Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 218610 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kezia Rosari
"Tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) menjadi salah satu isu prioritas kesehatan di Indonesia. Penggunaan kontrasepsi modern pascasalin merupakan strategi efektif untuk menekan AKI dengan mengatur jarak kehamilan. Namun, cakupannya belum merata, dengan disparitas signifikan antarprovinsi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan penggunaan kontrasepsi modern pascasalin di Provinsi Jawa Timur dan Sumatera Utara. Penelitian ini menggunakan desain potong lintang (cross-sectional) dengan analisis data sekunder dari Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023. Sampel terdiri dari wanita usia subur (15-49 tahun) yang telah melahirkan. Analisis data dilakukan menggunakan regresi logistik multivariabel. Hasil penelitian menunjukkan proporsi penggunaan kontrasepsi modern pascasalin di Jawa Timur (79,2%) lebih tinggi secara signifikan dibandingkan Sumatera Utara (50,5%). Faktor determinan di Sumatera Utara adalah umur, status pekerjaan, dan konseling KB. Di Jawa Timur, faktor yang berhubungan adalah daerah tempat tinggal, status ekonomi, paritas, dan konseling KB. Konseling KB pascasalin menjadi satu-satunya faktor yang berhubungan signifikan di kedua provinsi. Kesimpulannya, terdapat perbedaan determinan dalam penggunaan kontrasepsi modern pascasalin antara kedua provinsi, yang menyoroti pentingnya intervensi spesifik sesuai konteks wilayah. Penguatan layanan konseling menjadi kunci strategis untuk meningkatkan cakupan secara nasional.

The high Maternal Mortality Rate (MMR) is a priority health issue in Indonesia. The use of modern postpartum contraception is an effective strategy to reduce MMR by managing pregnancy spacing. However, its coverage is uneven, with significant disparities between provinces. This study aims to analyze the factors associated with the use of modern postpartum contraception in East Java and North Sumatra provinces. This study employed a cross-sectional design using secondary data analysis from the 2023 Indonesian Health Survey (SKI). The sample consisted of women of childbearing age (15-49 years) who had previously given birth. Data were analyzed using multivariate logistic regression. The results showed that the proportion of modern postpartum contraceptive use in East Java (79.2%) was significantly higher than in North Sumatra (50.5%). The determining factors in North Sumatra were age, employment status, and family planning counseling. In East Java, the associated factors were area of residence, economic status, parity, and family planning counseling. Counseling was the only factor significantly associated in both provinces. In conclusion, there are different determinants for the use of modern postpartum contraception between the two provinces, highlighting the importance of region-specific interventions. Strengthening counseling services is a strategic key to increasing coverage nationally.  "
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Izzatun Nidaa
"Salah satu isu terkait kontrasepsi adalah ketidaklangsungan penggunaan kontrasepsi karena merupakan determinan yang mempengaruhi Contraception Prevalence Rate. Ketidaklangsungan penggunaan kontrasepsi dapat menyebabkan dampak masalah kesehatan masyarakat yaitu kehamilan tidak diinginkan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran faktor-faktor ketidaklangsungan penggunaan kontrasepsi suntik, implan dan IUD di Kabupaten Lombok Barat, Lombok Timur dan Sumbawa. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan data sekunder dari Survei Pemantauan dan Evaluasi Penggunaan Kontrasepsi di Jawa Timur dan NTB. Sampel penelitian adalah ibu yang berstatus menikah dan berusia 15-49 tahun. Jumlah sampel yang dianalisis sebanyak 5023 responden. Hasil penelitian proporsi ketidaklangsungan penggunaan kontrasepsi suntik, implan dan IUD di total tiga kabupaten sebesar 29,2%. Faktor predisposisi yang berhubungan adalah umur dan jumlah anak hidup. Faktor pemungkin, jenis alat kontrasepsi tidak berhubungan di tiga kabupaten. Faktor penguat, KIE KB dan diskusi KB dengan suami berhubungan secara total di tiga Kabupaten. Sehingga disarankan untuk Pemerintah Provinsi dan NTB untuk melakukan penyuluhan intensif tentang perlunya melanjutkan penggunaan alat kontrasepsi terutama pada ibu-ibu berusia diatas 35 tahun atau yang memiliki anak lebih dari 3, menggencarkan pemberian informasi KB oleh kunjungan petugas kesehatan atau tokoh masyarakat dan meningkatkan peran suami.

One of the issues related to the use of contraception is contraceptive discontinuation as a determinant affecting Contraception Prevalence Rate. Contraceptive discontinuation can cause public health problem such as unwanted pregnancy. This study aims to describe of the factors associated with injection contraceptive, implant and IUD discontinuation in West Lombok Barat, East Lombok and Sumbawa. This study used a cross-sectional design and secondary data from the Monitoring and Evaluation Survey Use of Contraception in East Java and West Nusa Tenggara Province. The samples were mothers who are married and aged 15-49 years. The number of samples analyzed is 5023 respondents. The results of the study the proportion of injection contraceptive, implant and IUD discontinuation in a total of three districts is 29.2 %. Predisposing factors that statistically correlated are age and number of living children. Enabling factors, types of contraceptives is not statistically correlated in three districts. Reinforcing factors, IEC KB and discussion about KB with husband is statistically correlated in total of three districts. So it is recommended to the Provincial Government of NTB to conduct intensive counseling about the need to continue the use of contraceptives, especially in women older than 35 years or who have children over 3, to intensify the provision of family planning information by visiting health workers or community leaders and enhance the role of the husband."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S53527
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bintang Sukma Dhea Fransisca Enjellita
"Latar belakang: Hipertensi menjadi penyebab kematian dini tertinggi di seluruh dunia dan merupakan faktor risiko utama untuk penyakit kardiovaskular termasuk di Indonesia. Jawa Barat merupakan provinsi dengan angka prevalensi hipertensi tertinggi di Indonesia yaitu sebesar 34,4% berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah dan sebesar 10,7% berdasarkan diagnosis dokter yang menjadikan Jawa Barat sebagai provinsi terbesar ketiga dengan prevalensi hipertensi terbanyak pada penduduk berusia ≥ 18 tahun. Dalam penanganan penyakit hipertensi, indikator terkait terapi atau pengobatan hipertensi merupakan salah satu faktor yang penting untuk diperhatikan. Data terbaru yang diperoleh dari Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023 menunjukkan bahwa ketidakpatuhan konsumsi obat antihipertensi di Jawa Barat mencapai 53,8% dengan 35,5% pasien tidak teratur minum obat dan 18,3% tidak minum obat sama sekali. Rendahnya kepatuhan pasien hipertensi untuk konsumsi obat antihipertensi masih menjadi masalah dalam penanganan hipertensi di Indonesia terutama di Jawa Barat. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan ketidakpatuhan konsumsi obat antihipertensi pada pasien hipertensi berusia ≥ 18 tahun di Jawa Barat. Metode: Penelitian ini menggunakan desain studi cross-sectional dengan analisis univariat dan bivariat. Hasil: Prevalensi ketidakpatuhan konsumsi obat antihipertensi pada pasien hipertensi usia ≥ 18 tahun di Jawa Barat adalah 53,1% dengan “merasa sudah sehat” menjadi alasan tertinggi ketidakpatuhan. Faktor yang signifikan berhubungan dengan ketidakpatuhan konsumsi obat antihipertensi meliputi berusia 18 - 59 tahun (PR = 1,23; 95% CI = 1,06 - 1,47), memiliki tingkat pendidikan rendah (PR = 1,17; 95% CI = 1,09 - 1,27), tidak memiliki jaminan kesehatan (PR = 1,26; 95% CI = 1,18 - 1,36), merokok (PR = 1,12; 95% CI = 1,04 - 1,21), tidak memiliki pengetahuan terkait konsumsi obat antihipertensi (PR = 1,88; 95% CI = 1,72 - 1,97). Kesimpulan: Pemerintah perlu meningkatkan edukasi kesehatan dan menekankan pentingnya rutin mengonsumsi obat antihipertensi meskipun tidak merasakan gejala. Selain itu, diperlukan kerja sama lintas sektor untuk mendukung pencegahan ketidakpatuhan konsumsi obat antihipertensi.

Background: Hypertension is the leading cause of premature death worldwide and is a major risk factor for cardiovascular diseases, including in Indonesia. West Java is the province with the highest prevalence of hypertension in Indonesia, with a rate of 34.4% based on blood pressure measurements and 10.7% based on doctor diagnoses. This makes West Java the third largest province in terms of hypertension prevalence among individuals aged ≥ 18 years. In managing hypertension, indicators related to hypertension therapy or medication are crucial factors that need attention. Recent data from the Indonesia Health Survey (SKI) shows that non-adherence to antihypertensive medication in West Java reaches 53.8%, with 35.5% of patients taking medication irregularly and 18.3% not taking medication at all. The low level of adherence among hypertensive patients to taking antihypertensive medication remains a significant issue in hypertension management in Indonesia, particularly in West Java. Objective: This study aims to identify the factors associated with non-adherence to antihypertensive medication among hypertensive patients aged ≥ 18 years in West Java. Methods: This research used a cross- sectional study design with univariate and bivariate analyses. Results: The prevalence of non-adherence to antihypertensive medication among hypertensive patients aged ≥ 18 years in West Java is 53.1%, with “feeling healthy” being the most common reason for non-adherence. Significant factors associated with non-adherence to antihypertensive medication include: being aged 18–59 years (PR = 1.23; 95% CI = 1.06–1.47), having a low education level (PR = 1.17; 95% CI = 1.09–1.27), lacking health insurance (PR = 1.26; 95% CI = 1.18–1.36), smoking (PR = 1.12; 95% CI = 1.04–1.21), and lacking knowledge related to antihypertensive medication (PR = 1.88; 95% CI = 1.72–1.97). Conclusion: The government needs to enhance health education and emphasize the importance of regularly taking antihypertensive medication, even when no symptoms are present. Additionally, cross-sector collaboration is necessary to support the prevention of non-adherence to antihypertensive medication."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Trisnani
"Preferensi jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap perilaku fertilitas, diantaranya penggunaan kontrasepsi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh komposisi jenis kelamin anak masih hidup terhadap penggunaan alat kontrasepsi modern di Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Jawa Tengah. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data Supas 2015. Hasil analisis regresi logistik biner menunjukkan bahwa di Sumatera Utara wanita yang mempunyai anak laki-laki saja berpeluang lebih besar untuk memakai alat kontrasepsi modern dibandingkan wanita yang hanya mempunyai anak perempuan saja. Di Sumatera Barat tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara wanita yang mempunyai anak laki-laki saja dan anak perempuan saja. Akan tetapi, wanita yang mempunyai anak laki-laki dan perempuan mempunyai peluang yang lebih besar untuk menggunakan alat kontrasepsi modern dibandingkan wanita yang mempunyai anak laki-laki saja. Di Jawa Tengah, komposisi jenis kelamin tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penggunaan alat kontrasepsi modern.

Sex preference is one of the factors that influence fertility behavior, including contraception use. This study aims to analyze the effect of living children's sex composition towards modern contraception use in North Sumatera, West Sumatera and Central Java, using Supas 2015 data. The result of binary logistic regression analysis shows that women in North Sumatra who have only a boy(s) are more likely to use modern contraception compared to those who have only a girl(s). Meanwhile, there is no significant difference between women who have only a boy(s) and only a girl(s) in West Sumatera. However, women who have both a boy(s) and a girl(s) are more likely to use modern contraception than those who have only a boy(s). In Central Java, sex composition does not significantly affect the modern contraception use."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T45927
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maisan Zahra
"Latar belakang: Bayi BBLR berisiko lebih tinggi mengalami kematian dan memiliki masalah kesehatan selama periode tumbuh kembangnya, seperti stunting. Tren prevalensi BBLR menunjukkan adanya penurunan, tetapi penurunan rata-rata tahunan prevalensi BBLR di Indonesia baru mencapai 0,73% dan belum memenuhi target global dari WHO. Nusa Tenggara Timur menjadi provinsi yang konsisten mengalami peningkatan persentase anak lahir hidup dengan BBLR sejak tahun 2021. Angka kematian bayi di Nusa Tenggara Timur (25,67 per 1.000 KH) juga masih lebih tinggi dibandingkan rerata nasional pada tahun 2020. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui determinan kejadian bayi BBLR di Nusa Tenggara Timur dengan menekankan pada faktor sosiodemografi ibu dan lingkungan rumah tangga.
Metode: Penelitian ini menggunakan data Susenas tahun 2023 dengan total sampel penelitian sebanyak 1.599 bayi. Penelitian ini menggunakan desain studi potong lintang. Data akan dianalisis secara univariat, bivariat dengan uji chi-square, dan multivariat dengan uji regresi logistik berganda.
Hasil: Berdasarkan analisis multivariat, faktor yang berhubungan dengan kejadian bayi BBLR di Nusa Tenggara Timur adalah usia ibu, status pekerjaan ibu, status pernikahan, tempat persalinan, kepemilikan asuransi, tempat tinggal, dan ketahanan pangan rumah tangga. Adapun faktor yang paling dominan adalah status pernikahan (p-value = 0,001; AOR = 1,476; 95% CI = 1,369 – 1,592).
Kesimpulan: Kelompok ibu yang berstatus tidak menikah perlu menjadi salah satu perhatian utama dalam upaya penurunan prevalensi BBLR di Nusa Tenggara Timur.

Background: LBW infants are at higher risk of death and health problems during their developmental period, such as stunting. The trend of LBW prevalence shows a decrease, but the annual average decrease in LBW prevalence in Indonesia has only reached 0.73% and has not met the global target set by WHO. East Nusa Tenggara is a province that has consistently experienced an increase in the percentage of children born alive with LBW since 2021. The infant mortality rate in East Nusa Tenggara (25.67 per 1,000 KH) is also still higher than the national average in 2020. This study aims to identify the determinants of the incidence of LBW infants in East Nusa Tenggara by highlighting maternal sociodemographic and the household environment factors.
Methods: This study used secondary data (Susenas 2023) with a total study sample of 1,599 infants. Data will be analyzed univariate, bivariate with chi-square test, and multivariate with multiple logistic regression test.
Results: Based on multivariate analysis, factors associated with the incidence of LBW babies in East Nusa Tenggara are maternal age, maternal employment status, marital status, place of childbirth, insurance ownership, place of residence, and household food security. The most dominant factor was marital status (p-value = 0.001; AOR = 1.476; 95% CI = 1.369 - 1.592).
Conclusion: The group of unmarried mothers needs to be one of the main concerns in efforts to reduce the prevalence of LBW in East Nusa Tenggara.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sarah Narumi
"Latar belakang: Hipertensi merupakan penyakit tidak menular dengan prevalensi tertinggi di Indonesia. Berdasarkan data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, 30,8% penduduk usia ≥18 tahun mengalami hipertensi berdasarkan pengukuran, sedangkan prevalensi hipertensi berdasarkan diagnosis dokter adalah 8,6%. Selain itu, laporan SKI 2023 menekankan adanya kesenjangan antara perilaku pencarian pengobatan hipertensi dengan proporsi masyarakat yang terdiagnosis. Saat ini, sebesar 53,3% penyandang hipertensi tidak teratur minum obat atau tidak minum obat antihipertensi, dan 56,9% tidak teratur atau sama sekali tidak melakukan pemeriksaan ulang ke tenaga kesehatan. 
Tujuan: Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku pencarian pengobatan hipertensi pada penyandang hipertensi usia ≥18 tahun di Indonesia.
Metode: Sebanyak 53.648 penyandang hipertensi usia ≥18 tahun berdasarkan data SKI 2023 diteliti dalam penelitian cross-sectional ini. Uji chi-square dan regresi logistik sederhana dilakukan untuk melihat hubungan antar variabel. Variabel luaran adalah perilaku pencarian pengobatan hipertensi. Variabel prediktor adalah jenis kelamin, usia, status pernikahan, tingkat pendidikan, status pekerjaan, pengetahuan terkait hipertensi, tempat tinggal, wilayah geografis, status sosial ekonomi, kepemilikan jaminan kesehatan, akses ke fasilitas kesehatan, multimorbiditas, dan perilaku cek kesehatan berkala.
Hasil: Proporsi perilaku pencarian pengobatan hipertensi yang aktif pada penyandang hipertensi usia ≥18 tahun di Indonesia tahun 2023 adalah 76,2%. Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku pencarian pengobatan hipertensi adalah berjenis kelamin perempuan (OR = 1,24; 95% CI: 1,15-1,33), berusia 65-74 tahun (ref. 18-24 tahun; OR = 6,60; 95% CI: 4,35-10,04), sedang menikah (OR = 0,92; 95% CI: 0,85-0,99), memiliki tingkat pendidikan tersier (ref. Tidak sekolah; OR = 1,28; 95% CI: 1,12-1,47), tidak bekerja (OR = 1,15; 95% CI: 1,08-1,23), pernah mendapat informasi pengobatan hipertensi (OR = 3,98; 95% CI: 3,70-4,28), berasal dari Kepulauan Maluku (ref. Papua; OR = 1,97; 95% CI: 1,51-2,58), memiliki status sosial ekonomi teratas (OR = 1,36; 95% CI: 1,17-1,59), memiliki jaminan kesehatan (OR = 1,48; 95% CI: 1,36-1,61), memiliki multimorbiditas (OR = 1,77; 95% CI: 1,63-1,92), dan melakukan cek kesehatan minimal 1 bulan sekali (ref. Tidak pernah; OR = 6,16; 95% CI: 5,54-6,84).
Kesimpulan: Studi ini menunjukkan dibutuhkannya program untuk meningkatkan kesadaran dan partisipasi aktif masyarakat, khususnya kelompok usia produktif, dalam melakukan pengobatan hipertensi.

Background: Hypertension is a non-communicable disease with the highest prevalence in Indonesia. According to the Indonesian Health Survey (SKI) in 2023, 30.8% of people aged ≥18 experienced hypertension based on blood pressure measurement, while the prevalence of hypertension based on a doctor’s diagnosis was 8.6%. In addition, the SKI 2023 report emphasised the gap between hypertension health-seeking behaviour and the proportion of diagnosed patients. Currently, 53.3% of hypertensive patients do not regularly or do not take anti-hypertensive medication, and 56.9% do not regularly or do not have re-examinations with health professionals.
Objective: This study aims to determine the factors associated with hypertension health-seeking behaviour in hypertensive patients aged ≥18 years in Indonesia. 
Methods: A total of 53.648 hypertensive patients aged ≥18 years based on SKI 2023 were analysed in this cross-sectional study. Chi-square test and simple logistic regression were used to determine the associations between variables. The outcome variable is hypertension health-seeking behaviour. The independent variables are gender, age, marital status, education level, employment status, hypertension-related knowledge, place of residence, geographic area, socioeconomic status, health insurance ownership, access to health facility, multimorbidity, and regular health check-up.
Results: The proportion of active hypertension health-seeking behaviour in hypertensive patients aged ≥18 years in Indonesia in 2023 was 76.2%. Factors associated with hypertension health-seeking behaviour were female (OR = 1.24; 95% CI: 1.15-1.33), aged 65-74 years (ref. 18-44 years; OR = 6.60; 95% CI: 4.35-10.04), married (OR = 0.92; 95% CI: 0.85-0.99), having tertiary education (ref. no formal education; OR = 1.28; 95% CI: 1.12-1.47), not working (OR = 1.15; 95% CI: 1.08-1.23), having received information on hypertension treatment (OR = 3.98; 95% CI: 3.70-4.28), living in the Maluku Islands (ref. Papua; OR = 1.97; 95% CI: 1.51-2.58), having the highest socioeconomic status (OR = 1.36; 95% CI: 1.17-1.59), insured (OR = 1.48; 95% CI: 1.36-1.61), having multimorbidity (OR = 1.77; 95% CI: 1.63-1.92), and doing a health check-up at least once a month (ref. never; OR = 6.16; 95% CI: 5.54-6.84).
Conclusion: This study indicates the need for a program to raise awareness and the active participation of the public, particularly the productive age population, in seeking hypertension treatment.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2025
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aisyah
"Status gizi berdasarkan indeks tinggi badan menurut umur (TB/U) dapat digunakan sebagai pengukur masa depan bangsa. Indonesia sebagai negara berkembang perlu memperhatikan hal tersebut, khususnya status gizi penduduk balita di wilayah perkotaan, karena penduduk perkotaan memegang peran penting dalam kemajuan bangsa. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan kejadian stunting pada balita 24-59 bulan di perkotaan Jawa Timur tahun 2010.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dari analisis data sekunder yang bersumber dari hasil penelitian kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2010 yang dilakukan dengan pendekatan cross sectional. Variabel dependen yaitu kejadian stunting dan variabel independen meliputi asupan energi, protein, lemak, jenis kelamin, berat lahir, tinggi badan ibu, IMT ibu, pendidikan ibu, jumlah keluarga, status ekonomi, dan sumber air minum.
Dari 622 responden dalam penelitian ini, diperoleh prevalensi stunting sebesar 43,1%. Serta diperoleh adanya hubungan antara kejadian stunting dengan asupan protein, berat lahir, tinggi badan ibu <145 cm, pendidikan ibu dan status ekonomi. Dari hasil analisis multivariat diperoleh bahwa status ekonomi merupakan faktor dominan yang berhubungan kejadian stunting setelah di kontrol oleh asupan energi, asupan protein, berat lahir dan tinggi badan ibu (p value = 0,002; OR=1,7). Oleh karena itu, dibutuhkan adanya program penanganan stunting bagi balita dengan status ekonomi rendah di perkotaan.

Nutritional status based on height to age can be used as an indicator of nation's future. Therefore, as a development country, Indonesia needs to pay attention, especially for nutritional status of under five in urban area, because people in urban area play an important role in developing country. This study aim's to know factors associated with stunting of under five aged 24 - 59 month in urban East Java 2010.
This is a quantitative study from secondary data analysis of "Riset Kesehatan Dasar" (Riskesdas) 2010 with study design was cross sectional study. Dependent variable was stunting and independent variable were energy intake, protein intake, and fat intake, sex, birth weight, mother's height, mother's BMI, mother's education, number of family, economical status, and drinking water source.
The result of this study from 622 actual subject showed stunting prevalence was 43,1%. Protein intake, birth weight, mother's height <145cm, mother's education, and economical status were associated with stunting. Based on multivariate analysis, economical atatus was a dominant factor that associated with stunting after controlled by energy intake, protein intake, birth weight, and mother's height (p value = 0,002; OR=1,7). It's recommended to make a stunting program for handling stunting of under five aged 24 - 59 month with low economical status in urban area.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rahma Anindita
"Pada sistem pembayaran Kapitasi Berbasis Kinerja (KBK), akan dilakukan perhitungan pencapaian kinerja Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) berdasarkan indikator Angka Kontak, Rasio Rujukan Non Spesialistik, dan  Rasio Peserta Prolanis Terkendali sebagai dasar pembayaran kapitasi. Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental melalui pendekatan kuantitatif, yang bertujuan untuk mengetahui hubungan status pemberlakuan KBK konsekuensi, rasio dokter banding peserta, kelengkapan sarana prasanaran, lingkup pelayanan dan pola pengelolaan keuangan Puskesmas dengan nilai capaian KBK pada Puskesmas di wilayah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2023. Dari hasil penelitian ini, nilai capaian KBK Puskesmas di Provinsi Sumatera Utara bulan Desember 2023 sebesar 2,8 atau belum bisa mencapai target nilai capaian KBK maksimal. Rasio dokter banding peserta dan kelengkapan sarana prasarana mempunyai hubungan yang signifikan terhadap nilai capaian KBK. Pemenuhan tenaga medis dokter berdasarkan jumlah peserta terdaftarnya, pemenuhan kebutuhan sarana prasarana sesuai kebutuhan tata laksana jenis penyakit yang dapat dilakukan di FKTP dan pengaturan distribusi peserta terdaftar perlu menjadi perhatian untuk meningkatkan kinerja sesuai ketentuan Kapitasi Berbasis Kinerja.

In the Performance Based Capitation (KBK) payment system, the performance achievement of First Level Health Facilities (FKTP) will be calculated based on the indicators of Contact Rate, Non-Specialist Referral Ratio, and Controlled Prolanis Participant Ratio as the basis for capitation payments. This research is a non-experimental research using a quantitative approach, which aims to determine the relationship between the status of implementation of KBK consequences, the ratio of doctors to participants, fulfillment of infrastructure, scope of services and financial management patterns of Community Health Centers with the value of KBK achievements at Puskesmas in the North Sumatra Province region in 2023. From the results of this research, the KBK achievement value for Puskesmas in North Sumatra Province in December 2023 is 2.8 or has not yet reached the target maximum. The ratio of doctors to participants and fulfillment of infrastructure have a significant relationship to the KBK achievement score. Fulfillment of doctors based on the number of registered participants, fulfillment of infrastructure and arrangements for the distribution of registered participants need to be paid attention to in order to improve performance in accordance with the provisions of Performance Based Capitation."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakta Sia Anita
"Prediksi pertambahan jumlah penduduk dunia menunjukkan Indonesia akan masuk ke dalam negara yang diprediksi akan mengalami pertambahan dalam jumlah besar. Penekanan nilai TFR menjadi salah satu cara dan mempresentasikan hasil kinerja dalam mengendalikan jumlah penduduk. Nilai TFR salah satunya dapat dipengaruhi oleh unmet need kontrasepsi karena berhubungan dengan penggunaan kontrasepsi yang memengaruhi angka kelahiran. Nilai unmet need kontrasepsi di Indonesia masih jauh dari target yang ditetapkan. Terdapat perbedaan angka penurunan unmet need kontrasepsi yang cukup signifikan antara Provinsi Riau dan Kepulauan Riau dari tahun 2021 hingga 2023. Provinsi Riau dapat menurunkan nilai unmet need kontrasepsi sebesar 7,81% sedangkan Provinsi Kepulauan Riau hanya dapat menurunkan sebesar 3,12%. Padahal, kedua provinsi tersebut memiliki karakterisitk yang hampir sama, seperti kebudayaan dan kebiasaan masyarakat karena Provinsi Kepulauan Riau merupakan pemekaran dari Provinsi Riau. Hasil penelitian menunjukkan faktor-faktor yang paling berhubungan dengan kejadian unmet need kontrasepsi di Provinsi Riau adalah keterpaparan informasi tentang KB dari petugas (AOR 0,030 CI 95% 0,010-0,084) dan diskusi dengan suami (AOR 2,833 CI 95% 1,352-5,934). Sedangkan di Provinsi Kepulauan Riau menunjukkan status pekerjaan (AOR 1,639 CI 95% 1,011-2,660) dan tempat tinggal (AOR 2,554 CI 95% 1,034-6,306) sebagai faktor-faktor yang memiliki hubungan paling kuat dengan kejadian unmet need kontrasepsi.

Population growth projections indicate that Indonesia will be among the countries expected to experience significant increases. Lowering the Total Fertility Rate (TFR) is one of the strategies to manage population growth effectively, and TFR serves as a key performance indicator in controlling population numbers. One of the factors influencing TFR is the unmet need for contraception, which is directly related to contraceptive use and birth rates. The level of unmet need for contraception in Indonesia is still far from the targeted goal. Between 2021 and 2023, there was a notable difference in the reduction of unmet need for contraception between Riau Province and the Riau Islands Province. Riau Province successfully reduced the unmet need for contraception by 7.81%, whereas the Riau Islands Province only managed a reduction of 3.12%. This is noteworthy because both provinces share similar characteristics, such as culture and societal habits, given that the Riau Islands Province was carved out from Riau Province. Research findings highlight that in Riau Province, the factors most associated with the occurrence of unmet need for contraception are exposure to family planning information from health workers (AOR 0.030, CI 95% 0.010-0.084) and discussions with husbands (AOR 2.833, CI 95% 1.352-5.934). In contrast, in the Riau Islands Province, employment status (AOR 1.639, CI 95% 1.011-2.660) and place of residence (AOR 2.554, CI 95% 1.034-6.306) are the strongest factors associated with the unmet need for contraception."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Mar`atus Sholihah
"BBLR didefinisikan sebagai bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram. BBLR memiliki risiko lebih tinggi untuk mendapatkan masalah kesehatan dan meninggal pada masa neonatal. Kejadian BBLR mencapai 15 persen dari seluruh kelahiran bayi, dan lebih dari 95 persen terjadi di negara-negara berkembang. Secara keseluruhan, hampir 70 persen kejadian BBLR terjadi di Asia. Menurut Riskesdas 2010 dan 2013, BBLR di Jawa Timur mengalami peningkatan dan merupakan provinsi yang kejadian BBLRnya lebih tinggi dari angka nasional.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian BBLR di Jawa Timur tahun 2012. Metode penelitian yang digunakan adalah cross sectional dengan analisis data sekunder Survei Demografi Kesehatan Indonesia 2012. Sampel penelitian adalah ibu umur 15-49 tahun yang dalam 5 tahun terakhir melahirkan bayi yang memiliki catatan berat lahir. Analisis statistik bivariat menggunakan uji chi-square.
Hasil penelitian menunjukkan 8,6% bayi lahir dengan berat kurang dari 2500 gram (BBLR). Hasil analisis bivariat menunjukkan hubungan bermakna antara tingkat pendidikan ibu (OR: 2,34 CI 95%: 1,22 ? 4,48,) dengan nilai p sebesar 0,01, dan paritas ibu yang memiliki nilai p sebesar 0,04 (OR: 2,29 CI 95%: 1,07 - 4,91) dengan kejadian BBLR. Disarankan agar dilakukan penyuluhan mengenai hal-hal yang perlu diperhatikan saat hamil, seperti nutrisi dan pentingnya kunjungan ANC. Selain itu, diharapkan adanya anjuran menggunakan kontrasepsi jangka panjang pada ibu yang telah melahirkan sedikitnya 4 kali.

LBW defined as babies who weight less than 2500 grams at birth. LBW babies have a higher risk to face a health problems and higher risk to die at neonatal stage. For every babies born, 15 per cent of them were LBW, and the 95 per cent of it can be found in developing countries. Overall, 70 per cent incidence of LBW were found in Asia. According to 2010 and 2013 Basic Health Research, LBW incidence in East Java were increasing, and one of the province which have a higher incidence from national incidence.
The aim of this study is to know what factors associated with LBW incidence in East Java in 2012. This study use cross sectional as a method and use the data from DHS Indonesia 2012 for analysing. The sample of this study are women among 15 - 49 of age who gave birth in a span of 5 years before the survey and have birth weght data of the baby. Chisquare test was used for bivariate analysis.
Result of this study shows that 8,6 per cent babies born with LBW. Bivariate analysis shows that level of educationof mothers (OR: 2,34 CI 95%: 1,22 - 4,48,) with p value 0,01 and mothers parity with p value 0,04 (OR: 2,29 CI 95%: 1,07 - 4,91) have a significant relationship with the incindence of LBW. Women with low level of education need to be counselled to knows the important things at pregnancy, such as nutrition intake and ANC visits. For mothers with high parity, it should be advised to use a long term contraception.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia;, 2014
S57400
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>