Aflatoksin merupakan metabolit sekunder yang diproduksi oleh jamur Aspergillus. Ketersediaan standar aflatoksin untuk penelitian di Indonesia terbatas karena harga yang mahal dan harus impor. Hal ini dapat diatasi dengan memanfaatkan makanan yang sudah terkontaminasi aflatoksin sebagai substrat untuk memproduksi aflatoksin. Salah satu produk makanan yang mudah terkontaminasi aflatoksin adalah oncom. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh kondisi fermentasi oncom terbaik. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk memperoleh pelarut terbaik antara metanol dan asetonitril untuk mengekstraksi aflatoksin dari oncom, memperoleh kondisi analisis optimum aflatoksin, dan menetapkan konsentrasi aflatoksin dari oncom. Oncom hitam dan merah ditutup dengan karung goni basah lalu difermentasi selama 3, 6, dan 9 hari kemudian diekstraksi dengan asetonitril dan metanol. Analisis dilakukan menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi Shimadzu LC-10ATvp dengan detektor fluoresensi, panjang gelombang eksitasi 365 nm dan emisi 455 nm, kolom YMC C18, fase gerak air-metanol (60:40), laju alir 0,8mL/menit, dan suhu kolom 40°C. Kondisi analisis yang telah dioptimasi kemudian divalidasi mencakup selektivitas, linieritas, batas deteksi, batas kuantitasi, akurasi, dan presisi. Hasil validasi aflatoksin B2 pada rentang memberikan regresi linier y=5111,5x-589,6 dengan nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,9997. Nilai LOD dan LOQ yang diperoleh, yaitu 0,6818 pg dan 2,2727 pg. Didapatkan nilai akurasi dengan rentang %UPK 68,1363-71,7401% dan presisi dengan %KV 0,1784-1,2939%. Hasil yang diperoleh, yaitu oncom hitam fermentasi 9 hari yang diekstraksi dengan metanol memberikan konsentrasi aflatoksin B2 paling besar. Sampel tersebut diekstraksi lagi dalam skala besar. Pada ekstraksi skala besar yang dilakukan dalam kondisi yang sama, diperoleh konsentrasi aflatoksin B2 3,6555; 3,5566; dan 3,5926 ppb.
Aflatoxin is a secondary metabolite produced by Aspergillus fungi. The availability of standard aflatoxin for research in Indonesia is limited due to the expensive price and should be imported. This can be solved by utilizing food that has been contaminated with aflatoxin as a substrate to produce more aflatoxin. One of the naturally contaminated food is oncom. This study aims to obtain a better oncom fermentation condition and a better solvent between methanol and acetonitrile to extract aflatoxin from oncom, to acquire optimum analysis conditions, and to determine aflatoxin concentration from oncom. The black and red oncom was covered with wet burlap sacks and left fermented for 3, 6, and 9 days then extracted using acetonitrile and methanol. Analyses were performed using high performance liquid chromatography Shimadzu LC-10ATvp with fluorescence detector, excitation and emission wavelength 365 nm and 455 nm, YMC C18 column, water-methanol (60:40) mobile phase, flow rate 0.8mL/min, and column temperature 40°C. Analysis conditions that have been optimized are then validated include selectivity, linearity, limit of detection, limit of quantitation, accuracy, and precision. The result of validation of aflatoxin B2 provides a linear regression y=5111.5x-589.6 with coefficient of correlation value (r) 0.9997. The values of LOD and LOQ are 0.6818 pg and 2.2727 pg. The percentage of recovery is in the range of 68,1363 -71,7401% and %CV 0,1784-1,2939%. Black oncom which was fermented for 9 days and extracted with methanol produced the most aflatoxin B2. Then that sample was extracted again on a large scale. On large-scale extraction which carried out under the same conditions, the concentration of aflatoxin B2 obtained was 3,6555; 3,5566; and 3,5926 ppb.
"Cabai rawit merah (Capsicum frutescens L.) merupakan salah satu produk hortikultura Indonesia yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Namun, cabai rawit merah memiliki umur simpan yang singkat dengan penurunan kualitas yang sangat cepat. Penelitian ini dilakukan untuk memperpanjang umur simpan dan menjaga kualitas cabai rawit merah menggunakan metode pengembusan gas ozon dengan dosis tertentu, dilanjutkan dengan penyimpanan pada beberapa jenis kemasan. Gas ozon dengan dosis 1, 3, dan 5 ppm digunakan sebagai agen disinfektan untuk mencegah pertumbuhan bakteri pada cabai rawit merah. Kemasan bermaterial PP, LDPE, dan PET digunakan sebagai wadah pengawetan. Sampel disimpan selama 14 hari untuk dilihat perkembangan kualitasnya. Kualitas cabai yang dianalisis adalah total bakteri mesofil aerobik (TBMA), kandungan capsaicin, penurunan massa, dan organoleptik pada penyimpanan jam ke 1, 72, 168, dan 336. Penggunaan gas ozon dengan konsentrasi 3 ppm yang dilanjutkan dengan penyimpanan pada kemasan PET memberikan hasil yang terbaik dalam memperpanjang umur simpan serta mempertahankan kualitas cabai rawit merah. Masa simpan cabai rawit merah dapat diperpanjang hingga 7 hari dibandingkan cabai rawit merah tanpa ozonasi. Pada aspek pengujian TBMA, didapatkan hasil kandungan bakteri yang lebih kecil hingga 89% dibandingkan sampel tanpa ozonasi. Penurunan massa juga dapat ditekan hingga 35,5%. Kualitas cabai rawit merah untuk aspek kandungan capsaicin tidak dipengaruhi baik konsentrasi ozon maupun kemasan penyimpanan.