Ditemukan 130532 dokumen yang sesuai dengan query
Alif Rahmananda Fadhilah
"Placemaking adalah aktivitas yang terjadi di ruang-ruang yang inklusif, salah satunya adalah ruang publik kota yang dipicu oleh adanya proses kolaboratif antar individu atau kelompok yang menjadikan tempat tersebut bermakna dan hidup bagi yang menggunakannya khususnya bagi yang memiliki ketertarikan yang sama. Bagi penggemar otomotif di Jakarta dan sekitarnya, Lintas Tirtayasa adalah tempat yang cukup bermakna bagi komunitasnya khususnya pasca dibukanya gerai Bunna Coffee. Bagaimana placemaking tersebut terjadi dan apa saja perubahan yang dihasilkan dari placemaking tersebut terhadap kawasan Lintas Tirtayasa diteliti melalui observasi secara langsung dengan berbagai sudut pandang pihak yang terlibat dalam proses tersebut. Keselarasan antara pengunjung dan penghuni lokasi placemaking menjadi kunci dari proses perkembangan dan keberlanjutan terjadinya placemaking di lokasi tersebut melalui kesepakatan antara kedua belah pihak terkait hal yang menguntungkan bagi keduanya saat terjadinya placemaking.
Placemaking is an activity that occurs in inclusive spaces such as urban public space which is triggered by a collaborative process between an individual or a group that makes the place meaningful and alive for those who use it, especially for the ones with the same interests. For automotive enthusiasts around Jakarta and its surrounding areas, Lintas Tirtayasa is a place that holds special meaning to the community especially after Bunna Coffee outlet opens. How the placemaking happened and changes occurred from the placemaking on Lintas Tirtayasa are observed directly through multiple points of view from the parties involved. Harmony between visitors and residents of the placemaking location is the key for placemaking to develop and sustain in the location by creating an agreement between both parties about things that benefits both sides while placemaking happens."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Nur Muhammad Rifaat
"Anak-anak merupakan salah satu komunitas di dalam sebuah kampung. Mereka senang untuk berkumpul dan melakukan kegiatan bermain dengan jenis permainan yang beragam secara spontan dan bersama-sama. Dalam melihat ruang untuk bermain, anak memiliki cara pandang yang berbeda dengan orang dewasa. Mereka mengutamakan indera dan perasaan terhadap lingkungan. Oleh karena itu mereka dapat bermain kapanpun dan dimanapun. Berkaitan dengan konteks di dalam kampung, pengalaman ruang bermain anak tercipta disebabkan placemaking yang terjadi beserta elemen-elemen ruang pembentuknya. Placemaking merupakan suatu cara dalam pemaknaan ruang (space) menjadi sebuah tempat (place). Elemen-elemen ruang dalam placemaking pada akhirnya memicu terbentuknya sense of place anak-anak dalam memaknai ruang bermain dengan segala kegiatan dan jenis permainan didalamnya, yang sangat berkaitan erat hadirnya identitias sebuah tempat dan keterikatan terhadap tempat tersebut.
Children are a part of the community in kampung. They like to get together and play various kinds of games spontaneously and together. In seeing space to play, children have a different perspective from adults. They prioritize the senses and feelings towards the environment. Therefore, they can play whenever and wherever they want. In connection with the context in kampung, children's play space experiences are created due to the placemaking that occurs along with the elements of the space that forming it. Placemaking is a way within the meaning of space into a place. The spatial elements in placemaking ultimately trigger the formation of a children's sense of place in interpreting the play spaces with all the activities and types of play in it, which are closely related to the presence of a place's identity and attachment to that place."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Ibadurrohman Musthofa
"Seiring dengan meningkatnya aktivitas dan kebutuhan orang di perkotaan. Masyarakat butuh ruang publik untuk bersosialisasi dan mengekspresikan diri diri dari cepatnya kesibukan di tengah kota Jakarta. Ruang ketiga dihadirkan sebagai ruang alternatif antara ruang pertama (rumah) dan ruang kedua (tempat kerja). keberadaan ruang ketiga menjadi faktor yang penting di tengah masyarakat kota. Selain dari segi arsitektur, ruang ketiga juga berdampak positif bagi sosiologis masyarakat dan psikologis seseorang. Dengan hadirnya ruang ketiga tersebut dapat menjadi ruang istirahat bagi masyarakat kota. Tentunya ruang ketiga ini bermanfaat dari segi kesehatan jiwa dan kesehatan raga. Kesehatan jiwa hadir melalui ruang hijau yang terbuka disertai dengan pencahayaan matahari yang cukup. Jakarta memiliki banyak area yang dapat dikategorikan sebagai ruang ketiga. Salah satunya adalah area Transit Oriented Development Dukuh Atas. Meskipun pada dasarnya area ini adalah tempat transit antar moda transportasi, tetapi pada fenomena di lapangan, area ini dapat menciptakan berbagai aktivitas dan komunikasi antar manusia sehingga layak dikategorikan menjadi ruang ketiga. Salah satu aspek yang meningkatkan kualitas ruang ketiga adalah aspek Placemaking. Dengan adanya aspek ini, suatu tempat tidak dinilai berdasarkan dari dimensi dan bentuk fisiknya saja, tetapi tentang bagaimana suatu ruang dapat menciptakan kualitas yang nyaman serta memberi kesan hidup dan interaktif bagi pengguna yang berada di dalamnya.
Along with the increasing activities and needs of people in urban areas. People need public space to socialize and express themselves away from the fast pace of activity in the middle of Jakarta. The third room is presented as an alternative space between the first room (home) and the second room (workplace). The existence of a third space is an important factor in urban society. Apart from the architectural aspect, the third room also has a positive impact on society's sociological and psychological aspects. With the presence of this third room, it can become a resting space for city residents. Of course, this third space is beneficial in terms of mental health and physical health. Mental health is present through open green spaces accompanied by sufficient sunlight. Jakarta has many areas that can be categorized as third space. One of them is the Dukuh Atas Transit Oriented Development area. Even though basically this area is a transit place between modes of transportation, in terms of phenomena on the ground, this area can create various activities and communication between people so that it deserves to be categorized as a third space. One aspect that improves the quality of the third space is the Placemaking aspect. With this aspect, a place is not judged based on its physical dimensions and shape alone, but on how a space can create a comfortable quality and give a lively and interactive impression to the users inside."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Annisa Chusnul Muasaroh
"Anak-anak bermain dijalan, begitulah keseharian yang terjadi di Warakas, Jakarta Utara. orang menggunakan jalan tidak hanya sebagai ruang untuk kendaraan melintas tetapi bagi mereka untuk bersosialisasi, juga bagi anak untuk bermain. Cara mereka melihat, menggunakan ruang terbentuk dari kondisi kawasan, kondisi sosial, ekonomi, dan latar belakang keseharian dan budaya dari orang-orang yang hidup disana. Ruang yang ada diinjeksikan dengan kebiasaan mereka dan memberi nilai tambah bagi mereka untuk mengenalinya sebagai place. Begitupula yang terjadi pada anak-anak saat menggokupansi jalan sebagai tempat bermain mereka.
Skripsi ini akan menginterogasi proses placemaking pada anak, bagaimana jalanan di kampung berubah menjadi tempat bermain yang menyenangkan bagi anak-anak. Riset dijalankan dengan melakukan participant observation yang akan melibatkan anak-anak setempat, bermain dengan anak-anak pada waktu luangnya, dan mengambil catatan visual dalam rangka memahami cara anak-anak mengokupansi jalan. Menggunakan metode ini untuk mencari kesinambungan antara data yang didapat dengan latar belakang dari anak tersebut dalama proses placemaking.
Children playing on the streets. Thats the everyday socio-spatial practice in Warakas, North Jakarta. People occupying street, not only as a space for vehicle to pass, but for them to socialize, for children to play. The way they see and occupy space shaped by site condition, social, economical, and cultural background of people living in it. The existing space injected by their behavior and create value for them to call it place. The same way goes for children that occupy the street as their playground. This paper will interrogate the process of children placemaking, how the kampung street turn into a playful and happy place for children. We conduct this research by doing participant observation, playing with children during their free time, and taking visual and ethnographic notes, in order to understand how children occupy the street. Using these methods to see the correlation of the data obtained with its background in the placemaking process. Therefore, site background and condition are important in understanding how kids add value to the kampung street.Therefore, these are important in understanding how kids add value to the kampung street. "
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Adira Dhiya Aufasya
"Mal menjadi ruang publik yang penting bagi masyarakat kota dengan memasukkan elemen-elemen yang mendukung interaksi sosial. Sebagai ruang privat, mal tentunya tidak dapat berlaku seperti ruang publik sejati karena adanya sifat privat yang tidak memungkinkan kualitas maksimal sebagai ruang publik. Di sisi lain, keinginan masyarakat akan third place (tempat dengan tujuan sosial) yang memadai di perkotaan terwujud dalam bentuk ruang komersial ini. Ruang yang hadir di mal dapat dimaknai dengan bentuk kegiatan yang berbeda berdasarkan kualitas ruang dan kebutuhan pengguna.
Studi kasus yang digunakan untuk memahami konsep ini adalah Central Park Mall yang akan ditelusuri proses pemaknaan ruangnya melalui placemaking yang terjadi. Skripsi ini dibuat untuk mengidentifikasi mal sebagai ruang publik dan perannya dalam mewujudkan third place di lingkup kota berdasarkan pemaknaan ruang yang ada
Shopping malls have became important public space for urban communities by incorporating elements that support social behavior. As a private space, shopping malls certainly can not act like a true public space because of its private nature which does not allow maximum quality of a public space. On the other hand, people's desire for an adequate third place (a place with social purposes) in urban area is realized in the form of this commercial space. The space present in shopping mall can be interpreted in different forms of activity based on the quality of the space and the needs of the user. The case study used to understand this concept is Central Park Mall which will trace the process of interpreting the space through the act of placemaking that occurs. This study is made to identify shopping mall as a public space and its role in realizing the third place in urban area based on how people occupy the space. "
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Muhammad Rayhan
"Berdasarkan data BPS 2020, DKI Jakarta memiliki 5.159 tempat kuliner, dengan 1.424 di Jakarta Selatan. Jakarta Selatan juga memiliki pengguna internet terbanyak, dengan lebih dari 90% menggunakan media sosial. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi karakteristik tempat kuliner sebagai wisata kuliner di Jakarta Selatan dan pengaruh placemaking dari media sosial pada persepsi konsumen. Metode analisis yang digunakan meliputi analisis deskriptif dan spasial menggunakan data dari Twitter, wawancara, observasi, dan data spasial. Hasil penelitian menunjukkan kesamaan karakteristik tempat kuliner di Gultik Blok M dan Sate Sambas karena berada di Kawasan Blok M yang dipengaruhi stasiun MRT dan Terminal Blok M. Taichan Senayan, meskipun di Kebayoran Lama, dipengaruhi kawasan Senayan, pusat perbelanjaan, akomodasi, olahraga, perkantoran, stasiun Palmerah, dan halte transportasi. Persebaran Konsumen dari Jabodetabek hingga luar kota menunjukkan fenomena sosial dan potensi tempat wisata kuliner. Media sosial berperan penting membentuk persepsi Konsumen dan identitas tempat. Analisis word cloud dan sentimen menunjukkan kesan positif terhadap ketiga tempat kuliner. Terbentuklah identitas baru tempat-tempat tersebut sebagai wisata kuliner.
Based on BPS 2020 data, DKI Jakarta has 5,159 culinary places, with 1,424 in South Jakarta. South Jakarta also has the most internet users, with more than 90% using social media. This study aims to evaluate the characteristics of culinary places as culinary tourism in South Jakarta and the influence of placemaking from social media on consumer perceptions. The analysis methods used include descriptive and spatial analysis using data from Twitter, interviews, observations, and spatial data. The results showed similarities in the characteristics of culinary places in Gultik Blok M and Sate Sambas because they are located in the Blok M area which is influenced by the MRT station and Terminal Blok M. Taichan Senayan, although in Kebayoran Lama, is influenced by the Senayan area, shopping centers, accommodation, sports, offices, Palmerah station, and transportation stops. The distribution of visitors from Jabodetabek to outside the city shows the social phenomenon and potential of culinary attractions. Social media plays an important role in shaping visitor perceptions and place identity. Word cloud and sentiment analysis showed a positive impression of the three culinary places. A new identity of these places as culinary tourism is formed."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Aghnia Marsha Amanda
"Saat ini, berbelanja merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dengan masyarakat perkotaan. Perubahan gaya hidup turut menuntun perubahan ruang kota sebagai tempat kegiatan konsumsi. Seiring berjalannya waktu, kegiatan berbelanja tidak lagi hanya mengenai pencarian komoditas dan pelayanan, melainkan kebutuhan akan pengalaman berbelanja. Pengalaman ini didapatkan melalui placemaking, yang merupakan suatu proses penciptaan place yang baik berdasarkan kebutuhan manusia. Terjadinya placemaking dapat memicu hadirnya identitas tempat dan attachment yang dirasakan pengguna ruang. Kedua hal inilah yang nantinya berpengaruh dalam munculnya sense of place.
Nowadays, shopping has become an inseparable part of urban society. A change of lifestyle has occurred transformation in urban spaces as a place for consumption. As time goes by, shopping is not only about commodity and service, but also the need of shopping experience. Experiences are explored through placemaking, which is a process of creating a place based on human needs. Placemaking could also lead to the emergence of place identity and attachment of people’s experiences. These two factors are later affect in creating sense of place."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S59986
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Mujiarjo
"Studi ini mengungkap apa sebenarnya Pedagang Kaki Lima (PKL) terkait tindakan okupasi ruang publik perkotaan yaitu trotoar dan jalan. PKL sebagai pelaku usaha sektor informal adalah elemen bagi bergulirnya ekonomi perkotaan. Keberadaannya ikut mendukung kegiatan sektor formal di samping menjadi penyedia komoditas berharga murah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah. Karena disadari bahwa PKL ikut berperan dalam ekonomi perkotaan, Pemerintah Kota merasa perlu membina mereka agar berkembang dan mandiri dan mampu menembus 9pasar bersama usaha di sektor formal.
Regulasi Pemerintah dalam legalisasi PKL sangat rinci namun tidak diimplementasikan dalam kebijakan spasial, sehingga PKL mengokupasi ruang publik perkotaan. Tindakan ini berstatus illegal karena tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah Kota. Namun karena ruang publik yang diokupasi adalah lokasi ideal bagi PKL, mereka akan tetap bertahan dengan cara berlindung kepada aparat pemerintah dengan memberikan imbalan sesuai kesepakatan. Meskipun demikian okupasi tetap merupakan tindakan melanggar peraturan yang rawan terpinggirkan.
Keberadaan PKL diruang publik ini juga merupakan bentuk ruang yang dipersepsikan berbeda dari yang dikonsepsikan. Okupasi trotoar dan jalan juga merupakan representasi ruang sosial yang terbangun dari praktik pertukaran antara PKL dengan pelanggan masyarakat perkotaan yang tidak terwadahi dengan tepat. Maka dengan mengacu pada teori Lefebvre : Produksi Ruang, gejala ini dapat dijelaskan sebagai masukan untuk acuan dalam proses konsepsi ruang, yang akan mengarahkan pada wujud lingkung bangun yang memberi persepsi akan guna ruang yang sesuai untuk merepresentasikan hubungan sosial yang diwadahinya.
This study reveals what actually hawkers or Pedagang Kaki Lima (PKL) related to occupational measures of urban public space and street pavement. PKL as informal sector businesses are the elements for the passing of the urban economy. Supporting the existence of formal sector activities in addition to low-cost commodity providers for Poor People. Since it was realized that the PKL participating in the urban economy, the city felt the need to nurture them to grow and self-reliant and able to penetrate the market with the formal business sector. Government Regulation in the legalization of PKL are very detailed but not although conscious violation of the rules remain as PKL who occupied the location is most ideal for his business. Strategies to survive in the preferred location to do the street vendors to government officials is to take refuge with the reward according to agreement. The presence of PKL is also a form of public room space is perceived is different from that conceived. Occupational sidewalks and roads are also a representation of social space that is built up from the practice of exchange between the PKL with customers but is not contained properly. Referring to the theory of Lefebvre: Production of Space, this phenomenon can be explained as an input for reference in the conception of space, thus leading to a form suitable environment up to represent social relationships."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
T30085
UI - Tesis Open Universitas Indonesia Library
Alfira Kurniawati
"Ruang publik adalah tempat masyarakat untuk memenuhi kebutuhan beraktivitas dan berekreasi. Rancangan ruang publik yang memiliki kualitas desain yang baik akan mengundang kehadiran manusia. Namun, selain faktor tersebut, intervensi yang dilakukan oleh aktor dapat memengaruhi hidupnya ruang publik. Skripsi ini akan menganalisis peran aktor selain perancang, yaitu masyarakat dan komunitas dalam menghidupkan ruang publik. Ditemukan bahwa relasi antar aktor, aktivitas, elemen fisik, dan kualitas ruang serta intervensi yang dilakukan secara berulang dapat menciptakan makna dan nilai baru dalam ruang (placemaking). Ragam aktivitas dan nilai baru menjadi daya tarik ruang publik yang meningkatkan penggunaan, interaksi sosial dan keragaman pengunjung sehingga menciptakan ruang publik yang hidup.
Public space serves as a place for people to meet their activity and recreational needs. The design of public spaces with good design can attract human presence. However, in addition to these factors, the presence and interventions of actors can significantly influence the life of public spaces. This thesis aims to analyze the role of actors, beyond designers, including the community and local residents, in activating public spaces. It is discovered that the relation between actors, activities, physical elements, spatial quality, and repeated interventions can create new meanings and values within the spaces (placemaking). The diverse range of activities and newly established values become the allure of public spaces, enhancing their utilization, social interactions, and attracting a diverse range of visitors. A variety of new activities and values become the attraction of public spaces that enhancing the use, social interaction and attracting a diverse range of visitors, thus creating lively public space."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Arrizqy Nadya Khairunissa Yulianto
"Pusat perbelanjaan mal kini sudah menjadi lebih dari sekadar tempat berbelanja, melainkan juga menjadi sebuah ruang publik. Mal sebagai ruang publik berperan menjadi tempat untuk berkumpul dan beraktivitas tanpa memandang latar belakang pengunjungnya. DKI Jakarta dikenal sebagai provinsi yang memiliki pusat perbelanjaan kedua terbanyak di Indonesia, khususnya Jakarta Selatan dan Jakarta Pusat. Berdasarkan Kementerian Perdagangan Repubik Indonesia, pertumbuhan ekonomi yang pesat di Jakarta mendorong perkembangan sektor ritel, terutama dalam sektor pusat perbelanjaan mal. Dengan adanya perkembangan tersebut, hal ini juga berdampak pada semakin tingginya tingkat persaingan antar mal. Di sisi lain, Generasi Z menjadi mayoritas pengunjung di pusat perbelanjaan mal dan diperkirakan akan terus meningkat, sebagaimana menurut BPS lebih dari 20% dari penduduk Jakarta didominasi oleh Generasi Z. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara daya tarik mal-mal di Jakarta Selatan dan Jakarta Pusat dan persepsi pengunjung Generasi Z yang kemudian membentuk aktivitas yang dilakukan. Adapun daya tarik mal sebagai ruang publik dalam penelitian ini dilihat dengan pendekatan placemaking menurut Project for Public Spaces. Metode yang digunakan adalah analisis deskriptif kuantitatif dengan pendekatan spasial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan daya tarik mal akan mendorong pengunjung Generasi Z untuk memiliki kecenderungan persepsi dan aktivitas tertentu. Mal daya tarik tinggi dan mal daya tarik sedang memiliki kesesuaian persepsi lebih tinggi dibandingkan dengan mal daya tarik rendah sebagaimana hal ini ditunjukkan dengan penggunaan aktivitas lebih tinggi yang diiringi oleh tingkat persepsi lebih memenuhi bagi pengunjung Generasi Z.
Shopping malls have now become more than just places for shopping; they have evolved into public spaces. Malls, as public spaces, serve as gathering spots and activity hubs regardless of the visitors' backgrounds. DKI Jakarta is known as a province with the second-highest number of shopping centers in Indonesia, particularly in South Jakarta and Central Jakarta. According to the Ministry of Trade of the Republic of Indonesia, rapid economic growth in Jakarta has propelled the development of the retail sector, especially in the mall sector. With this growth, there is a consequent increase in competition among malls. On the other hand, Generation Z constitutes the majority of visitors to shopping malls and is expected to continue growing. According to BPS, more than 20% of Jakarta's population is dominated by Generation Z. This research aims to analyze the relationship between the attractiveness of malls in South Jakarta and Central Jakarta and the perceptions of Generation Z visitors, which then shape their activities. The attractiveness of malls as public spaces in this study is viewed through the placemaking approach by Project for Public Spaces. The method used is quantitative descriptive analysis with a spatial approach. The research results indicate that the differences in mall attractiveness will influence Generation Z visitors to have tendencies in specific perceptions and activities. Shopping malls with high and moderate attractiveness have a higher alignment of perception compared to malls with low attractiveness, as indicated by a greater engagement in activities accompanied by a higher level of satisfaction for Generation Z visitors."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library