Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 20129 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Adam Ilyas
Depok: Rajawali Press, 2023
345.05 ADA h
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
M. TH. Amalia
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1983
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Malang: Setara Press, 2014
342.02 YUR
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Bismar, 1928-2012, compiler
Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional, Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia, 1999
347.05 Bad p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Harahap, M. Yahya
Bandung: Citra Aditya Bakti, 1993
341.522 HAR p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Nadapdap, Binoto
Jakarta: Kencana, 2020
343.072 NAD h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Topo Santoso
"Dalam sistem peradilan pidana, polisi dan jaksa merupakan dua institusi penegak hukum yang memiliki hubungan fungsional sangat erat. Kedua institusi ini seharusnya dapat bekerja lama dan berkoordinasi dengan baik untuk mencapai tujuan dan sistem ini, yaitu menanggulangi kejahatan atau mengendalikan terjadinya kejahatan agar berada dalam batas-batas toleransi yang dapat diterima masyarakat. Dalam dua periode berlakunya hukum acara pidana, yaitu sebelum dan sesudah berlakunya KUHAP, terdapat perbedaan penting dilihat dari aspek penyidikan tindak pidana (baik tindak pidana umum maupun penyidikan tindak pidana khusus) serta kewenangan dari lembaga polisi dan kejaksaan. Terdapat perbedaan pola hubungan antara polisi dan jaksa dalam dua periode tersebut dalam soal penyidikan tindak pidana. Pengkajian terhadap hubungan antarlembaga di atas, khususnya antara polisi dan jaksa, menjadi suatu yang sangat mendesak apabila diingat bahwa ternyata sejak masa penjajahan hingga hari ini antara kedua lembaga penegak hukum di atas masih sering timbul masalah, terutama yang berkorelasi dengan tugas penyidikan, tidak saja penyidikan terhadap tindak pidana khusus tetapi juga tindak pidana umum. Tesis ini meneliti tentang rumusan konseptual mengenai kedudukan, tugas, wewenang dan fungsi kepolisian dan kejaksaan dalam sistem peradilan pidana di Indonesia, perkembangan hubungan antara polisi dan jaksa pada periode sebelum dan sesudah berlakunya KUHAP dilihat dari aspek yuridis, sosiologis maupun politis, perbandingan kewenangan penyidikan polisi dan jaksa di Indonesia baik dalam tindak pidana umum maupun dalam tindak pidana khusus, pada periode sebelum dan sesudah berlakunya KUHAP. Pada masa sebelum KUHAP, keterlibatan serta pengetahuan jaksa dalam penyidikan sangat besar. Disamping itu, tidak diperlukan adanya penghubung seperti prapenuntutan. Hal ini berlangsung terus sampai munculnya keinginan polisi untuk tidak lagi menjadi pihak kedua dalam bidang penyidikan. Polisi ingin menjadi penanggung jawab dalam kepolisian yustisiil atau kepolisian represif, tidak lagi di bawah jaksa. Hal ini memunculkan suatu persaingan profesionalitas antara polisi dan jaksa, sebab pihak jaksa atas alasan sejarah, perbandingan dengan negara lain, serta efektifitas penyidikan dan penuntutan tetap menginginkan memegang peran dalam bidang penyidikan. Dengan KUHAP, semakin jelas adanya pemisahan fungsi antara polisi dan jaksa. Antara mereka dihubungkan dengan suatu bentuk koordinasi fungsional, yaitu pemberitahuan dimulainya penyidikan, pemberitahuan dihentikannya penyidikan, perpanjangan penahanan, serta penyerahan berkas perkara yang jika belum lengkap dilakukan prapenuntutan. Untuk dapat mengatasi berbagai permasalahan dibentuklah koordinasi secara institusional melalui lembaga makehjapol dan lain-lain. Dalam perjalanan, konfigurasi hubungan polisi dan jaksa ternyata menghadapi masalah-masalah yang berakibat tidak dicapainya peradilan pidana yang cepat, sederhana dan biaya ringan serta tidak dicapainya rasa keadilan. Masalah-masalah itu antara lain bolak-baliknya berkas dari polisi ke jaksa dan sebaliknya tanpa waktu yang jelas, tidak selesainya perkara karena berkas yang sudah diserahkan jaksa tidak pernah kembali lagi ke jaksa, penyerahan pemberitahuan dimulainya penyidikan bersamaan dengan berkas perkara sehingga jaksa tidak mengikuti sejak awal, dan sebagainya. Ketentuan yang menghubungkan polisi dan jaksa pada masa KUHAP merupakan suatu penemuan penting yang sebenamya dapat menjembatani dua hal. Pertama, koordinasi fungsional antara polisi dan jaksa yang harus bekerja secara terpadu dalam suatu sistem peradilan pidana; kedua, kesadaran bahwa sebenarnya terdapat masalah antara polisi dan jaksa terutama menyangkut siapa yang berhak menyidik atau siapa yang bertanggung jawab dalam penyidikan atau sejauh mana peranan jaksa dalam bidang penyidikan. Dengan demikian, koordinasi fungsional seperti pemberitahuan dimulainya penyidikan, penghentian penyidikan, perpanjangan penahanan serta lembaga pra-penuntutan merupakan suatu formula kompromi untuk mencapai efektifitas proses peradilan pidana, tetapi dalam konfigurasi penegak hukum yang sudah berbeda dibanding pada masa HER di mana jaksa merupakan magistraat sedangkan polisi help magistraat. Sayangnya, terdapat kerancuan pemahaman serta penafsiran terhadap ketentuan tersebut. Yang muncul dalam praktik kemudian adalah bahwa polisi berada dalam satu kotak sementara jaksa di dalam kotak yang lain (Topo Santoso, Studi Tentang Hubungan Polisi dan Jaksa dalam Penyidikan Tindak Pidana Pada Periode Sebelum dan Sesudah Berlakunya Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana)."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Malaysia: International Law Book Series, 1990
342.598 LEM p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Arianto Soenarto
"Penulisan skripsi ini berusaha mengungkapkan permasalahan permasalahan dalam proses pembuatan dan pelaksanaan eksekusi atas kekuatan eksekutorial ada grosse akta hipotik dan grosse akta pengakuan hutang. adapun yang dimaksud dengan kekuatan eksekutorial pada grosse akta, adalah pelaksanaan eksekusi grosse akta yang dipersamakan kekuatannya seperti suatu keputusan hakim yang telah memiliki kekuatan yang pasti atau tetap in kracht an gewijsde, oleh karena itu grosse akta memiliki ira-ira Demi keadiian berdasarkan keTuhanan Yang Maha Esa, sebagai tanda sifat eksekutorial yang, dimilikinya. Jadi pada grosse akta itu sendiri tidak dipersamakan seperti suatu akta keputusan hakim yang pasti atau tetap in kracht van gewijsde lanya pada cara pelaksanaannya saja eksekusi yang dipersamakan, dengan per; ataan lain bukan pada materi dari grosse akta itu yang memiliki kekuatan yang pasti atau tetap, tetapi pada cara pelaksanaannya eksekusi, maksud dari Mahkamah Agung. demikian- Tentu saja pembahasan harus juga dimulai dari pengertian grosse akta itu sendiri, bentuk dan isi dari grosse akta, pengertian-pengertian pokok dari jrosse akta, kedudukan dan fungsi dari grosse akta disamping tentunya masalah-masalah yang timbul dalam proses pelaksanaan eksekusi, kesemuanya itu berusaha mengungkapkan sebagian permasalahan dalam proses pelaksanaan eksekusi grosse akta. Perkembangan yang ada begitu cepat, dimana lembaga grosse akta begitu diutuhkan dan diharapkan oleh masyarakat khususnya kalangan perbankan dan kalangan lembaga non Bank dalam upaya mengamankan assetnya. Namun ternyata harus diakui bahwa peraturan-peraturan yang ada yang mengaturnya tidak cukup materiel untuk memberikan legalitas yang seragam bagi para pihak yang terlibat didalamnya seperti jurisprudensi, surat-surat edaran dari Mahkamah Agung dan fatwa-fatwa dari Mahkamah Agung. Untuk itu perlu segera diciptakan peraturan legalisasi mengenai grosse ikta demi menjaga pemahaman yang saling bertentangan dan proses pelaksanaan eksekusi yang berlarut-larut akibat adanya penundaan dan non eksekutabel. tentu saja terciptanya peradilan yang cepat, murah dan sederhana menjadi hadapan kita semua."
1990
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>