Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 226614 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Safina Anindyaswari Effendi
"Komite medik rumah sakit memainkan peran penting dalam menyelaraskan tanggung jawab hukum dan bisnis dalam operasi perawatan kesehatan, khususnya di MRCCC Mochtar Riady Comprehensive Cancer Center. Studi ini menyelidiki peran komite dalam memastikan keselamatan pasien dan kepatuhan terhadap peraturan perawatan kesehatan sambil mendukung keberlanjutan finansial dan reputasi rumah sakit. Dengan menggunakan pendekatan hukum normatif dan analisis deskriptif kualitatif, penelitian ini menggabungkan tinjauan peraturan dengan wawancara pemangku kepentingan utama, termasuk direktur rumah sakit dan anggota komite medik. Temuan menunjukkan bahwa komite bertindak sebagai jembatan antara manajemen rumah sakit dan staf medis, menyeimbangkan kewajiban etika dengan tujuan operasional. Tanggung jawab dilaksanakan melalui tiga subkomite: Kredensial, yang mengevaluasi dan mengevaluasi ulang kualifikasi staf medis; Kualitas Profesional, yang memastikan standar perawatan yang tinggi; dan Etika dan Disiplin, yang memantau kepatuhan terhadap kode profesional dan etika. Upaya ini menciptakan siklus di mana keselamatan pasien mengarah pada kepuasan, memperkuat reputasi rumah sakit, dan memastikan keberlanjutannya.

The hospital medical committee plays a crucial role in harmonizing legal and business responsibilities in healthcare operations, particularly at MRCCC Mochtar Riady Comprehensive Cancer Center. This study investigates the committee's role in ensuring patient safety and adherence to healthcare regulations while supporting the hospital’s financial sustainability and reputation. Using a normative legal approach and qualitative descriptive analysis, the research combines regulatory review with interviews of key stakeholders, including the hospital director and medical committee members. Findings indicate that the committee acts as a bridge between hospital management and medical staff, balancing ethical obligations with operational objectives. Responsibilities are implemented through three subcommittees: Credential, which evaluates and re-evaluates medical staff qualifications; Professional Quality, which ensures high standards of care; and Ethics and Discipline, which monitors adherence to professional and ethical codes. These efforts create a cycle where patient safety leads to satisfaction, strengthens the hospital’s reputation, and ensures its sustainability."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zefanya Ester Samperante
"Skripsi ini membahas mengenai produk asuransi tanggung jawab hukum profesi sebagai salah satu bentuk perlindungan bagi profesi arsitek dalam berpraktik. Permasalahan dalam skripsi menitikberatkan pada fakta bahwa arsitek merupakan suatu profesi yang dalam melaksanakan pekerjaan mempunyai risiko yang tinggi dalam hal kesalahan yang disengaja ataupun tidak. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana produk asuransi tanggung gugat profesi memberikan perlindungan kepada arsitek, bentuk pengalihan risiko, pertanggungan yang diberikan, penerapan produk dalam keberlangsungan profesi arsitek, serta membandingkan keberlakuannya di Swedia. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan penelitian ini adalah yuridis normatif dengan tipe penelitian deskriptif analitis. Hasil penelitian menunjukan bahwa asuransi tanggung jawab hukum profesi memberikan ganti kerugian kepada arsitek atas kerugian yang dialami pengguna jasa arsitek sesuai dengan besar kerugian yang dialami selama hal tersebut tidak dikecualikan dalam pertanggungan. Penelitian menunjukkan bahwa dengan ketentuan yang jelas mewajibkan para arsitek di Swedia memiliki asuransi tanggung jawab hukum profesi dalam menjalakan profesinya memberikan dampak positif yaitu terhindarnya hal-hal yang menyebabkan kerugian bagi arsitek dalam berpraktik, sehingga Penulis menyarankan agar adanya pengaturan spesifik dalam undang-undang di bidang arsitek yang mengatur mengenai keberadaan asuransi tanggung jawab hukum profesi bagi arsitek sebagai suatu kewajiban serta penyuluhan organisasi resmi arsitek di Indonesia kepada anggotanya tentang pentingnya memiliki asuransi tanggung jawab hukum profesi arsitek.

This thesis discusses professional liability insurance products as a form of protection for the architect profession in practice. The problem in this thesis focuses on the fact that the architect is a profession which in carrying out the work has a high risk in terms of intentional or unintentional errors. given, the application of the product in the continuity of the architectural profession, as well as comparing its applicability in Sweden. The research method used in writing this research is normative juridical with descriptive analytical research type. The results of the study show that professional liability insurance provides compensation to architects for losses experienced by users of architect services in accordance with the amount of losses experienced as long as this is not excluded from coverage. Research shows that with clear provisions requiring architects in Sweden to have professional responsibility insurance in carrying out their profession, it has a positive impact, namely avoiding things that cause harm to architects in practice, so the author suggests that there be specific arrangements in the law in the field of architects. which regulates the existence of professional liability insurance for architects as an obligation as well as counseling the official organization of architects in Indonesia to its members about the importance of having architect's professional responsibility insurance."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shannon Gabriella Pesik
"Penulisan skripsi ini adalah untuk meneliti tanggung jawab hukum rumah sakit terhadap sengketa medis yang terjadi di rumah sakit dengan menganalisis Putusan Pengadilan Negeri Nomor 625/Pdt.G/2014/PN.JKT.Brt. Penelitian ini membahas mengenai pengertian dan ruang lingkup sengketa medis, penerapan perbuatan melawan hukum dalam sengketa medis, dan pola pertanggungjawaban rumah sakit berdasarkan Undang-Undang Rumah Sakit terhadap sengketa medis yang terjadi di Rumah Sakit. Bentuk penelitian dalam penulisan menggunakan metode penelitian yuridis-normatif, yang merupakan penelitian hukum dengan cara meneliti bahan pustaka atau sekunder belaka. Penelitian ini mendapatkan bahwa sengketa medis adalah suatu perkara yang dapat terjadi akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan oleh dokter atau tenaga kesehatan lainnya dalam rumah sakit. Pihak yang dirugikan akibiat sengketa medis sesuai dengan Pasal 1365 KUH Perdata dan Pasal 46 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, dapat menuntut ganti rugi. Dengan adanya pembahasan dalam penelitian terhadap permasalahan yang muncul pada penulisan ini, maka penulis menyarankan agar dokter sebagai tenaga medis yang profesional mengikuti Kode Etik dan Peraturan Perundang-Undangan yang telah diatur oleh pemerintah dalam menjalankan perannya. Bagi rumah sakit, dapat lebih selektif dalam menilai kompetensi dokter sebelum menangani pasien dari rumah sakit itu. Pemerintah dapat membuat peraturan mengenai parameter bagi penilaian hakim dalam memutuskan besaran ganti rugi yang berhak didapatkan oleh pasien atau para penggugat agar dapat melanjutkan hidup dengan adil.

The writing of this thesis is to examine the hospital's legal responsibility for medical disputes that occur in the hospital by analyzing the District Court Decision Number 625/Pdt.G/2014/PN.JKT.Brt. This study discusses the meaning and scope of medical disputes, the application of unlawful acts in medical disputes, and the pattern of hospital responsibility based on the Hospital Law for medical disputes that occur in hospitals. The form of research in writing uses juridical-normative research methods, which are legal research by examining library or secondary materials. This study found that a medical dispute is a case that can occur due to errors or omissions made by doctors or other health workers in hospitals. Parties who are harmed because of medical disputes in accordance with Article 1365 of the Civil Code and Article 46 of Law Number 44 of 2009 concerning Hospitals, can claim compensation. With the discussion in research on the problems that arise in this writing, the authors suggest that doctors as professional medical personnel follow the Code of Ethics and Legislation that has been regulated by the government in carrying out their roles. For hospitals, this institute can be more selective in assessing the competence of doctors before treating patients from hospitals. The government can make regulations regarding the parameters for judges' judgments in deciding the amount of compensation that patients or plaintiffs are entitled to in order to continue living fairly."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Malau, Aro Sintong
"Neonatal Intensive Care Unit adalah unit perawatan intensif yang disediakan khusus untuk bayi baru lahir dengan kondisi kritis atau memiliki gangguan kesehatan berat. Rentang usia pasien yang dirawat di ruang NICU ini adalah bayi baru lahir.  Bayi Baru Lahir yang dimaksud adalah bayi umur 0 sampai dengan 28 hari. Bayi-bayi yang baru lahir dan bermasalah dengan kesehatannya tidak boleh dibawa pulang, namun harus dirawat di ruang NICU. Selain bayi-bayi prematur, ruang NICU juga diisi dengan bayi-bayi yang lahir normal, sudah dibawa pulang namun perlu dirawat karena ada gangguan kesehatan serius. Bayi baru lahir memiliki banyak penyesuaian yang perlu dia lakukan terhadap dunia di luar rahim ibunya. Penyesuaian tersebut adalah langkah yang besar untuk sang bayi karena ia tak lagi bergantung sepenuhnya pada tubuh sang ibu seperti bernapas, makan, ekskresi, atau daya tahan tubuh. Maka, tenaga medis yang melaksanakan tindakan medis di NICU tentu diharapkan memiliki kompetensi dan keahlian tambahan dalam hal perawatan intensif pada bayi-bayi tersebut. Tetapi, sampai saat ini belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pelaksanaan tindakan medis pada Neonatal Intensive Care Unit (NICU) di rumah sakit. Hal ini menyebabkan belum adanya kepastian hukum mengenai kompetensi dan kewenangan dokter serta pertanggungjawaban hukum dokter dalam pelaksanaan tindakan medis pada Neonatal Intensive Care Unit (NICU) di rumah sakit. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan keadaan dari pelaksanaan tindakan medis pada Neonatal Intensive Care Unit (NICU) di rumah sakit. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif. Hasil dari penelitian, menyatakan bahwa dalam pelaksanaan tindakan medis pada Neonatal Intensive Care Unit (NICU) di rumah sakit ditinjau dari kasus Blegur berdasarkan putusan nomor 462/Pdt/2016/Pt.Bdg, terdapat kompetensi dan kewenangan tersendiri bagi dokter spesialis anak. Disamping itu, pertanggungjawaban hukum dokter dalam pelaksanaan tindakan medis pada Neonatal Intensive Care Unit (NICU) di rumah sakit ditinjau dari kasus Blegur berdasarkan putusan nomor 462/Pdt/2016/Pt.Bdg, dapat dikaitkan dengan Kode Etik Kedokteran,  Disiplin Kedokteran, dan juga Kitab Undang-Undang Hukum Perdata maupun Pidana. Kesimpulan yang dapat diambil oleh penulis yakni dalam pelaksanaan tindakan medis di Neonatal Intensive Care Unit (NICU), terdapat perbedaan kompetensi dan kewenangan antara dokter umum dan dokter spesialis anak. Selanjutnya, saran yang penulis berikan, yakni kepada Kementerian Kesehatan diharapkan agar membentuk peraturan terkait pelaksanaan tindakan medis pada Neonatal Intensive Care Unit (NICU) di rumah sakit, agar dapat memperjelas kompetensi, kewenangan, hak, dan kewajiban tenaga kesehatan khususnya dokter spesialis anak.

Neonatal Intensive Care Unit is an intensive care unit that is provided specifically for newborns with critical conditions or has severe health problems. The age range of patients treated in the NICU room is a newborn. Newborn babies in the subject are babies aged 0 to 28 days. Newborns who have health problems may not be taken home but must be treated in the NICU room. In addition to premature babies, the NICU room is also filled with babies who are born normal, have been taken home but need to be treated because there are serious health problems. A newborn baby has many adjustments he needs to make to the world outside his mother's womb. This adjustment is a big step to the baby because the baby no longer depends entirely on the mother's body such as for breathing, eating, excretion, or endurance. Thus, medical personnel who carry out the medical treatment in NICU are certainly expected to have additional competence and expertise in terms of intensive care for these babies. However, until now there has been no legislation governing the implementation of medical treatment at the Neonatal Intensive Care Unit (NICU) in hospitals. This has caused the absence of legal certainty regarding the competence and authority of doctors as well as the legal responsibility of doctors in carrying out medical actions at the Neonatal Intensive Care Unit (NICU) in hospitals. The purpose of this study is to describe the state of the implementation of medical treatment at the Neonatal Intensive Care Unit (NICU) in hospitals. The research method used is normative juridical. The results of the study stated that in the implementation of medical treatment at the Neonatal Intensive Care Unit (NICU) in hospitals in terms of the Blegur case based on decision number 462/Pdt/2016/Pt.Bdg, there is competence and special authority for pediatricians. Besides, the legal responsibility of doctors in carrying out medical actions at the Neonatal Intensive Care Unit (NICU) in hospitals in terms of Blegur cases based on decision number 462/Pdt/2016/Pt.Bdg, can be related to the Code of Medical Ethics, Medical Discipline, and also Civil Code and Criminal Law. The conclusion that can be drawn by the author, namely in the implementation of medical actions in the Neonatal Intensive Care Unit (NICU), there are differences in competence and authority between general practitioners and pediatricians. Furthermore, the advice given by the author, namely to the Ministry of Health is expected to form regulations related to the implementation of medical measures for the Neonatal Intensive Care Unit (NICU) in hospitals, to clarify the competencies, authorities, rights, and obligations of health workers, especially pediatricians."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Akmal Condro Rahmahadi
"Konsep Tanggung Jawab Sosial CSR menjadi semakin populer di dunia bisnis dan juga hukum, dimana dilihat sebagai kesempatan untuk korporasi untuk memperindah citra perusahaan dan juga memberikan nilai jual yg unik. Dalam konsep ini memerlukan perusahaan untuk mempertimbangkan kepentingan semua pemangku kepentingan perusahaan dan mematuhi triple bottom line. Di sektor bisnis hulu migas ada mekanisme cost recovery. Ini memungkinkan pemulihan biaya untuk biaya pelaksanaan pengembangan masyarakat oleh kontraktor. Pengembangan masyarakat tersebut merupakan kewajiban Kontraktor dan juga merupakan bagian dari skema besar CSR. Kewajiban tersebut di atas mencakup kewajiban dalam merencanakan, membiayai, melaksanakan, dan melaporkan. Situasi tersebut mengakibatkan adanya pergeseran beban dalam membiayai program tersebut, dimana sekarang Negara memiliki tanggung jawab dalam membiayai program tersebut. Akibatnya terjadi inkonsistensi dengan pemahaman dasar dan juga hukum positif yang mengatur masalah CSR. Di sinilah adanya perbedaan dengan pengertian dan definisi CSR yang menjelaskan sebagai komitmen dan tanggung jawab perusahaan dan bukan yang lainnya. Ini juga menyimpang dari asas dasar pertanggungjawaban, di sinilah Negara juga mempertanggungjawabkan tindakan Perusahaan. Akibatnya, hal itu menimbulkan ketidakpastian hukum mengenai masalah penganggaran dan pembiayaan CSR.

The concept of Corporate Social Responsibility becomes more popular in the business and also legal world, as it is seen as an opportunity for company to improve corporate image and also provide unique selling point. Under here it requires company to consider the interest of all stakeholders of the company and adhere to the triple bottom line. In the sector of upstream oil gas business it exist the mechanism of cost recovery. It permits the cost recovery for the expenses on the implementation of Community Development by the contractor. Such Community Development is the obligation of Contractor and also a part of the grand scheme of CSR. The aforesaid obligation encompasses the obligation in planning, financing, execution, and reporting. The situation resulted in the shift of burden in financing such program, where now the State has the responsibility in financing such program. Consequently translates into the inconformity with the basic understanding and also positive law regulating the matter of CSR. This is where exist the difference with the understanding and definition of CSR that explains as the commitment and the responsibility of the company and not other. It also deviates from the basic principle of accountability, this is where the State also held accountable for the Company rsquo s action. Consequently it creates a legal uncertainty on the matter of the budgeting and financing of CSR.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S69593
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andersen, Millen
"Transplantasi organ dan jaringan tubuh menjadi salah satu metode penting dalam bidang medis karena dianggap sebagai metode pengobatan yang paling efektif untuk menyembuhkan kerusakan sel, jaringan, atau organ manusia. Tetapi kesenjangan besar antara permintaan dan pasokan donor, membuat menemukan alternatif menjadi lebih menonjol. Dengan kemajuan pengetahuan dan teknologi, kami mengembangkan xenotransplantasi untuk mengisi kesenjangan antara permintaan dan pasokan sel, jaringan, dan organ karena menggantikan sumber organ ke sumber hewani daripada sumber manusia. Karena menggunakan hewan sebagai sumber organ, ada juga potensi risiko infeksi. Sementara itu, xenotransplantasi sudah dikenal di Indonesia, sebagaimana Undang-Undang Kesehatan Republik Indonesia dalam Pasal 66 sudah menyebutkannya. Namun tidak ada peraturan lebih lanjut yang menetapkan persyaratan untuk penggunaan hewan untuk transplantasi dan ketentuan pidana untuk pelanggaran. Regulasi tentang transplantasi organ dan jaringan tubuh di negara masing-masing berbeda, dengan demikian juga diterapkan antara Indonesia dan Amerika Serikat. Perbedaan ini ditentukan oleh beberapa faktor seperti perbedaan ideologi, budaya, sistem hukum yang mempengaruhi tanggung jawab hukum dokter dalam transplantasi organ dan jaringan tubuh dalam hal ini xenotransplantasi.
Dalam menganalisis masalah-masalah ini, tesis ini diperiksa dengan metode yuridis-normatif dan menggunakan tipologi penelitian deskriptif. Hasil analisis yang disimpulkan oleh penulis adalah peraturan tentang xenotransplantasi bersifat mendua, baik dari Undang-Undang Kesehatan atau pedoman. Hingga saat ini, kriminalisasi dokter yang melakukan transplantasi xenot masih menggunakan hukum publik dan privat serta hukum gugatan hukum. Selanjutnya, saran yang penulis berikan adalah Kementerian Kesehatan Indonesia harus merevisi ketentuan pasal 66 dan menambahkan sanksi pidana kepada mereka yang melakukan.

Organ and tissue transplantation is one of the most important methods in the medical field because it is considered the most effective treatment method for healing damaged cells, tissues, or human organs. But the large gap between donor demand and supply makes finding alternatives more prominent. With advances in knowledge and technology, we developed xenotransplantation to fill the gap between the demand and supply of cells, tissues, and organs because it replaced the source of organs into animal sources rather than human sources. Because using animals as a source of organs, there is also a potential risk of infection. Meanwhile, xenotransplantation is well known in Indonesia, as the Health Law of the Republic of Indonesia in Article 66 already mentions it. However, there are no further regulations that specify requirements for the use of animals for transplants and criminal provisions for violations. Regulations on organ and tissue transplants in each country are different, and so are also applied between Indonesia and the United States. This difference is determined by several factors such as differences in ideology, culture, legal system that affect the legal responsibilities of doctors in organ transplants and body tissue in this case xenotransplantation.
In analyzing these problems, this thesis is examined by a juridical-normative method and uses a descriptive research typology. The results of the analysis concluded by the authors are that regulations regarding xenotransplantation are ambiguous, either from the Health Act or guidelines. Until now, the criminalization of doctors who carry out xenot transplants still uses public and private law and lawsuits. Furthermore, the suggestion that the author gives is that the Indonesian Ministry of Health should revise the provisions of article 66 and add criminal sanctions to those who do.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Giri Dwi Susanto
Depok: Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Intan Saumadina
"Notaris berwenang untuk membuat akta otentik, membukukan akta di bawah tangan yang didaftarkan (waarmerking), dan akta di bawah tangan yang disahkan (legalisasi). Kenyataannya seringkali Notaris disalahkan apabila terjadi masalah mengenai akta di bawah tangan yang didaftarkan (waarmerking) dan disahkan (legalisasi). Hal ini kemudian yang menjadi pokok permasalahan dalam tesis saya yakni bagaimanakah peran notaris terhadap kebenaran isi data akta di bawah tangan yang telah memperoleh legalisasi yang dijadikan sebagai alat bukti dalam persidangan serta bagaimana tanggung jawab notaris secara perdata apabila terdapat kesalahan di dalam akta tersebut. Penulis kemudian meneliti permasalahan ini dengan metode penelitian yuridis normatif, dengan menggunakan data sekunder.
Dalam kesimpulannya peran dan tanggung jawab notaris terhadap isi akta yang dilegalisasinya dibatasi, yaitu hanya sebatas pada tanggung jawab formil saja, tidak pada tanggung jawab materiil, namun notaris wajib memastikan bahwa akta tersebut tetap pada koridor hukum, dan apabila terdapat kesalahan karena kelalaian ataupun kesengajaan dari Notaris yang bersangkutan, maka tanggung jawab notaris secara perdata dapat berupa penggantian biaya, ganti rugi dan bunga.

Notary public authorities to create an authentic act, posted the deed under the hand of registered (waarmerking), and deed under the hand that passed (legalization). In fact often Notary blame when problems occur regarding the deed under the hand of registered (waarmerking) and confirmed (legalization). This later became the main problem in my thesis namely how the role of the notary toward the truth of the contents of the deed data under the hand that has obtained the legalization made as evidence in the trial and how the responsibility of the notary by civil liability when there is an error in the deed. The Writer then examine these issues with nomative juridical research method, using secondary data.
In conclusion the role and the responsibility of the notary toward the contents of the deed that legalization restricted, namely only limited on the responsibility of formal requirement only, not on the responsibility of the judicial review but notary are required to ensure that the act remains on the corridors of the law, and when there is an error for negligence or deliberate from Notary concerned, then the responsibility of the notary by civil liability can be a replacement cost, compensation and interest.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T46071
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annahliah Rahimiah
"Tesis ini membahas mengenai pelanggaran yang dilakukan oleh notaris dalam pelaksanaan jabatan. Pelanggaran berupa tidak mentaati prosedur yang telah ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan dan tidak menjunjung tinggi nilai moral selaku seorang pejabat umum yang diberikan wewenang membuat akta autentik. Sebagaimana pada kasus Notaris SF dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 985 PK/Pdt/2018, notaris mengetahui dan menyaksikan adanya paksaan kepada pihak penjual agar mau menandatangani dokumen berupa Keputusan Sirkuler PT PRA dan Akta Jual Beli Saham. Atas pelanggaran yang dilakukan notaris, mengakibatkan akta yang dibuat di hadapan Notaris SF dibatalkan dan karenanya notaris dinyatakan melakukan PMH, namun putusan pengadilan tidak menjatuhkan sanksi ganti kerugian terhadap notaris. Oleh karena itu, fokus permasalahan dalam tesis ini adalah akibat hukum terhadap Keputusan Pemegang Saham di Luar Rapat (Sirkuler) yang terdapat unsur paksaan dalam pengambilan keputusan dan peran serta tanggung jawab notaris yang menyaksikan adanya paksaan kepada pihak penjual pada saat pembuatan Akta Jual Beli Saham. Metode penelitian yang digunakan yaitu yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus. Tipologi penelitian adalah eksplanatoris. Penelitian ini menggunakan data sekunder dengan alat pengumpulan data berupa studi dokumen dan wawancara. Adapun hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah menerbitkan hak kepada pemegang saham yang mengalami paksaan pada pengambilan keputusan sirkuler untuk melakukan pembatalan atas Keputusan Sirkuler PT PRA. Dibatalkannya keputusan sirkuler menimbulkan akibat hukum berupa segala kesepakatan yang telah disetujui dalam keputusan sirkuler batal sejak putusan MA RI No. 985 PK/Pdt/2018 ini diterbitkan. Peran Notaris SF dalam kasus ini yaitu membuat Akta PKPS No. 20 dan Akta Jual Beli Saham No. 21. Atas pelanggaran yang dilakukan, maka notaris dibebankan tanggung jawab secara perdata dan administrasi.

This thesis discusse on violations committed by the notary publics in his obligations. Violations are in the form of not complying with the procedures established by laws and regulations and do not uphold moral values as a public official who is given the authority to make authentic deeds. As in the case of Notary SF in the Supreme Court’s decision Number 985 PK/Pdt/2018, the notary knows and witnesses that there is coercion on the seller to sign a document in the form of Circular Decision of PT PRA and the Deed of Sale and Purchase of Shares. The notary’s violation resulted in the deed made before Notary SF being canceled and therefore the notary was declared to have committed an unlawful act, but the court’s decision did not impose a penalty for compensation against the notary. Therefore, the focus of the problem in this thesis is the legal consequences of Unanimous Written Resolution the Shareholders (Circular Resolution) which contains an element of coercion in decision making and the role and responsibilities of a notary who witnessed the existence of coercion on the seller at the time of making the Deed of Sale and Purchase of Shares. The research method used is normative juridical with a statutory approach and case approach. The typology of research is explanatory. This study uses secondary data with data collection tools in the form of document studies and interviews. The results obtained from this study are to issue rights to shareholders who are forced to make circular decisions to cancel the Circular Decisions of PT PRA. The cancellation of the circular decision has legal consequences in the form of all agreements that have been approved in the circular decision are considered void since the decision of the Supreme Court of the Republic of Indonesia No. 985 PK/Pdt/2018 is published. The role of the Notary SF in this case is to make Deed of Restated Resolution of Shareholders Number 20 and Deed of Sale and Purchase of Shares Number 21. For the violations committed, the notary is charged with civil and administrative responsibility."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Panji Nourel
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas tentang pertanggungjawaban dokter terhadap pelayanan kesehatan maternal pada saat proses persalinan. Dalam proses persalinan, peran seorang tenaga
kesehatan seperti dokter sangat dibutuhkan agar terlaksananya persalinan yang sehat untuk ibu dan bayinya. Tentang tujuan khusus dari penelitian ini untuk menjelaskan tentang
pelayanan kesehatan maternal berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 97 Tahun 2014, dan menjelaskan tentang tanggung jawab dokter dalam perawatan kesehatan maternal pada saat persalinan Cito Seksio Sesarea di Rumah Sakit Dr. Cipto
Mangunkusumo. Penelitian ini menggunakan metode penelitian dengan bentuk yuridis analitis normatif dan aktif deskriptif. Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini yaitu: Pelayanan kesehatan ibu dapat menimbulkan hak dan kewajiban melalui informed consent antara dokter dengan pasien. Timbulnya hak dan kewajiban menyebabkan seorang dokter memiliki tanggung jawab hukum atas setiap tindakan medis yang diberikan kepada pasien. tanggung jawab tersebut dapat berupa tanggung jawab pengadilan, perdata dan administrasi maupun etik. Administrasi yang salah Peraturan Konsil Kedokteran No. 4 Tahun 2011 Melawan Hukum dan Wanprestasi yang dilakukan dokter. Penulis menyarankan kepada Kementerian Kesehatan dan Dinas Pelatihan kesehatan lebih lanjut atau diadakan pelatihan pemeliharaan kesehatan maternal khusus untuk kondisi gawat darurat untuk tenaga kesehatan yang terlibat dalam memberikan pelayanan kesehatan maternal di seluruh Indonesia. Untuk seluruh dokter, diberikan juga sosialisasi tentang tanggung jawab hukum dokter dalam pemberian Perihal informed consent, yang diharapkan agar tenaga kesehatan atau subyek kesehatan tidak menyepelekan pentingnya Penjelasan dan persetujuan.

ABSTRACT
This thesis discusses the responsibilities of doctors for maternal health services during the delivery process. In the labor process, the role of a worker health like a doctor is needed to carry out a healthy delivery for the mother and baby. About the specific purpose of this study to explain about maternal health services based on Minister of Health Regulation No. 97 of 2014, and explains the responsibilities of doctors in maternal health care at the time of delivery of Cito Section Sesarea at Dr. Hospital. Cipto Mangunkusumo. This research uses research methods with normative and active descriptive analytical juridical forms. The conclusions that can be drawn from this study are: Maternal health services can lead to rights and obligations through informed consent between doctors and patients. The emergence of rights and obligations causes a doctor to have legal responsibility for any medical action given to a patient. these responsibilities can be in the form of court, civil and administrative as well as ethical responsibilities. Incorrect Administration of Medical Council Regulation No. 4 of 2011 Against the Law and Default performed by doctors. The author recommends that the Ministry of Health and the Department of Health Training continue or conduct maternal health care training specifically for emergency conditions for health workers involved in providing maternal health services throughout Indonesia. For all physicians, socialization on the legal responsibilities of doctors is also provided in the provision of informed consent, which is expected so that health workers or health subjects do not underestimate the importance of explanation and approval.
"
2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>