan mempengaruhi jalannya proses kolaborasi. Skema blended finance dan desain kolaborasi ini diharap dapat diaplikasikan dalam meningkatkan kerjasama di pemerintahan dan pihak terkait untuk mengakselerasi pembangunan di Kawasan Perbatasan Darat di NTT dan menjadi solusi ketika pembangunan terhambat karena permasalahan pendanaan.

At the border of Nusa Tenggara Timur (NTT), the development of electricity infrastructure has not been implemented optimally. Apart from being the province with the lowest electrification ratio, funding from the Government is limited, and there are too many parties in policy-making and its implementation at the border which results in the need for extra coordination. Therefore, this research begins by questioning the condition of infrastructure development there. It was found that conditions were not optimal because coordination and communication between government agencies themselves were still not running well, the budget was limited, and it was not attractive to investors. Whereas they, including the local community, desire to grow the local economy, which clearly requires a stable supply of electricity. Facing these problems, a blended finance scheme is offered as an alternative with a collaborative governance perspective as a basis considering that there is definitely collaboration in carrying out blended finance. In addition to constructing the alternative scheme, collaboration with blended finance as its system context is also constructed based on three collaborative governance theories, i.e. from Donahue & Zeckhauser, Emerson & Nabatchi, and Ansell & Gash. As a result, this study proposes that for infrastructure development at the border, a blended finance scheme can be used is in the small business level which consists of two stages, namely a feasibility study and a joint venture. This scheme is then replicated and aggregated to attract catalyst funds on a larger scale. In this scheme, a number of things that must be considered are the stakeholders, the type and role of each investor, sources of funds from the public or private sector, funding instruments, and the period of cooperation. In adopting this scheme, collaboration is carried out by combining the three collaboration models that have been mentioned. Collaborative actors must pay attention to a number of prerequisites and drivers that will affect the course of the collaboration process. It is hoped that this blended finance scheme and collaborative design can be implemented to increase cooperation in government and related parties to accelerate development at the border of NTT and become a solution when development is hampered due to funding problems."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ninik Budilestari
"Keberlanjutan pembangunan pariwisata sangat tergantung dengan kondisi lingkungan sehingga dibutuhkan adanya upaya perlindungan dan pengelolaan yang baik dan optimal. Pengelolaan pariwisata di pulau-pulau kecil harus didasarkan pada komitmen pola keseimbangan antara pembangunan ekonomi, sosial budaya dan konservasi. Kegiatan pengelolaan perlu dilakukan dengan memperhatikan kaidah ekologi dan peka terhadap nilai sosial budaya masyarakat. Selain itu perlu dilakukan penentuan ambang batas (carrying capacity), baik secara formal maupun ekologis dalam rangka meminimalisasi dampak negatif yang ditimbulkan dari kegiatan pembangunan. Oleh karena itu pemanfaatan potensi sumber daya keanekaragaman hayati, ekosistem, dan nilai kekhasan serta keaslian yang ada di pulau-pulau kecil harus dilakukan secara berkelanjutan dan terpadu dengan berbasis pada perlindungan, pemeliharaan, pemanfaatan dan pengembangan. Upaya tersebut tidak akan berjalan tanpa adanya pemahaman, kesadaran dan partisipasi dari semua pihak dalam menjaga kondisi lingkungan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan menganalisis perkembangan pariwisata dan kondisi lingkungan di Gili Trawangan saat ini; mengidentifikasi dan menganalisis pemahaman masyarakat lokal Gili Trawangan tentang prinsip-prinsip pariwisata berkelanjutan dan sikap kepedulian masyarakat lokal terhadap permasalahan pariwisata dan lingkungan di Gili Trawangan; mengidentifikasi dan menganalisis tingkat partisipasi masyarakat lokal dalam pengelolaan pariwisata dan lingkungan di Gili Trawangan. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif, dengan metode penelitian yang digunakan adalah gabungan antara metode penelitian kuantitatif dan kualitatif.
Hasil dari penelitian ini menemukan bahwa kondisi lingkungan Gili Trawangan saat ini telah mengalami degradasi yang dapat terlihat dari terjadinya perubahan fungsi lahan di kawasan sempadan pantai dan tatanan lingkungan; kerusakan pantai akibat abrasi; penanganan masalah sampah belum optimal; pengelolaan sarana-prasarana umum belum optimal; dan kerusakan terumbu karang. Untuk mengatasi permasalahan yang terjadi tersebut maka perlu adanya pengelolaan pariwisata dan pengelolaan lingkungan yang didasari oleh adanya pemahaman tentang prinsip-prinsip pariwisata berkelanjutan dan sikap kepedulian terhadap permasalahan yang terjadi serta adanya partisipasi masyarakat lokal dalam pengelolaan pariwisata dan pengelolaan lingkungan.

Sustainable development of tourism depends on the environmental conditions that required protective efforts; proper and optimal management. Tourism management in small islands must be based on the balance commitment between the development of economic, socio-cultural and conservation. Management activities need to be carried out by giving more attention to the rules of ecology and sensitive to social and cultural values. In addition it is necessary to determinate the threshold (carrying capacity), both formal and ecologically in order to minimize the negative impacts of development activities. Therefore, the potential utilization of biodiversity resources, ecosystems, the distinctiveness and authenticity value of small islands must be sustainable and integrated based on the protection, maintenance, utilization and development. Such efforts will not work without the understanding, awareness and participation of all parties in maintaining the environmental condition.
The purpose of this study is to identify and analyze the development of tourism and environmental condition in Gili Trawangan currently; to identify and analyze Gili Trawangan local communities understanding of the sustainable tourism principles and local communities caring attitude towards tourism and environment issues in Gili Trawangan; to identify and analyze the level of participation of local communities in tourism and environmental management in Gili Trawangan. This study was conducted with a qualitative approach and a combination of quantitative and qualitative research method.
The results of this study found that the environmental condition of Gili Trawangan nowadays has degraded as indicated by the change of land use in coastal border and the change of environmental order; coastal damage due to abrasion; the handling waste problem is not optimal yet; the management of public infrastructure is not optimal, and the coral reefs damage. To overcome these problems, it is necessary to manage the tourism and environment based on the understanding of the sustainable tourism principles and caring attitude towards the occurred problems, and also the local communities participation in environmental and tourism management.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hayati
"Permasalahan inti dari penelitian ini adalah diskriminasi jender yang dialami petani perampuan dalam kegiatan penyuluhan pertanian tanaman pangan. Keadaan dernikian juga terjadi di Desa Lingsar dan Desa Mareje, di Kabupalen Lombok Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Oleh karena itu, penelitian ini mengungkapican keikutsertaan rnereka pada kegiatan penyuluhan itu dan permasalahan yang dialaminya Penelitian deskriptif kualitatif ini berperspektif perempuan. Data primer dikumpulkan melalui diskusi kelompok terfokus dan wawancara mendalam pada delapan belas orang subjek penelitian Kemudian, data yang telah dipindahkan ke dalam hentuk transkrip verbatim dianalisis, Hasilnya diinterpretasikan dengan analisis jender. Di samping itu, analisis jender juga dilakukan terhadap dokumen.
Penelitian ini menemukan bahwa petani perempuan Sangat sedikit yang pernah diikutscnakan dalam kcgiatan penyuluhan ilu walaupun mereka bcrpcran sangal nyala cialam pelaksanaan pekeljaan dan pengambilan keputusan dalam kegiatan usaha tani. Padahal rncreka mempunyai keinginan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam bemsaha tani_ mempunyai sifat selalu menghargai undangan untuk mengikuti kegiatan penyuluhan itu, mempunyai kemampuan untuk mengelola waktu, dan tidak ada larangan bagi mereka untuk mengikuti kegiatan penyuluhan itu.
Permasalahannya adalah bahwa PPL selama ini tidak pemah mengundang mereka untuk mengikuti kegiatan penyuluhan itu. Hal ini karena pejabat instansi terkait dan PPL meyakini dan melestarikan pembagian kerja berdasarkan jcnder dan stereotipe peran jender yang berlaku di masyarakat. Jadi, peran reproduktif perempuan digunakan sebagai alasan untuk menyingkirkan perempuan dari kegiatan penyuluhan itu.
Perilaku komunikasi petani perempuan menunjukkan bahwa pada dasamya mereka biasa hidup bcrkelompok. Mereka tidak pcmah memanfaatkan radio, televisi, dan media cetak untuk mencari intbrmasi tentang kegiatan berusaha tani. Mereka mencari informasi itu kepada petani lain. Selain itu, hal-hal yang dapat meniadi masalah bagi mereka untuk berparlisipasi pada kegiatan penyuluhan itu adalah waktu dan tempal pelaksanaan penyuluhan yang tidak direncanakan dengan baik, materi yang tidak menarik dan menguntungkan, manfaatnya yang tidak dirasakan bagi mereka, metode yang tidak tepat bagi mereka yang kebanyakan buta huruf dan ketidakmampuan mereka dalam berkomunikasi pada pertemuan penyuluhan dalam kelompok gabungan karena sikap peserta petani laki-laki yang tidak mendukung mereka untuk aktif berkomunikasi.

The core problem of this investigation is the gender discrimination laced by female farmers in extension activities on crops. The discrimination happens at Lingsar and Marcje villages, in West Lombok District, West Nusa Tenggara Province. Therefore, this study examines their participation on the extension and the problems they face.
The recent descriptive-qualitative study addresses female farmer perspective. Primary data was collected through focused-group discussion and in-depth interview with eighteen study subjects. Then, the data, which has been transcribed into verbatim, was analyzed. Result was interpreted through gender analysis. Documentary data was also analyzed through gender analysis.
It is found that few female farmers have been asked to participate in the extension activities although they play an important and real role on the decision-making and implementation of the farming activities. In fact, they also nccd to increase their knowledge and skill trough extension. always appreciate any invitations on the extension, are able to manage their time, are not forbidden to attend the extension. The problem is that PPI. has never invited them so far to join the extension. PPI. and other related institutions tend to distribute gender division of labor and gender role stereotype in society. Therefore, women?s reproductive role is the reason used to exclude female farmers from extension activities.
Female-farmer-communication behavior shows that they basically live in group. They never use radio, television, and printed media to get information about farming business. They get information from other farmers. Their problems in participating on the extension activities include; unprepared time and place of the extension, uninteresting and unprofitable materials given, and the significance of the extension. inappropriate method used as most of them are illiterate, and their anability to communicate in extension meeting due to male farmers? attitude which does not support them to actively communicate are also the female farmers? problems in attending extension.?
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2000
T32913
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Risniatin Maya Andini
"Penelitian mengenai struktur komunitas lamun di Pesisir Tanjung Luar, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat telah dilakukan pada bulan Mei 2017. Penelitian bertujuan untuk mengetahui struktur komunitas lamun yang mencakup jumlah spesies lamun, presentase tutupan, frekuensi, kerapatan, indeks nilai penting, indeks keanekaragaman, indeks kemerataan, dan indeks dominansi pada setiap stasiun. Penentuan lokasi pengambilan sampel dilakukan pada 3 stasiun penelitian dengan metode purposive sampling. Metode pengambilan sampel menggunakan metode line transect dan kuadrat sebanyak 54 kuadrat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat tujuh spesies lamun dari dua famili di Tanjung Luar. Persentase tutupan lamun pada setiap stasiun berkisar 5--61,25. Kerapatan lamun pada setiap stasiun berkisar antara 12--626 tegakan/m2. Frekuensi setiap spesies lamun pada setiap stasiun berkisar antara 5,55--72,22. Thalassia hemprichii memiliki frekuensi rata-rata tertinggi, yaitu sebesar 50. Nilai indeks keanekaragaman di Tanjung Luar yang termasuk sedang hanya terdapat di stasiun 1 1,62 dan stasiun 2 1,69. Nilai indeks dominansi di Tanjung Luar yang tergolong rendah hanya terdapat di stasiun 2 0,21. Nilai indeks kemerataan yang tergolong tinggi hanya terdapat di stasiun 1 0,83 dan 2 0,87.

Research on community structure of seagrass in waters of Tanjung Luar, East Lombok, West Nusa Tenggara, was conducted on May 2017. The study aims to determine the community structure of seagrass which includes diversity, cover percentage, frequency, density, importance values, diversity index, evenness index, and dominance index at all of station. The location of sampling in 3 stations was determined by purposive sampling. The method of sampling was determined by line transect and quadrat method, totally 54 quadrats.
The results showed that there are 7 species of seagrasses from 2 families in Tanjung Luar. Percentage seagrass covering at each station ranged from 5 61,25. Seagrass density at each station ranged from 12 626 tegakanal m2. Frequency each spesies of seagrass at each station ranged from 5,55 72,22. Thalassia hemprichii is the highest frequency 50. The diversity index value in Tanjung Luar was considered as moderate only at station 1 1,62 and station 2 1,69. The dominance index value in Tanjung Luar was low only at station 2 0,21. Evenness index value was considered as high only at station 1 0,83 and station 2 0,87.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Setiawan
"Penelitian ini mengkaji pengaruh penambahan natrium sulfat dan sulfur terhadap reduksi karbotermik selektif pada ilmenit dan bimomassa. Telah direduksi sebanyak tiga belas sampel dengan variasi persentase penambahan aditif dengan kenaikan 1,5%, jenis ilmenit dan lama waktu milling. Reduktor yang digunakan yaitu bimoassa dari pulverized cangkang kelapa sawit, sedangkan CMC sebagai binder. Sampel direduksi pada temperatur 1200oC pada kondisi inert selama 60 menit. Berdasarkan karakterisasi XRD, diperoleh fasa dominan yaitu besi dan ferros-pseudobrookite. Hasil uji SEM memperlihatkan agregasi dan pertumbuhan partikel besi lebih baik dengan penambahan natrium sulfat daripada sulfur, dan waktu proses mechanochemical yang lama. Berdasarkan analisa Image-J diperoleh nilai tertinggi untuk luas rata-rata yaitu 73,78 mm2 pada penambahan natrium sulfat. Sedangkan nilai tertinggi dengan penambahan sulfur yaitu 36,57 mm2. Selain itu, nilai recovery dan kadar pada Fe dan Ti dibedakan pada fasa metalik dan fasa terak. Untuk nilai recovery dan kadar Ti bukan dalam bentuk logam akan tetapi dalam fasa bentuk fasa TiO2, FeTiO3, FeTi2O5, dan MgTi2O5. Pada fasa metalik, nilai tertinggi recovery (%) Fe dan Ti berturut-turut yaitu 92,82 dan 22,46. Sedangkan untuk nilai kadar (%) Fe dan Ti berturut-turut yaitu 94,20 dan 18,91. Disisi lain, pada fasa terak, nilai tertinggi recovery (%) Fe dan Ti berturut-turut yaitu 42,00 dan 98,51. Sedangkan untuk nilai kadar (%) Fe dan Ti berturut-turut yaitu 17,33 dan 70,45.

This study examined the effect of adding sodium sulfate and sulfur to selective carbothermic reduction on ilmenite and biomass. Thirteen samples have been reduced by adding additive doses with an increase of 1.5%, ilmenite type and length of milling time. The reductors used are biomass from pulverized palm oil shell, while CMC is a binder. Samples were reduced at a temperature of 1200oC in an inert condition for 60 minutes. Based on XRD characterization, the dominant phase is iron and ferros-pseudobrookite. The SEM test results show that the aggregation and growth of iron particles is better with the addition of sodium sulfate than sulfur, and the long process time of the mechanochemical process. Based on Image-J analysis, the highest value for the average area was 73.78 mm2 for the addition of sodium sulfate. While the highest value with the addition of sulfur is 36.57 mm2. In addition, the recovery and grade in Fe and Ti are distinguished from the metallic phase and the slag phase. For recovery and grade of Ti not in metal form but in phase form phase TiO2, FeTiO3, FeTi2O5, and MgTi2O5. In the metallic phase, the highest recovery (%) in Fe and Ti were 92.82 and 22.46, respectively. Whereas for the grade (%) in Fe and Ti 94.20 and 18.91, respectively. On the other hand, in the slag phase, the best recovery (%) in Fe and Ti were 42.00 and 98.51, respectively. Whereas for the grade of (%) Fe and Ti 17.33 and 70.45, respectively.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T53187
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>