Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 101143 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Izzca Alsya Candra
"Usia baduta merupakan masa di mana terjadi pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan serta emosional anak yang perlu diperhatikan dengan baik. Namun, pada masa ini sering terjadi masalah perilaku makan seperti perilaku picky eater. Salah satu faktor yang memengaruhi perilaku tersebut adalah praktik pemberian makanan pendamping ASI (MPASI). Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi gambaran praktik pemberian makanan pendamping ASI (MPASI) pada bayi usia 6-23 bulan sebagai determinan perilaku picky eater. Metode penelitian yang digunakan adalah longitudinal, dengan pengambilan data secara daring dan luring di DKI Jakarta. Sampel pada penelitian ini adalah orang tua yang memiliki bayi usia 6-23 bulan yang sesuai dengan kriteria inklusi. Teknik sampling yang digunakan adalah cluster random sampling, dengan jumlah total keseluruhan sampel 103 responden. Peneliti menyebarkan kuesioner yang mencakup karakteristik bayi, karakteristik orang tua, dan praktik pemberian makanan pendamping ASI (MPASI). Hasil penelitian secara umum menunjukkan sebagian besar responden menerapkan praktik pemberian makanan pendamping ASI (MPASI) di tingkat baik (45,6%). Akan tetapi, masih terdapat responden yang praktik pemberian makanan pendamping ASI (MPASI) dalam kategori buruk (1,9%). Penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar dalam promosi dan edukasi untuk meningkatkan praktik pemberian makanan pendamping ASI (MPASI) pada usia 6-23 bulan sekaligus upaya preventif untuk perilaku picky eater.

The age of under two years is a period where physical growth and development of intelligence and emotions of children that need to be considered carefully. However, during this period, eating behavior problems often occur such as picky eater behavior. One of the factors that influences this behavior is complementary feeding practices. This study aims to identify the description of complementary feeding  practices in infants aged 6-23 months as a determinant of picky eater behavior. The research method used is longitudinal, with online and offline data collection in DKI Jakarta. The sample in this study were parents who have infants aged 6-23 months who meet the inclusion criteria. The sampling technique used was cluster random sampling, with a total sample size of 103 respondents. The study was conducted by distributing questionnaires covering infant characteristics, parental characteristics, and complementary feeding practices. The results of the study generally showed that most respondents implemented the practice of providing complementary foods at a good level (45.6%). However, there were still respondents whose practices of providing complementary foods were in the poor category (1.9%). This study is expected to be the basis for promotion and education to improve the complementary feeding practices at the age of 6-23 months as well as preventive efforts for picky eater behavior. "
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Okti Eko Nurati
"Praktik pemberian makanan pada bayi dan anak masih belum memenuhi standar WHO, meskipun telah banyak dilakukan edukasi. Beragam faktor seperti suku, budaya serta informasi digital mempengaruhi pilihan ibu dalam pemberian MPASI di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan pilihan ibu dalam pemberian makanan pendamping ASI pada bayi usia 6-23 bulan di sepuluh suku di Indonesia. Desain penelitian ini adalah survei potong lintang dengan teknik pengambilan sampel consecutive. Sebanyak 443 ibu yang memiliki anak usia 6-23 bulan dari 13 kota yang mewakili 10 suku terbesar di Indonesia berpartisipasi dalam penelitian ini. Data dikumpulkan menggunakan kuesioner elektronik. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara pendidikan ibu, suku ibu, penghasilan keluarga, perilaku ibu, dan kepercayaan/ tradisi ibu dengan pilihan ibu dalam pemberian MPASI pada bayi usia 6-23 bulan di Indonesia. Berbagai sumber informasi pengetahuan gizi seperti keluarga, buku, teman, internet, pelatihan dan sumber lainnya juga berhubungan signifikan dengan pilihan ibu dalam pemberian MP ASI. Hasil analisis multivariat didapatkan faktor yang paling dominan berhubungan dengan pilihan ibu dalam pemberian MP ASI di sepuluh suku di Indonesia yaitu perilaku ibu, kepercayaan/ tradisi ibu dan sumber informasi dari internet. Simpulan yang didapat adalah faktor personal, interpersonal dan faktor sosial mempengaruhi pilihan ibu dalam pemberian MPASI. Oleh karena itu, kampanye mengenai pentingnya pemberian MPASI harus fokus pada kepercayaan lokal serta pemanfaatan teknologi internet dan media sosial untuk meningkatkan pemahaman dan praktik pemberian MPASI oleh ibu.

Feeding practices for infants and young children still do not meet WHO standards, despite extensive education efforts. Various factors such as ethnicity, culture, and digital information influence mothers' choices in providing complementary feedin g. This study aims to identify the factors related to mothers' choices in providing complementary feeding for infants aged 6-23 months across ten ethnic groups in Indonesia. This cross-sectional survey employed a consecutive sampling technique. A total of 443 mothers with children aged 6-23 months from 13 cities representing the ten largest ethnic groups in Indonesia participated in this study. Data were collected using electronic questionnaires. The results showed significant associations between mothers’ education, ethnicity, family income, mothers’ behavior, and mothers' beliefs/traditions with mothers' choices in providing complementary feeding. Various sources of nutritional knowledge, such as family, books, friends, the internet, training, and other sources, also significantly influence mothers' choices in providing MPASI. Multivariate analysis identified that the most dominant factors associated with mothers' choices in providing complementary feeding across the ten ethnic groups in Indonesia are mothers' behavior, beliefs/traditions, and information sources from the internet. The conclusion is that personal, interpersonal, and social factors influence mothers' choices in providing complementary feeding. Therefore, campaigns on the importance of complementary feeding need to focus on local beliefs and the use of internet technology and social media to enhance mothers' understanding and practices of complementary feeding."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maya Sari
"Praktik Pemberian Makanan Pendamping ASI (MPASI) memiliki peran yang sangat penting dalam pertumbuhan dan perkembangan anak usia 6-23 bulan. Kebiasaan makan sehat pada anak tidak hanya bergantung pada nutrisi yang diberikan, tetapi peran sentral orang tua baik ayah maupun ibu dalam pengasuhan dan praktik pemberian MPASI. Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan praktik pemberian MPASI yang dilakukan oleh ayah dan ibu terhadap respons anak saat makan. Penelitian kuantitatif ini menggunakan desain cross sectional. Responden pada penelitian ini terdiri dari ayah dan ibu yang mempunyai anak usia 6-23 bulan. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah metode probability sampling dengan teknik multistage cluster sampling. Jumlah responden pada penelitian ini sebanyak 293 orang, yang dibagi pada dua kota besar di Indonesia yakni Kota Jakarta dan Palembang. Alat pengumpulan data yang digunakan yaitu kuesioner elektronik. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan praktik pemberian MPASI oleh ayah dan ibu, perbedaan yang bermakna signifikan terlihat pada lingkungan makan keluarga, terdapat korelasi positif dan cukup kuat (r=0,26-0,50) antara praktik pemberian MPASI oleh ayah dan ibu dengan respons anak saat makan, terdapat hubungan yang bermakna antara durasi, metode, dan lingkungan yang mendukung pemberian MPASI dengan respons anak saat makan; serta tidak terdapat hubungan bermakna antara waktu pengenalan dan jenis MPASI dengan respons anak saat makan (p-value> 0,05). Simpulan yang didapat adalah praktik pemberian MPASI oleh ayah cenderung lebih responsif dibandingkan ibu. Program edukasi dan intervensi yang melibatkan orangtua khususnya ayah perlu dikembangkan dalam pemberian makan anak.

Complementary feeding practice is a crucial for growth and development of children aged 6-23 months. Healhty eating habits in children are infleunced not only by nutrition provided but also by the pivotal role of both parents in caregiving and CF practices. This study aims to compare the complementary feeding practices performed by fathers and mothers in relation to the child’s response during feeding. This research employs a quantitative approach with a cross-sectional design. This quantitative study adopts a cross-sectional design. The inclusion criteria for the sample are parents who have children aged 6-23 months. The sampling method is probability sampling with multistage cluster sampling technique. The total sample size is 293, distributed across two major cities in Indonesia, Jakarta and Palembang. The data collection tool utilized is an online questionnaire. The study indicates significant differences in CF between mothers and fathers, particularly in the family meal environment. A significant and moderately strong positive correlation was found between CF and child’s response during feeding (r=0,26-0,50). Additionaly, there is significant relationship with duration, method, and the supportive environment, but no significant relationship was found with the timing of introdution, and type of CF, and the child’s response during feeding (p-value> 0,05). The study concluded that father tend more responsive compared to mother. Therefore, educational and intervention programs involving parents, particularly fathers, should be developed to enhance children’s feeding practices"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fajar Tri Waluyanti
"Kejadian malnutrisi pada balita menjadi perhatian besar karena menyangkut investasi sumber daya manusia. Indonesia menghadapi triple burden status gizi balita yang menjadi beban negara. Berbagai upaya dilakukan untuk menurunkan prevalensi kurang gizi balita. Growth faltering sebagai indikator awal risiko terjadinya stunting menjadi titik awal intervensi intensif dilakukan untuk mencegah stunting. Upaya mengatasi growth faltering dilakukan melalui intervensi spesifik terutama pemberian makan bayi dan anak pada baduta. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi efektivitas brief intervention terhadap praktik pemberian makan responsif pada bayi growth faltering usia 6-23 bulan. Desain penelitian ini adalah pre-experimental study dengan sampel 29 responden di kelompok kontrol (mendapatkan intervensi konseling pemberian makan bayi dan anak/PMBA dan 27 responden kelompok intervensi (mendapatkan intervensi konseling PMBA dan brief intervention). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kelompok yang mendapatkan intervensi cenderung meningkatkan skor total pemberian makan responsif dan skor active feeding, meskipun tidak ditemukan signifikansi (pValue > 0,05); sedangkan pada kelompok kontrol selisih skor menunjukkan penurunan. Hasil ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna antara kelompok yang mendapat intervensi konseling PMBA dengan kelompok yang mendapatkan intervensi PMBA dan brief intervention “Mentari”. Rekomendasi pelayanan menunjukkan bahwa konseling PMBA tetap dapat menjadi intervensi mengubah praktik pemberian makan.

The incidence of malnutrition in children under five is a big concern because it involves investing in human resources. Indonesia faces a triple burden on the nutritional status of children under five. Various efforts were made to reduce the prevalence of malnutrition. Growth faltering as an early indicator of the risk of stunting is the starting point for intensive interventions to prevent stunting. Efforts to overcome growth faltering are carried out through specific interventions, especially infant and young child feeding practices. This study aims to identify the effectiveness of the brief intervention on responsive feeding practices in growth-faltering infants aged 6-23 months. The design of this study was a pre-experimental study with a sample of 29 respondents in the control group (getting infant and young child feeding counselling interventions/IYCF and 27 respondents in the intervention groups (getting IYCF counselling interventions and brief intervention). The results of this study showed that the group that received the intervention tended to improve the total responsive feeding score and active feeding score, although no significance was found (pValue > 0.05); Meanwhile, in the control group, the difference in scores showed a decrease. These results showed no significant difference between the group that received IYCF counselling intervention and the group that received IYCF intervention and brief intervention. Service recommendations suggest that IYCF counselling can still be an intervention to change feeding practices."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chita Yumina Karissima
"Dua tahun pertama kehidupan adalah adalah periode kritis yang menentukan pertumbuhan dan perkembangan anak. Kekurangan gizi selama periode ini dapat menyebabkan perkembangan kognitif yang terhambat, pencapaian pendidikan yang rendah, dan menurunkan produktivitas ekonomi. WHO merekomendasikan bayi diberikan MPASI kaya zat besi untuk menutupi kesenjangan kenaikkan kebutuhan zat besi. Banyak faktor yang telah diyakini mempengaruhi pemberian MPASI, namun masih sangat sedikit penelitian yang mengeksploarasi faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian MPASI kaya zat besi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pemberian MPASI ASI kaya zat besi dan faktor determinannya yang berhubungan dengan pemberian MPASI kaya zat besi pada bayi usia 6-23 bulan di Indonesia tahun 2017. Desain penelitian yang digunakan ialah cross-sectional dengan besar sampel sebanyak 2400 ibu yang memiliki bayi berusia 6-23 bulan di Indonesia. Teknik pengambilan sampel dilakukan secara acak sederhana (random sampling) untuk memilih sampel yang diperlukan. Analisis data dilakukan menggunakan SPSS versi 25. Berdasarkan hasil penelitian, sebanyak 73,7% bayi berusia 6–23 bulan menerima MPASI kaya zat besi. Tingkat pendidikan ibu [OR = 1,38; 95% CI: 1,035-1,831], akses media digital [OR = 1,44; 95% CI: 1,079-1,922], usia anak [OR = 1,76; 95% CI: 1,453-2,132], tingkat kesejahteraan keluarga [OR = 1,80; 95% CI: 1,409-2,310], dan postnatal care (PNC) [OR = 1,37; 95% CI: 1,117- 1,679] berpengaruh signifikan terhadap pemberian MPASI kaya zat besi. Tingkat kesejahteraan keluarga merupakan prediktor terkuat dalam memberikan MPASI kaya zat besi. Kementerian Kesehatan terus mengoptimalkan program intervensi gizi, khususnya pemberian MPASI kaya zat besi. Kementerian Pertanian disarankan menggalakkan program Rumah Pangan Lestari untuk menjamin ketersediaan makanan kaya zat besi. Fasilitas pelayanan kesehatan disarankan memberikan pelayanan edukasi gizi dan membuat media informasi digital terkait praktik pemberian makan bayi dan anak yang mudah diakses, dipahami, dan menarik untuk dibaca oleh ibu. Ibu sebagai pengasuh utama bayi disarankan untuk meningkatkan pemahaman tentang MPASI kaya zat besi melalui media digital ataupun berkonsultasi dengan tenaga kesehatan.

The first two years of life are critical periods that determine the growth and development of the child. Malnutrition during this period can lead to impairment of cognitive development, lower educational attainment, and decreased economic productivity. WHO recommends infants should be given iron-rich complementary foods to cover the gap in iron demand. Many factors have been believed to influence the practice of complementary feeding, but there are still very few studies that explore factors related to the practice of iron-rich complementary foods. The purpose of this study is to know the proportion of iron-rich complementary foods and its determinant factors related to the practice of iron-rich complementary foods in infants aged 6-23 months in Indonesia in 2017. The research design used is cross-sectional with a sample size of 2400 mothers who have infants aged 6-23 months in Indonesia. Sampling techniques are done with random sampling to select the necessary samples. Data analysis is performed using SPSS version 25. Based on the results of the study, as many as 73.7% of infants aged 6-23 months received iron-rich complementary foods. Maternal education [OR = 1,38;95% CI: 1,035-1,831], digital media access [OR = 1,44; 95% CI: 1,079-1,922] child age [OR = 1,76; 95% CI: 1,453-2,132], family welfare rate [OR = 1,80; 95% CI: 1,409-2,310], and postnatal care (PNC) [OR = 1,37; 95% CI: 1,117-1,679] significantly affect the administration of iron-rich complementary foods. The level of family welfare is the strongest predictor in providing iron-rich complementary foods. The Ministry of Health continues to optimize nutrition intervention programs, especially the provision of iron-rich complementary foods. The Ministry of Agriculture suggests promoting the Sustainable Food House program to ensure the availability of iron-rich foods. Health care facilities are recommended to provide nutrition education services and create digital information media related to infant and child feeding practices that are easily accessible, understood, and interesting to read by mothers. Mothers as the baby's primary caregivers are advised to improve their understanding of iron-rich complementary foods through digital media or consult with a health professional."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khadijah Atthahirah
"Pemenuhan kebutuhan gizi pada 1000 Hari pertama kehidupan seorang anak merupakan hal penting yang perlu diperhatikan. Saat anak berusia di bawah dua tahun (baduta) anak mengalami pertumbuhan yang sangat pesat dan tidak dapat terulang. Salah satu faktor yang dinilai efektif dalam memenuhi kebutuhan gizi baduta adalah menerapkan praktik pemberian makan responsif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran praktik pemberian makan responsif pada anak usia 6-23 bulan di DKI Jakarta.
Metode penelitian yang digunakan adalah cross-sectional, dengan pengambilan data secara daring dan luring. Sampel pada penelitian ini adalah ibu yang memiliki anak usia 6-23 bulan (atau pengasuh yang sudah merawat lebih dari 3 bulan) yang sesuai dengan kriteria inklusi. Teknik sampling yang digunakan adalah proportionate stratified random sampling, dengan jumlah total keseluruhan sampel 445 responden. Peneliti menyebarkan kuesioner yang mencakup data karakteristik anak, karakteristik ibu/ pengasuh, stres pengasuhan, dan praktik pemberian makan responsif.
Hasil penelitian secara umum menunjukkan bahwa sebagian besar responden telah menerapkan praktik pemberian makan responsif di tingkat sangat baik (88,1%). Namun, sayangnya masih terdapat 2% responden yang menerapkan praktik pemberian makan responsif dalam tingkat buruk. Tentu angka ini bukanlah angka yang sedikit, mengingat saat ini terdapat lebih dari 100.000 jiwa baduta yang berdomisili di DKI Jakarta. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar intervensi preventif untuk meningkatkan kesuksesan praktik pemberian makan responsif pada anak usia 6-23 bulan.

Fulfilling nutritional needs in the first 1000 days of a child's life is an important thing that needs attention. When a child is under two years old, the child experiences a very rapid growth and it cannot be repeated. One factor that is considered effective in meeting the nutritional needs of under-two years old is implementing responsive feeding practices. This study aims to describe responsive feeding practices in children aged 6-23 months in DKI Jakarta.
The used research method is cross-sectional, with online and offline data collection. The sample in this study were mothers who had children aged 6-23 months (or caregivers who had cared for more than 3 months) who met the inclusion criteria. The sampling technique used was proportionate stratified random sampling, with a total sample of 445 respondents. Researcher distributed questionnaires that included data on child's characteristics, mother's characteristics, parenting stress, and responsive feeding practices.
The results of the study generally showed that the majority of respondents had implemented responsive feeding practices at a very good level (88.1%). However, unfortunately there are still 2% of respondents who apply responsive feeding practices at a poor level. Certainly, this number is not a small number, considering that currently there are more than 100,000 children under two years old living in DKI Jakarta. This research is expected to be the basis for preventive interventions to increase the success of responsive feeding practices in children aged 6-23 months.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suci Reno Monalisa
"Pemberian MP-ASI yang berkualitas merupakan salah satu upaya untuk mengatasi masalah stunting. Pemberian MP-ASI yang tidak berkualitas, memiliki efek buruk pada kesehatan dan pertumbuhan anak serta meningkatkan risiko morbiditas dan mortalitas. MAD merupakan salah satu indikator penilaian MP-ASI, namun pada kenyataannya masih banyak anak dengan MAD tercapai yang dengan stunting. Tujuan Penelitian ini untuk mendapatkan gambaran kualitas pemberian MP-ASI pada anak stunting usia 6-23 bulan dengan Minimum Acceptable Diet (MAD) tercapai. Metode penelitian kualitatif dalam bentuk studi kasus, pengumpulan data dengan wawancara mendalam dan observasi, informan utama adalah 6 ibu yang memiliki anak balita stunting usia 6-23 bulan yang MAD tercapai, serta 17 orang informan penting yang terdiri dari anggota keluarga lain, kader Posyandu, penjual bubur MP-ASI/makanan matang dan petugas gizi Puskesmas. Penelitian dilakukan di 4 Kelurahan Jakarta Pusat pada bulan Februari-Maret 2020. Hasil penelitian yaitu MP-ASI dengan indikator MAD tercapai namun kualitasnya belum baik karena tidak memenuhi AKG anak, pengetahuan ibu terkait MP-ASI cukup baik, tidak ada kepercayaan makanan tabu, sebagian besar ibu membeli bubur MP-ASI dan makanan matang untuk MP-ASI anak, sumber rujukan utama ibu dalam praktek pemberian MP-ASI adalah buku KIA, tidak ada hambatan trasnpostasi dalam mendapatkan bahan makanan, penghasilan suami yang tidak tetap menjadi hambatan dalam membeli MP-ASI. Disarankan agar Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Pusat: melakukan Inovasi pembuatan aplikasi mobile, meningkatkan kegiatan penyegaran (refreshing) dan inovasi kegiatan sosialisasi MP-ASI, melakukan kegiatan inovasi dengan membentuk kelompok pendukung MP-ASI berkualitas, melakukan pembinaan, pemantauan, penilaian dan menerbitkan sertifikat laik hygiene sanitasi jasaboga pada penjual bubur MPASI dan makanan matang.

Quality of complementary feeding practices is an effort to overcome the problem of stunting. Giving a poor quality complementary feeding ptactices, have a bad effect on child‟s health and growth and also increasing morbidity and mortality rate. Minimum Acceptable Diet (MAD) is one of the indicators of complementary feeding assessment, but in reality there are still many children with MAD who have achieved is stunting.The purpose of this study was to represent the relationship between complementary feeding practices with stunting using MAD requirements. Qualitative research is conduct with case studies methods, data collection by in-depth interviews, and observations. Six mothers who had stunting toddlers aged 6-23 months are the main respondent with good MAD requirements. Seventeen respondents support qualitative information of the main respondent. Support respondents are consisting of other family members, community healthcare vanguard, the seller of complementary feeding/cooked food, and nutritionist in the Health community center (PUSKESMAS). The study was conducted in 4 Central Jakarta Sub-districts in February-March 2020. The results of the study are complementary feeding practices with poor quality of MAD requirements proven not to comply with the RDA. Maternal knowledge related to complementary feeding practices is quite good, there is no belief in taboo foods, most of the mother buy breastfeeding complementary food such as porridge and cooked food for children. The basic references for mothers in the practice of giving complementary feeding practices are "mother and children healthcare handbook (KIA handbook)". From the results, there are no obstacles to get the food; the husband's income does not an resistance in buying complementary feeding. Recommendation: for Central Jakarta, Health Office initiative for innovating the creation of mobile mother and children healthcare applications; innovate activities in complementary feeding food socialization; conduct innovation activities by forming quality
complementary feeding food support groups; conducting and coaching, monitoring, and evaluating and issuing sanitation hygiene-concern certificates for complementary feeding catering services (MP-ASI Sellers).
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zakia Rama
"Prevalensi picky eater di Indonesia sekitar 33,6% terjadi pada anak berusia balita dan 44,5% dari mereka mengalami malnutrisi ringan sampai sedang, sekitar 79,2% mengalami picky eater lebih dari 3 bulan. Peran orang tua, terutama peran seorang ibu sangat berpengaruh pada perilaku makan anak. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara karakteristik ibu dan anak dengan perilaku picky eater pada anak usia toddler di Kota Depok. Karakteristik ibu yang dimaksud meliputi usia, pendidikan, pekerjaan, status ekonomi, pemberian ASI eksklusif, dan praktik pemberian makan, sedangkan karakteristik anak yang dimaksud meliputi usia, jenis kelamin, status gizi, dan waktu pemberian MPASI. Metode penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan teknik cluster random sampling dan melibatkan responden sebanyak 112 orang. Variabel pada penelitian ini diukur dengan kuesioner perilaku picky eater (CEBQ) dan kuesioner praktik pemberian makan (CFPQ). Pada hasil penelitian ini, ditemukan adanya hubungan yang signifikan antara pemberian ASI ekslusif (p-value 0.008), status gizi anak (p-value 0.001), dan waktu pemberian MPASI (p-value 0.001) dengan perilaku picky eater pada anak usia toddler, sedangkan variabel lainnya tidak berhubungan signifikan. Penelitian selanjutnya dapat berfokus pada pemberian ASI eksklusif dan MPASI usia 6 bulan untuk mencegah perilaku picky eater pada anak usia toddler.

The prevalence of picky eaters in Indonesia is around 33.6% among toddlers, and 44.5% of them experience mild to moderate malnutrition, with approximately 79.2% experience picky eater behavior for more than 3 months. The role of parents, especially mothers, greatly influences children's eating behavior. This study aims to examine the relationship between maternal and child characteristics and picky eater behavior in toddler-aged children in Depok City. Maternal characteristics include age, education, occupation, economic status, exclusive breastfeeding, and feeding practices, while child characteristics include age, gender, nutritional status, and timing of complementary feeding. This research method used a cross-sectional design with cluster random sampling technique and involved 112 respondents. The variable was measured by Children's Eating Behavior Questionnaire (CEBQ) and Comprehensive Feeding Practice Questionnaire (CFPQ). The results of this study show a significant relationship between exclusive breastfeeding (p-value 0.008), child nutritional status (p-value 0.001), and timing of complementary feeding (p-value 0.001) and picky eater behavior in toddler-aged children, while other variables were not significantly related. Further research can focus on exclusive breastfeeding and introducing complementary feeding at 6 months to prevent picky eating behavior in toddlers."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Veronica Zahra Lydia Cross
"ASI eksklusif terbukti menjadi makanan terbaik yang dapat diberikan ibu kepada anaknya selama 6 bulan pertama. Rendahnya cakupan ASI eksklusif di Indonesia perlu menjadi perhatian mengingat tingginya risiko kesehatan yang dapat mengancam pertumbuhan, kesehatan, hingga menyebabkan kematian bayi jika tidak ASI eksklusif. Berbagai faktor ditemukan menjadi penentu dalam praktik pemberian ASI eksklusif. Penelitian ini dilakukan untuk melihat faktor dominan yang berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif hingga 6 bulan pada anak usia 6-23 bulan di Indonesia. Desain yang digunakan adalah cross-sectional dengan menggunakan data sekunder IFLS-5 tahun 2014-2015 yang memiliki sampel anak usia 6-23 bulan sebanyak 1550 orang. Data dianalisis menggunakan uji chi square dan uji regresi logistik ganda. Hasil analisis menunjukkan prevalensi pemberian ASI eksklusif hingga usia minimal 5 bulan adalah sebesar 24,9%. Analisis bivariat menemukan beberapa faktor yang berhubungan signifikan dengan pemberian ASI eksklusif, yaitu usia ibu, pendidikan ibu, berat badan lahir, tempat persalinan, penolong persalinan, dan kunjungan ANC. Faktor status pekerjaan, status perkawinan, paritas, pengetahuan terkait ASI eksklusif, jenis kelamin, wilayah tempat tinggal, dan kunjungan PNC ditemukan tidak berhubungan signifikan dengan pemberian ASI eksklusif dalam penelitian ini. Hasil analisis multivariat menemukan usia ibu sebagai faktor dominan pemberian ASI eksklusif pada ibu dengan anak usia 6-23 bulan di Indonesia dengan OR 2,13. Penelitian ini menunjukkan bahwa optimalisasi praktik menyusui pada usia reproduktif dapat meningkatkan keberhasilan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan hingga 2,1 kali lebih tinggi.

Exclusive breastfeeding (EBF) is proven to be the best food a mother can give to her child during the first 6 months. The low prevalence of EBF in Indonesia needs to be a concern given the many health risk of not breastfeeding exclusively, such as delayed growth, threatened health, and infant mortality. Various factors were found to be determinants in the practice of exclusive breastfeeding. This study was conducted to identify the dominant factor associated with 6-month EBF among children aged 6-23 months in Indonesia. The design used in this study is cross-sectional using IFLS-5 2014-2015 as a secondary data with a sample of 1550 children aged 6-23 months. Data were analyzed using chi square test dan multiple logistic regression test. The result found the prevalence of 5-month EBF was 24,9%. Bivariate analysis found several factors that were significantly related to EBF, which are maternal age, maternal education, birth weight, place of delivery, birth attendant, and ANC visits. The factors of employment status, marital status, parity, knowledge related to EBF, gender, area of residence, and PNC visits were not found to be significantly related to EBF practice in this study. The result of multivariate analysis showed maternal age as the dominant factor of EBF practice in mothers with children aged 6-23 months in Indonesia with an OR of 2,13. This study shows that optimizing breastfeeding practices at reproductive age can increase the success of 6-month EBF up to 2,1 times."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Desi Yanti
"Bayi mengalami pertumbuhan sangat cepat. Setelah usia 6 bulan merupakan masa paling kritis karena pada saat itu pemberian ASI saja tidak mencukupi untuk pemenuhan kebutuhan gizi. Gangguan pertumbuhan pada periode ini berkaitan dengan praktik pemberian makan bayi karena itu jika pemberian MPASI tidak diberikan secara tepat akan menyebabkan gangguan pertumbuhan optimal. Penelitian tentang program peningkatan MPASI menemukan bahwa masih banyak ibu belum mengerti cara pemberian dan waktu tepat memberikan MPASI. Menurut SDKI 2002-2003 sekitar 47,9% bayi mendapat makanan pralakteal dan 50 % bayi sudah mendapat MPASI pada usia kurang dari 1 bulan, bahkan pada usia 2-3 bulan sudah mendapat makanan padat. Di Kabupaten Bangka belum pernah dilakukan penelitian tentang MPASI sebelumya.
Tujuan penelitian untuk memperoleh informasi mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan praktik pemberian MPASI pada bayi usia 0-12 bulan di Kecamatan Sungailiat Kabupaten Bangka 2008. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain potong lintang. Sampel adalah ibu mempunyai bayi usia 0-12 bulan yang tinggal di Kecamatan Sungailiat Kabupaten Bangka pada saat penelitian dengan kriteria inklusi masih menyusui, belum pernah diberikan bantuan MPASI oleh pemerintah atau MPASI program gakin dan bersedia mengikuti penelitian. Cara pengambilan sampel menggunakan survei cepat dengan rancangan klaster. Sebagai klaster adalah kelompok ibu yang mempunyai karakteristik homogen di wilayah posyandu di Kecamatan Sungailiat. Jumlah sampel 270 orang dan 30 klaster, pemilihan secara acak sehingga setiap klaster dibutuhkan 9 responden. Variabel dependen penelitian adalah praktik pemberian MPASI, sedangkan variabel independen adalah umur ibu, paritas, pendidikan ibu, pekerjaan ibu, jumlah anggota keluarga, pengetahuan ibu tentang MPASI, pendapatan keluarga dan peran petugas kesehatan. Analisis dengan menggunakan univariat, bivariat dan multivariat.
Hasil penelitian didapatkan praktik pemberian MPASI pada bayi usia 0-12 bulan di Kecamatan Sungailiat tahun 2008 sudah dilaksanakan sebesar 87,0%. Dari responden melaksanakan praktik tersebut sebanyak 54,7% dengan praktik pemberian MPASI baik dan kurang baik sebesar 42,6%. Hasil uji bivariat dengan chi square ada hubungan bermakna antara pendidikan ibu (p=0,086), pengetahuan MPASI ibu (p=0,002, OR=2,394 ; CI (1,410-4,065) dan peran petugas kesehatan (p=0,000, OR=10,605 ; CI (5593-20,108) dengan praktik pemberian MPASI pada bayi usia 0-12 bulan di Kecamatan Sungailiat Kabupaten Bangka 2008. Analisis multivariat dengan regresi logistik menghasilkan faktor paling dominan adalah peran petugas kesehatan. Ibu dengan peran atau dukungan kurang baik oleh petugas kesehatan memberikan peluang 10,538 kali untuk melakukan praktik pemberian MPASI kurang baik dibandingkan ibu dengan peran atau dukungan petugas kesehatan baik setelah dikontrol oleh umur ibu, pendidikan , pekerjaan dan pengetahuan ibu tentang MPASI. Faktor determinan adalah peran petugas kesehatan yaitu dengan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petugas kesehatan di bidang gizi khususnya dalam memberikan makanan tepat pada bayi sesuai dengan waktu dan cara pemberian. Pentingnya pemberian ASI eksklusif serta manajemen laktasi pada ibu mempunyai bayi di seluruh Kecamatan Sungailiat secara benar dan terus menerus. Meningkatkan promosi praktik pemberian MPASI sehat dan higienis di posyandu, puskesmas dan pertemuan warga, penyediaan sarana penyuluhan dan klinik gizi seperti poster, leaflet, booklet, food model atau contoh MPASI dan makanan bergizi seimbang. Meningkatkan promosi ASI eksklusif dengan sasaran remaja atau wanita usia subur belum menikah dan meningkatkan motivasi petugas kesehatan yang berprestasi di tingkat puskesmas.

Infant grows very fast. The critical period is started after the age of six months. This is because, in that period giving breastfeeding exclusively to the infant does not sufficiently fulfill the nutrition need. Growth interference in this period is closely related with the infant's feedings. Therefore, if complementary feeding is not given correctly, it will cause the interference of optimal growth. The research result of complementary feeding increasing program finds that there is a big number of mothers who still do not understand about the way and the right time of complementary feeding. Based on SDKI's data, in 2002-2003, 47,9% of the infant were given pralacteal food and 50% of the infant had been given complementary feeding in the age of less than one month, and in the age of 2-3 months the infant were given solid food. There has not ever been a research about complementary feeding being done in Bangka District.
The aim of this research is to obtain the information about related factors dealing with complementary feeding practices to the infant ages 0-12 months in Sungailiat, Bangka District on 2008. The research uses quantitative approach and cross sectional design. The samples are mothers who have 0-12 months infant and live in Sungailiat, Bangka District. The mothers are characterized as follows; breasting, never been given MPASI donation from the government or complementary feeding program for poor family, and able to participate in the research. The samples are taken by using a rapid survey with cluster design. The cluster is a group of mothers who have homogenic characteristic in the area of Integrated Health Service at Sungailiat. The sample number is 270 people and 30 clusters, which are chosen randomly. Therefore, each cluster needs 9 respondents. The dependent variable of the research is complementary feeding practices, and the independent variables are mothers' ages, mothers' education, mothers' works, the number of family member, mothers' knowledge about complementary feeding, family income, and the role of medical officers.
The research result shows that complementary feeding practices to the infant ages 0-12 months in Sungailiat has been done and reached 87,0%. 54,7 % of the respondents have complementary feeding practices well and 42,6% of the respondents have not complementary feeding practices very well. The brivariat test by using chisquare shows that there is a relationship between mothers' education (p=0,086), mothers' knowledge about complementary feeding (p=0,002, OR=2,394; CI (1,410-4,0645) and medical officers' role (p=0,000, OR=10,605; CI (5593-20,108) with complementary feeding practices to the infant age 0-12 months in Sungailiat on 2008. Multivariate analysis with logistic regression shows that the most dominant factor is the role of medical officers, after controlled by variables of mothers' ages, education, works and mothers' knowledge about complementary feeding practices. Since the determinant factor is the role of medical officers, therefore increasing their knowledges and abilities in nutrition field especially in giving the right food in the right time for infant is the best solution. The importance of giving breastfeeding exclusively and lactation management for mothers who have infant in Sungailiat should run well and continually. Increasing the promotions of giving a health and hygienic complementary feeding Integrated Health Service, Public Health Service and people's meetings, providing the meetings facilities, and nutrition clinic, such as poster, leaflet, booklet, food model. Increasing the promotions of giving brestfeeding exclusively to the teenagers or unmarried woman who are in the fertilities ages, and increasing the motivation for the medical officers especially those who have good achievement in the area of public health service.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
T41276
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>