Ditemukan 208552 dokumen yang sesuai dengan query
Raisa Nashwa Syafiqa
"Skripsi ini menganalisis mengenai penerapan layanan psikologi klinis daring berdasarkan hukum kesehatan, khususnya mengenai kedudukan dan pelindungan hukum bagi klien, serta pertanggungjawaban etika, disiplin, dan hukum bagi psikolog klinis. Skripsi ini disusun dengan menggunakan metode penelitian doktrinal dan tipe penelitian deskriptif. Pada mulanya, perhatian hukum kesehatan lebih dominan pada aspek fisik. Namun, seiring berjalannya waktu, kesadaran akan pentingnya kesehatan jiwa telah berkembang secara signifikan. Maka dari itu, terbentuklah layanan psikologi klinis daring sebagai salah satu upaya pemerataan kesehatan jiwa di berbagai daerah. Munculnya layanan psikologi klinis daring memiliki potensi yang cukup menjanjikan untuk menangani masalah kesehatan jiwa di negara berkembang. Namun, penting juga untuk memastikan bahwa perkembangan ini tetap tidak mengabaikan hak-hak yang seharusnya diberikan kepada klien serta ketaatan psikolog klinis terhadap kode etik dan peraturan hukum yang berlaku. Dalam praktiknya, layanan psikologi klinis daring telah terbukti efektif untuk mengatasi ketidakmerataan jumlah psikolog klinis di berbagai daerah. Namun, masih terdapat tantangan dan celah hukum yang harus dibenahi, terutama dari segi regulasi dan pengawasan oleh lembaga yang berwenang. Hal tersebut perlu dikaji kembali guna mewujudkan kepastian hukum serta progresivitas jumlah jiwa yang sehat di negara Indonesia secara merata. Maka dari itu, masyarakat perlu untuk mencari tahu mengenai kompetensi dan kewenangan psikolog klinis daring yang dipilihnya agar tidak terjadi sengketa di masa mendatang. Selain itu, Kementerian Kesehatan dan Ikatan Psikolog Klinis Indonesia dapat berkolaborasi untuk membuat regulasi dan pedoman khusus mengenai layanan psikologi klinis daring serta bersinergi dengan pihak-pihak jejaring internet untuk dapat memperluas pengawasannya terhadap layanan psikologi klinis daring.
This thesis explores the legal framework governing online clinical psychology services in Indonesia, with a particular focus on the legal standing and protection of clients and the ethical, disciplinary, and legal responsibilities of clinical psychologists. With doctrinal research methodology and a descriptive-analytical approach, this thesis underscores the paradigm shift in health law from an emphasis on physical health to a growing acknowledgment of the importance of mental health. The advent of online clinical psychology services represents a significant effort to address disparities in access to mental health care across Indonesia. These services demonstrate considerable potential to mitigate mental health challenges in developing countries by bridging regional disparities in the distribution of clinical psychologists. Ensuring these developments safeguard clients’ rights is imperative while guaranteeing clinical psychologists’ adherence to established ethical standards and legal regulations. While online clinical psychology services have proven effective in alleviating the unequal distribution of clinical psychologists, they remain fraught with challenges, including regulatory deficiencies and a lack of adequate oversight by competent authorities. Resolving these gaps is essential to achieving legal certainty and advancing the equitable realization of mental health improvements across Indonesia. Public awareness regarding the qualifications and authority of clinical psychologists is crucial to prevent future legal disputes. To this end, a collaboration between the Ministry of Health and the Indonesian Clinical Psychologists Association to promulgate specific regulations governing online clinical psychology services and to foster teamwork with internet service providers to ensure effective implementation. This thesis advocates for establishing a robust legal framework to support the equitable and legally sound delivery of online clinical psychology services in Indonesia, thereby advancing mental health law and policy."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Mega Intan Laurencia
"Kesehatan adalah keadaan kesejahteraan secara fisik, mental dan sosial, sehingga aspek kesehatan jiwa juga merupakan aspek yang penting. Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa menyatakan 20% dari populasi di Indonesia memiliki potensi gangguan jiwa. Hal ini menunjukkan bahwa persoalan akan kesehatan jiwa merupakan persoalan yang penting, terlebih di era pandemi Corona Virus Diseease (COVID-19) di mana terjadi peningkatan akan permasalahan jiwa yang disebabkan oleh pengalaman atau melihat peristiwa tidak menyenangkan terkait COVID-19. Untuk menekan angka penyebaran virus, dilakukan pembatasan pelayanan kesehatan secara langsung sehingga pemberian layanan kesehatan mulai dilakukan secara daring dengan memanfaatkan teknologi informasi termasuk dalam bidang pelayanan kesehatan jiwa. Rumah Sakit Jiwa juga mulai mengambil langkah untuk memberikan layanan secara daring yaitu dalam bentuk konsultasi jiwa secara daring. Dalam penerapannya, terdapat beberapa permasalahan di mana belum adanya regulasi yang secara khusus mengatur mengenai pelaksanaan pemberian layanan kesehatan jiwa secara daring. Untuk itu, tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis akan penerapan pelayanan konsultasi jiwa secara daring di era pandemi yang dilakukan oleh Rumah Sakit di Indonesia. Dalam penelitian ini digunakan metode yuridis normatif dengan tipe penelitian secara deskriptif. Hasil penelitian menemukan bahwa pelayanan kesehatan jiwa secara daring yang diberikan rumah sakit masih terbatas pada konsultasi awal saja. Pemberian layanan ini dilaksanakan berdasarkan pada peraturan atau kebijakan dari Kementrian Kesehatan. Pemberian layanan kesehatan jiwa secara daring juga sangat membantu dalam peningkatan akses kesehatan. Diperlukan adanya regulasi khusus yang mengatur mengenai layanan kesehatan jiwa secara daring serta pelaksanannya agar terdapat keseragaman akan pelaksanaanya.
Health is a state of complete physical, mental and social well-being, so mental health is also an important aspect. The Directorate of Prevention and Control of Mental Health Problems states that 20% population in Indonesia has the potential for mental disorders. This shows that the issue of mental health is important, especially during the era of Corona Virus Disease (COVID-19) pandemic where there is an increase in mental problems caused by experiences or seeing unpleasant events related to COVID-19. To reduce the spread of the virus, direct health services were limited so that the provision of health services began to be carried out online. Hospitals also take steps to provide online mental health consultations. In its implementation, there are several problems where there is no regulation that specifically regulates the implementation of online mental health services. For that, the purpose of this research is to analyze the application of online mental consultation services by hospitals in the pandemic. The research method used is juridical normative with a descriptive type of research. The result from this research stated that online mental health services provided by hospitals were still limited to just early consultations. The provision of this service is carried out in accordance with regulations or policies from the Ministry of Health. Mental health services online is very helpful in increasing access to health. There is a need for special regulations that regulate about online mental health services and how the implementation work so that there is uniformity in their implementation."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Muhammad Rosseno Aji Nugroho
"Skripsi yang berjudul ?Pelaksanaan Undang-Undang Kesehatan Jiwa di Indonesia 1897-1992?, membahas mengenai kebijakan pemerintah dalam pelaksanaan UU Kesehatan Jiwa di Indonesia selama periode 1897-1992. Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui keterkaitan antara kondisi pelayanan kesehatan jiwa yang buruk dan kebijakan yang muncul untuk memperbaiki kondisi tersebut.
Dalam penulisan skripsi ini digunakan sumber arsip serta penerbitan sejaman yang ditemukan di Arsip Nasional Republik Indonesia, Perpustakaan Nasional, Perpustakan Universitas Indonesia, Perpustakaan Pusat Kementerian Kesehatan RI serta Perpustakaan Pusat Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan RI.
Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa Undang-Undang tahun 1897 dicabut pada tahun 1966 karena pada pelaksanaannya sudah tidak lagi sesuai dengan kondisi sosial-politik setelah kemerdekaan. UU 1897 memberlakukan sistem sosial yang menempatkan golongan pribumi pada posisi yang lebih rendah dibanding orang Eropa. Selain itu, UU 1897 juga tidak lagi sesuai dengan perkembangan ilmu Psikiatri pada masa itu. Oleh karena itu, pemerintah berusaha memperbaiki kondisi tersebut dengan mengeluarkan UU Kesehatan Jiwa 1966. Dampak dari diberlakukannya UU Kesehatan Jiwa 1966 adalah perkembangan pelayanan kesehatan jiwa di Indonesia mencapai taraf yang lebih baik.
This thesis entitled ?Implementation of Mental Health Law in Indonesia 1897-1992? was proposed to examine the implementatioan of mental health law in Indonesia between 1897-1992. The purpose of this thesis is to understand the relationship between bad mental helath service and the regulation created to fix this condition. The study of this thesis was conducted by using sources from archive and literature study with the same published period. All of the sources comes from National Archive, National Library, Universitas Indonesia Library, The Ministry of Health Library and Research and Development Library of Ministry of Health Indonesia. Based on research, this thesis shows the Mental Health Law 1897 repealed at 1966, because the implementation of that law is no longer appropiate with social-politics condition after independence. In addition, the regulation is no longer in accordance with the progress of Psychiatry at that time. The government try to fix that problem by implementing Mental Health Law 1966. The impact of these regulation is improvement in mental health service in Indonesia."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2016
S65859
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Herlinda Safira
"Skripsi ini membahas mengenai tanggung jawab pemerintah dan perguruan tinggi dalam memberikan akses pelayanan kesehatan mental di Indonesia. Dalam penelitian ini perguruan tinggi yang dipilih adalah Universitas Indonesia. Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk memberikan gambaran terhadap kebijakan pemerintah atas pemenuhan hak dasar bagi pemerintah dan perguruan tinggi. Penelitian untuk penulisan skripsi ini adalah penelitian yang menggunakan pendekatan yuridis-normatif dengan menggunakan data sekunder dan dengan teknik pengumpulan data yang bersifat kualitatif serta fakta-fakta yang diuraikan dalam penelitian ini didukung berdasarkan wawancara dengan narasumber. Adapun upaya kesehatan mental seperti promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif merupakan akses pelayanan kesehatan mental yang diberikan oleh pemerintah. Kemudian, telah terdapat sistem rujukan dalam upaya kesehatan jiwa di tingkat primer, sekunder dan tersier. Pelayanan kesehatan mental yang disediakan oleh Universitas Indonesia dapat diakses melalui konselor di tiap-tiap fakultas, Klinik Satelit Makara UI, Klinik Terpadu Fakultas Psikologi UI, dan pelayanan kuratif RS UI. Akan tetapi, pada praktinya Indonesia masih belum memiliki peraturan pelaksana yang digunakan sebagai pedoman dalam mewujudkan upaya kesehatan jiwa di Indonesia. Di pihak lain, UI masih belum memiliki kebijakan kesehatan mental bagi sivitas akademika UI dan tidak semua fakultas memiliki konselor.
This undergraduate thesis discusses the responsibility of the government and universities in providing access to mental health services in Indonesia. In this study, the university chosen was the University of Indonesia (UI). The purpose of writing this thesis is to provide an overview of government policies on the fulfillment of basic rights for the government and universities. The research for writing this thesis uses a juridical-normative approach using secondary data and qualitative data collection techniques with the facts described in this study are supported based on interviews with resourceful people. It is found later in the thesis that mental health efforts such as promotive, preventive, curative, and rehabilitative measures are access to mental health services provided by the government. Then, there has been a referral system in mental health efforts at the primary, secondary and tertiary levels. The mental health services provided by the University of Indonesia can be accessed through counselors in each faculty, the Makara UI Satellite Clinic, the Integrated Clinic of the Faculty of Psychology UI, and curative services at the UI Hospital. However, in practice, Indonesia still does not have to implement regulations that are used as guidelines for realizing mental health efforts in Indonesia. On the other hand, UI still does not have a mental health policy for UI academics and not all faculties have counselors."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Tiara Verina
"Skripsi ini membahas mengenai pengaturan dan perlindungan hukum bagi penderita gangguan jiwa dan kedudukan hukum serta peran Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 3 dalam mewujudkan perlindungan hukum bagi penderita gangguan jiwa yang telantar. Bentuk penelitian skripsi ini adalah yuridis normatif dengan tipe deskriptif. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa peranan Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 3 dalam mewujudkan perlindungan hukum bagi penderita gangguan jiwa yang telantar ialah dengan menjalankan tugasnya melakukan pelayanan dan rehabilitasi sosial serta memenuhi hak-hak penderita gangguan jiwa yang telantar. Kedudukan Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 3 ialah sebagai Unit Pelaksana Teknis Dinas Sosial dalam pelaksanaan kegiatan pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi penderita gangguan jiwa yang telantar. Hasil penelitian menyarankan Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 3 perlu melakukan sosialisasi pada masyarakat bahwa keluarga merupakan tempat terbaik dalam melaksanakan upaya preventif bagi anggota keluarganya yang menderita gangguan jiwa agar tidak ditelantarkan dan sosialisasi pentingnya keluarga dalam memberikan dukungan dan menerima kembali anggota keluarganya ketika dikembalikan dari Panti Sosial.
This thesis explains about the rules and legal protection for people with mental disorders and role and position of social institution in manifesting legal protection for abandoned people with mental disorder. The method used in this research is normative juridical research. The result of this research is that the role of the Social Institution Bina Laras Harapan Sentosa 3 in manifesting legal protection for abandoned people with mental disorder who carry out their duties to conduct service and social rehabilitation and fulfill the rights abandoned people with mental disorder. Position of the Social Institution Bina Laras Harapan Sentosa 3 is as a Technical Implementation Unit of the social service in the implementation of service activities and social rehabilitation for people with a mental disorder. The results of the study suggested that the Bina Laras Harapan Sentosa 3 Social Institution needs to disseminate information to the community that family is the best place to carry out preventive actions for their family members who suffer from mental disorders so that they are not going to be neglected and socialize the importance of family support and re-acceptance of family members when returned from the social institution."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Sisilya
"Pengampuan adalah sebuah penetapan yang diberikan terhadap seseorang yang tidak dapat mengurus kebutuhan dan kepentingan dirinya sendiri sebagaimana mestinya, sehingga dianggap tidak cakap dalam melakukan perbuatan hukum. Orang tersebut diharuskan untuk ditaruh di bawah pengampuan. Namun, dalam pelaksanaannya, adanya sistem pengampuan masih sering disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu, sehingga menyebabkan orang yang akan ditaruh di bawah pengampuan atau sedang berada di bawah pengampuan terlanggar hak-haknya. Pengampuan diatur dalam Pasal 433 KUHPerdata. Namun, semenjak adanya Putusan Mahkamah Konstitusi No. 93/PUU- XX/2022, pengampuan bagi orang-orang yang mengalami kondisi dungu, sakit otak dan mata gelap, kini menjadi tidak lagi bersifat sebagai sebuah keharusan, melainkan menjadi bersifat dapat, sepanjang ketiga kondisi tersebut tidak dimaknai sebagai penyandang disabilitas mental dan/atau disabilitas intelektual. Penelitian ini menganalisis bagaimana ketentuan-ketentuan penetapan Pengampuan yang sebelumnya diatur di dalam Pasal 433 KUHPerdata berubah semenjak adanya Putusan Mahkamah Konstitusi No. 93/PUU- XX/2022 dan UU No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Penelitian ini disusun menggunakan metode penelitian doktrinal. Penelitian ini akan menjelaskan kedudukan subjek hukum di bawah pengampuan berdasarkan Hukum Perdata dan Hukum Islam. Selanjutnya, akan terdapat analisis Putusan Mahkamah Konstitusi No. 93/PUU-XX/2022 dan permasalahan-permasalahan hukum baru yang timbul akibat adanya putusan tersebut. Kemudian, penelitian ini akan membahas mengenai pengaturan pengampuan bagi Orang Dengan Gangguan Jiwa di dalam UU No. 17 Tahun 2023, jika dibandingkan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 93/PUU-XX/2022 dan UU No. 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa.
ot take care of his own needs and interests properly and considered incompetent in carrying out legal actions. The person is required to be placed under curatele. However, in its implementation, the existence of the curatele system is still often misused by certain parties, causing people who are under curatele or are currently under curatele to have their rights violated. Curatele is regulated in Article 433 of the Civil Code. However, since the Constitutional Court Decision No. 93/PUU-XX/2022, curatele for people who experience the conditions of dungu, sakit otak and mata gelap, is now no longer a necessity, but rather can be, as long as these three conditions are not interpreted as people with mental disabilities and/or intellectual disability. This research discusses how the provisions for determining curatele previously regulated in Article 433 of Civil Code have changed since the Constitutional Court Decision No. 93/PUU-XX/2022 and Law no. 17 of 2023 concerning Health. This research was prepared using doctrinal research methods. This research will explain the position of legal subjects under curatele based on Civil Law and Islamic Law. Then, an analysis will be carried out of the Constitutional Court Decision No. 93/PUU-XX/2022 and new legal problems that arise as a result of this decision. Then, this research will discuss the regulation of curatele for people with mental disorders in Law no. 17 of 2023, when compared with Constitutional Court Decision No. 93/PUU-XX/2022 and Law no. 18 of 2014 concerning Mental Health."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Azriel Carisha Saleh Herdiansyah
"Skripsi ini membahas mengenai peningkatan efektivitas layanan asuransi kesehatan jiwa di Indonesia melalui perbandingan dengan Singapura. Pokok permasalahan yang diteliti dalam skripsi ini adalah: 1. Bagaimana pengaturan dan penyelenggaraan layanan asuransi kesehatan jiwa di Indonesia dalam asuransi wajib oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan asuransi komersial oleh perusahaan asuransi swasta?; dan 2. Bagaimana peningkatan efektivitas layanan asuransi kesehatan jiwa yang dapat dilakukan di Indonesia melalui perbandingan dengan Singapura?. Metode penelitian yang dipergunakan dalam skripsi ini adalah yuridis-normatif dengan jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang diolah dan dianalisis secara kualitatif. Adapun hasil penelitian skripsi ini adalah: 1. Pengaturan layanan asuransi kesehatan jiwa di Indonesia diatur dalam: UU SJSN, UU BPJS, UU Kesehatan Jiwa, dan UU Perasuransian, dan
diselenggarakan baik dalam mekanisme asuransi wajib oleh BPJS Kesehatan maupun dalam mekanisme komersial oleh perusahaan asuransi swasta; dan 2. Terdapat (6) cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan efektivitas layanan asuransi kesehatan jiwa di
Indonesia melalui perbandingan dengan Singapura. Saran dari Penulis adalah bagi Pemerintah Indonesia dirasa perlu untuk membuat regulasi yang secara akomodatif, praktis, dan komprehensif terkait program jaminan kesehatan jiwa bagi penderita gangguan jiwa di Indonesia.
This thesis discusses ways on how to improve the effectiveness of mental health insurance services in Indonesia through comparison with Singapore. The main issues examined in this thesis are: 1. How is the regulation and implementation of mental health insurance services in Indonesia in terms of compulsory insurance by the BPJS Kesehatan and commercial insurance by private insurance companies?; and 2. How to increase the effectiveness of mental health insurance services that can be done in Indonesia through comparison with Singapore?. The research method used in this thesis is juridicalnormative with the type of data used is secondary data which is processed and analyzedqualitatively. The results of this thesis research are: 1. Mental health insurance services in Indonesia are regulated in: UU SJSN, UU BPJS, UU Kesehatan Jiwa, dan UU Perasuransian, and are carried out both in mandatory insurance mechanism by BPJS Kesehatan and in commercial mechanism by private insurance companies; and 2. There are (6) ways that can be done to increase the effectiveness of mental health insurance services in Indonesia through comparison with Singapore. The author's suggestion is that the Government of Indonesia needs to make regulations that are accommodative, practical and comprehensive regarding the mental health insurance program for people with mental disorders in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Pramudya Sekar Arum
"Penelitian ini menganalisis tentang implementasi
informed consent, kedudukan, dan peranan
informed consent bagi pasien ODGJ di RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang (Soerojo Hospital). Masalah yang dibahas adalah mengenai implementasi
informed consent bagi pasien ODGJ dan kedudukan serta peranan Soerojo Hospital dalam pengimplementasian
informed consent. Penelitian ini menggunakan metode penelitian doktrinal. Implementasi
informed consent bagi pasien ODGJ tanpa wali di Soerojo Hospital dilakukan melalui berbagai tahapan. Jika tidak ditemukan wali/keluarga pasien maka yang bertanggung jawab penuh adalah dari pihak Soerojo Hospital. Kedudukan Soerojo Hospital sebagai penanggung jawab tertuang dalam Kepdirut Nomor HK.HK.01.08/XXVI.3/1476/2022 dan Kepdirut Nomor HK.01.07/XXVI.3/2099/2019. Soerojo Hospital bertanggung jawab langsung atas segala tindakan medis yang dilaksanakan dan harus sesuai dengan kesepakatan atau
informed consent yang disepakati oleh pasien. Dalam praktiknya, antara peraturan perundang-undangan dengan Kepdirut Soerojo Hospital dalam hal implementasi
informed consent dan kedudukan rumah sakit sudah sesuai namun harus tetap dipertahankan dan ditingkatkan demi kesejahteraan pasien.
This study analyzed the implementation of informed consent, its status, and its role for patients with mental disorders at Prof. Dr. Soerojo Magelang Psychiatric Hospital (Soerojo Hospital). The issues discussed include the implementation of informed consent for patients with mental disorders and the position and role of Soerojo Hospital in the implementation of informed consent. This study employed doctrinal research methods. The implementation of informed consent for patients with mental disorders without guardians at Soerojo Hospital is conducted through various stages. If no guardian or family member is found, Soerojo Hospital assumes full responsibility. The position of Soerojo Hospital as the responsible party is stipulated in Director’s Decree Number HK.HK.01.08/XXVI.3/1476/2022 and Director’s Decree Number HK.01.07/XXVI.3/2099/2019. Soerojo Hospital is directly responsible for all medical actions, which must follow the informed consent agreed by the patient. In practice, the regulations and the Director’s Decrees of Soerojo Hospital regarding the implementation of informed consent and the hospital's position are aligned, but continuous maintenance and enhancement are necessary for the patient's well-being."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Himma Surya Asmoro
"Penelitian ini membahas mengenai layanan kesehatan mental di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang. Hak asasi manusia merupakan sebuah hak yang secara alami melekat pada diri, termasuk hak untuk narapidana. Hak asasi manusia terdiri dari berbagai macam, salah satunya adalah hak untuk mendapatkan layanan kesehatan mental tanpa diskriminasi. Menurut data dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia pada tahun 2019, terdapat narapidana dengan gangguan kesehatan mental sebanyak 269 orang dari 267.344 orang. Hal ini membuktikan bahwa layanan kesehatan mental bagi narapidana sangat dibutuhkan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif berupa wawancara dan studi pustaka. Dari hasil wawancara dan studi pustaka, data tersebut dianalisis menggunakan konsep The United Nations Standard Minimum Rules for the Treatment of Prisoners (the Nelson Mandela Rules) dan Handbook on Prisoners with special needs dari UNODC. Dalam dua konsep tersebut, terdapat beberapa peraturan yang seharusnya disediakan oleh lembaga pemasyarakatan/penjara supaya dapat melakukan layanan perawatan kesehatan mental kepada narapidana secara ideal. Peraturan tersebut di antaranya harus terdapat psikolog, psikiater, dokter, perawat dengan pengetahuan psikiatri, ruangan khusus, obat psikiatri, dan obat gawat darurat. Namun, hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa layanan kesehatan mental di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang masih belum memenuhi hak narapidana untuk mengakses kesehatan, khususnya kesehatan mental. Hal ini terjadi karena terdapat anggaran yang kurang dan tidak tersedianya sumber daya manusia yang kompeten dalam bidangnya.
This study discusses mental health services at the Cipinang Penitentiary. Human rights are rights that are naturally inherent in oneself, including the rights of convicts. Human rights consist of various kinds, one of which is the right to get mental health services without interference. According to data from the Ministry of Law and Human Rights in 2019, there were attenuation of mental health disorders by 269 people out of 267,344 people. This proves that mental health services for assistance are urgently needed. This research uses a qualitative approach in the form of interviews and literature. From the results of interviews and literature studies, the data was analyzed using the concept of The United Nations Standard Minimum Rules for the Treatment of Prisoners (the Nelson Mandela Rules) and the Handbook on Prisoners with special needs from UNODC. In these two concepts, there are several regulations that should be provided by correctional institutions/prisons in order to carry out mental health care services to complete them ideally. These regulations must include psychologists, psychiatrists, doctors, nurses with psychiatric knowledge, special rooms, psychiatric drugs, emergency medicine, and services without discrimination. However, the results of this study indicate that mental health services at the Cipinang Correctional Institution still have not fulfilled their right to access health, especially mental health. This happens because there is a lack of agreement and the unavailability of competent human resources in their fields."
2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Universitas Indonesia, 2000
S25667
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library