Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 220859 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Andreyan Rizqi Martias
"Terdapat indikasi bahwa barang-barang hasil transaksi perdagangan, khususnya dari e-commerce, kerap diberitahukan kepada DJBC dengan nilai yang lebih rendah untuk menghindari pungutan Bea Masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor. Sebagai jawaban dari kondisi tersebut untuk meningkatkan kepatuhan importir, DJBC menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96 Tahun 2023 yang di dalamnya mengatur ketentuan selfassessment dan konsekuensi sanksi denda dalam penyelesaian impor barang kiriman hasil transaksi perdagangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi implementasi sistem self-assessment dalam penyelesaian impor barang kiriman hasil transaksi perdagangan berdasarkan asas pemungutan pajak “The Four Maxims”. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Data penelitian diperoleh dari wawancara dengan penyelenggara pos dan analisis data impor barang kiriman. Berdasarkan hasil evaluasi, meskipun secara umum ketentuan selfassessment di impor barang kiriman telah memenuhi ”The Four Maxims”, namun masih terdapat ruang perbaikan yang bisa dilakukan para stakeholder agar pelaksanaan ketentuan tersebut dapat lebih baik dan optimal. Beberapa perbaikan yang bisa dilakukan adalah dengan membuat profiling pada sistem komputer pelayanan barang kiriman dan melakukan penyesuaian terhadap penghitungan sanksi denda. Selain itu DJBC perlu melakukan diseminasi secara berkelanjutan, sehingga masyarakat dapat lebih memahami ketentuan impor barang kiriman.

There are indications that consigned goods resulting from trade transactions, particularly from e-commerce, are often declared to the Directorate General of Customs and Excise (DGCE) with lower values to avoid import duties and taxes. In response to this situation and to enhance importer compliance, DGCE issued the Minister of Finance Regulation Number 96 of 2023, which includes provisions for self-assessment and the imposition of penalty sanctions in the settlement of imported consigned goods from trade transactions. This study aims to evaluate the implementation of the self-assessment system in the settlement of imported consigned goods from trade transactions based on the principles of tax collection known as “The Four Maxims.” The research was conducted using a qualitative research method with a case study approach. Data for the research were obtained from interviews with postal operator and express courier companies with the addition of analysis of imported consigned goods data. Based on the evaluation results, although the self-assessment provisions for imported consigned goods generally adhere to “The Four Maxims,” there remains room for improvement by stakeholders to enhance the effectiveness and to optimalize the implementation of these provisions. Some improvements that can be made include creating profiling in the computer system for consigned goods services and adjusting the calculation of penalty sanctions. Additionally, DGCE needs to conduct continuous dissemination so that the public can better understand the regulations for imported consigned goods. "
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mia Mentari Faroya
"Skripsi ini membahas dua sudut pandang suatu lembaga hukum konsinyasi. Pertama, konsinyasi yang berlaku dalam hal perikatan yang diatur pada Buku III KUHPerdata.. Kedua, mengenai konsinyasi yang diimplementasikan dalam mewujudkan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan, penulisan skripsi ini bertujuan untuk menggali dan meninjau lebih jauh mengenai keberlakuan dan keabsahan dari lembaga konsinyasi baik sebagai salah satu mekanisme menghapus perikatan maupun sebagai cara berpindahnya hak atas tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. Adapun pembahasan yang dilakukan peneliti adalah konsep Lembaga Konsinyasi yang dikenal dalam KUHPerdata kemudian dipergunakan dan diimplementasikan dalam salah satu mekanisme pengadaan tanah yang ada dalam UU No. 2 Tahun 2012. Sehingga sebagai konsekuensinya, ketentuan hukum acara perdata yang khusus mengatur mengenai lembaga hukum ini juga akan dirujuk. Ketentuan hukum acara perdata tersebut terdapat didalam Reglement op de Burgelijk Rechtsvordering (Rv), Staatsblad 1847 No. 52 jo. 1849 No. 63.

The thesis mainly discusses two points of view about consignment. First, about consignment regulating on Chapter III of Indonesian Civil Code. Second, about consignment implementing for land procurement for public purpose. By using literature research method, this thesis aims to review consignment as one of mechanisms to end a contract and as the way to right of land for public purposing procurement. The point of this thesis is about consignment which known on Civil Code and implemented as one of mechanisms on land procurement regulating on Law of 2012 Number 2. As a consequence, any regulation related about the consignment, regulating on Reglement op de Burgelijk Rechtsvordering (Rv), Staatsblad of 1847 Number 52 jo. Staatsblad of 1849 Number 63 will be used as well."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S46354
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ines Krisantia Jayaputri
"Penitipan uang ke Pengadilan Negeri (konsinyasi) adalah salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengakhiri suatu penyelesaian perkara di Pengadilan. Konsinyasi merupakan salah satu proses yang dapat dilakukan untuk mempercepat penyelesaian suatu perkara di pengadilan dengan cara “memaksa” salah satu pihak yang berperkara untuk menyetujui suatu putusan. Berdasar pada hal tersebut, konsinyasi merupakan salah satu implementasi dari salah satu asas hukum acara perdata, yakni asas cepat. Adapun paksaan kepada salah satu pihak ini dilakukan karena adanya kepentingan yang lebih memiliki urgensi tinggi dan harus didahulukan. Oleh karena itu, demi tetap mencapai keadilan dan kepastian bagi para pihak, terutama bagi pihak yang dipaksa untuk menyetujui suatu putusan, perlu adanya proses beracara yang diatur dalam hukum. Peraturan perundang-undangan di Indonesia saat ini telah mengatur proses konsinyasi untuk perkara pengadaan tanah untuk kepentingan umum dan perkara perikatan. Namun, belum ada peraturan perundang-undangan khusus yang mengatur proses konsinyasi untuk perkara lainnya. Berangkat dari hal tersebut, dalam kesempatan kali ini, akan melakukan penelitian terkait proses yang dilakukan dalam penggunaan konsinyasi pada perkara lainnya secara yuridis-normatif.

One of the methods to finish a dispute settlement at the District Court is to deposit money there (by way of consignment). Consignment is a procedure that can be used to hasten the resolution of a court case by "forcing" one of the parties to agree to a decision. In light of this, consignment implements the principle of speed as one of the civil procedural law's tenets. Because certain interests are more urgent and must take precedence, one of the parties is coerced. Therefore, it is essential to have a legal process that is governed by law in order to continue achieving justice and predictability for the parties, particularly for those who are forced to agree to a decision. The consignment process for land acquisition cases in the public interest and engagement cases has been governed by Indonesia's current laws and regulations. However, the consignment procedure is not specifically governed by rules and regulations in other cases, including the use of consignment in inheritance cases. On this occasion, departing from this, I will conduct research related to the procedure utilized in the usage of consignments in other cases in a juridical-normative manner."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suhadi Riandana
"[ABSTRAK
Laporan magang ini membahas mengenai temuan dan analisis terkait pengakuan
pendapatan atas penjualan barang konsinyasi PT XYZ. Kemudian juga akan dibahas
mengenai proses pelaksanaan uji tuntas keuangan yang dilakukan terhadap PT XYZ
dalam rangka rencana akuisisi yang dilakukan oleh Big Corporation sebagai salah
satu langkah pengembangan usaha. Secara lebih rinci, laporan magang ini membahas
mengenai standar akuntansi terkait pendapatan, prosedur pelaksanaan uji tuntas
keuangan, analisis terhadap pengakuan dan pengukuran pendapatan serta
rekomendasi keuangan. Berdasarkan hasil proses uji tuntas keuangan, terdapat
beberapa temuan seperti pendapatan yang overstated dan abnormalitas hutang deposit
terkait hasil pengakuan dan pengukuran pendapatan.

ABSTRACT
The report is aimed to discuss the findings and analysis about revenue recognition on
the sale of consignment goods of PT XYZ. Then, the report discusses the process of
the financial due diligence that carried out against PT XYZ as Big Corporation want
to acquire them in order to develop their business. In more detail, the report is to
discuss the revenue-related accounting standards, financial due diligence procedures,
and financial recommendations. Based on the results of the financial due diligence
process, there are several findings as overstated revenue and debt deposit
abnormalities related to revenue recognition and measurement., The report is aimed to discuss the findings and analysis about revenue recognition on
the sale of consignment goods of PT XYZ. Then, the report discusses the process of
the financial due diligence that carried out against PT XYZ as Big Corporation want
to acquire them in order to develop their business. In more detail, the report is to
discuss the revenue-related accounting standards, financial due diligence procedures,
and financial recommendations. Based on the results of the financial due diligence
process, there are several findings as overstated revenue and debt deposit
abnormalities related to revenue recognition and measurement.]"
2015
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Silvia Syarafina
"Kemajuan pembangunan dalam berbagai bidang di Indonesia, khususnya di sektor infrastruktur ditandai dengan banyaknya pembangunan termasuk pembangunan jalur kereta api cepat. Sedangkan disisi lain pertumbuhan penduduk setiap waktunya juga sangat tinggi seringkali menimbulkan kelangkaan tanah. Pengadaan tanah juga merupakan salah satu kegiatan yang dapat dilakukan bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang pengerjaannya dilakukan oleh Pemerintah atau instansi yang memerlukan tanah. Dalam pengadaan tanah dikenal konsep konsinyasi, yaitu suatu mekanisme penitipan ganti rugi yang dilakukan dengan permohonan penitipan kepada Ketua Pengadilan Negeri. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini mengenai konsep ganti rugi dalam pengadaan tanah untuk pembangunan bagi kepentingan umum serta perlindungan dan kepastian hukum dari lembaga konsinyasi terhadap ganti rugi dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Metode penelitian yang digunakan yaitu penelitian yuridis normatif dengan tipologi eksplanatoris. Dari hasil analisa diketahui bahwa permasalahan utama dalam kasus yang diangkat yaitu konsep ganti rugi dalam pembangunan bagi pengadaan tanah untuk kepentingan umum adalah ganti rugi harus mempertimbangkan kerugian fisik maupun non fisik. Hal ini didasarkan bahwa ganti rugi ini dilakukan untuk memberikan suatu kompensasi atas kerugian pemegang hak atas tanah yang kehilangan hak atas tanahnya karena dibebaskan untuk kepentingan umum. Lembaga konsinyasi dapat memberikan perlindungan sepanjang sudah tercapai kesepakatan antara pemegang hak atas tanah dengan panitia pengadaan tanah. Dalam proses pelaksanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum, yang diperlukan yaitu hubungan hukum yang dihasilkan atas dasar musyawarah atas penetapan bentuk dan besaran ganti kerugian untuk kemudian dirumuskan dalam berita acara yang menjadikan sebagai bukti perlindungan dan kepastian hukum yang di dapat oleh warga terdampak

Development progress in various fields in Indonesia, especially in the infrastructure sector, is marked by a large number of developments including the construction of high-speed railways. On the other hand, population growth is also very high at any time, which often results in scarcity of land. Land acquisition is also one of the activities that can be carried out for the implementation of development for the public interest, the work of which is carried out by the Government or agencies requiring land. In land acquisition, the concept of consignment is known, which is a mechanism for custody of compensation carried out by requesting custody of the Head of the District Court. The issues raised in this study are regarding the concept of compensation in land acquisition for development for the public interest and protection and legal certainty from consignment agencies for compensation in land acquisition for public interests. The research method used is normative juridical research with explanatory typology. From the analysis, it is known that the main problem in the case raised, namely the concept of compensation in the development of land acquisition for the public interest, is that compensation must consider physical and non-physical losses. This is based on the fact that this compensation is made to provide compensation for the loss of land rights holders who have lost their rights to their land because they are released for public purposes. The consignment agency can provide protection as long as an agreement has been reached between the land rights holder and the land acquisition committee. In the process of implementing land acquisition for the public interest, what is needed is a legal relationship generated on the basis of deliberation on the determination of the form and amount of compensation to be formulated in an official report that serves as proof of protection and legal certainty obtained by affected residents"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
E.M. Alfalesa
"ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran tentang Mekanisme Konsinyasi Ganti Rugi Dalam Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum khususnya pada Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, Proyek Pembangunan Drilling, Flowline Dan Access Road Di Kabupaten Wajo. Konsinyasi yang diatur dalam Undang-Undang No. 02 Tahun 2012 berbeda dengan konsinyasi yang di atur dalam KUH Perdata, dimana dalam KUH Perdata konsinyasi dapat dilakukan jika sebelumnya terdapat hubungan hukum antara para pihak. Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui mekanisme konsinyasi ganti rugi atas tanah yang digunakan untuk Proyek Pembangunan Drilling, Flowline Dan Access Road Di Kabupaten Wajo dan hambatan-hambatan yang timbul dalam mekanisme ganti rugi atas tanah, Peran SKK Migas, Kontraktor, Tim Pengadaan Tanah, dan proses pengadaan tanah untuk kepentingan umum, serta pengaruhnya terhadap pemilik hak atas tanah yang terkena proyek tersebut.

ABSTRACT
This research is conducted in order to obtain a description of the Mechanism of Compensation Consignment in the Land Procurement for Public Importance, especially for the Construction of Drilling, Flowline Dan Access Road in Wajo Area. The consignment applied Under Act No. 02 of 2012 is different to the consignment regulated in the Civil Code, in which, in the Civil Code, a consignment may be applied if there is any legal relationship among the parties previously. The objectives that will be achieved in this research are to find out the mechanism of compensation consignment of the land used for the Construction of Drilling, Flowline Dan Access Road in Wajo Area and the obstacles emerging in the mechanism of compensation of the land used for the Construction of Drilling, Flowline Dan Access Road in Wajo Area, role of SKK Migas, Contractor, P2T Team, and the process of land procurement for public importance and its influence on the owners of rights upon land included in that project.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T44980
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Utoyo Widayat
Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1993
657.9 UTO a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Chantiqa Shakira Dewi
"Lembaga Konsinyasi merupakan Lembaga hukum yang disediakan undang-undang sebagai salah satu cara hapusnya perikatan melalui tindakan penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan. Yang menjadi dasar hukum adanya Lembaga ini adalah Pasal 1381 dan Pasal 1404 sampai dengan Pasal 1412 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Lembaga Konsinyasi juga diterapkan dalam kegiatan pengadaan tanah untuk kepentingan umum berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah demi Pembangunan untuk Kepentingan Umum (UU No. 2 Tahun 2012). Dalam Lembaga Konsinyasi, terdapat dua aspek yang menjadi syarat sah keabsahannya, yakni penawaran pembayaran dan penitipan atau penyimpanan di pengadilan. Pada kegiatan pengadaan tanah untuk kepentingan umum, Lembaga Konsinyasi tidak hanya digunakan untuk memberikan ganti kerugian kepada pihak menolak bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian. Ketentuan-ketentuan inilah yang digunakan sebagai dasar permohonan penitipan ganti kerugian oleh Pemohon dalam Penetapan Nomor 01/Pdt.P/2012/PN.Tjg dan Penetepan Nomor 19/Pdt.P/2016/PN.Kag.
Consignment Institution is a legal institution provided by law as a way to terminate an agreement through an act of offering cash payment followed by safekeeping. The legal basis of this institution is regulated on Article 1381 and Article 1404 until Article 1412 of the Civil Code. Consignment institution is also applicable on land acquisition matters based on public interest according to the Law Number 2 of 2012 regarding Land Procurement for Development in the Public Interest (Law No. 2 of 2012). In the Consignment Institute, there are two aspects that become legal requirements, which consist of the offer of payment and safekeeping in court. On the matters of land procurement in the public interest, the Consignment Institutions does not only applicable on providing compensation itself. These provisions are used as a basis for the application on safekeeping of the damages by the Applicant on Court Decision No. 01/Pdt.P/2012 PN.Tjg and Court Decision No. 19/Pdt.P/2016/PN.Kag."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ciho Miller Bermana
"Perbuatan penahanan barang impor ke kawasan perdagangan bebas oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai adalah suatu perbuatan melawan hukum yang melanggar kepentingan individu dan menimbulkan kerugian kepada importir maupun pihak lainnya. Secara perdata, terhadap kerugian yang timbul dapat dimintai pertanggungjawaban baik secara langsung terhadap Direktorat Jenderal Bea Cukai maupun melalui gugatan perdata yang diajukan ke pengadilan. Skripsi ini kemudian membahas 3 (tiga) pokok permasalahan yakni, bagaimana konsep perbuatan melawan hukum secara umum, bagaimana tugas dan wewenang Direktorat Jenderal Bea dan Cukai secara umum, dan bagaimana mekanisme, bentuk pertanggungjawaban perdata, serta tindak penahanan barang impor dapat dikatakan sebagai perbuatan melawan hukum. Metode penulisan yang digunakan adalah yuridis-normatif, dengan penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif dan didukung dengan analisis putusan pengadilan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perbuatan penahanan barang impor dalam perkara perdata dipandang sebagai suatu perbuatan melawan hukum dalam Pasal 1365 KUHPerdata sehingga dapat dimintai pertanggungjawaban, dengan ganti rugi baik ganti rugi materiil maupun immateriil. Adapun mekanisme dan bentuk pertanggungjawabannya, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dapat dimintakan pertanggungjawaban atas penahanan barang impor.

The act of detaining imported goods into a free trade zone by the Directorate General of Customs and Excise is an unlawful act that violates individual interests and causes losses to importers and other parties. Civilly, the losses incurred can be held liable either directly against the Directorate General of Customs or through a civil lawsuit filed with the court. This thesis then discusses 3 (three) main problems, including how the concept of unlawful acts in general, how the duties and authorities of the Directorate General of Customs and Excise in general, and how the mechanism, form of civil liability, and acts of detention of imported goods can be said to be unlawful. The writing method used is juridical-normative, with research focused on examining the application of rules or norms in positive law and supported by analysis of court decisions. Thus it can be concluded that the act of detaining imported goods in a civil case is seen as an unlawful act in Article 1365 of the Civil Code so that it can be held liable, with compensation both material and immaterial damages. As for the mechanism and form of liability, the Directorate General of Customs and Excise can be held liable for the detention of imported goods."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diana Idola Hotmarito
"Notaris selaku PPAT selain tunduk pada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pembuat Akta Tanah, dalam hal melaksanakan sistem self assessment pemungutan pajak BPHTB tunduk pula pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang terbit sebagai akibat amanat perkembangan pengaturan otonomi daerah di Indonesia. Tesis ini memakai Metode Yuridis Empiris dan menggunakan Teknik Analisa Data Kualitatif, menganalisa secara teoritis apa saja perubahan yang timbul akibat berlakunya Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 18 Tahun 2010 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan bagi peran Notaris selaku PPAT dalam penerapan sistem self assessment pada pemungutan BPHTB terhadap transaksi jual beli hak atas tanah dan bangunan. Selanjutnya dilakukan wawancara terhadap pegawai Dinas Pendapatan Daerah Kotamadya Jakarta Utara dan Notaris selaku PPAT di wilayah kotamadya Jakarta Utara agar diketahui hambatan dan kesulitan yang ditemui pada tataran praktek.
Dari hasil analisa tersebut didapatkan simpulan bahwa peran Notaris selaku PPAT menjadi semakin serta banyak ditemui hambatan terutama masalah teknis pemungutan BPHTB oleh Pemerintah Daerah sehingga memperlambat kerja Notaris selaku PPAT dalam menerapkan sistem self assessment pada pemungutan BPHTB terhadap transaksi jual beli hak atas tanah dan bangunan. Saran yang dapat diberikan adalah agar Ikatan Notaris Indonesia dan Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah memberikan perhatian khusus mengenai masalah ini dengan memperjuangkan penghargaan materiil dan moril bagi peran Notaris selaku PPAT dalam hal pemungutan BPHTB ini bahkan jika perlu secara tegas menolak ketentuan yang memberatkan Notaris selaku PPAT namun tidak memberikan sedikit pun penghargaan kepada Notaris selaku PPAT. Pemerintah Daerah di sisi lain harus tanggap pula kepada keluhan Notaris selaku PPAT ini dan membenahi diri, mulai dari tataran peraturan daerah dengan memasukkan penghargaan kepada Notaris selaku PPAT dan juga pada tataran praktek dengan membenahi seluruh kinerja pelayanan pajak BPHTB kepada masyarakat.

Notary as PPAT besides subject to the Act No. 30 of 2004 concerning Notary and Government Regulation No. 37 of 1998 on Regulation of Land Title Deed makers, in terms of performing self-assessment system of BPHTB also subject to Law Number 28 Year 2009 on Local Taxes and Levies which appeared from the mandate of the development of regional autonomy arrangements in Indonesia. This thesis is using Juridical Empirical Methods and using the Qualitative Data Analysis Technique, theoretically identify changes resulting from the enactment of the Regional Province Rule of Jakarta Capital Special Region No. 18 of 2010 on Bea Acquisition Of Land and Buildings considering the role of Notary as PPAT to imply the self assessment when voting the BPHTB of buying and selling of land and buildings. Further, interviews were conducted against the North Jakarta Revenue Department officials and North Jakarta Municipal Notary PPAT to know the obstacles and difficulties encountered at the level of practice.
After analyzing the datas we can obtain conclusion that the role of the Notary as PPAT is heavier and found many barriers, especially in technical problems of BPHTB collection by the local government. Advice can be given is that the Indonesian Notaries Association and the Association of Land Deed Officer give special attention on this issue and fight for the respect in the material and moral form and support for the right of Notary as PPAT in this collection of BPHTB and if it is necesarry to be done, should be explicitly reject the burdensome provisions of Notary as a PPAT in this BPHTB matters because there is no award at all. Local Government, on the other side, must respond to these complaints and reorganize themselves, ranging from the level of local regulations by entering a tribute to the Notary as PPAT and also at the level of practice by fixed up the entire performance BPHTB tax services to the community.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T31395
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>