Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 114608 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Azlan Ramy
"Magnesium AZ31B adalah paduan ringan dengan kekuatan spesifik tinggi yang menarik minat untuk aplikasi otomotif dan dirgantara. Penelitian ini meneliti bagaimana deformasi tarik hangat (pada suhu 50 °C, 100 °C, dan 150 °C, dibandingkan dengan suhu ruang) memengaruhi sifat mekanis, evolusi struktur mikro, dan kekerasan lembaran AZ31B setebal 1 mm, dengan tujuan mengidentifikasi kondisi pemrosesan optimal dan menjelaskan mekanisme deformasi yang mendasarinya. Spesimen “dog-bone” sesuai ASTM E646 yang dipotong dengan laser diuji tarik pada 0°, 45°, dan 90° terhadap arah rolling di keempat kondisi suhu tersebut. Kurva tegangan–regangan aktual menghasilkan nilai kekuatan luluh, UTS, regangan patah, dan eksponen pengerasan regangan. Ukuran butir diukur menggunakan mikroskop optik, dan kekerasan Vickers dicatat sebelum dan setelah deformasi. Kekuatan tarik maksimum (UTS) dan kekuatan luluh menunjukkan penurunan bergantung suhu, dari sekitar 22 MPa pada suhu ruang menjadi 17 MPa pada 150 °C. Regangan patah mencapai maksimum ~25 % pada 50 °C sebelum menurun pada suhu lebih tinggi. Diameter rata-rata butir meningkat dari ~12 µm (sebagaimana-terima) menjadi ~28 µm setelah deformasi pada 150 °C. Kekuatan Vickers menurun dari 59 HV (suhu ruang) menjadi 56 HV (150 °C). Hubungan linear kuat antara UTS dan kekerasan ditemukan (R² = 0,923). Deformasi tarik hangat melunakkan AZ31B dengan memfasilitasi mobilitas dislokasi dan pertumbuhan butir, mengurangi kapasitas pengerasan regangan, sehingga menurunkan kekuatan dan kekerasan namun meningkatkan kelenturan hingga ~50 °C. Di atas 50 °C, pertumbuhan butir berlebihan mengganggu kemampuan pembentukan, terutama pada orientasi 0° sekitar 100 °C. Korelasi UTS–HV yang kokoh (R² = 0,923) memungkinkan estimasi cepat sifat tarik dari kekerasan, menunjukkan bahwa pembentukan dekat 50 °C secara optimal menyeimbangkan retensi kekuatan dan kelentura.

Magnesium AZ31B is a lightweight alloy with high specific strength that has attracted interest for automotive and aerospace applications. This study investigates how warm tensile deformation (at 50 °C, 100 °C, and 150 °C, compared to room temperature) affects the mechanical properties, microstructural evolution, and hardness of 1 mm-thick AZ31B sheets, with the aim of identifying optimal processing conditions and clarifying the underlying deformation mechanisms. Laser-cut ASTM E646 “dog-bone” specimens were tested in tension at 0°, 45°, and 90° to rolling direction under the four temperature conditions. True stress–strain curves yielded yield strength, UTS, elongation, and strain-hardening exponent. Grain sizes were measured via optical microscopy, and Vickers hardness was recorded before and after deformation. Ultimate tensile strength (UTS) and yield strength exhibited a temperature-dependent decline, decreasing from approximately 22 MPa at room temperature to 17 MPa at 150 °C. Elongation to failure reached a maximum of ~25 % at 50 °C before decreasing at higher temperatures. Mean grain diameter increased from ~12 µm (as-received) to ~28 µm following deformation at 150 °C. Vickers hardness measurements decreased from 59 HV (RT) to 56 HV (150 °C). A strong linear relationship between UTS and hardness was identified (R² = 0.923). Warm tensile deformation softens AZ31B by promoting dislocation mobility and grain growth, reducing strain‐hardening capacity, which lowers strength and hardness while increasing ductility up to ~50 °C. Above 50 °C, excessive grain coarsening impairs formability, particularly at 0° orientation around 100 °C. A robust UTS–HV correlation (R² = 0.923) enables rapid tensile property estimation from hardness, indicating that forming near 50 °C optimally balances strength retention and ductility."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nandang setiawan
"Seiring bertambahnya jumlah kendaraan bermotor, emisi karbon dari sektor transportasi meningkat. Salah satu solusi untuk mengurasi emisi karbon dan menghemat bahan bakar adalah menggunakan material ringan seperti paduan magnesium AZ31B, yang memiliki rasio kekuatan terhadap berat lebih baik dibandingkan aluminium dan baja. Namun, pada suhu ruang, AZ31B memiliki keterbatasan bentuk akibat struktur kristalnya yang berbentuk HCP. Untuk meningkatkan sifat mampu bentuk dan memperbaiki sifat mekanis dapat dilakukan dengan proses annealing. Penelitian ini mengevaluasi efek annealing pada lembaran AZ31B yang mengalami pencanaian dingin dengan deformasi 18%. Ukuran butir pada sampel awal didapatkan nilai sebesar 11.59 μm. Annealing pada 350°C selama 30–90 menit meningkatkan ukuran butir dari 9.31 μm menjadi 16.69 μm, menurunkan kekerasan dari 74.89 HV menjadi 47.89 HV, sesuai dengan persamaan Hall-Petch (HV = 205.57 × 1/√d - 2.419). Tegangan luluh turun dari 205.66 MPa menjadi 175.33 MPa, sementara elongasi meningkat dari 27% menjadi 30%. Selain itu, strain hardening exponent (n-value) naik dari 0.25 menjadi 0.283, menunjukkan peningkatan keuletan dan kemampuan deformasi plastis material.

As the number of motor vehicles increases, carbon emissions from the transportation sector continue to rise. One solution to reduce emissions and energy consumption is to use lightweight materials such as magnesium alloy AZ31B, which offers a better strength-to-weight ratio compared to aluminum and steel. However, at room temperature, AZ31B has limitations in formability due to its hexagonal close-packed (HCP) crystal structure. To improve formability and enhance mechanical properties, an annealing process can also be applied. This study evaluates the effects of annealing on AZ31B sheets subjected to cold rolling with 18% deformation. The grain size in the initial sample was measured to be 11.59 μm. Annealing at 350°C for 30–90 minutes increases the grain size from 9.31 μm to 16.69 μm, reducing hardness from 74.89 HV to 47.89 HV, following the Hall-Petch equation (HV = 205.57 × 1/√d - 2.419). Yield strength decreases from 205.66 MPa to 175.33 MPa, while elongation increases from 27% to 30%. Additionally, the strain hardening exponent (n-value) rises from 0.25 to 0.283, indicating improved ductility and plastic deformation capability."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khoirun Nisa Ayu Prayitno
"Magnesium menjadi salah satu material berpotensi untuk memberikan solusi energi hijau berkelanjutan. Dalam bidang teknik, paduan magnesium dikenal sebagai logam paling ringan. Sudah banyak aplikasi paduan magnesium di berbagai bidang. Namun, secara komersial penggunaan magnesium belum seluas alumunium. Salah satu penyebabnya, dikarenakan mampu bentuk magnesium lebih rendah dari aluminium, terutama di temperatur ruang. Hal tersebut berkaitan dengan struktur HCP magnesium yang memiliki rasio c/a tinggi membuat bidang basal menjadi sistem slip utama yang terjadi ketika paduan magnesium terdeformasi. Oleh karena itu, energi panas dapat digunakan untuk mengaktifkan sistem slip lain agar dapat memenuhi kriteria von misses. Pemrosesan dan perlakuan panas yang diterapkan pada material mempengaruhi sifat material dan dalam skala mikroskopis akan terjadi berbagai fenomena. Penelitian ini akan menginvestigasi terkait fenomena apa yang terjadi selama deformasi plastis menggunakan metode pencanaian dan perlakuan panas yang dilakukan pada temperatur 350oC. Pada penelitian ini pencanaian dilakukan pada suhu ruang dan perlakuan panas diberikan setelah proses deformasi menggunakan tungku muffle. Shear band, twinning, rekristalisasi butir, dan pertumbuhan butir merupakan fenomena-fenomena yang ditemukan pada penelitian ini.  Fenomena- fenomena tersebut hadir dalam paduan magnesium dipengaruhi oleh struktur kristal yang dimilikinya.

Magnesium is one of the potential materials to provide sustainable green energy. In engineering, magnesium alloys are known as the lightest metals. There have been many applications of magnesium alloys in various industries. However, the commercial use of magnesium has not been as common as aluminum. One of the reasons is because the formability of magnesium is lower than aluminum, especially at room temperature. This is related to the HCP structure of magnesium which has high c/a ratio making the basal plane become the main slip system when the magnesium alloy is deformed at room temperature. Therefore, thermal expected to activate other slip systems in order to fulfill the von misses criterion. Deformation and heat treatment applied to materials can affect material properties and at the microscopic scale various phenomena will occur. This study will investigate phenomena during plastic deformation using rolling method and heat treatment conducted at 350oC. In this study, rolling was carried out at room temperature using pilot rolling machine and heat treatment was conducted after the deformation using muffle furnace. Shear bands, twinning, grain recrystallization, and grain growth were found in this study. Those phenomena are present in magnesium alloys influenced by its crystal structure."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasna Fitriasih
"

Meningkatnya permintaan akan electronic vehicle (EV) menyebabkan meningkatnya penggunaan Magnesium yang memiliki sifat lebih ringan sehingga mampu mengunggulkan efisiensi bahan bakar. Salah satu paduan Maagnesium yang sering digunakan adalah AZ31B. Namun, sheet metal forming dan perlakuan panas pada manufaktur dapat memengaruhi sifat mekanisnya. Penelitian ini dilakukan pada plat paduan Magnesium AZ31B yang dilakukan cold rolling hingga terjadi deformasi sebesar 22% dan perlakuan panas annealing pada 349℃ pada waktu tahan 0, 10, 30, 60, dan 120 menit. Penelitian ini didukung dengan pengujian metalografi dan kekerasan microvickers. Didapatkan bahwa rolling menghasilkan butir dengan ukuran diameter terkecil, sedangkan annealing pada waktu tahan yang lebih lama menghasilkan butir dengan ukuran diameter yang lebih besar pula. Tak hanya itu, sampel yang memiliki ukuran butir yang kecil memiliki nilai kekerasan yang tinggi. Hal ini terlihat dari sampel yang dilakukan rolling memiliki nilai kekerasan tertinggi, sedangkan sampel yang ditahan pada annealing selama 120 menit memiliki nilai kekerasan terendah. Berdasarkan pertumbuhan butir, didapatkan persamaan empiris yang mampu menunjukkan kinetika pertumbuhan butir sebagai berikut: D^(0,18)=D0^(0,18)+2244,35.exp(-70.000/8,314.T).t^(0,48)


The increasing demand for electric vehicles (EVs) has led to a rise in the use of magnesium, which is lighter and thus enhances fuel efficiency. One commonly used magnesium alloy is AZ31B. However, sheet metal forming and heat treatment during manufacturing can affect its mechanical properties. This study focuses on AZ31B magnesium alloy plates subjected to cold rolling, achieving a deformation of 22%, and annealing heat treatment at 349°C for various holding times: 0, 10, 30, 60, and 120 minutes. The research includes metallographic analysis and microvickers hardness testing. It was found that rolling produces the smallest grain diameters, while longer annealing times result in larger grain diameters. Additionally, samples with smaller grain sizes exhibited higher hardness values. Specifically, the rolled samples had the highest hardness, while samples annealed for 120 minutes had the lowest hardness. From the grain growth observations, an empirical equation was derived to describe the kinetics of grain growth as follows: D^(0.18)=D0^(0.18)+2244.35.exp(-70,000/8.314.T).t^(0.48)

"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Umar Al Faruq
"Teknologi material yang semakin maju membuat banyak terobosan baru, salah satunya adalah penggunaan magnesium paduan. Magnesium paduan banyak diaplikasikan untuk penggunaan sebagai biomaterial ataupun sebagai EV (Electronic Vehicle). Magnesium memiliki banyak keunggulan dan sifat mekanik yang menguntungkan, magnesium bersifat ringan sehingga bisa meningkatkan efisiensi dalam penggunaan bahan bakar pada EV, magnesium juga bersifat biodegradable dan bersifat non toxic bagi tubuh manusia, memiliki nilai densitas dan juga modulus elastisitas yang paling mirip dengan tulang manusia, bahkan hadir dalam jumlah banyak dalam tubuh manusia sehingga tak heran jika banyak diaplikasikan dalam biomaterial baik sebagai implant ataupun pengganti tulang. Namun sayangnya perubahan sifat mekanik dan struktur mikro akibat perlakuan panas belum dilakukan penelitian secara sistematis.
Penelitian ini dilakukan pada lembaran paduan magnesium AZ31B yang diberi perlakuan panas dengan waktu tahan selama 10, 30, 60, dan 120 menit. Didapatkan bahwa struktur mikro paduan magnesium AZ31B yang tidak diberi perlakuan panas memiliki butir yang cukup besar dan tidak homogen, hal ini membuat sifat mekaniknya kurang baik. Perlakuan panas membuat struktur mikronya menjadi lebih homogen dan besar butirnya mengecil, butir yang semakin kecil ini membuat sifat mekaniknya semakin baik, namun semakin lama waktu tahan yang diberikan membuat butir semakin besar dan menurunkan sifat mekanik yang dimiliki, dibuktikan dengan persamaan Hall-petch yang mendukung hasil ini.

Advancements in material technology have led to numerous breakthroughs, one of which is the use of magnesium alloys. Magnesium alloys are widely applied in biomaterials and electric vehicles (EV). Magnesium possesses many advantageous mechanical properties, being lightweight which enhances fuel efficiency in EVs. Additionally, magnesium is biodegradable and non-toxic to the human body, with a density and elastic modulus closely matching that of human bone. It is also abundant in the human body, making it ideal for applications in biomaterials, such as implants or bone substitutes. However, systematic research on the changes in mechanical properties and microstructure due to heat treatment has not been thoroughly conducted.
This study investigates magnesium AZ31B alloy sheets subjected to heat treatment with holding times of 10, 30, 60, and 120 minutes. It was found that the microstructure of the untreated magnesium AZ31B alloy exhibited relatively large and inhomogeneous grains, resulting in suboptimal mechanical properties. Heat treatment homogenized the microstructure and reduced grain size, leading to improved mechanical properties. However, prolonged holding times caused grain growth, reducing mechanical properties, which is supported by the Hall-Petch relationship.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Dhara Permatasari
"Magnesium merupakan merupakan logam struktural yang paling ringan di dunia yang biasa digunakan di bidang otomotif. Dalam aplikasinya, sifat mampu bentuk magnesium sangat penting untuk diketahui agar dapat meningkatkan efektivitas proses produksi. Sifat mampu bentuk ini dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah ketebalan material. Batas limit magnesium saat dibentuk digambarkan pada diagram batas pembentukan (FLD). Pada penelitian ini, material yang digunakan adalah lembaran paduan magnesium AZ31B dengan ketebalan 0,5, 0,8, dan 1 mm. Pengujian tarik dilakukan untuk mengetahui sifat mekaniknya sekaligus mendapatkan koefisien pengerasan regang yang juga mempengaruhi mampu bentuk material. Pengujian stretching dilakukan menurut metode Nakazima dengan berbagai variasi geometri sampel yang sudah dibuat kisi lingkaran berdiameter 2 mm pada area permukaannya, menggunakan punch setengah lingkaran, dan dalam kondisi pelumasan minyak. Metode pengukuran regangan menggunakan Dino-Lite portable digital microscope untuk mendapatkan forming limit strain. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa lembaran paduan magnesium AZ31B memiliki sifat mampu bentuk yang buruk pada temperatur ruang. Koefisien pengerasan regang (nilai n) yang didapat untuk masing-masing tebal, yaitu berturut-turut sebesar 0.32, 0.33, dan 0.3. Terlihat bahwa FLD yang diperoleh tidak dipengaruhi oleh ketebalan tetapi akan semakin tinggi dengan semakin besarnya nilai n.

Magnesium is the lightest structural metal in the world which is commonly used in the automotive field. In its application, it is known that the formability of magnesium is very important to increase the effectiveness of the production process. This formability can be influenced by many factors, one of which is the thickness of the material. The limits of magnesium when formed are depicted on the formation limit diagram (FLD). In this research, the material used was AZ31B magnesium alloy sheet with a thickness of 0.5, 0.8, and 1 mm. Tensile testing is carried out to determine the mechanical properties as well as obtain the strain hardening coefficient which also affects the formability of the material. Stretching tests were carried out according to the Nakazima method with various variations of sample geometry which had been made into a circular grid with a diameter of 2 mm on the surface area, using a hemispherical punch, and under lubrication oil conditions. The strain measurement method uses a Dino-Lite portable digital microscope to obtain the forming limit strain. The results of this research indicate that AZ31B magnesium alloy sheet has poor formability at room temperature. The strain hardening coefficient (n value) obtained for each thickness is 0.32, 0.33, and 0.3 respectively. It can be seen that the FLD obtained is not influenced by thickness but will be higher with the increasing n value."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tb. Moh. Darodjat H.
"Paduan Aluminium - Magnesium ~ Besi memiliki nespon yang km-ang baik berhadap perlakuan panas diantara paduan tuang lainnya, karena termasuk paduan aluminium iron-heat treatable. Rasio Mg:Fe dalam paduan, mempengaruhi respon paduan herhadap perlakuan panas. Komposisi tuang paduan dihasillcan dari peleburan dengan menggunakan dapur krusibel jenis ciduk. Sedangkan cetakan yang dfgunakan adalah celakan logam, menggmakan standar ]`IS Z-2201 (sesuai ISO 2378) yang hasilnya sudah merupakan sampel tarik. Paduan Al-Mg-Fe dengan peningkatan komposisi Mg sebesar 3%, 5% dan 7% serla penambahan Fe sebesar 0,5%, 1,0%, dan 1,5%, dilakukan perlakuan panas yang melipuii perlakuan pelarutan (solution treatment) dengan temperatur 430°C selama 12 jam dan dilanjutkan dengan pencelupan (qunenching) ke dalam media air. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa perlakuan panas yang diberikan dapat memperbaiki sifat mekanis paduan dibandingkan hasil pengecorannya. Dengan peningkatzm komposisi Mg hingga 7% dan penambahan Fe hingga 1,5% cenderung meningkatkan sifat mekanis paduan."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1997
S47841
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuni Purnamasari
"Magnesium dan paduannya memiliki sifat biokompatibilitas yang baik dan karakteristik mirip dengan tulang, sehingga baik digunakan sebagai implan tulang di bidang ortopedi. Namun, reaktivitas yang tinggi menyebabkan magnesium dan paduannya mudah mengalami korosi. Salah satu modifikasi permukaan untuk meningkatkan ketahanan korosi pada magnesium dan paduannya adalah plasma elektrolisis atau disebut juga plasma electrolytic oxidation (PEO). Meningkatnya ketahanan korosi yang drastis pada paduan Mg menyebabkan sulitnya terbentuk mineral tulang apatit. Pada penelitian ini, proses PEO pada paduan Mg seri AZ31B dimodifikasi dengan penambahan serbuk nano apatit di dalam elektrolit Na3PO4-KOH. Penyisipan apatit di dalam lapisan diamati dengan memvariasikan waktu proses PEO yaitu 10, 15, dan 20 menit. Sel elektrolisis diberi perlakuan ultrasonikasi selama proses PEO (UPEO) untuk meningkatkan jumlah penyisipan apatit ke dalam lapisan. Berdasarkan hasil XRD, fasa Mg, Mg3(PO4)2, dan MgO terdeteksi pada semua lapisan, dan tambahan fasa Ca5(PO4)3OH terdeteksi pada lapisan UPEO. Hal ini didukung dengan komposisi Ca yang lebih tinggi pada hasil analisis EDS di lapisan UPEO dibandingkan lapisan PEO. Perlakuan ultrasonikasi menghasilkan permukaan lapisan dengan porositas 44% lebih tinggi. lapisan PEO dan UPEO menghasilkan kekerasan 3-5 kali dari substrat. Uji polarisasi menunjukkan nilai rapat arus korosi (Icorr) terendah dimiliki oleh sampel yang dilapisi selama 20 menit. Demikian pula data EIS menunjukkan nilai hambatan total (Rp) paling tinggi pada sampel yang dilapisi selama 20 menit. Analisis EDS setelah uji bioaktivitas di larutan ringer laktat termodifikasi, konsentrasi Ca pada lapisan PEO dan UPEO meningkat.

Magnesium and its alloys exhibit good biocompatibility and similar characteristics to bone, making them suitable for use as bone implants in the orthopedic field. However, its high reactivity causes magnesium and its alloys easily corrode. One of the surface modifications to increase the corrosion resistance of magnesium and its alloys is plasma electrolysis or also known as Plasma Electrolytic Oxidation (PEO). The drastic increase in corrosion resistance in Mg alloys makes it difficult to form apatite bone mineral. In this study, the PEO process in the Mg alloy AZ31B series was modified by adding apatite nanopowder in the Na3PO4-KOH electrolyte. The insertion of apatite in the layer was observed by varying the PEO processing time, namely 10, 15, and 20 minutes. The electrolyzed cell was ultrasonicated during the PEO (UPEO) process to increase the amount of apatite insertion into the coating. Based on XRD results, Mg, Mg3(PO4)2, and MgO phases were detected in all layers, and additional Ca5(PO4)3OH phases were detected in the UPEO layer. This is supported by the higher Ca composition in the EDS analysis results in the UPEO layer compared to the PEO layer. The ultrasonication treatment resulted in a coating surface with 44% higher porosity. PEO and UPEO coatings produce a hardness of 3-5 times that of the substrate. The polarization test showed that the lowest corrosion current density (Icorr) was owned by the coated sample for 20 minutes. Similarly, the EIS data showed the highest total resistance value (Rp) in the samples that were coated for 20 minutes. EDS analysis after the bioactivity test in modified Ringer's lactate solution, the concentration of Ca in the PEO and UPEO layers increased compared to before the test."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lutpiah
"Meningkatnya penjualan di industri otomotif yang didukung dengan adanya program Net Zero Emission (NZE) di Indonesia, menyebabkan industri otomatif harus berinovasi dengan menggunakan material yang memilik sifat mekanis yang ringan, sehingga dapat mengurangi bobot pada kendaraan bermotor. Magnesium, sebagai material dengan massa jenis yang rendah, diharapkan mampu meningkatkan efisiensi penggunaan bahan bakar. Mg paduan AZ31B merupakan paduan magnesium yang umum digunakan dibeberapa industri, khusunya manufaktur dan pemberian perlakukan khusus akan meningkatakan sifat mekanisnya. Paduan Mg AZ31B memiliki densitas dibawah 1,8 g/cm^3 dengan ketangguhannya yang lebih tinggi dibandingkan material lainnya, seperti: aluminium, besi, dan paduan magnesium lainnya. Penelitian ini dilakukan pengujian simulatif dan non simulatif pada warm temperature yaitu pada temperatur: 50, 100, dan 150 C yang bertujuan untuk mengetahui sifat mampu bentuk (drawability) Mg paduan AZ31B. Selain itu, penelitian ini juga dilakukan pengujian komposisi kimia, dan pengujian struktur mikro, untuk mendukung data pengujian tarik sebagai pengujian non-simulatif dan pengujian deep drawing sebagai pengujian simulatif. Hasil analisis dimana nilai Limitting Draw Ratio (LDR) pada proses deep drawing dengan perlakuan panas dapat meningkatkan sifat mampu bentuk pada Mg paduan AZ31B.

The increasing sales in the automotive industry supported by the Net Zero Emission (NZE) program in Indonesia, causes the automotive industry to innovate by using materials that have lightweight mechanical properties, so as to reduce the weight of motor vehicles. Magnesium, as a material with low density, is expected to improve fuel efficiency. Mg AZ31B alloy is a magnesium alloy that is commonly used in several industries, especially manufacturing and giving special treatment will increase its mechanical properties. Mg AZ31B alloy has a density below 1.8 g/cm^3 with higher toughness than other materials, such as: aluminum, iron, and other magnesium alloys. This study conducted simulative and non-simulative tests at warm temperatures, namely at temperatures: 50, 100, and 150 C which aims to determine the drawability of Mg alloy AZ31B. In addition, this study also conducted chemical composition testing, and microstructure testing, to support tensile testing data as non-simulative testing and deep drawing testing as simulative testing. The results of the analysis where the Limitting Draw Ratio (LDR) value in the deep drawing process with heat treatment can improve the formability of Mg AZ31B alloy."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Magnesium and magnesium alloys offer a wealth of valuable properties, making them of great interest for use across a wide range of fields. This has led to extensive research focused on understanding the properties of magnesium and how these can be controlled during processing. Fundamentals of magnesium alloy metallurgy presents an authoritative overview of all aspects of magnesium alloy metallurgy, including physical metallurgy, deformation, corrosion and applications.
Beginning with an introduction to the primary production of magnesium, the book goes on to discuss physical metallurgy of magnesium and thermodynamic properties of magnesium alloys. Further chapters focus on understanding precipitation processes of magnesium alloys, alloying behaviour of magnesium, and alloy design. The formation, corrosion and surface finishing of magnesium and its alloys are reviewed, before Fundamentals of magnesium alloy metallurgy concludes by exploring applications across a range of fields. Aerospace, automotive and other structural applications of magnesium are considered, followed by magnesium-based metal matrix composites and the use of magnesium in medical applications.
With its distinguished editors and international team of expert contributors, Fundamentals of magnesium alloy metallurgy is a comprehensive tool for all those involved in the production and application of magnesium and its alloys, including manufacturers, welders, heat-treatment and coating companies, engineers, metallurgists, researchers, designers and scientists working with these important materials."
Cambridge, UK: Woodhead , 2013
e20427131
eBooks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>