Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 96348 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kevin Suryawijaya
"Bangunan dan sektor konstruksi termasuk salah satu penyumbang terbesar terhadap konsumsi sumber daya global. Untuk mengurangi dampak tersebut, berbagai Green Building Rating System (GBRS) seperti LEED (AS), BREEAM (Inggris), BGH (Indonesia), dan GREENSHIP (Indonesia) telah dikembangkan guna mendorong praktik konstruksi yang lebih berkelanjutan. Secara bersamaan, ekonomi sirkular muncul sebagai paradigma baru untuk keberlanjutan dengan tujuan menutup siklus material dan meminimalkan limbah. Namun demikian, sebagian besar GBRS belum secara eksplisit mempertimbangkan tahap akhir pakai (end-of-life) dan belum menunjukkan strategi ekonomi sirkular mana yang didukung oleh setiap indikatornya. Akibatnya, masih belum jelas prinsip-prinsip sirkular mana yang sesungguhnya tertanam dalam kriteria penilaian yang ada, dan seberapa “sirkular” setiap indikator tersebut. Studi ini mengisi kekosongan tersebut dengan menerapkan Kerangka 10R—Menolak, Memikirkan Ulang, Mengurangi, Menggunakan Kembali, Memperbaiki, Merenovasi, Memproduksi Ulang, Mengubah Fungsi, Mendaur Ulang, dan Memulihkan—pada GBRS unggulan internasional dan nasional. Hasil studi menunjukkan bahwa pada LEED BD+C, BREEAM New Construction, BGH Tahap Perencanaan, dan GREENSHIP New Building, “sirkularitas” didefinisikan hampir secara eksklusif melalui pemikiran desain di tahap awal (R1) dan pengurangan sumber daya yang terukur (R2), sedangkan loop hilir (R3–R9) masih marginal dan strategi end-of-life nyaris tidak mendapat poin kredit. Dengan demikian, pilihan terminologi dalam GBRS berkorelasi langsung dengan alokasi poin.

Buildings and the construction sector are among the largest contributors to global resource consumption. To mitigate these impacts, Green Building Rating Systems (GBRS) such as LEED (USA), BREEAM (UK), BGH (Indonesia), and GREENSHIP (Indonesia) have been established to drive more sustainable construction. Simultaneously, the circular economy has emerged as a new paradigm for sustainability, aiming to close material loops and minimize waste. However, most GBRS still lack explicit end-of-life considerations and do not indicate which circular-economy strategies their indicators support. As a result, it remains unclear which circular principles are truly embedded in existing rating criteria and how “circular” each indicator is. This study fills that gap by applying the 10R Framework—Refuse, Rethink, Reduce, Reuse, Repair, Refurbish, Remanufacture, Repurpose, Recycle, and Recover—to leading international and national GBRS. This study shows that in LEED BD+C, BREEAM New Construction, BGH Tahap Perencanaan, and GREENSHIP New Building, “circularity” is defined almost exclusively through up-front design thinking (R1) and measurable resource cuts (R2), with downstream loops (R3–R9) remaining marginal and end-of-life strategies virtually uncredited. Hence, the choice of terminology in GBRS directly correlates with point allocation.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raisa Putri Alifa
"Permasalahan mengenai tingginya emisi karbon dari aktivitas bangunan meningkatkan urgensi untuk pengaplikasian bangunan hijau. Sistem yang digunakan untuk menilai performa bangunan hijau dinamakan Green Building Rating Systems (GBRS). GBRS ini sudah tersebar di berbagai bagian dunia, dari mulai wilayah Eropa hingga Asia. Namun, studi eksisting mengenai perbandingan GBRS masih terbatas pada analisis poin dari indikator terbarunya. Maka dari itu, tujuan dari penulisan ini adalah mengisi kesenjangan terhadap studi perbandingan GBRS, terutama mengenai perubahan indikator, isu yang melatarbelakanginya serta potensi pengembangannya di masa depan. Penulisan ini secara spesifik berisi tentang analisis perbandingan GBRS Internasional (BREEAM, LEED, DGNB) dengan GBRS Indonesia (Greenship). Perbandingan berbasis LEED dilakukan dengan cara meninjau indikator dan sub-indikator masing-masing GBRS dari instruksi manual. Hasil perbandingan tersebut menunjukkan bahwa keterbukaan jumlah poin adalah aspek yang krusial dalam proses penilaian. Studi ini juga menunjukkan bahwa tingginya biaya sertifikasi tidak selalu menunjukkan lembaga for-profit. Selain itu, setiap GBRS yang dibanding memiliki ruang untuk berkembang, terutama dari GBRS lainya.

Environmental issues such as the high carbon emissions from building activities increased the urgency of green building application. The system that is used to assess the performance of green buildings is called Green Building Rating Systems (GBRS). GBRS have spread in various parts of the world, from Europe to Asia. However, existing studies on comparisons of GBRS are limited to weight analysis of the most recent version of manuals. Therefore, the purpose of this paper is to fill the gaps in the comparative studies of the Green Building Rating System, especially regarding changes in indicators, underlying issues, and potentials for future developments. This writing specifically contains a comparative analysis of the International GBRS (BREEAM, LEED, DGNB) with the GBRS from Indonesia (Greenship). LEED-based comparisons were made by reviewing the indicators and sub-indicators of each GBRS from the instruction manuals. The result of this comparison shows that the disclosure of the number of points is a crucial aspect in the assessment process. This study also shows that the high cost of certification does not always indicate a for-profit institution. In addition, every GBRS that is compared has room to grow, especially from other GBRS."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Satriyo Fajar Dewantoro
"Kesehatan adalah faktor penting untuk menghasilkan sesuatu yang bernilai oleh pekerja dan produktifitas yang rendah dapat mengakibatkan perusahaan rugi. Orang menghabiskan 87% waktunya di dalam ruangan. Sebuah bangunan yang dirancang tanpa berfokus pada suhu, kelembaban, aliran udara, dan pencahayaan dapat menyebabkan Sick Building Syndrome (SBS) pada karyawan yang bekerja di gedung. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bahwa sistem penilaian kinerja green building yang sudah ada di indonesia dapat dikembangkan menjadi green and healthy building dan sesuai dengan kondisi lingkungan di Indonesia. Metode penelitian yang dilakukan melalui pendekatan kualitatif untuk mendapatkan kriteria desain dan untuk mendapatkan pengembangan sistem penilaian kinerja green and healthy building. Metode pengumpulan data melalui wawancara mendalam, serta divalidasi melalui Focus Group Discussion (FGD). Hasil penelitian ini menyatakan bahwa terdapat 7 kriteria desain dan 57 indikator penilaian yang dapat dikembangkan menjadi konsep green and healthy building di Indonesia. Didapatkan bahwa tidak semua kriteria desain yang ada pada healthy building di dunia dapat diterapkan di indonesia dan bangunan gedung yang telah tersertifikasi green building di Indonesia dapat dikembangkan menjadi konsep green and healthy building.

Health is an important factor in producing something of value for workers, and low productivity can cause companies to lose money. People spend 87% of their time indoors. A building that is designed without focusing on temperature, humidity, airflow, and lighting can cause Sick Building Syndrome (SBS) in employees working in the building. The purpose of this research is to find out if the green building performance rating system that already exists in Indonesia can be developed into a green and healthy building in accordance with environmental conditions in Indonesia. The research method was carried out through a qualitative approach to obtain design criteria and to develop a green and healthy building performance rating system. Methods of data collection through in-depth interviews and validation through Focus Group Discussion (FGD). The results of this study state that there are 7 design criteria and 57 assessment indicators that can be developed into a green and healthy building concept in Indonesia. It was found that not all of the existing design criteria for healthy buildings in the world can be applied in Indonesia, and buildings that have been certified as green buildings in Indonesia can be developed into green and healthy building concepts."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Poetro Catoer Pralabda
"ABSTRAK
Perkembangan desain gedung green building di dunia semakin kompleks,dan memiliki tingkat resiko yang tinggi. Diperlukan peran Arsitek untuk mencapai tujuan peringkat green building yang diinginkan. Namun perkembangannya pada proyek-proyek yang terjadi tidak diimbangi kompetensi Arsitek sehingga berdampak pada tidak tercapainya peringkat green building yang diinginkan sehingga, antara desain dengan kenyataan berbeda. Oleh karena itu diperlukan peningkatan standar kompetensi Arsitek berbasis resiko untuk mengetahui sebab dan akibat serta kuantifikasi efek potensial dari faktor resiko dominan yang lebih tajam sehingga dapat melakukan tindakan preventif dan menentukan strategi yang tepat dalam menangani resiko-resiko yang terjadi. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa terdapat gap kompetensi yang diperlukan arsitek untuk mendesain green building dan diperlukan penambahan materi modul pelatihan kompetensi arsitek untuk green building.

ABSTRACT
The development of green building design in the world increasingly complex, and has a high level of risk. Architects are required to achieve the desired rating. But its development on the projects that occur is not offset the competence of Architects so that the impact on not achieving the desired green building rating so that, between the design with different reality. Therefore, it is necessary to evaluate the competency standards of risk based Architects to find out the cause and effect and quantify the potential effects of the sharper dominant risk factors so that they can take preventive action and determine the right strategy in handling the risks that occur. The result shows that there are a gaps competencies architect needs to fulfill and additional course subject for following training"
2017
T48877
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reeder, Linda
"Contents :
Residential rating systems : a comparison -- Commercial rating systems : a comparison -- Energy Star for residential projects -- LEED for homes -- NAHB model green home building guidelines -- National Green Building Standard -- Local and regional residential programs -- Energy Star for commercial buildings -- Green Globes -- LEED for commercial new construction -- Local and regional commercial programs -- International rating systems."
New Jersey: John Wiley & Sons, 2010
720.47 REE g
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Mochamad Rifaldy
"Saat ini penggunaan akan energi pada bangunan gedung terus-menerus meningkat seiring dengan perkembangan teknologi. Oleh karena itu Pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 02/PRT/M/2015 tentang Bangunan Gedung Hijau yang dimaksudkan sebagai pedoman bagi penyelenggara bangunan dalam melakukan penyelenggaraan bangunan gedung hijau untuk tujuan penghematan energi. Di Indonesia terdapat sistem penilaian untuk Gedung Hijau yang disebut Greenship, yaitu standar dalam penilaian gedung hijau yang dikeluarkan oleh Green Building Council Indonesia. Sesuai aturan GBCI terdapat update penilaian dari versi 1.2 tahun 2014 ke versi 2.0 tahun 2020, didalamnya terdapat beberapa persyaratan baru yang sebelumnya tidak ada maupun hanya tambahan persyaratan dari versi 1.2. Tujuan dari penelitian ini adalah memudahkan pengguna dalam melakukan penilian mandiri untuk mendapatkan sertifikasi Gedung Hijau. Permasalahan yang diangkat pada penelitian ini adalah belum adanya sistem aplikasi yang dapat digunakan, pengguna harus melakukan penilaian mandiri menggunakan buku pedoman penilaian bangunan hijau. Hal ini berdampak pada faktor kemudahan, kecepatan dan biaya yang dikeluarkan dalam proses penilaian mandiri. Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah memudahkan penilaian mandiri dan mampu meningkatkan kinerja waktu, memberikan informasi tentang bangunan hijau dan persyaratannya secara terperinci kepada pengguna
Currently the use of energy in buildings is constantly increasing along with technological developments. Therefore, the Government issued Minister of Public Works and Public Housing Regulation No. 02 / PRT / M / 2015 concerning Green Building which is intended as a guideline for building operators in carrying out green building construction for energy saving purposes. In Indonesia there is an appraisal system for Green Buildings called Greenship, which is a standard in green building appraisal issued by the Green Building Council Indonesia. In accordance with the GBCI rules, there is an update assessment from version 1.2 in 2014 to version 2.0 in 2020, in which there are some new requirements that previously did not exist or only additional requirements from version 1.2. The purpose of this study is to make it easier for users to conduct independent assessments to get Green Building certification. The problem raised in this study is that there is no application system that can be used, the user must conduct an independent assessment using the green building appraisal manual. This has an impact on the ease, speed and cost incurred in the self-assessment process. The expected outcome of this study is to facilitate self-assessment and be able to improve time performance, provide users with detailed information about green buildings and their requirements."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reza Wahyuherma
"ABSTRAK
Green building di dunia masih didominasi bangunan baru. Di lain sisi,melimpahnya jumlah existing building memiliki potensi untuk menerapkan green building. Di Indonesia, existing green building masih tertinggal dengan bukti hanya memiliki 6 bangunan bersertifikasi Existing Building. Maka dalam penelitian ini memaparkan model perubahan existing building menjadi green building berdasarkan pencapaian level sertifikasinya dengan pendekatan analisa life-cycle assesment. Penelitian menggunakan wawancara mendalam dan studi kasus untuk menghasilkan model optimasi perhitungannya. Penelitian ini menyatakan bahwa penambahan investasi awal akan meningkatkan benefit cost sehingga akan mendapatkan IRR dan BCR yang lebih tinggi serta mempercepat payback period untuk konversi konsep dari bangunan konvensional menjadi existing green building.

ABSTRACT
Green Building in the world is still dominated by new construction. On the other hand, the abundant amount of existing buildings has the potential to adopt it. In Indonesia, existing green buildings are lagging behind that proves there has only 6 certified existing buildings. So, this research explains the conversion model amount of buildings to get green certification with life cycle assessment method. The research uses in depth interviews and case studies to generate optimized calculation models. The research claims that the addition of initial cost will increase benefit cost so that it will achieve higher BCR and IRR and accelerate payback period for the conversion of conventional building to existing green building."
2017
T48770
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purnama Santy
"Bertambahnya bangunan gedung di Indonesia tidak diikuti dengan bertambahnya populasi green building. Sertifikasi Greenship dari Green Building Council Indonesia telah ada sejak tahun 2011 dan sampai tahun 2015 hanya 16 gedung yang telah mendapatkan sertifikasi. Dari penelitian sebelumnya, diketahui green building memberikan keuntungan bagi pemilik gedung dengan penghematan biaya perawatan dan operasional, namun pada awal pembangunan membutuhkan biaya yang lebih besar untuk membangun gedung dan instalasinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengembangkan insentif bangunan gedung untuk menambah populasi green building. Kebijakan insentif bagi bangunan gedung sendiri belum berjalan di Indonesia. Penelitian ini dilakukan dengan metode studi literatur, benchmarking dan wawancara pakar untuk mengetahui jenis-jenis intensif yang dapat diaplikasikan di Indonesia. Studi kasus dilakukan untuk mengetahui perbedaan biaya pembangunan green building dan non-green building. Besaran insentif yang diusulkan didapat dengan membuat model, memperoyeksikan besaran pajak dan menghitung proyeksi keuntungan pemilik gedung. Diharapkan kebijakan insentif gedung dari pemerintah akan mendorong penyelenggaraan green building oleh pemilik gedung sehingga akan meningkatkan populasi green building di Indonesia.

Rapid growth of new buildings in Indonesia is not in compliance with green building growth. Greenship certification from Green Building Council Indonesia has been establish since 2011 and until 2015 only 16 building get the certification. From previous research, it is known that green building gives its benefit to building owner by saving in the operation and maintenance phase, but in the initial phase it need premium cost to build. This research aims to acknowledge and develop building incentives to promote green building population. There is no building incentive policy in Indonesia yet, so from literature review, bench marking and interviews we will find out the appropriate incentive system which is applicable in Indonesia. Case study is done to find out the green premium cost. The proposed amount of incentives is get by doing model, tax projection and projecting the building owner benefit. Like in other countries, government incentive policy will encourage building owner to develop more green building in Indonesia."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Egi Gilang Guntoro
"Perubahan iklim saat ini, akibat emisi gas rumah kaca, memiliki dampak yang signifikan terhadap lingkungan dan manusia. Konsep bangunan hijau menjadi salah satu solusi terbaik untuk mengatasi hal tersebut. Di Indonesia, terdapat sistem penilaian dan sertifikasi bangunan hijau, antara lain Greenship Rating System dan Sistem Penilaian BGH PUPR. Namun, belum ada kajian khusus yang membahas sistem penilaian bangunan hijau kriteria pengelolaan tapak pada bangunan transportasi publik, terutama stasiun kereta. Bangunan Hijau berdampak tidak hanya dalam menciptakan bangunan yang ramah lingkungan, tetapi juga dalam aspek ekonomi dan sosial. Kriteria pengelolaan tapak penting, terutama di wilayah padat penduduk, untuk memastikan performa optimal bangunan terhadap kawasan. Penulisan ini memiliki tujuan untuk memperoleh pemahaman serta membandingkan dua sistem penilaian bangunan hijau kriteria pengelolaan tapak pada sebuah bangunan transportasi publik. Penulisan ini menilai Stasiun Bogor menggunakan metode penilaian bangunan hijau berdasarkan indikator pengelolaan tapak dari Greenship dan BGH PUPR. Hasilnya menunjukkan bahwa stasiun Bogor menghadapi kesulitan dalam memenuhi sistem penilaian pengelolaan tapak BGH PUPR, dan terdapat kesamaan dan perbedaan antara kedua sistem tersebut pada aspek tujuan, fokus, indikator dan skor penilaian. Diperlukan peningkatan pengelolaan tapak pada stasiun kereta dan sistem penilaian khusus untuk bangunan transportasi publik, seperti stasiun kereta.

The current climate change, due to greenhouse gas emissions, has a significant impact on the environment and people. The concept of green building is one of the best solutions to address these issues. In Indonesia, there are green building assessment and certification systems, such as Greenship Rating System and BGH PUPR Rating System. However, there has been a lack of specific research focusing on the green building assessment for site management criteria in public transportation buildings, especially railway stations. Green Building has an impact not only in creating environmentally friendly buildings, but also in economic and social aspects. Site management criteria are important, especially in densely populated areas, to ensure optimal performance of buildings against the surrounding area. The study aims to gain an understanding and compare two green building assessment systems, site management criteria in a public transportation building. The study assesses Bogor Station using a green building assessment method based on site management indicators from Greenship and BGH PUPR. The results indicate that Bogor station faces difficulties in meeting the BGH PUPR site management assessment system, and there are similarities and differences between the two systems in aspects of objectives, focus, indicators and assessment scores. Improved site management at train stations and special rating systems for public transport buildings, such as train stations, are needed."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Fatih
"Merencanakan operasional gedung yang ramah lingkungan sudah harus dipikirkan sejak tahap perencanaan desain. Cakupannya adalah pengelolaan sumber daya melalui rencana operasional konsep yang berkelanjutan, kejelasan informasi (data), dan penanganan dini yang membantu pemecahan masalah, termasuk manajemen sumber daya manusia dalam penerapan konsep bangunan hijau untuk mendukung penerapan tujuan pokok dari kategori lain. Oleh sebab itu, penulis memilih pengaruh aspek Building Environmental Management(BEM)terkait biaya konstruksi green building dengan harapan dapat memberikan informasi mengenai faktor dalam aspek tersebut yang mempengaruhi perubahan biaya konstruksi green building apabila dibandingkan dengan bangunan konvensional, dan seberapa besar perubahan yang disebabkan oleh aspek tersebut. Dari penelitian ini diperoleh pengaruh biaya akibat penerapan BEM sebesar 0,51% dari nilai kontraknya.

Planning the operation of environmental-friendly building must be concerned since design stage. The coverage is all about resource management by sustainable construction concept planning, data intelligibility, and early handling to help problems solving, include human resources management in assembling Green Building concept to encourage main purpose of another aspects. Therefore, the authors choose the effect of Building Environmental Management(BEM) aspects related to construction cost of green building in order to provide information about the factors of Building Environmental Management aspect which influence changes of green building construction costs compared to conventional buildings, and how much it changes.This study obtain the influence of Building Environmental Management aspect is 0,51% from the contract value."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S42142
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>