Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 65763 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Lubis, Andri Maruli Tua
"Saat ini penanganan osteomielitis kronis masih merupakan masalah dalam bidang orthopaedi. Debridemen dan pemberian antibiotika merupakan penatalaksanaan yang dianut. Seringkali antibiotika yang diberikan secara oral maupun parenteral tidak dapat mencapai lokasi infeksi dengan baik. Para ahli mengembangkan pemberian antibiotika lokal dalam bentuk antibiotic beads. Antibiotic beads yang terdapat dipasaran saat ini sangat mahal, sehingga kami mencoba membuat antibiotic beads sendiri dengan menggunakan bahan aktif ceftriakson. Ceftriaxone impregnated beads dibuat dengan mencampur 2 gram bubuk ceftriakson dan 40 gram polimetilmetakrilat secara steril. Ukuran beads 3x5 mm. Digunakan 30 ekor kelinci jantan yang masing-masing dilakukan induksi osteomielitis pada tulang radius kirinya dengan menggunakan kuman Staphylococcus aureus. Pada minggu ke-4 dilakukan pemeriksaan klinis, radiologis, biakan kuman dan histopatologis untuk membuktikan adanya osteomielitis. Selanjutnya dibagi menjadi tiga kelompok dengan jumlah setiap kelompoknya sepuluh kelinci. Kelompok pertama hanya dilakukan debridemen. Kelompok kedua debridemen diikuti pemberian ceftriakson intravena. Kelompok ke-3 debridemen diikuti pemberian ceftriakson intravena dan ceftriaxone impregnated beads. Setelah empat minggu kembali dievaluasi secara klinis, radiologis, biakan kuman dan histopatologis. Pada kelompok pertama, kejadian osteomielitis pada akhir empat minggu terapi adalah 60% (angka keberhasilan 40%). Pada kelompok kedua, angka kejadian osteomielitis setelah pengobatan adalah 20% (angka keberhasilan 80%). Sedangkan kejadian osteomielitis setelah empat minggu pengobatan pada kelompok ketiga adalah 0% (angka keberhasilan 100%). Kesimpulan: kombinasi antibiotik sistemik dengan ceftriaxone impregnated beads lebih efektif dari antibiotik sistemik. (Med J Indones 2005; 14: 157-62).

Up to now, orthopaedic management of chronic osteomyelitis is still problematic. Debridement and antibiotic administration is still a widely practiced management. However, oral or parenteral antibiotics often cannot reach the infection site well. Some experts have developed a system to administer local antibiotic in the form of antibiotic beads. Antibiotic beads on the market are still very expensive. Therefore, we made efforts to make our own antibiotic beads by using Ceftriaxone as the antibiotic. Ceftriaxone impregnated beads were made by mixing 2 grams of Ceftriaxone powder with 40 grams of polymethyl methacrylate (PMMA) bone cement sterilely. The size of the beads was 3 x 5 mm. Thirty male rabbits that were induced to get osteomyelitis by inoculating Staphylococcus aureus to their left radius bones were used. In the fourth week, clinical, radiological, histological examination and bacterial culture were performed to prove the presence of osteomyelitis. Then, the samples were divided into 3 groups of ten. The first group only underwent debridement. The second group underwent debridement followed by intravenous Ceftriaxone administration. The third group underwent debridement followed by intravenous Ceftriaxone and Ceftriaxone-impregnated beads administration. After four weeks, clinical, radiological, histological examination and bacterial culture were repeated. In the first group, the incidence rate of osteomyelitis at the end of the fourth week of therapy was 60% (success rate 40%). In the second group, after four weeks of therapy the incidence rate of osteomyelitis after treatment was 20% (success rate 80%), whereas that of the third group was 0% (success rate 100%). In conclusion, the efficacy of combination of systemic antibiotic therapy and ceftriaxone impregnated beads in the therapy of chronic osteomyelitis is better than systemic antibiotic therapy. (Med J Indones 2005; 14: 157-62)."
Medical Journal of Indonesia, 2005
MJIN-14-3-JulSep2005-157
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Lewis, Courtland G.
New York: McGraw-Hill , 2003
616.7 LEW o
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Rina Wijayanti
"Analisi data sekunder Riskesdas 2010 mengidentifikasi kejadian komplikasi pasca persalinan di Indonesia. Sampel 9665 wanita yang berumur 10 – 59 tahun pernah kawin, hamil dan melahirkan anak terakhir dalam kurun waktu 5 tahun terkahir sebelum survai dan memiliki data lengkap sesuai dengan variabel yang akan diteliti. Variabel dependen komplikasi pasca persalinan. Hasil penelitian faktor yang berhubungan dengan komplikasi pasca persalinan, riwayat komplikasi kehamilan (OR = 2,18; 95% CI : 1,18-2,63; P value : 0,0001); riwayat komplikasi persalinan (OR = 3,01; 95% CI : 2,66–3,40; P value : 0,000) dan penolong persalinan (OR = 1,32; 95% CI : 1,14–1,52; P value : 0,0001). Riwayat komplikasi persalinan merupakan faktor yang paling berhubungan, dengan nilai p 0,0001 dan OR 3,01. Memberikan perhatian khusus pada ibu hamil yang memiliki riwayat komplikasi baik kehamilan maupun persalinan, sehingga dapat dilakukan penanganan secara dini terhadap komplikasi pasca persalinan.

In depth analysis of the Riskesdas data 2010 identifity determinants of postpartum complication in Indonnesia. The sampel was taken 9.665 women aged 10-59 years old have been married, pregnant and gave birth to the last child in the last 5 years prior to the survey and had complete data in accordance with the variables to be studied. Dependent variable postpartum complications. The results of factors associated with postpartum complications, history of pregnancy complications (OR = 2.18, 95% CI: 1.18 to 2.63, P value: 0.000), a history of birth complications (OR = 3.01, 95% CI: 2.66 to 3.40, P value: 0.000) and birth attendants (OR = 1.32, 95% CI: 1.14 to 1.52, P value: 0.000). It was found that history of childbirth complications was the main factor in postpartum complication with p 0.0001 and OR 3.01. Giving special attention to pregnant women who have a history of either pregnancy or childbirth complications, so it can be done early treatment of complications after delivery.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T35703
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rana Maimunah
"Angka MMR Indonesia masih dikategorikan tinggi di antara negara-negara di Asia Tenggara lainnya. Disparitas antarwilayah urban dan rural menjadi tantangan Indonesia untuk pemenuhan pelayanan kesehatan ibu yang adekuat dalam mengurangi AKI. Upaya safe motherhood meninjau pemahaman penyebab kematian ibu yang diusung empat pilar penting. Laporan data SDKI 2017 menyatakan bahwa hampir 70 persen kelahiran hidup mengalami satu atau lebih komplikasi saat persalinan sebagai penyebab langsung, serta jumlah wanita multipara yang mengalami komplikasi sebesar 2 kali lipat dari wanita bukan multipara yang mengalami komplikasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian komplikasi selama persalinan pada wanita multipara yang tinggal di daerah urban dan rural Indonesia berdasarkan data SDKI 2017. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan populasi adalah seluruh wanita usia 15-49 tahun Indonesia yang memiliki riwayat kelahiran hidup lebih dari dua kali (multipara) dan masuk dalam kategori tinggal di daerah urban dan rural Indonesia. Seluruh subjek yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi menjadi sampel penelitian, sebanyak 4.822 wanita untuk urban dan 5.011 wanita untuk daerah rural. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan determinan kejadian komplikasi persalinan pada wanita multipara urban dan rural. Bagi wanita urban, pendidikan rendah, mengalami komplikasi kehamilan, usia saat persalinan <20 tahun, jarak kelahiran <2 tahun, memiliki masalah jarak ke fasilitas kesehatan, persiapan persalinan yang baik, dan tidak ada penggunaan kontrasepsi dinyatakan memiliki risiko yang signifikan secara statistik dengan komplikasi persalinan pada wanita multipara. Sedangkan, bagi wanita rural, tidak ada otonomi wanita terkait pelayanan kesehatan ibu, mengalami komplikasi kehamilan, usia saat persalinan <20 tahun/20-35 tahun, jarak kelahiran <2 tahun, memiliki masalah jarak ke fasilitas kesehatan, ANC yang didapat tidak memenuhi 5T, persiapan persalinan yang baik, dan lokasi persalinan bukan di fasilitas kesehatan dinyatakan memiliki risiko yang signifikan secara statistik dengan komplikasi persalinan pada wanita multipara. Tindakan deteksi dini selama kehamilan dengan risiko tinggi diperlukan disertai dengan perbaikan akses dan peningkatan kualitas pelayanan kesehatan ibu yang lebih baik, khususnya di daerah rural.

Indonesia's MMR is still categorized as high compared to other Southeast Asian countries. Disparities between urban and rural areas pose a challenge for Indonesia in providing adequate maternal health services to reduce the MMR. Safe motherhood efforts review the understanding of the causes of maternal deaths supported by four important pillars. The SDKI 2017 data report states that nearly 70 percent of live births experience one or more complications during childbirth as a direct cause, with the number of multiparous women experiencing complications being twice that of non-multiparous women. This study aims to identify factors associated with the occurrence of complications during childbirth among multiparous women living in urban and rural areas of Indonesia based on SDKI 2017 data. This research uses a cross-sectional design with the population being all women aged 15-49 years in Indonesia who have a history of giving birth more than twice (multiparous) and fall into the category of living in urban and rural areas of Indonesia. All subjects who meet the inclusion and exclusion criteria become the research sample, comprising 4,822 women for urban areas and 5,011 women for rural areas. The results show that there are differences in factors influencing childbirth complications among urban and rural multiparous women. For urban women, low education, experiencing pregnancy complications, age at delivery <20 years, birth spacing <2 years, having problems accessing healthcare facilities, adequate delivery preparation, and non-use of contraception were statistically significant risk factors for delivery complications among multiparous women. Meanwhile, for rural women, lack of women's autonomy regarding maternal healthcare, experiencing pregnancy complications, age at delivery <20 years/20 – 35 years, birth spacing <2 years, having problems accessing healthcare facilities, inadequate ANC meeting the 5Ts, adequate delivery preparation, and non-delivery location at a healthcare facility were statistically significant risk factors for delivery complications among multiparous women. Early detection measures during high-risk pregnancies are needed, along with improving access and enhancing the quality of maternal health services, especially in rural areas."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anggun Trithias Arimbi
"Kebutaan dan gangguan penglihatan merupakan masalah kesehatan masyrakat, dimana penyakit katarak merupakan penyebab utama kebutaan di Indonesia dengan presentase 0,78%.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit katarak di Poliklnik Mata RSUD Budhi Asih dengan menggunakan desain studi Case Control. Sampel dalam Penelitian ini sebanyak 150 responden yang terdiri dari 75 kasus dan 75 kontrol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor risiko yang bergubungan dengan kejadian katarak adalah Umur, Tingkat Pendidikan, Penghasilan, Pekerjaan,dan riwayat penyakit Diabetes Mellitus. Untuk itu perlu dilakukannya program penanggulangan untuk penyakit katarak dan upaya preventif untuk mencegah terjadinya penyakit katarak pada usia dini.
Blindness and visual impairment is the community health problem, where the disease is the leading cause of cataract blindness in Indonesia with a percentage of 0.78%.
This study aims to determine factors - factors associated with cataracts in the eyes Poliklnik Budhi Asih Hospital using Case Control study design. The sample in this study
of 150 respondents consisting of 75 cases and 75 controls. The results showed that the risk factors associated with the incidence of cataracts is the Age, Level of Education,
Income, Employment, and a history of Diabetes Mellitus. For that we need to do prevention program for cataract disease and preventive measures to prevent the occurrence of cataract disease at an early age.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nafa Shahira Anglila Syaharani
"Komplikasi kehamilan adalah salah satu penyebab kematian ibu yang dapat berdampak tidak hanya pada kesehatan ibu tetapi juga pada bayi baru lahir. Usia yang terlalu muda (<20 tahun) dan terlalu tua (>35 tahun) merupakan usia ibu hamil yang berisiko tinggi terhadap komplikasi kehamilan. Banten dan Jawa Barat berkontribusi terhadap tingginya angka wanita yang hamil pada usia risiko tinggi sekaligus juga menduduki peringkat lima tertinggi provinsi dengan persentase komplikasi kehamilan se-Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan komplikasi kehamilan berdasarkan usia ibu hamil risiko tinggi di Provinsi Banten dan Jawa Barat. Desain penelitian ini adalah cross-sectional menggunakan data sekunder dari hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2017. Sampel penelitian ini adalah 777 wanita yang melahirkan anak terakhir lahir hidup dalam kurun waktu lima tahun terakhir yang berusia muda dan tua saat hamil dan bertempat tinggal di Provinsi Banten dan Jawa Barat. Data dianalisis menggunakan uji chi-square dan uji regresi logistik ganda model prediksi yang distratifikasi berdasarkan usia ibu hamil risiko tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komplikasi kehamilan lebih banyak terjadi pada ibu hamil usia tua di kedua provinsi. Di Provinsi Banten, variabel yang berhubungan dengan komplikasi kehamilan pada ibu hamil usia muda adalah status kehamilan, umur kandungan saat pemeriksaan kehamilan pertama, jumlah pemeriksaan kehamilan, masalah akses perawatan kesehatan ibu, pengambilan keputusan perawatan kesehatan ibu, tingkat pendidikan ibu, dan indeks kekayaan dengan umur kandungan saat pemeriksaan kehamilan pertama dan masalah akses perawatan kesehatan ibu sebagai variabel yang paling berhubungan. Pada ibu hamil usia tua, variabel yang berhubungan secara signifikan adalah status kehamilan dan jumlah pemeriksaan kehamilan dengan jumlah pemeriksaan kehamilan sebagai variabel yang paling berhubungan. Di Provinsi Jawa Barat, variabel yang berhubungan secara signifikan pada ibu hamil usia muda adalah tingkat pendidikan ibu dengan status pekerjaan ibu sebagai variabel yang paling berhubungan. Untuk mencegah komplikasi kehamilan pada ibu hamil usia risiko tinggi, institusi kesehatan terkait perlu meningkatkan promosi edukasi terkait komplikasi kehamilan dan “4 Terlalu dan 3 Terlambat”; akses layanan kesehatan reproduksi; cakupan pelayanan kesehatan ibu hamil; serta deteksi komplikasi kehamilan berdasarkan faktor risiko yang berpengaruh signifikan.

Pregnancy complications are one of the causes of maternal death which can affect not only on mother’s health but also on the newborn. Ages that are too young (<20 years) and too old (>35 years) are the ages of pregnant women who are at high risk of pregnancy complications. Banten and West Java Province contribute to the high number of women who pregnant at a high-risk maternal age and are also ranked as the fifth highest province with the percentage of pregnancy complications in Indonesia. This study aims to determine the factors associated with pregnancy complications according to high-risk maternal age in the Provinces of Banten and West Java. The research design was cross-sectional using secondary data from 2017 Indonesia Demographic Health Survey (IDHS). The sample of this study was 777 women who gave birth to their last live birth within the last five years who were at young and advanced ages during pregnancy and lived in Banten and West Java Province. Data was analyzed using the chi-square test and multiple logistic regression stratified by high-risk maternal age. The results showed that pregnancy complications were more common in older pregnant women in both provinces. In Banten Province, the variables associated with pregnancy complications in young age pregnant women are pregnancy status, months pregnant at first received antenatal care, number of received antenatal care, problems accessing maternal health care, maternal health care decision-making, maternal education level, and wealth index with months pregnant at first received antenatal care and problems accessing maternal health care as the most related variables. In advanced age pregnant women, the variables that were significantly related were pregnancy status and number of received antenatal care with number of received antenatal care being the most related variable. In West Java Province, the variable that is significantly related to in young age pregnant women is maternal education level with maternal employment status as the most related variable. To prevent pregnancy complications in pregnant women of high risk age, health institutions need to increase promotion of education related to pregnancy complications and “4 Terlalu dan 3 Terlambat”; access to reproductive health services; coverage of health services for pregnant women; and detection of pregnancy complications based on risk factors that have a significant effect."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Janiar Ningrum
"Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh status kehamilan (direncanakan atau tidak) terhadap komplikasi kehamilan dan pendarahan setelah dikontrol terhadap pengaruh faktor-faktor sosial dan ekonomi. Data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari SDKI 2017. Unit analisis dalam penelitian adalah wanita usia subur (WUS) berumur 15-49 tahun yang berstatus kawin/hidup bersama dan memiliki kelahiran hidup dalam kurun lima tahun terakhir. Jumlah observasi penelitian sebanyak 14.508 WUS. Metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriprif dan inferensial dengan regresi logistik biner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel bebas utama, kehamilan tidak direncanakan secara signifikan berpengaruh positif terhadap komplikasi kehamilan dan pendarahan. Ibu dengan kehamilan tidak direncanakan lebih cenderung untuk mengalami komplikasi kehamilan dan pendarahan dibandingkan kehamilan direncanakan. Variabel bebas lain yang signifikan secara statistik memengaruhi komplikasi kehamilan adalah wilayah tempat tinggal, umur, paritas, jarak kelahiran, pendidikan, indeks kekayaan, riwayat komplikasi persalinan dan pemeriksaan antenatal. Selanjutnya, pada model kedua pendarahan, variabel bebas lain yang signifikan secara statistik memengaruhi pendarahan adalah jarak kelahiran, pendidikan, jenis pekerjaan, dan indeks kekayaan.

This study aims to examine the effect of pregnancy status (planned or unplanned) on pregnancy complications and vaginal bleeding after taking account for the influence of social and economic factors. The data used in this study came from the 2017 Indonesian Demographic and Health Surveys (IDHS). The unit of analysis in this study was women of childbearing age (WUS) aged 15-49 years who were married/living together and had live births within the last five years. The number of research observations was 14,508 WUS. Inferential analysis with binary logistic regression is used as the analytical method. The results showed that the main independent variable, unplanned pregnancy had a significant positive effect on pregnancy complications and vaginal bleeding. Mothers with unplanned pregnancies were more likely to experience pregnancy complications and vaginal bleeding than planned pregnancies. Other independent variables that have statistically significant influence to the first model are area of ​​residence, age, parity, birth spacing, education, wealth index, past pregnancy complications and antenatal care. Furthermore, in the second model, other independent variables which statistically significantly influenced vaginal bleeding were birth spacing, education, type of work and wealth index."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisinis Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rany Ayu Puspitasari
"Latar Belakang: Plasenta akreta merupakan suatu kondisi dimana seluruh atau sebagian dari plasenta menginvasi atau melekat pada dinding uterus. Seiring dengan meningkatnya jumlah tindakan seksio sesaria, kejadian plasenta akreta juga meningkat. Suatu studi yang dilakukan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) pada tahun 2017, didapatkan bahwa kejadian plasenta akreta sebesar 1 per 9000 kelahiran. Persalinan seksio sesarea pada plasenta akreta memiliki berbagai komplikasi mulai dari perdarahan, cedera organ, perawatan ICU yang lebih lama, relaparatomi hingga kematian. Penting untuk mengetahui berbagai faktor risiko yang dapat mempengaruhi terjadinya komplikasi ini.
Tujuan: Untuk mengetahui berbagai faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya komplikasi pada persalinan seksio sesarea pada berbagai rumah sakit di Jakarta.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, menggunakan desain case control yang dilaksanakan pada Mei-Agustus 2019. Data diambil dari rekam medis dari pasien yang melakukan persalinan seksio sesarea dengan indikasi plasenta akreta pada tahun 2014-2018 dari 3 rumah sakit umum pusat di Jakarta yaitu RSCM, RSP dan RSF.  Dilakukan pengambilan data berbagai komplikasi pada persalinan seksio sesarea dan faktor-faktor risiko yang mempengaruhinya.
Hasil: Didapatkan 133 subyek yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Dari analisis bivariat didapatkan kadar Hb preoperatif kurang dari 10 g/dL serta jenis operasi seksio sesarea yang dilanjutkan dengan reseksi uterus dibandingkan dengan SC yang dilanjutkan dengan histerektomi total secara statistik mempengaruhi terjadinya komplikasi perdarahan (p=0,042; 95%CI=1,02-9,59, OR 3,01) dan (OR 0,20, p=0,005; CI 95%=0,07-0,55). Usia kehamilan saat persalinan kurang dari 36 minggu dan kedalaman plasenta sesuai dengan akreta saat intraoperatif dibandingkan dengan perkreta (p=0,03; 95%CI=0,14-0,94, OR 0,37) dan (p=0,001; 95%CI=1,49-191,5, OR 8,74) secara statistik mempengaruhi terjadinya komplikasi cedera organ. Hasil ini berbeda dengan penelitian sebelumnya bahwa plasenta perkreta lebih berisiko terjadinya cedera organ dibandingkan akreta. Perbedaan ini dapat dipengaruhi oleh faktor lainnya seperti letak plasenta dan luas invasi plasenta.
Kesimpulan: Terdapat hubungan antara kadar Hb preoperatif, jenis operasi, usia kehamilan saat persalinan serta kedalaman plasenta terhadap terjadinya komplikasi pada persalinan seksio sesarea dengan plasenta akreta.

Background: Placenta accreta is a condition in which all or part of the placenta invades or attaches to the uterine wall. As the number of cesarean section increases, the incidence of placenta accreta also increases. A study conducted at Cipto Mangunkusumo Hospital (RSCM) in 2017 found that the incidence of placenta accreta was 1 per 9000 births. Delivery of cesarean section on placenta accreta has various complications such as bleeding, organ injury, prolonged ICU admission, relaparatomy, and death. It is important to know risk factors that can influence the occurrence of this complication.
Objective: To determine the risk factors that influence the occurrence of complications in cesarean delivery at several hospitals in Jakarta.
Method: This study is a descriptive study, using a case control design in May-August 2019. Data was taken from medical records of patients who delivered cesarean section with an indication of placenta accreta in 2014-2018 from 3 tertiary public hospitals in Jakarta, which are  RSCM, RSP and RSF. Data were collected on complications in cesarean section delivery and risk factors that influenced.
Results: There were 133 subjects who met the inclusion and exclusion criteria. From the bivariate analysis, preoperative Hb levels of less than 10 g/dL and type of cesarean section surgery followed by uterine resection compared with SC followed by total hysterectomy statistically influenced the occurrence of bleeding complications (p = 0.042; 95% CI = 1.02-9.59, OR 3.01) and (OR 0.20, p = 0.005; 95% CI = 0.07-0.55). The gestational age at delivery was less than 36 weeks and the depth of the placenta was in accordance with the intraoperative accreta compared to the percreta (p = 0.03; 95% CI = 0.14-0.94, OR 0.37) and (p = 0.001; 95 % CI = 1.49-191.5, OR 8.74) statistically affects the occurrence of organ injury. These results different from previous studies that the placenta percreta is more at risk of organ injury than accreta. This difference can be influenced by other factors such as the location of the placenta and the size of invasion.
Conclusion: There is a relationship between preoperative hemoglobin levels, type of surgery, gestational age at delivery and placental depth to the complications of cesarean delivery with  placenta accreta.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Helda
"Preeklampsia/eklampsia merupakan salah satu komplikasi persalinan yang berdampak pada ibu dan bayi. Sekalipun diobati prognosis preeklampsia umumnya kurang baik. Mereka yang selamat atau bertahan hidup kemungkinan mengalami gangguan kronis dan menetap, seperti kelumpuhan, kebutaan, tekanan darah tinggi atau kerusakan ginjal. Bayi yang dilahirkan akan mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan. 40% bayi yang dilahirkan dari ibu yang mengalami preeklampsia/eklampsia berakibat kelahiran prematur dan iatrogenic.
Penelitian ini mengkaji faktor yang berhubungan dengan kejadian PETE pada ibu hamil. Faktor yang diteliti riwayat abortus, usia gestasi, umur, paritas, pendidikan, pekerjaan, layanan antenatal, dan jenis kelamin bayi. Penelitian ini berlangsung ini di RSU Tangerang dengan waktu pengamatan dari Januari 1999-Desember 2000.
Penelitian ini menggunakan rancangan cross sectional, dengan menggunakan data sekunder dari rekam medis ibu hamil di RSU Tangerang dari Januari 1999 Desember 2000. Analisis dilakukan dengan sampel sebanyak 206.
Kajian data menunjukkan faktor yang berhubungan dengan preeklampsia/eklampsia adalah riwayat abortus dan pendidikan. Faktor umur, pendidikan, pekerjaan, paritas, usia gestasi, layanan antenatal, dan jenis kelamin bayi tidak berhubungan dengan PETE.
Disarankan pada RSU Tangerang untuk meningkatan layanan antenatal, melaksanakan penyuluhan tentang PETE dan melengkapi data rekam medis. Pada Dinas Kesehatan Tangerang disarankan memasukkan faktor riwayat abortus dan pendidikan pada program screening.

Factors Related to Preeclampsia/eclampsia in Pregnant Mothers in General Hospital of Tangerang from January 1999-December 2000Preeclampsia/eclampsia is one of the complications of birth delivery that affects mothers and infants. Even though it is treated, preeclampsia is not healthy. Those that survived or remain alive probably will experience recurring and permanent disturbances, such as cripple, blindness, high blood pressure or kidney damage. The born baby will experience growth disorder. Forty percent of the baby born from mother that experience preeclampsia/eclampsia will experience premature and iatrogenie birth.
This research is intended to study factors related to PETE occurrence in pregnant mothers. The factors studied are abortion record, gestation period, age, parity, education, occupation, antenatal service, and sex of the baby. This research took place in General Hospital of Tangerang with observation period from January 1999-December 2000.
This research uses cross-sectional design by using secondary from medical record of pregnant mothers in Public Hospital of Tangerang from January 1999 - December 2000. The analysis is done towards 206 samples. The data processing indicates that the factor related to preeclampsia/eclampsia is history of abortion and education. Age, education, occupation, parity, gestation period, antenatal service, and sex of the baby do not have relationship with PE/E.
It is suggested that General Hospital of Tangerang to improve its antenatal service, perform counseling of PETE and provide medical record. It is suggested that Tangerang Health Office to include history of abortus and education in screening.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T2749
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>