Ditemukan 151358 dokumen yang sesuai dengan query
Ancella Godeliva Albertine Kalaij
"Perkawinan menurut ketentuan hukum di Indonesia seharusnya dicatatkan sebagaimana Pasal 2 Undang-Undang Nomor 1 tentang Perkawinan. Pengaturan tersebut berlaku untuk Warga Negara Indonesia (WNI), termasuk di dalamnya Warga Negara Asing (WNA) yang telah memperoleh kewarganegaraan Indonesia melalui naturalisasi. Namun ditemukan kasus putusnya perkawinan karena perceraian dari pasangan WNA yang telah menjadi WNI, tidak dapat memperoleh kepastian hukum. Hal tersebut terjadi karena perkawinan yang dilakukan oleh pasangan tersebut sebelum menjadi WNI dan dilakukan di luar Indonesia, belum dicatatkan menurut ketentuan hukum Indonesia sehingga tidak diakuinya perkawinan berikut perjanjian perkawinannya dan berdampak pada harta perkawinan mereka. Kasus tersebut ditemukan pada Putusan Pengadilan Tinggi Denpasar Nomor 93/PDT/2020/PT DPS yang disesuaikan dan disimulasikan dalam penelitian ini. Untuk itu tujuan dilakukannya penelitian ini adalah menganalisis perkawinan pasangan WNA yang menikah di luar Indonesia dan selanjutnya menjadi WNI melalui naturalisasi semestinya dapat memperoleh pengakuan dan pelindungan hukum. Selain itu juga menganalisis pembagian harta perkawinan dalam perceraian pasangan WNA yang menikah di luar Indonesia dan selanjutnya menjadi WNI melalui naturalisasi. Bentuk penelitian hukum ini adalah doktrinal yang dilakukan melalui studi kepustakaan untuk mengumpulkan data sekunder yang selanjutnya dianalisis secara kualitatif. Dari hasil analisis dari rumusan masalah pertama dijelaskan bahwa semestinya perkawinan pasangan WNA yang menikah di luar Indonesia dan selanjutnya menjadi WNI melalui naturalisasi dapat memperoleh pengakuan dan pelindungan hukum di Indonesia dengan cara pencatatan perkawinan sesuai ketentuan hukum Indonesia. Selanjutnya dari rumusan masalah kedua dapat diketahui bahwa pembagian harta perkawinan dalam perceraian pasangan WNA yang menikah di luar Indonesia dan selanjutnya menjadi WNI melalui naturalisasi sesuai dengan pengaturan pembagian harta perkawinan setelah perceraian dalam hukum Indonesia, yaitu harta perkawinan yang merupakan harta bersama dibagi sama rata masing-masing ½ bagian dan untuk harta bawaan menjadi hak dari masing-masing pihak apabila tidak terdapat perjanjian perkawinan.
Marriage according to legal provisions in Indonesia should be registered as stipulated in Article 2 of Law Number 1 on Marriage. The regulations regarding this matter apply to Indonesian Citizens (WNI), including Foreign Nationals (WNA) who have obtained Indonesian citizenship through naturalization. However, cases have been found where marriages ended in divorce for foreign nationals who have become Indonesian citizens, who could not obtain legal certainty because the marriage conducted by the couple before becoming Indonesian citizens and outside Indonesia had not been registered according to Indonesian legal provisions. This subsequently resulted in the non-recognition of the marriage and its prenuptial agreement, thereby affecting their marital property. The case was found in the Denpasar High Court Decision Number 93/PDT/2020/PT DPS, which has been adjusted and simulated in this research. Therefore, the purpose of this research is to analyze the marriages of foreign nationals who marry outside Indonesia and subsequently become Indonesian citizens through naturalization, which should obtain legal recognition and protection. Additionally, it also analyzes the division of marital property in the divorce of foreign nationals who marry outside Indonesia and subsequently become Indonesian citizens through naturalization. The form of this legal research is doctrinal, conducted through library study to collect secondary data, which is then analyzed qualitatively. From the analysis of the first problem formulation, it is explained that marriages of foreign nationals who marry outside Indonesia and subsequently become Indonesian citizens through naturalization should obtain recognition and legal protection in Indonesia by registering the marriage according to Indonesian law. Furthermore, from the second problem formulation, it can be understood that the division of marital property in the divorce of foreign nationals who marry outside Indonesia and subsequently become Indonesian citizens through naturalization is in accordance with the regulations on the division of marital property after divorce in Indonesian law, namely that marital property, which is joint property, is divided equally, each receiving ½ share, and for separate property, it becomes the right of each party if there is no prenuptial agreement."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional. Departemen Kehakiman RI, 1993
346.016 BAD l
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Maulina Riza
"Perkawinan campuran dapat menimbulkan permasalahan hukum dikemudian hari, antara lain apabila Warga Negara Indonesia yang menikah dengan warga negara asing tidak memenuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam Undangundang Perkawinan dan Undang-undang Kewarganegaraan yang berlaku. Perkawinan campuran yang dilangsungkan di luar wilayah Republik Indonesia adalah sah bilamana dilakukan menurut hukum yang berlaku di negara tempat perkawinan dilangsungkan dan bagi Warga Negara Indonesia tidak melanggar ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, kemudian agar dapat memiliki akibat hukum bukti perkawinan tersebut harus didaftarkan dalam waktu 1 (satu) tahun setelah pasangan suami istri kembali ke wilayah Indonesia.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia menyatakan bahwa Warga Negara Indonesia yang menikah dengan warga negara asing dapat kehilangan kewarganegaraan Republik Indonesia jika menurut hukum negara asal istri atau suaminya mengikuti kewarganegaraan istri atau suaminya tersebut sepanjang tidak menyebabkan kewarganegaraan ganda, jika ingin tetap menjadi Warga Negara Indonesia dapat mengajukan surat pernyataan mengenai keinginannya kepada Pejabat atau Perwakilan Republik Indonesia setelah 3 (tiga) tahun sejak tinggal perkawinannya. Warga Negara Indonesia yang menikah dengan warga negara asing kemudian bertempat tinggal diluar wilayah Republik Indonesia selama 5 (lima) tahun berturutturut juga dapat kehilangan kewarganegaraannya jika dengan sengaja tidak menyatakan keinginannya untuk tetap menjadi Warga Negara Indonesia kepada Perwakilan Republik Indonesia sebelum 5 (lima) tahun itu berakhir, dan setiap 5 (lima) tahun berikutnya.
Penelitian menggunakan metode preskriptif dan pendekatan kualitatif. Data yang dipergunakan adalah data sekunder yaitu data yang diperoleh dari hasil penelitian bahan-bahan kepustakaan, kemudian data tersebut diseleksi, dikelompokkan dan disusun secara sisimatis untuk selanjutnya dianalisis. Warga Negara Indonesia yang menikah dengan warga negara asing dan atau bertempat tinggal di luar wilayah Republik Indonesia dapat kehilangan kewarganegaraannya jika tidak menyampaikan surat pernyataan keinginan untuk tetap menjadi Warga Negara Indonesia.
A mixed marriage could bring about a problem in the future due to some reasons, one of which is in case it is not conducted in accordance with the applicable Law concerning the Marriage and the Law of Citizenship. A mixed marriage held outside the territory of Republic of Indonesia is considered as valid if it is conducted in accordance with the applicable law of the country in which the marriage is held, and particularly for the Indonesian citizen, as long as he/she doesn't break the Indonesian Law No.l Year 1974 concerning marriage. Furthermore, in order to make the marriage possessing a legal impact, the marriage should be registered within at most I (one) year after the couple arrived in the territory of Republic of Indonesia.The Law No.12 Year 2006 concerning Citizenship states that an Indonesian citizen who is married to a foreign citizen could Ioose his/her Indonesian citizenship if the law of the couple's origin country determines that the Indonesian couple should be imposed with the nationality of the other couple, as long as it doesn't bring a risk to have a double nationality. On the other hand, if the couple origins from Indonesia would like to keep his/her Indonesian citizenship, then he/she could express this wish to the concerned official or the Representative of Republic of Indonesia after 3 (three) years of the marriage. An Indonesian citizen who is married to a foreigner and domiciles beyond the territory of the Republic of Indonesia for 5 (five) years in sequence also faced to a risk of loosing his/her Indonesian citizenship if deliberately doesn't show any intention to state his/her wish to remain as an Indonesian citizen before the 5 (five) years pass, and in every next 5 (five) years.This research uses the prescriptive method and qualitative approach. The data utilized is the secondary one, that is, the data gained from the library study, which were then selected, grouped and arranged systematically to be then analyzed. An Indonesian citizen who is married to a foreigner and/or domiciles beyond the territory of Republic of Indonesia could loose his/her Indonesian nationality if he/she doesn't submit a wish statement keep his/her citizenship as an Indonesian."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T19521
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Hayyu Qomaryah Fitria Sari
"Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tidak menjelaskan secara langsung mengenai peran notaris dalam pembuatan akta perjanjian kawin, hal tersebut secara tidak langsung dapat ditafsirkan bahwa perjanjian kawin dapat dilakukan oleh pejabat berwenang lainnya. Pada penelitian ini terdapat analisis mengenai ketentuan dan ketetapan Undang-Undang Perkawinan yang dibuat oleh notaris mengenai substansi jenis perjanjian kawin yang diterapkan di Indonesia, Belanda dan Perancis. Terdapat 2 (dua) bentuk perjanjian kawin yang menjadi variabel utama pada objek penelitian ini yaitu perjanjian pra kawin (prenuptial agreement) dan perjanjian kawin setelah perkawinan berlangsung (postnuptial agreement), studi kasus negara Indonesia, Belanda, dan Perancis. Berbeda dengan Indonesia dan Belanda, di Perancis tidak menetapkan ketentuan mengenai postnuptial agreement, hal tersebut menyebabkan kejanggalan terkait keberlakuan perjanjian yang dibuat di negara lain apabila akan digunakan di negara Perancis. Analisis yang diuraikan pada penelitian ini memberikan gambaran terkait ketentuan perjanjian kawin terhadap ketiga negara tersebut, mengenai keberlakuan sistem perjanjian kawin sesuai kedudukan hukum perjanjian itu di negara masing-masing. Pada penelitian ini pula mengkaji isi perjanjian kawin pada kedua akta yang menjadi objek penelitian dari salah satu pasangan perkawinan dua kewarganegaraan berbeda, baik antara warga negara Indonesia dengan warga negara Belanda dan antara warga negara Indonesia dengan warga negara Perancis. Penelitian ini menggunakan metode penelitian doktrinal dengan tipologi penelitian deskriptif analitis dan merupakan penelitian kepustakaan. Hasil dari penelitian ini pertama, selain mengenai penjelasan penerapan perjanjian kawin setelah perkawinan di langsungkan, hal tersebut telah ditetapkan pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/XIII-PUU/2015 dan ulasan terkait keberlakuan perjanjian kawin yang dibuat di Indonesia apabila akan digunakan di negara Belanda maupun Perancis. Kedua, peran notaris terhadap perjanjian kawin dalam perkawinan luar negeri antara warga negara Indonesia dengan warga negara asing, dilakukan dengan pembuatan akta perjanjian kawin dalam bentuk akta autentik sebagai pejabat umum yang berwenang atas dasar Undang-Undang Jabatan Notaris, namun dalam perannya, masih terdapat ketentuan ‘abu-abu’ yang mengatur tentang pengesahan suatu perjanjian maupun dokumen luar negeri milik pasangan suami istri terkait oleh notaris. Berpedoman pada Undang-Undang Perkawinan, menjadi media melalui penyuluhan mengenai keabsahan perjanjian kawin itu sendiri kepada masyarakat terkait kedudukan hukum yang berlaku khususnya sebelum melakukan pembuatan perjanjian kawin.
Law Number 1 of 1974 concerning Marriage does not directly explain the role of a notary in making marriage agreement deeds, this can indirectly be interpreted to mean that marriage agreements can be executed by other authorized officials. In this research there is an analysis of the provisions and provisions of the Marriage Law made by notaries regarding the substance of the types of marriage agreements implemented in Indonesia, the Netherlands and France. There are 2 (two) forms of marriage agreements which are the main variables in this research, namely prenuptial agreements and postnuptial agreements, case studies of Indonesia, the Netherlands and France. In contrast to Indonesia and the Netherlands, France does not stipulate provisions regarding postnuptial agreements, this causes irregularities regarding the validity of agreements made in other countries when they are used in France. The analysis described in this research provides an overview of the provisions of marriage agreements in these three countries, regarding the applicability of the marriage agreement system according to the legal position of the agreement in each country. This research also examines the contents of the marriage agreement in the two deeds that are the object of research from one of the married couples of two different nationalities, both between Indonesian citizens and Dutch citizens and between Indonesian citizens and French citizens. This research uses a doctrinal research method with a descriptive analytical research typology and is library research. The results of this research are first, apart from explaining the application of marriage agreements after the marriage takes place, this has been determined after the Constitutional Court Decision Number 69/XIII-PUU/2015 and reviews regarding the validity of marriage agreements made in Indonesia when they are to be used in the Netherlands or the Netherlands. France. Second, the role of a notary regarding marriage agreements in foreign marriages between Indonesian citizens and foreign citizens, is carried out by making a marriage agreement deed in the form of an authentic deed as a public official with authority based on the Law on the Position of Notaries, however, in his role, there are still provisions 'grey' which regulates the ratification of an agreement or foreign document belonging to the husband and wife concerned by a notary. Guided by the Marriage Law, it becomes a medium through education regarding the validity of the marriage agreement itself to the public regarding the applicable legal position, especially before making a marriage agreement."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Shinta Abidasari
"Indonesia selalu menjadi negara transit bagi para pencari suaka dan pengungsi yang ingin menuju negara Australia dan Selandia Baru. Salah satu permasalahan sosial dan hukum yang muncul atas keberadaan pencari suaka dan pengungsi selama menunggu di Indonesia adalah terjadinya perkawinan antara warga negara Indonesia (WNI) dan pencari suaka atau pengungsi. Perkawinan semacam ini mengalami permasalahan dihadapan hukum Indonesia. Dalam praktiknya, perkawinan antara pengungsi asing dan WNI dilakukan sah secara agama saja atau perkawinan dibawah tangan karena tidak dapat dipenuhinya syarat formal sahnya perkawinan yaitu mengenai pencatatan perkawinan. Hal ini membawa konsekuensi tidak diperolehnya akta nikah yang merupakan satu-satunya alat bukti otentik atas peristiwa perkawinan tersebut. Dari perkawinan yang hanya sah secara agama ini tidak hanya berdampak negatif terhadap anak yang dilahirkan tetapi berdampak
negatif pula terhadap perempuan (isteri). Dengan status perkawinan yang sah secara agama ini maka seorang perempuan tidak dapat menuntut atas pemenuhan hak haknya sebagai selayaknya seorang isteri sah. Tesis ini mencoba menjawab pertanyaan bagaimana status hukum akibat hukum perkawinan yang dilakukan antara WNI dengan orang asing berstatus Pengungsi berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Perkawinan antara WNI dengan pengungsi asing seharusnya diatur lebih jelas dalam peraturan nasional Indonesia. Hal ini disebabkan karena belum adanya pengaturan khusus untuk perkawinan tersebut sehingga perkawinan itu hanya sah secara agama dan tidak dimungkinkan diterbitkannya akta nikah yang merupakan akta otentik suatu perkawinan.
Indonesia has always been a transit country for asylum seekers and refugees who wish to travel to Australia and New Zealand. One of the social and legal problems that arise with the existence of asylum seekers and refugees while waiting in Indonesia is the occurrence of marriages between Indonesian citizens (WNI) and asylum seekers or refugees. Such marriages run into problems before Indonesian law. In practice, marriages between refugees and WNI are only legally valid or marriage under hand because the formal requirements for validity of marriage, namely regarding the registration of marriage, cannot be fulfilled. This has the consequence of not obtaining a marriage certificate which is the only authentic evidence for the marriage incident. From this religious marriage not only has a negative impact on the child born but also has a negative impact on the woman (wife). With such marriage status, a woman cannot claim the fulfillment of her rights as a legal wife. This thesis tries to answer the question of how the legal status and the legal consequences of marriage between Indonesian citizens and foreigners with refugee status according to Law Number 1 of 1974 concerning Marriage. Marriages between Indonesian citizens and foreign refugees should be regulated more clearly in Indonesian national regulations. This is because there is no special provision for such marriage so that the marriage becomes valid only on religiousbased thus it is impossible to issue a marriage certificate which is an authentic marriage certificate."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Nur Qomariyanti
"Perkawinan merupakan suatu peristiwa yang merubah status seseorang dan memiliki arti yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat luas. Oleh karena itu, di Indonesia yang memiliki keanekaragaman suku, agama dalam masyarakatnya memungkinkan timbulnya perkawinan antar suku maupun agama. Dalam hal perkawinan, Undang - Undang Perkawinan di Indonesia mendasarkan pelaksanaan perkawiman pada agama yaitu dalam pasal 2 ayat (1), sehingga sah atau tidaknya suatu perkawinan didasarkan pada pemenuhan ketentuan agama yang diyakini pihak-pihak yang berkehendak menikah. Sementara itu, akibat adanya keanekaragaman agama yang ada di Indonesia, perkawinan antar pasangan yang berbeda agama tidak dapat dihindari. Berdasarkan hal tersebut, dewasa ini pasangan yang berbeda agama tersebut mencari celah hukum dalam melangsungkan perkawinannya agar dipandang sah dan yang terpenting adanya pengakuan dari Negara terhadap perkawinan yang mereka laksanakan, yaitu dengan melangsungkan perkawinan di Luar Negeri. Perkawinan yang dilakukan di Luar Negeri diatur dalam pasal 56 UU No. tahun 1974 tentang Perkawinan. Dimana dalam pasal tersebut merumuskan bahwa perkawinan yang dilakukan di luar negeri adalah sah dan dapat didaftarkan di Kantor Catatan Sipil di Indonesia. Hal tersebut menimbulkan suatu permasalahan dalam pencatatannya di Indonesia karena pelaksanaan perkawinan yang tidak sesuai dengan UU No. 1 tahun 1974 sehingga apakah pencatatan tersebut bertentangan atau tidak dan bagaimana dengan "certificate of marriage " dapat menjadi akte autentik di Indonesia atau tidak. Adapun Metode penelitiannya adalah kepustakaan dan peninjauan ke Kantor Catatan Sipil DKI Jakarta. Oleh karena, pelaksanaan perkawinan tersebut dapat dikatakan sebagai Penyelundupan Hukum namun perkawinan tersebut tetap sah menurut Negara dan "Certificate of marriage" dapat menjadi Akte Autentik di Indonesia. Oleh karena itu penerapan sanksi serta pengaturan yang tegas terhadap pelaksanaan Undang-undang Perkawinan sangat diperlukan dalam menyikapi perkawinan pada pasangan WNI yang berbeda agama di Luar Negeri."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
S21118
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Lubis, Meisya Andriani
"Pengakuan terhadap perkawinan dan perceraian yang dilaksanakan Warga Negara Indonesia di luar negeri adalah hal yang penting untuk diteliti. Kasus yang diteliti pada tesis ini adalah Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor 707/PDT/2020/PT.DKI dan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 536/Pdt.G/2018/PN.Jkt.Pst. Pokok permasalahan yang akan dibahas dalam tesis ini yakni mengenai status perkawinan FKS dan EFS ketika melaporkan pencatatan perkawinannya di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan dampak dari pelaporan pencatatan perkawinan tersebut terhadap pihak ketiga. Penelitian ini bersifat eksplanatoris dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif dan menggunakan teknik pengumpulan data berupa studi pustaka dan wawancara. Keabsahan perkawinan yang dilangsungkan di luar negeri haruslah mengacu pada Pasal 56 ayat (1) UUPerkawinan yang mengandung dua asas Hukum Perdata Internasional, yakni asas nasionalitas dan asas lex loci celebrationis. Sifat dari akta perkawinan FKS dan ESS yang berbentuk declaratoir menyebabkan akta tersebut dapat serta merta diakui di Indonesia. Putusan cerai pengadilan asing tidak termasuk dalam lingkup pasal 436 Rv karena hanya bersifat konstitutif sehingga putusan perceraian antara FKS dan ESS dapat diakui di Indonesia. Dampak yang ditimbulkan dari status cerai FKS dan ESS adalah tidak adanya legal standing FKS untuk menandatangani spousal consent pada perjanjian-perjanjian yang dibuat oleh ESS.
Recognition of marriages and divorces carried out by Indonesian citizens abroad is an important matter to be investigated. The cases studied in this thesis are the DKI Jakarta High Court Decision Number 707/PDT/2020/PT.DKI and the Central Jakarta District Court Decision Number 536/Pdt.G/2018/PN.Jkt.Pst. The main issues that will be discussed in this thesis are regarding the marital status of FKS and EFS when reporting their marriage registration at the Population and Civil Registration Office of DKI Jakarta and the impact to third parties. This research is explanatory by using normative legal research methods and using data collection techniques in the form of literature studies and interviews. The validity of marriages held abroad must refer to Article 56 paragraph (1) of the Marriage Law which contains two principles of International Civil Law, namely the principle of nationality and the principle of lex loci celebrationis. The nature of the marriage certificate of FKS and ESS in the form of a declaratoir causes the deed can be recognized in Indonesia immediately. Divorce decisions of foreign courts are not included in the scope of article 436 Rv because they are only constitutive so divorce decisions between FKS and ESS can be recognized in Indonesia. The impact of the divorce status of FKS and ESS is that there is no legal standing for FKS to sign the spousal consent on the agreements made by ESS."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Maria Anastasia Tota Asi
"Skripsi ini membahas konsep perceraian yang bersifat HPI dalam peraturan perundang-undangan Indonesia, perkembangan teori renvoi (penunjukan kembali) dalam praktek HPI Indonesia, serta implementasinya dalam proses penyelesaian perkara perceraian warga negara asing di pengadilan Indonesia. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dan berbentuk deskriptif analitis.
Dari penelitian ini terlihat bahwa hakim Indonesia belum sepenuhnya mempertimbangkan teori renvoi dalam proses pertimbangan dan pengambilan keputusan. Hasil penelitian menyarankan bahwa untuk pengoptimalan implementasi teori renvoi dibutuhkan peraturan perundang-undangan HPI yang jelas untuk dapat menjadi acuan dalam pengambilan keputusan.
This study focuses on the concept of foreign divorce based on Indonesian law, the progress of renvoi theory in Indonesia’s conflict of law, and the implementation in divorce settlement of foreign citizens in Indonesian court. This research is a normative-juridical research and is in descriptive analysis form. This research shows that Indonesian judges have not fully consider renvoi theory in the judgement and decision-making. The result suggests that the regulation of Indonesia’s conflict of law is required to optimize the implementation of renvoi theory."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S45563
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Dwi Noryani Christina
"Dalam suatu perkawinan suami istri dapat membuat suatu perjanjian perkawinan. Perjanjian perkawinan ini harus dibuat dalam bentuk tertulis dan selanjutnya disahkan pada pegawai pencatat perkawinan. Perjanjian perkawinan yang dibuat oleh suami istri ini ada yang dicatatkan pada pengadilan negeri bukan pada pegawai pencatat perkawinan. Permasalahan yang dikemukakan pada skripsi ini bagaimana keberlakuan perjanjian perkawinan yang didaftarkan kepada pengadilan negeri setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan. Penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah tipe penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian yang dilakukan terhadap hukum tertulis atau kepustakaan. Pokok hasil dari penelitian dalam skripsi ini adalah bahwa perjanjian perkawinan yang dicatatkan pada pengadilan negeri setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tetap berlaku bagi kedua belah pihak yang membuat perjanian perkawinan tersebut namun bagi pihak ketiga perjanjian perkawinan tersebut tidak berlaku dan tidak dapat mengikat pihak ketiga.
In a marriage husband and wife can make a marriage agreement. Marriage agreement must be made in written form and subsequently registered by marriage officer. There are marriage agreement that made by husband and wife that registered on district court but not registered by marriage officer. The main issue in this thesis is what is the law effect of Marriage Agreement Registered on District Court After Act No. 1 year 1974 about Marriage. The research method used in this thesis is a juridical normative research, namely study of written law and literature. The result of this research are the marriage agreement that registered on district court have a legal concequences to husband and wife who made the marriage agreement but the marriage agreement do not have any legal consequences to third party."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S58000
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Dollys Sulaiman
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
S26097
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library