Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 14267 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Teguh Prasetyo
Depok: Rajawali Press, 2019
324.6 TEG p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Pipit R. Kartawidjaja
Jakarta: Inside, 2002
324 PIP s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Yulianto
Jakarta: Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN), 2010
324 YUL m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Kurniawan Zen
Jakarta: LP3ES, 2015
324.6 ASE
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Yulianto
Jakarta: Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN), 2010
324YULM001
Multimedia  Universitas Indonesia Library
cover
Yulianto
Jakarta: Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN), 2010
324YULM002
Multimedia  Universitas Indonesia Library
cover
Saifullah Ma`shum
Jakarta: Pustaka Indonesia Satu, 2001
324.6 SAI k
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: ISAI, 1999
324.959 8 MEL
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Ganjar Pranowo
"Sejak Pemilu 1955 sampai dengan Pemilu 2009, perdebatan tentang keikutsertaan partai politik sebagai bagian dari penyelenggara pemilu sudah menjadi perdebatan dikalangan partai politik di DPR. Dalam pembahasan Revisi Undang-Undang No 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, persoalan independensi penyelenggara pemilu inipun muncul. Fraksi PAN, fraksi PD dan Pemerintah pada awalnya menolak usulan fraksi-fraksi lain di DPR untuk memasukkan unsur partai politik sebagai bagian komisioner Penyelenggara Pemilu. Trauma atas fenomena kasus Pansus DPT pemilu 2009 dan Panja Mafia Pemilu di DPR memberikan indikasi bahwa kredibilitas dan integritas Penyelenggara Pemilu periode 2009 belum optimal. Akhirnya, didalam proses pengambil keputusan akhir di DPR terkait independesi KPU, fraksi PAN, fraksi PD dan Pemerintah mengubah sikap politiknya untuk mengikuti keinginan fraksi-fraksi lain di DPR. Mengapa fraksi PAN, fraksi PD dan Pemerintah akhirnya merubah sikap politiknya?
Teori yang digunakan didalam penelitian ini adalah teori demokrasi dan pemilu Juan Linz, Larry Diamond, dan Seymour Martin Lipset, teori kebijakan partai politik Hans Deiter Klingeman, teori elit Getano Mosca dan Robert Putnam, dan teori konsensus dan konflik Maswadi Rauf dan Maurice Duverger. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Penelitian ini menggunakan dua teknik pengumpulan data, yakni data yang diperoleh dari wawancara yang digunakan sebagai sumber data primer dan studi kepustakaan (literature review) yang digunakan sebagai sumber data sekunder.
Kesimpulan penelitian bahwa sebagai sebuah proses politik, maka keputusan yang diambil berdasarkan kompromi merupakan keputusan yang paling moderat yang dapat diambil diantara banyaknya perbedaan di antara fraksi-fraksi termasuk Pemerintah. Oleh karena itu keputusan yang diambil merupakan keputusan yang demokratis sebagaimana tesis Hans Deiter Klingeman bahwa prosedur yang demokratis semestinya menghasilkan kebijakan-kebijakan yang sejalan dengan kehendak rakyat luas. Implikasi teoritis menunjukkan bahwa pendekatan konsensus politik, kebijakan partai politik didalam prosedur negara demokratis dan pendekatan elit telah memberikan implikasi positif terhadap proses pengambilan keputusan pembahasan Revisi UU No 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilihan Umum.

Since general election 1955 to 2009, the discussion of involvement of political parties as part of Electoral Commission Bodies have appeared among policy makers. In Discussion Revision Act No 22 Year 2007 about Electoral Commission, one of crussial debate among parliament members is wheter or not the Electoral Commission must be independent. Political stance of the fraction of National Mandate Party, the fraction of Democrat Party, and the goverment rejected other fractions idea to involve political party members as part of Electoral Commission members. Finally, case of “DPT 2009 and Panja Mafia Pemilu 2009” realized the credibility and integrity of Electoral Commission wasn’t good. Therefore, the final decision of the fraction of National Mandate Party, the fraction of Democrat Party, and the government have changed to deal with other parties. Why did they change their political stance?
The research theories are general election and democracy by Juan Linz, Larry Diamond and Seymour Martin Lipset, political party decision by Hans Deiter Klingeman, elite by Getano Mosca and Robert Putnam, consensus and conflict by Maswadi Rauf and Maurice Duverger. This research used qualitative method and two kind of collecting data methodology, such as interview that will used as primary data and literature review as secondary data.
The conclusion of this research, the policy decision making process was decided by compromise among political fraction and government that finally become a moderate solution. Therefore, the decision that has been made is democratic decision stated by Hans Deiter Klingeman thesis, that democratic procedure will result decision which are relevant with general will. Empirical theory implied political consensus, model of political party of decision making process and elite theory influenced within policy making process of revision Act No 22 Year 2007 About Electoral Commission.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
T38969
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Juri Ardiantoro
"Penelitian ini secara umum berusaha menggambarkan dan menganalisis konteks perubahan politik Indonesia, khususnya pemilu yang diselenggarakan tahun 1999. Secara khusus penelitian ini menganalisis hubungan-hubungan dinamik dalam Komisi Pemilihan Umum (KPU) tahun 1999, yang menyangkut unsur-unsur negara dengan aktor-aktor dan struktur-struktur politik lain dalam penyelenggaraan pemilu di era transisi.
Penelitian mencakup empat isu utama yang tercermin dalam tujuan penelitian, yakni: (1) Pemilu'99 dalam konteks transisi politik Indonesia; (2) kelembagaan penyelenggara Pemilu di Indonesia, khususnya KPU Pemilu 1999; (3) bekerjanya unsur-unsur negara dalam struktur kelembagaan dan kinerja KPU Pemilu 1999; dan (4) peranan politik demokratik KPU'99 dalam meletakan landasan yang kokoh bagi pembaharuan (reformasi) kelembagaan politik di Indonesia.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan mendasarkan pada paradigma konstruktivisme. Sedangkan Iandasan teoritiknya menggunakan teori dialektika agensi-struktur dalam teori strukturasi Anthony Giddens. Dan, metode pengumpulan data yang digunakan adalah mengkombinasikan metode wawancara mendalam, studi dokumentasi dan observasi.
Penelitian ini berhasil mengajukan dun kesimpulan utama, yaitu kesimpulan praktik politik dan teoretik. Kesimpulan praktik secara umum menggambarkan bahwa perubahan politik (menuju demokrasi) selalu menghasilkan polarisasi kekuatan-kekuatan politik, baik di tingkat negara maupun di akar rumput (grass roots). Pada konteks yang lebih lanjut, perubahan ini tentu saja menyulut terjadinya ketegangan, konflik, dan tarik menarik kepentingan antara aktor-aktor politik yang bermain.
Pada lingkup yang lebih mikro di KPU, polarisasi politik tidak saja bersumber dari latar belakang ideologi, kultur dan sikap politik masa Ialu aktor-aktor tersebut. Oleh karena di era transisi politik ini terjadi ketidakpastian mengenai apa yang akan terbentuk dan terlembagakan, maka, polarisasi kekuatan politik jug bersumber dad usaha-usaha memperebutkan peluang sekaligus mengukuhkan pengaruhnya pads konstruksi politik yang akan terbentuk nantinya. Cara yang ditempuh antara lain terlibat dalam mempengaruhi pembuatan dan implementasi segala perangkat aturan. Karena, peraturan-peraturan yang akan muncul akan sangat menentukkan sumber sumber mana yang secara sah boleh dikerahkan ke arena individual dan politik, serta pelaku-pelaku mana yang diperkenankan masuk dan terlibat.
Apa yang terjadi di KPU adalah cerminan bagaimana masing-masing aktor itu menggunakan legitimasi dan kebenaran yang dimilikinya untuk memainkan peranan politik tersebut. Akibatnya, aturan yang di satu sisi memberikan dasar legitimasi bagi keberadaan dan kinerja KPU, tetapi pada sisi yang lain telah menyumbang berbagai kontroversi dan kontradiksi politik.
Pada saat negara menjadi bagian yang ikut bennain dalam pertarungan tersebut yang lebih paralel dengan arus utama (mainstream) politik publik justeru gagal meyakinkan sebagian besar politisi di KPU untuk mengambil sikap dan tindakan politik yang sejalan. Sebabnya, negara tidak sepenuhnya mampu mengontrol dinamika politik yang ada dengan sumber-sumber alokatif maupun kekuatan ototritatif dan kapasitas organisasionalnya di satu sisi, sementara itu,di pihak negara pun kekuatannya terfragmentasi, tidak utuh. Sementara pada saat yang sama, para aktor di KPU justru dengan bebasnya memainkan dan menginterpretasikan kepentingannya.
Sedangkan kesimpulan teoretik dalam penelitian ini dapat menggambarkan temuan-temuan teoretik yang pads dasarnya konfirmasi atau penguatan terhadap "kebenaran" teori tersebut. Namun demikian, modifikasi atas beroperasinya teori ini juga nampak.
Tidak adanya dominasi baik antara agen-agen politik yang bertarung, maupun struktur-struktur politik yang tersedia dan diproduksi di KPU selama penyelenggaraari Pemilu'99 membuktikan bahwa Giddens dalam hal ini besar: determinasi terhadap proses sosial (politik), bukan terletak pads salah satunya, tetapi keduanya saling mengandaikan. Sehingga kekuasaan atau power yang dapat terbentuk, diraih atau dikuasai juga terbukti pada sejauhmana para pelaku (actor) politik itu menguasai dan memproduksi struktur-struktur (baik legitimasi, dominatif, maupun signifikansi) yang ada.
Dengan memahami dinamika di KPU, apa yang disebut relasi agensi-struktur sangatlah bersifat relatif. Artinya, apa yang disebut agensi pada beberapa kasus dapat bertindak sebagai struktur; demikian juga sebaliknya. Bahkan pada saat ia bertindak pada salah satunya, dalam waktu yang bersamaan dapat secara otomatik bertindak atas yang lainnya. Agensi, termasuk negara juga seringkali bukanlah sebuah entitas yang tunggal, namun terfragmentasi sedemikian rupa, demikian juga sebaliknya.
Path pain-inilah peneliti kemudian mengajukan kritik terhadap teori Giddens. Sesungguhnya relasi agensi-struktur bukan saja bersifat komplementer sehingga dikatakan struktur dapat memediasi (mediating) tindakan agensi, tetapi masing-masing sesungguhnya saling melekatkan (embeddeding). Penyamaan aktor dalam praktik-praktik sosial tidaklah dapat diterima sepenuhnya, karena, seringkali diantara aktor- aktor itu menegasikan aktor lain (yang lebih rendah "strata"), terutama menyangkut keputusan atau kebijakan. Selain itu, teori ini belum juga memberikan penjelasan lebih detail mengenai praktik-praktik politik yang tidak tunggal atas isu yang sama, pads ruang (space) dan waktu (time) yang sama pula; padahal baik ruang maupun waktu menurutnya bukanlah arena atau panggung atau tindakan melainkan unsur konstitutif dan pengorganisasian."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, [2003;2003, 2003]
T209
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>