Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 203362 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ananda Tenri Sa`na Said
"Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis peraturan hukum perdata terkait proses penyelesaian gugatan pencemaran nama baik antara Indonesia dan Malaysia. Indonesia menganut sistem hukum civil law yang dipengaruhi oleh hukum Belanda. Jenis penelitian yang digunakan Penulis dalam melakukan penelitian ini adalah penelitian hukum yang sifatnya doctrinal. Penelitian ini melihat pada peraturan yang terdapat dalam hukum Indonesia dan peraturan hukum yang ada di negara Malaysia khususnya pada kasus pencemaran nama baik. Berdasarkan hasil penelitian, Perbandingan penyelesaian gugatan pencemaran nama baik dalam hukum perdata antara negara Indonesia dan Malaysia terdapat perbedaan substansi dan kuantifikasi gugatan. Substansi penyelesaian gugatan pencemaran nama baik di Indonesia dan Malaysia mencerminkan perbedaan mendasar dalam sistem hukum kedua negara. Indonesia, yang menganut civil law, mengatur pencemaran nama baik melalui Pasal 1365 KUHPerdata dengan fokus pada pembuktian perbuatan melawan hukum (PMH), adanya kerugian, serta hubungan kausal antara tindakan tergugat dan kerugian yang dialami penggugat. Sedangkan Malaysia, dengan sistem common law, menggunakan Defamation Act 1957, yang menuntut pembuktian bahwa pernyataan tergugat bersifat fitnah, telah dipublikasikan kepada pihak ketiga, dan berdampak signifikan pada reputasi penggugat. Malaysia juga memisahkan kasus fitnah menjadi libel (tertulis) dan slander (lisan), dengan opsi pembelaan seperti justifikasi, komentar wajar, dan hak istimewa terbatas. Kuantifikasi gugatan, Indonesia dan Malaysia memiliki pendekatan yang berbeda terhadap kompensasi kerugian. Di Indonesia, kerugian yang dapat digugat meliputi kerugian materiil, seperti hilangnya pendapatan, dan kerugian immateriil, seperti kerusakan reputasi atau penderitaan emosional, dengan jumlah kompensasi yang ditentukan berdasarkan diskresi hakim. Sebaliknya, Malaysia menggunakan pendekatan yang lebih terstruktur, mencakup general damages (kerugian umum yang tidak memerlukan bukti spesifik), special damages (kerugian finansial konkret yang membutuhkan bukti), dan punitive damages (hukuman untuk memberi efek jera pada tergugat). Pendekatan kuantifikasi di Malaysia mencerminkan prinsip retributif dan deterensi, sementara di Indonesia lebih berfokus pada keadilan restoratif untuk memulihkan kerugian penggugat tanpa menekankan aspek penghukuman.

This study aims to analyze civil law regulations related to the resolution process of defamation lawsuits between Indonesia and Malaysia. Indonesia adheres to a civil law system influenced by Dutch law. The type of research used in this study is doctrinal legal research. This research examines the regulations in Indonesian law and the legal regulations in Malaysia, specifically concerning defamation cases. Based on the research findings, the comparison of defamation lawsuit resolutions in civil law between Indonesia and Malaysia shows differences in substance and quantification of claims.The substance of defamation lawsuit resolutions in Indonesia and Malaysia reflects fundamental differences in the legal systems of the two countries. Indonesia, which adheres to civil law, regulates defamation through Article 1365 of the Civil Code (KUHPerdata), focusing on proving unlawful acts, damages, and the causal relationship between the defendant’s actions and the plaintiff's losses. Meanwhile, Malaysia, with its common law system, applies the Defamation Act 1957, which requires proof that the defendant's statement was defamatory, published to a third party, and significantly affected the plaintiff's reputation. Malaysia also distinguishes defamation cases into libel (written) and slander (oral), with defense options such as justification, fair comment, and qualified privilege.In terms of quantification of claims, Indonesia and Malaysia take different approaches to compensating damages. In Indonesia, damages that can be claimed include material losses, such as loss of income, and immaterial losses, such as reputational harm or emotional distress, with the compensation amount determined at the judge's discretion. Conversely, Malaysia uses a more structured approach, encompassing general damages (general losses that do not require specific evidence), special damages (specific financial losses requiring evidence), and punitive damages (punishment to deter the defendant).Malaysia’s quantification approach reflects the principles of retribution and deterrence, while Indonesia focuses more on restorative justice to recover the plaintiff's losses without emphasizing punitive aspects."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ananda Tenri Sa`na Said
"Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis peraturan hukum perdata terkait proses penyelesaian gugatan pencemaran nama baik antara Indonesia dan Malaysia. Indonesia menganut sistem hukum civil law yang dipengaruhi oleh hukum Belanda. Jenis penelitian yang digunakan Penulis dalam melakukan penelitian ini adalah penelitian hukum yang sifatnya doctrinal. Penelitian ini melihat pada peraturan yang terdapat dalam hukum Indonesia dan peraturan hukum yang ada di negara Malaysia khususnya pada kasus pencemaran nama baik. Berdasarkan hasil penelitian, Perbandingan penyelesaian gugatan pencemaran nama baik dalam hukum perdata antara negara Indonesia dan Malaysia terdapat perbedaan substansi dan kuantifikasi gugatan. Substansi penyelesaian gugatan pencemaran nama baik di Indonesia dan Malaysia mencerminkan perbedaan mendasar dalam sistem hukum kedua negara. Indonesia, yang menganut civil law, mengatur pencemaran nama baik melalui Pasal 1365 KUHPerdata dengan fokus pada pembuktian perbuatan melawan hukum (PMH), adanya kerugian, serta hubungan kausal antara tindakan tergugat dan kerugian yang dialami penggugat. Sedangkan Malaysia, dengan sistem common law, menggunakan Defamation Act 1957, yang menuntut pembuktian bahwa pernyataan tergugat bersifat fitnah, telah dipublikasikan kepada pihak ketiga, dan berdampak signifikan pada reputasi penggugat. Malaysia juga memisahkan kasus fitnah menjadi libel (tertulis) dan slander (lisan), dengan opsi pembelaan seperti justifikasi, komentar wajar, dan hak istimewa terbatas. Kuantifikasi gugatan, Indonesia dan Malaysia memiliki pendekatan yang berbeda terhadap kompensasi kerugian. Di Indonesia, kerugian yang dapat digugat meliputi kerugian materiil, seperti hilangnya pendapatan, dan kerugian immateriil, seperti kerusakan reputasi atau penderitaan emosional, dengan jumlah kompensasi yang ditentukan berdasarkan diskresi hakim. Sebaliknya, Malaysia menggunakan pendekatan yang lebih terstruktur, mencakup general damages (kerugian umum yang tidak memerlukan bukti spesifik), special damages (kerugian finansial konkret yang membutuhkan bukti), dan punitive damages (hukuman untuk memberi efek jera pada tergugat). Pendekatan kuantifikasi di Malaysia mencerminkan prinsip retributif dan deterensi, sementara di Indonesia lebih berfokus pada keadilan restoratif untuk memulihkan kerugian penggugat tanpa menekankan aspek penghukuman.

This study aims to analyze civil law regulations related to the resolution process of defamation lawsuits between Indonesia and Malaysia. Indonesia adheres to a civil law system influenced by Dutch law. The type of research used in this study is doctrinal legal research. This research examines the regulations in Indonesian law and the legal regulations in Malaysia, specifically concerning defamation cases. Based on the research findings, the comparison of defamation lawsuit resolutions in civil law between Indonesia and Malaysia shows differences in substance and quantification of claims.The substance of defamation lawsuit resolutions in Indonesia and Malaysia reflects fundamental differences in the legal systems of the two countries. Indonesia, which adheres to civil law, regulates defamation through Article 1365 of the Civil Code (KUHPerdata), focusing on proving unlawful acts, damages, and the causal relationship between the defendant’s actions and the plaintiff's losses. Meanwhile, Malaysia, with its common law system, applies the Defamation Act 1957, which requires proof that the defendant's statement was defamatory, published to a third party, and significantly affected the plaintiff's reputation. Malaysia also distinguishes defamation cases into libel (written) and slander (oral), with defense options such as justification, fair comment, and qualified privilege.In terms of quantification of claims, Indonesia and Malaysia take different approaches to compensating damages. In Indonesia, damages that can be claimed include material losses, such as loss of income, and immaterial losses, such as reputational harm or emotional distress, with the compensation amount determined at the judge's discretion. Conversely, Malaysia uses a more structured approach, encompassing general damages (general losses that do not require specific evidence), special damages (specific financial losses requiring evidence), and punitive damages (punishment to deter the defendant).Malaysia’s quantification approach reflects the principles of retribution and deterrence, while Indonesia focuses more on restorative justice to recover the plaintiff's losses without emphasizing punitive aspects."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 1997
S23582
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rangga Iswara
"Penelitian ini mengidentifikasi dampak dari jumlah Anggota BPSK dan jumlah beban kasus di BPSK terhadap rasio penyelesaian sengketa di BPSK. Kerangka pemikiran konseptual untuk menganalisa perilaku Anggota BPSK dilakukan dalam kerangka utility theory dan didasarkan atas teori tentang perilaku hakim di pengadilan. Hasil yang ditemukan adalah: (1) bertambahnya jumlah beban kasus akan meningkatkan produktivitas dari BPSK, akan tetapi belum tentu meningkatkan rasio penyelesaian sengketa di BPSK; (2) bertambahnya Anggota baru di BPSK bersifat destruktif.

This research identifies the impacts of the number of BPSK's member and the amount of BPSK's caseload related to BPSK?s dispute settlement ratio. The conceptual framework to analyze BPSK's members behaviour is based on utility theory framework and judge behaviour theory. The results are: (1) Increasing caseload will increase BPSK?s productivity, however it is not give assurance to the excalation of BPSK?s dispute sattlement ratio; (2) The more member employed, will give destructive impact to BPSK."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2016
T45023
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Arya Samudra
"Penelitian dilakukan untuk mengetahui lembaga alternative penyelesaian sengketa manakah yang lebih efektif dalam menyelesaikan persengketaan antara konsumen dengan pelaku usaha di sektor jasa keuangan perbankan serta untuk mengetahui apakah dengan adanya kedua lembaga yang sama sama memiliki tugas untuk menyelesaikan sengketa tersebut akan timbulnya dualisme hukum. Penelitian dilakukan dengan metode yuridis normative, yaitu dengan melihat undang undang yang mengatur serta wawancara. Peneliti juga memperoleh data statistik yang didapat dari BPSK Prov. DKI Jakarta serta LAPSPI.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa LAPSPI merupakan lembaga yang lebih efektif dalam menyelesaikan persengketaan di sektor jasa keuangan perbankan, serta tidak adanya dualisme hukum diantara kedua lembaga tersebut karena LAPSPI mengharuskan para pihak yang bersengketa di LAPSPI untuk membuat perjanjian yang menimbulkan adanya kompetensi absolut bagi LAPSPI untuk menyelesaikan sengketa tersebut. Namun dalam impelementasinya hal tersebut dirasa masih kurang maksimal karena menyebabkan ambiguitas dalam proses penyelesaian sengketa di sektor jasa keuangan perbankan. Dengan demikian, disarankan seharusnya kedua lembaga tersebut dapat bekerja sama sehingga menciptakan kondisi hukum yang Efektif, Efisien, dan Bersinergi. Namun apabila hal tersebut sulit untuk diwujudkan maka diperlukannya sosialisasi yang lebih baik dari LAPSPI serta dibentuknya peraturan pelaksana yang lebih tegas oleh pemerintah terhadap kedua lembaga tersebut.

This research is conducted to further obtain which alternative dispute resolution institutions were more effective in resolving disputes between consumers and business person form the financial services sektor on banking, and to find out whether the existence of the two institutions that had the same task which to resolve the dispute can cause legal dualisme. This research is conducted with normative juridical method, by looking at the governing law and by interview. Researcher obtained the statistical data from Consumer Dispute Resolution Body (BPSK) and Alternative Body for Dispute Settlement in Banking of Indonesia (LAPSPI).
The results of this study indicate that LAPSPI is a more effective institution in resolving disputes in the banking financial services sektor, and there was no legal dualisme between the two institutions because LAPSPI requires the parties to make an agreement which creates absolute competence for LAPSPI to resolve the dispute. However, the implementation of this matter were still not optimal because it caused ambiguity in the dispute resolution process in the banking financial services sector. Furthermore, it is recommended that the two institutions to work together to make an Effective, Efficient, and Synergic legal condition. However, if that is difficult to be realized then the need for better socialization from LAPSPI is needed, Also the establishment of  more resolute implementing agreement by the government on both Institutions.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
H. Slaat
Jakarta: Fakultas Hukum UI, 1996
347.598 SLA t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Triadi Adhakusuma
"[Tesis ini membahas tentang unsur-unsur penting yang terdapat dalam Extraordinary Chambers in the Courts of Cambodia (ECCC) dan Special Court for Sierra Leone (SCSL) serta tanggung jawab pidana individu yang dapat diterapkan dalam hybrid tribunals. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitis. Penulis menganalisa perbandingan antara ECCC dan SCSL sebagai hybrid tribunal dan dari hasil analisa tersebut ditemukan beberapa persamaan dan perbedaan dari kedua hybrid tribunal tersebut. Adapun persamaan diantara keduanya meliputi unsur-unsur yang digunakan dalam peradilan, antara lain instrumen hukum yang digunakan, komposisi hakim, jaksa dan pengacara. Selain itu juga, latar belakang berdirinya kedua hybrid tribunal tersebut memiliki kesamaan. Latar belakang tersebut antara lain tidak memadainya sumber daya di tingkat nasional, adanya hambatan dari sistem hukum domestik, tidak memadainya sistem hukum domestik dan ingin memberikan kontribusi terhadap hak, keadilan dan pengadilan yang efektif.

This thesis discusses the important elements contained in the Extraordinary Chambers in the Courts of Cambodia (ECCC) and the Special Court for Sierra Leone (SCSL) and also the criminal responsibility of individuals that can be applied in hybrid tribunals. This research uses descriptive analytical method. The author analyzes the comparison between the ECCC and SCSL as a hybrid tribunal and as the results of the analysis, the author found some similarities and differences of the two hybrid tribunal. The similarities between the two covering elements used in court, among other legal instruments are used, the composition of judges, prosecutors and lawyers. Also, the background of the establishment of the two hybrid tribunals have in common. These background include inadequate resources at the national level, the barriers of the domestic legal system, inadequate domestic legal system and the tribunal wishes to contribute to the rights, justice and effective court., This thesis discusses the important elements contained in the Extraordinary
Chambers in the Courts of Cambodia (ECCC) and the Special Court for Sierra
Leone (SCSL) and also the criminal responsibility of individuals that can be
applied in hybrid tribunals. This research uses descriptive analytical method. The
author analyzes the comparison between the ECCC and SCSL as a hybrid tribunal
and as the results of the analysis, the author found some similarities and
differences of the two hybrid tribunal. The similarities between the two covering
elements used in court, among other legal instruments are used, the composition
of judges, prosecutors and lawyers. Also, the background of the establishment of
the two hybrid tribunals have in common. These background include inadequate
resources at the national level, the barriers of the domestic legal system,
inadequate domestic legal system and the tribunal wishes to contribute to the
rights, justice and effective court]
"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T44280
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, Rio Andre Winter
"Tesis ini membahas penyelesaian sengketa pemutusan Kontrak Karya (KK) dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) yang tidak menyesuaikan dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Terbitnya UU No. 4 Tahun 2009 ini menghapuskan sistem KK dan PKP2B serta menggantinya dengan sistem Izin Usaha Pertambangan (IUP). Berdasarkan Pasal 169 huruf b UU No. 4 Tahun 2009, para pemegang KK dan PKP2B diwajibkan untuk menyesuaikan seluruh pasal-pasal yang tercantum dalam KK dan PKP2B tersebut dengan ketentuan baru yang ada pada UU No. 4 Tahun 2009. KK dan PKP2B adalah suatu bentuk perjanjian antara Pemerintah dengan investor / kontraktor, berbeda dengan IUP yang merupakan bentuk perizinan yang diterbitkan pemerintah bagi investor yang hendak mengusahakan penambangan mineral dan batubara. Kewajiban penyesuaian KK dan PKP2B, serta perbedaan mendasar antara KK / PKP2B dengan IUP memberikan dampak yang signifikan terhadap mekanisme penyelesaian sengketa jika terjadi pemutusan KK dan PKP2B tersebut. Penelitian ini bersifat yuridis normatif yang menitikberatkan pada studi dokumen kepustakaan yang juga didukung dengan pendekatan kasus.

This thesis discusses the dispute settlement on termination of Contract of Work (KK) and Work Agreement for Coal Mining Enterprises (PKP2B) which are not adjusted with the provisions of Law of The Republic of Indonesia Number 4 of 2009 on Mineral and Coal Mining. The issuance of Law No. 4 of 2009 has abolished Contract of Work (KK) and Work Agreement for Coal Mining Enterprises (PKP2B), and replaced it with a system of Mining Permit (IUP). According to Article 169 letter b of Law No. 4 of 2009, the KK and PKP2B holders required to adjust the articles stated in the KK and PKP2B with existing new provisions to the Law No. 4 of 2009. KK and PKP2B is a form of agreement between the Government and the investor / contractor, in contrast to the IUP which is a form of government permits that is granted for investors to conduct mining business. Adjustment liability of KK and PKP2B, as well as the fundamental differences between KK / PKP2B with IUP giving a significant impact on the dispute resolution mechanism in the event of termination of the KK and PKP2B. This research uses a juridical normative approach that focuses on the study of literature, which is also supported by cases."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T38957
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novianti Dewi Anggraeni Putri
"Penelitian ini membahas mengenai penyelesaian sengketa perbankan syariah pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 93/PUU-X/2012 yang isinya mengenai pembatalan penjelasan Pasal 55 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah serta menjelaskan akibat hukum yang timbul dari keluarnya putusan tersebut. Jenis penelitian yang digunakan penulis dalam karya ini adalah penelitian yuridis normatif dengan sifat penelitian evaluatif, sedangkan berdasarkan tujuannya, tipe penelitian ini termasuk penelitian deskriptif analitis.
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan penulis, dapat diperoleh kesimpulan bahwa penyelesaian sengketa perbankan syariah pasca putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 93/PUU-X/2012 selama belum ditentukan pilihan forum hukum dalam akad, maka menjadi kewenangan absolut Peradilan Agama.
Jika para pihak bersepakat untuk menyelesaikan sengketa melalui alternatif penyelesaian sengketa lain, maka pilihan forum hukum untuk menyelesaikan sengketa tersebut harus secara jelas tercantum di dalam akad (perjanjian) dan tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Akibat hukum yang utama dari terbitnya putusan tersebut adalah tidak adanya lagi dualisme penyelesaian sengketa perbankan syariah. Secara umum Peradilan Agama kembali memiliki kewenangan absolut di bidang ekonomi syariah.

This study discusses the post Islamic Law Banking Dispute Resolution Constitutional Court Decision Number 93/PUU-X/2012 which is about the cancellation of the explanation of Article 55 Paragraph ( 2 ) of Law Number 21 Year 2008 on Islamic Banking and explain the legal consequences arising from the decision of the. This type of research is used by the author in this work is the normative juridical nature of an evaluative study, while based on the goal, this type of research include deescriptive analysis research.
Based on the analysis that had been conducted by the author, it can be concluded that Islamic banking dispute resolution after the Constitutional Court for an undetermined Number 93/PUU-X/2012 forum choice of law in the contract, then it becomes the absolute authority of the Religious Courts.
If the parties agree to resolve the dispute through alternative dispute resolution other, then the choice of legal forum to resolve the dispute shall be clearly stated in the contract (agreement) and does not conflict with Islamic principles. The main legal consequences of the publication of the decision is no longer dualism Islamic banking disputes. In general, the Religious Court again have the absolute authority in the field of Islamic economics.
"
Salemba: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T39193
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>