Ditemukan 161857 dokumen yang sesuai dengan query
Sultan Ali Sadewa
"PPAT Sementara adalah Pejabat Pemerintah yang ditunjuk karena jabatannya untuk melaksanakan tugas dan jabatannya sebagai PPAT dengan membuat akta PPAT di daerah yang belum cukup terdapat PPAT, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016, PPAT Sementara yang dimaksud adalah Camat. Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui eksistensi serta urgensi Camat sebagai PPAT Sementara di Kabupaten Banyuwangi apakah sudah tepat dan sesuai dengan ketentuan yang ada, dan ingin mengetahui pertanggungjawaban serta bentuk akta yang dibuat oleh Camat sebaga PPAT Sementara. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian non-doktrinal, pengambilan sumber data menggunakan dua teknik yaitu data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara dan kuisioner terhadap beberapa narasumber terkait Camat sebagai PPAT Sementara, dan melalui studi dokumen guna mengumpulkan data sekunder yang berupa bahan-bahan hukum. Berdasarkan penelitian ini diperoleh adanya eksistensi Camat sebagai PPAT Sementara di 4 (empat) Kecamatan yang ada di Kabupaten Banyuwangi, serta adanya urgensi di beberapa kecamatan dikarenakan masih kurangnya PPAT Notaris di desa-desa terpencil, sedangkan terkait pertanggungjawaban dan bentuk akta yang dibuat oleh Camat selaku PPAT Sementara hal tersebut sama dengan PPAT Notaris sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
A Temporary PPAT (Land Deed Official) is a government official appointed due to their position to carry out the duties and responsibilities of a PPAT by creating PPAT deeds in areas where there are insufficient PPATs, as referred to in Article 1, paragraph 2 of Government Regulation Number 24 of 2016. The Temporary PPAT in this case is the Sub-district Head (Camat). This paper aims to examine the existence and urgency of the Camat as a Temporary PPAT in Banyuwangi Regency, and whether it aligns with the applicable regulations. It also seeks to explore the accountability and types of deeds created by the Camat as a Temporary PPAT. The research uses a non-doctrinal approach, collecting data through two techniques: primary and secondary data sources. Primary data is gathered through interviews and questionnaires with several informants related to the Camat as a Temporary PPAT, while secondary data is collected through document studies to obtain legal materials. Based on the research, it was found that the Camat serves as a Temporary PPAT in four sub-districts in Banyuwangi Regency, and the role is considered urgent in certain sub-districts due to the lack of Notary PPATs in remote villages. Regarding accountability and the types of deeds created by the Camat as a Temporary PPAT, they are the same as those made by Notary PPATs in accordance with the applicable laws and regulations."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Bellatric Andini Putri
"Penelitian ini dilatarbelakangi oleh pembuatan akta hibah oleh Camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPATS) yang digugat oleh para ahli waris dari si penghibah setelah si penghibah meninggal dunia. Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah keabsahan akta hibah yang melebihi batas maksimum hibah dan pertanggungjawaban Camat sebagai PPATS terkait pembatalan akta hibah yang melebihi batas maksimum hibah. Penelitian dilakukan dengan menggunakan penelitian doktrinal dengan tipologi penelitian eksploratif dengan meneliti data sekunder, yang terdiri atas bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan hibah bagi umat muslim wajib mengikuti ketentuan berupa rukun dan syarat hibah yang telah ditentukan dalam Kompilasi Hukum Islam, termasuk ketentuan mengenai batas maksimum pelaksanaan hibah sebesar 1/3 (sepertiga) bagian harta benda si penghibah. Tidak dibenarkan bagi seorang penghibah untuk menyerahkan seluruh harta kekayaannya. Hal ini dikarenakan walaupun hibah dilakukan saat hidup, penghibah harus memperhatikan kesejahteraan keluarga yang ditinggalkan saat ia meninggal. Tidak hanya berdampak bagi pemberi hibah, hibah juga akan berdampak pada eksistensi ahli waris dan perhitungan harta warisan. Haram hukumnya apabila hibah yang dilakukan merugikan hak-hak atau bagian yang seharusnya didapatkan oleh ahli waris. Dengan demikian, pemberian hibah yang melanggar ketentuan Pasal 210 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam, berarti hibah tersebut telah melanggar syarat objektif perjanjian serta melanggar syarat seorang penghibah sebagaimana ditentukan dalam Hukum Islam sehingga hibah batal demi hukum. Dengan demikian, PPATS yang membuat akta hibah tersebut dapat bertanggung jawab secara administratif dan perdata. Adapun tanggung jawab PPATS secara administratif ialah berupa sanksi teguran tertulis, pemberhentian sementara, pemberhentian dengan hormat, atau pemberhentian dengan tidak hormat, sedangkan secara perdata ialah PPATS dapat dimintakan ganti kerugian. Selain itu, tanggung jawab Camat yang juga merupakan PNS dapat diberikan Hukuman Disiplin berupa teguran lisan, teguran tertulis atau pernyataan tidak puas secara tertulis.
The background of this research is the making of a grant deed by the sub-district head as Temporary Land Deeds Official (PPATS) which was sued by the heirs of the grantor after the grantor died. The problems studied in this research are the validity of the grant deed that exceeds the maximum grant limit and how is the responsibility of the sub-district head as PPATS regarding the cancellation of the grant deed that exceeds the maximum grant limit. The research was conducted using doctrinal research with an analytical exploratory research typology by examining secondary data, which consisted of primary, secondary, and tertiary legal materials. The results of the study show that the implementation of grants for Muslims must follow the provisions in the form of pillars and conditions for grants that have been determined in the Compilation of Islamic Law, including provisions regarding the maximum limit for the implementation of grants of 1/3 (one third) of the grantor's assets. It is not permissible for a benefactor to give up all of his wealth. This is because even though the grant was made while alive, the donor must pay attention to the welfare of the family left behind when he dies. Not only has an impact on the grantor, the grant will also have an impact on the existence of heirs and the calculation of inheritance. It is unlawful if the grant made harms the rights or portion that should be obtained by the heirs. Thus, giving a gift that violates the provisions of Article 210 paragraph (1) of the Compilation of Islamic Law means that the grant has violated the terms of the purpose of the agreement and violated the conditions of a donor as stipulated in Islamic Law so that the grant is null and void. Thus, the PPATS who made the grant deed can be responsible administratively and civilly. Administratively, PPATS' responsibilities are in the form of written warning, temporary dismissal, respectful dismissal, or dishonorable discharge, while civilly, PPATS can be asked for compensation. In addition, the responsibilities of the sub-district head, who is also a civil servant, can be given disciplinary punishment in the form of an oral warning, a written warning, or a written statement of dissatisfaction."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Mugaera Djohar
"Menurut Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1961 yang kemudian diganti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 setiap perbuatan hukum atas tanah, baik berupa peralihan hak maupun penjaminannya harus dilakukan dengan akta Pejabat. Pejabat yang dimaksud adalah Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sebagaimana ditentukan dalam Peraturan Menteri Agraria Nomor 10 Tahun 1961. Camat adalah PPAT sementara, walaupun kehadirannya masih dibutuhkan oleh masyarakat terutama di Kota Salatiga. Sebelum berlakunya Undang-Undang Rumah susun Serta Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan mengenai PPAT tersebut hanya diatur oleh Peraturan Pemerintah. Dengan metode penelitian Kepustakaan yang bersifat Yuridis Normatif, penelitian ini memberikan analisa terhadap masalah kedudukan Camat sebagai PPAT Sementara dan Dapatkah kedudukan Camat sebagai PPAT Sementara dipertahankan. Sebaiknya kedudukan camat sebagai PPAT sementara dihapus terutama untuk daerah-daerah yang sudah ada Pejabat Pembuat Akta Tanahnya. Dan menggingat masih banyak di kota salatiga tanah-tanah yang belum bersertipika, peran Camat sabagai Pamong Praja dan PPAT masih banyak berperan dan dibutuhkan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T22888
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Muhammad Bagas Suristyo
"Perjanjian jual beli tanah yang dilakukan di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah dengan tanpa persetujuan pemilik Hak Atas Tanah adalah perbuatan hukum yang tidak dapat di lakukan. Peralihan kepemilikan tanah harus dilakukan dengan persetujuan dari pemilik Hak Atas Tanah. Terdapat pengawasan kepada Pejabat Pembuat Akta Tanah yang melakukan pelanggaran dengan diberikan sanksi, peran ini dilakukan pertama kali oleh Majelis Pembina dan Pengawas PPAT Daerah. Permasalahan dalam analisa tesis ini mengenai akibat hukum serta peran Majelis Pembina dan Pengawas PPAT Daerah terhadap Akta Jual Beli yang dibuat tanpa persetujuan pemilik hak atas tanah berdasarkan Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 2127 K/PDT/2019. Penelitian hukum ini menggunakan bentuk penelitian doktrinal, dengan tipologi bersifat eksplanatoris dan data sekunder yang dikumpulkan selanjutnya dianalisis secara kualitatif. Hasil analisis ini adalah pembuatan Akta Jual Beli No 48/2011 berdasarkan keterangan palsu dan tandatangan palsu tidak dapat dijadikan alat bukti terjadinya jual beli dan batal demi hukum karena terlanggarnya syarat sah perjanjian mengenai kesepakatan para pihak. Majelis Pembina dan Pengawas PPAT Daerah dapat memanggil PPAT untuk dimintai pertanggungjawaban dengan diberikan rekomendasi sanksi mengenai akta dengan keterangan palsu, tanda tangan palsu, dan kurangnya dokumen buku nikah karena tanah tersebut merupakan harta bersama.
A land sale and purchase agreement made before a land deed official without the consent of the owner of land rights is a legal act that cannot be carried out. The transfer of land ownership must be carried out with the approval of the owner of the Land Right. There is supervision of the Land Deed Making Officials who commit violations and are given sanctions, this role is carried out for the first time by the Regional PPAT Advisory and Supervisory Board. The problem in the analysis of this thesis concerns the legal consequences and the role of the Regional PPAT Advisory and Supervisory Board for the Deed of Sale and Purchase made without the consent of the owner of land rights based on the Study of Supreme Court Decision Number 2127 K/PDT/2019. This legal research uses a form of doctrinal research, with an explanatory typology and the secondary data collected is then analyzed qualitatively. The result of this analysis is that the deed of sale and purchase No. 48/2011 based on false information and fake signatures cannot be used as evidence of the sale and purchase and is null and void by law because the terms of the legal agreement regarding the agreement of the parties are violated. The Regional PPAT Advisory and Supervisory Board can summon the PPAT to be held accountable by giving recommendations for sanctions regarding deed with false statements, fake signatures, and lack of marriage book documents because the land is joint property."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Syarah Meiriska Dewi
"Tanggung jawab melekat pada setiap individu untuk melakukan semua tugas dan kewajibannya dengan sungguh-sungguh. Dalam Perbankan Syariah, akta akad yang dibuat Notaris dapat dikatakan sah apabila memenuhi rukun dan syarat sah serta tidak melanggar ketentuan syariah seperti gharar, riba, maisir, haram, atau zalim. Pada praktiknya masih terdapat penyimpangan tanggung jawab sehingga berakibat akta akad menjadi fasakh dan membawa kerugian bagi salah satu pihak. Pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 401 K/Ag/2020 terbukti Notaris (Tergugat II) dengan Bank (Tergugat I), bersama-sama telah mengubah isi dan halaman Akta Akad Murabahah secara sepihak. Melalui penelitian doktrinal dengan jenis data sekunder, bentuk data dengan dokumen dan wawancara sehingga dihasilkan tanggung jawab Notaris tidak hanya secara formil mengenai isi dan bentuk akta, namun Notaris juga bertanggung jawab secara materil memberikan penyuluhan hukum pada para pihak dalam setiap tahapan Akta Akad Murabahah. Notaris yang melanggar dapat dikenakan denda, sanksi, hingga hukuman penjara. Secara Perdata melalui gugatan pada Pengadilan Agama, Pidana melalui pelaporan ke Kepolisian dan pengadilan yang berwenang adalah Pengadilan Negeri, atau secara Administratif oleh Majelis Pengawas. Notaris wajib memperhatikan unsur syariah pada setiap akta yang dibuatnya agar terhindar dari fasakh, dan Hakim wajib menguasai Hukum Ekonomi Syariah terutama pada Perbankan Syariah agar memberikan putusan yang adil.
Responsibility is attached to each individual to carry out all their duties and obligations seriously. In Islamic Banking, a contract deed made by a Notary can be said to be valid if it fulfills the legal pillars and conditions and does not violate sharia provisions such as gharar, usury, maisir, haram, or zalim. In practice, there are still irregularities in responsibility that result in the deed of contract becoming fasakh and bringing losses to one of the parties. In the Supreme Court Decision Number 401 K/Ag/2020, it was proven that the Notary (Defendant II) and the Bank (Defendant I) had jointly changed the contents and pages of the Murabahah Deed unilaterally. Through doctrinal research with secondary data types, the form of data with documents and interviews so that the resulting Notary's responsibility is not only formally regarding the content and form of the deed, but the Notary is also materially responsible for providing legal counseling to the parties at every stage of the Murabahah Deed. Notaries who violate can be subject to fines, sanctions, and imprisonment. Civilly through a lawsuit at the Religious Court, Criminally through reporting to the Police and the authorized court is the District Court, or Administratively by the Supervisory Panel of Notary. Notaries are obliged to pay attention to sharia elements in every deed they make in order to avoid fasakh, and Judges are obliged to master Sharia Economic Law, especially in Sharia Banking in order to provide fair decisions. "
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Katrine Novia
"PPAT dalam menjalankan jabatannya seharusnya bekerja dengan penuh tanggung jawab, mandiri, jujur dan tidak berpihak dalam proses pemecahan sertipikat hak atas tanah. PPAT juga harus bertanggung jawab atas akta autentik yang dibuatnya, yaitu salah satunya Akta Pembagian Hak Bersama dan Akta Jual Beli. Salah satu permasalahan yang ditemui terdapat dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 990 PK/PDT/2020 dimana adanya keterlibatan PPAT dalam proses pemecahan sertipikat dan pembuatan akta autentik. Hal ini menimbulkan permasalahan dimana PPAT melakukan perbuatan melawan hukum terhadap akta autentik yang dibuatnya dimana dalam Akta Pembagian Hak Bersama tanda tangan para pemilik sertipikat hak atas tanah dipalsukan oleh penghadap yang datang sehingga menimbulkan suatu perbuatan hukum bersama-sama dengan salah satu pemilik sertipikat hak atas tanah. Atas permasalahan tersebut, dalam penelitian ini akan menganalisis mengenai tanggung jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam proses pemecahan sertipikat hak milik yang dilanjutkan dengan akta pembagian hak bersama dan akta jual beli dan akibat hukum jika akta pembagian hak bersama sebagai dokumen rujukan tidak ditandatangan oleh seluruh ahli waris dalam proses pemecahan sertipikat hak milik. Penelitian ini mengunakan metode penelitian doktrinal yang ditinjau dari sudut sifatnya merupakan penelitian deskriptif. Hasil penelitian menjelaskan bahwa PPAT bertanggung jawab secara pidana, perdata dan administratif serta dalam proses pemecahan sertipikat hak atas tanah PPAT TN bertanggung jawab sebatas kuasa untuk melakukan pengurusan ke Kantor Pertanahan atau Badan Pertanahan Nasional dan akibat hukum yang ditimbulkan bahwa Akta Pembagian Hak Bersama dapat dibatalkan dengan dasar penyimpangan syarat formil tata cara pembuatan akta autentik dan Akta Jual Beli dapat dibatalkan dengan dasar adanya penyimpangan dalam pembuatan akta autentik serta pembeli NA tidak termasuk dalam kriteria pembeli yang beritikad baik.
Land Deeds Officials in its position should work responsibilty, independently, honestly and impartially in the process of splitting freehold title. Also Land Deeds Officials must be responsible for the authentic deeds, namely the Deed of Sharing of Shared Rights and the Deed of Sale and Purchase. The problems is found in the Supreme Court Decision Number 990 PK/PDT/2020 where there is involvement of Land Deeds Officials in the process of splitting freehold title and authentic deeds. This raises problem where the Land Deeds Officials commits an unlawful act against the authentic deed he made where in the Deed of Sharing of Joint Rights the signatures of the owners of the freehold title are falsified by one of the owners who come to sign, causing a legal action. This study will analyze the responsibilities of the Land Deed Official in the process of splitting freehold title followed by the deed of sharing of joint rights and the deed of sale and purchase and the legal consequences if the deed of sharing of joint rights as a reference document is not signed by all the heirs in the process of splitting freehold title. This research uses doctrinal research method which in terms of its nature is descriptive research. The results shows Land Deeds Officials is liable criminally, civilly and administratively and in the process of splitting freehold title, Land Deeds Officials TN is only responsible as power to go to the Land Office and the resulting legal consequences that the Deed of Sharing of Shared Rights can be canceled on the basis of deviation from the formal requirements of the procedure for making an authentic deed and the Deed of Sale and Purchase can be canceled on the basis of irregularities in making an authentic deed and the buyer is not included in the criteria for a good faith buyer."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Muhamad Rizki
"Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) lunas yang dibuat dibawah tangan merupakan suatu bentuk perjanjian pendahuluan yang dibuat oleh para pihak secara tertulis dan dibuktikan melalui kuitansi pembayaran lunas. Perjanjian pendahuluan tersebut dimaksudkan untuk mengawali dilakukannya perbuatan hukum jual beli hak atas tanah. Perjanjian yang dilakukan dibawah tangan masih banyak ditemukan di masyarakat meskipun pada kenyataannya, nilai pembuktian dari perjanjian dibawah tangan tidak sekuat perjanjian yang dituangkan ke dalam akta notariil. PPJB lunas yang dibuat dibawah tangan dalam kenyataannya dapat memicu terjadinya sengketa sebagaimana ditemukan dalam kasus Putusan Pengadilan Negeri Subang Nomor 11/Pdt.G/2023/PN.Sng. Perkara yang ada dalam putusan tersebut adalah berkaitan dengan PPJB lunas dibawah tangan yang dibuat antar Perseroan Terbatas (PT) untuk mengawali dilakukannya perbuatan hukum jual beli hak atas tanah dengan status Hak Milik. Oleh karena itu masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah tentang akibat hukum dari PPJB lunas yang dilakukan dibawah tangan antar PT dalam jual beli Hak Milik Atas Tanah dan pertimbangan hakim dalam putusannya berkenaan dengan hal tersebut. Penelitian doktrinal ini mengumpulkan data sekunder melalui studi kepustakaan yang selanjutnya dianalisis secara kualitatif. Dari hasil analisis dapat dijelaskan bahwa PPJB lunas dibawah tangan antar PT dalam perbuatan hukum jual beli hak atas tanah adalah semestinya batal demi hukum karena PT tidak berhak memiliki, menjual ataupun menguasai Hak Milik atas tanah. Adapun pertimbangan hakim berkenaan dengan perbuatan hukum jual beli hak atas tanah dengan status Hak Milik (HM) antar PT melalui PPJB dibawah tangan adalah didasarkan pada hukum adat terkait jual beli yakni dipenuhinya syarat terang dan tunai sehingga PPJB lunas dibawah tangan dinyatakan dapat diakui. Selanjutnya hakim memerintahkan untuk menerbitkan Sertipikat Hak Milik dengan nama PT. Citra Mutiara Agung melalui kantor pertanahan setempat. Hal ini tentu saja perlu dikritisi karena PPJB belum dapat mengalihkan hak atas tanah dan kepada PT tidak dapat diberikan hak penguasaan atas tanah dengan status HM sehingga semestinya status hak penguasaan atas tanah diturunkan menjadi Hak Guna Bangunan (HGB) agar PT dapat secara sah menguasainya
A fully paid Sales and Purchase Agreement (PPJB) is a form of preliminary agreement made by the parties in writing and proven by a receipt for payment in full. The preliminary agreement is intended to initiate the legal act of buying and selling land rights. Agreements made privately are still often found in society, although in reality, the evidentiary value of private agreements is not as strong as agreements outlined in notarial deeds. PPJB in full which is made privately can actually trigger disputes as found in the case of Subang District Court Decision Number 11/Pdt.G/2023/PN.Sng. The case in the decision is related to the PPJB in full in full under the hand made between Limited Liability Companies (PT) to initiate the legal action of buying and selling land rights with Ownership Rights status. Therefore, the issue raised in this research is about the legal consequences of a paid PPJB carried out under the hands of PT in the sale and purchase of land ownership rights and the judge's considerations in his decision regarding this matter. This doctrinal research collects secondary data through literature study which is then analyzed qualitatively. From the results of the analysis, it can be explained that the PPJB paid off under the hands of PT in the legal act of buying and selling land rights should be null and void because the PT has no right to own, sell or control land ownership rights. The judge's considerations regarding the legal act of buying and selling land rights with Ownership Rights (HM) status between PTs through underhand PPJB are based on customary law relating to sale and purchase, namely the fulfillment of clear and cash conditions so that the fully paid PPJB underhand can be recognized. Next, the judge ordered the issuance of a Certificate of Ownership in the name of PT. Citra Mutiara Agung through the local land office. This of course needs to be criticized because PPJB cannot transfer land rights and PT cannot be given control rights over land with HM status, so the status of land control rights should be reduced to Building Use Rights (HGB) so that PT can legally control it. "
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Levy Maulana Muhammad
"Proses pelepasan hak atas tanah sering memunculkan konflik yang dapat memicu terjadinya sengketa di bidang pertanahan. Kasus yang memunculkan sengketa berkaitan dengan proses pelepasan hak atas tanah ditemukan dalam Putusan Pengadilan Negeri Serang Nomor 27/Pdt.G/2019/PN.Srg. Untuk itu permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai peran dan tanggung jawab notaris atas pembuatan akta pelepasan hak atas tanah yang tidak sesuai dengan kebenaran materiil dan analisis terhadap pertimbangan hakim dalam Putusan. Penelitian ini berbentuk yuridis normatif di mana bahan-bahan hukum yang diteliti, dikumpulkan melalui studi kepustakaan, dan dianalisis secara kualitatif. Dari hasil analisis terhadap bahan-bahan hukum tersebut dapat dinyatakan bahwa notaris bisa membuat akta pelepasan hak atas tanah yang dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku. Sementara itu tanggung jawab notaris terhadap akta pelepasan hak atas tanah yang dibuatnya hanya sebatas pada apa yang diketahui dan disaksikan berdasarkan surat- surat dan keterangan para penghadap pada saat akta dibuat. Adapun pertimbangan hakim dalam Putusan a quo yang menolak permohonan ganti rugi terkait pelepasan hak atas tanah tidak memenuhi rasa keadilan karena akta pelepasan hak atas tanah yang dijadikan sebagai dasar permohonan penerbitan sertipikat hak pengelolaan dalam kasus tersebut, semestinya batal demi hukum.
The process of relinquishment of land rights has created a potential conflict that can trigger disputes in the land sector. The case that related to the process of relinquishment of land rights was found in the Serang District Court’s Verdict Number 27/Pdt.G/2019/PN.Srg. The issues raised in this study are regarding the roles and responsibilities of a notary for making a deed of release of land rights that are not compatible with the material truth and also about the analysis of the judge's considerations in the a quo verdict. This research’s form is a juridical-normative which is the legal materials studied are collected through library research, and analyzed qualitatively. As the results of an analysis of these legal materials, it can be stated that a notary can make a deed of relinquishment of land rights in accordance with applicable regulations. Meanwhile, the notary's responsibility for the deed of release of land rights that he made was limited to what was known and witnessed based on the letters and statements of the appearers at the time the deed was drawn up. The judge's consideration in the a quo verdict which rejected the application for compensation related to the relinquishment of land rights did not fulfill a sense of justice because the deed of relinquishment of land rights which was used as the basis of the application for the issuance of certificates of management rights in that case, should have been null and void by law. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Eka Septiyaningsih
"Tesis ini membahas tentang Penyalahgunaan Keadaan (Misbruik Van Onstandigheden) yang Dilakukan Oleh Notaris/PPAT Atas Pengalihan Sertipikat Tanah yang Dijadikan Jaminan Hutang Piutang dengan Akta Jual Beli (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Bale Bandung nomor 247/Pdt.G/2017/PN Blb). Permasalahan meliputi keabsahan akta jual beli yang dibuat oleh Notaris/PPAT berdasarkan surat kuasa mutlak atas sertipikat tanah yang dijadikan jaminan hutang piutang dan tanggung jawab Notaris/PPAT dalam pembuatan akta pengikatan jual beli, akta perjanjian pengosongan dan akta surat kuasa yang dibuat pada tanggal yang sama dengan akta perjanjian hutang piutang. Metode Penelitian yang digunakan yaitu penelitian yuridis normatif. Tipe penelitian ini berdasarkan pada tipe deskriptif analitis. Metode pengolahan data yang digunakan adalah metode kualitatif.
Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa keabsahan akta jual beli yang dibuat oleh Notaris/PPAT berdasarkan surat kuasa mutlak atas sertipikat tanah yang dijadikan jaminan hutang piutang, menurut penulis tidak sah dan tidak berkekuatan hukum karena dasar dibuatnya akta jual beli tersebut tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian menurut Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yaitu unsur kesepakatan dan sebab yang halal. Tanggung Jawab Notaris/PPAT dalam pembuatan akta pengikatan jual beli, Akta perjanjian pengosongan dan akta surat kuasa jual yang dibuat pada tanggal yang sama dengan akta perjanjian hutang piutang, menurut penulis Notaris/PPAT tersebut dapat dikenakan sanksi administratif berupa teguran secara lisan dari majelis pengawas notaris sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Jabatan Notaris dan sanksi perdata berupa pembayaran ganti rugi kepada Penggugat. Notaris/PPAT harus bersikap netral dalam menegakkan profesionaisme jabatannya dan berani menolak pembuatan akta terhadap klien yang memiliki itikad tidak baik.
This thesis discusses Misuse of Circumstances (Misbruik Van Onstandigheden) Conducted by a Notary/PPAT for Transfer of Land Certificates as Collateral for Debt Receivables with Sale and Purchase Deed (Case Study of Bale Bandung District Court Decision number 247/Pdt.G/2017/PN Blb). Problems include the validity of the sale and purchase deed made by a Notary/PPAT based on an absolute power of attorney for land certificates that are used as collateral for accounts payable and Notary/PPAT responsibilities in making the sale and purchase agreement, deed of emptying agreement and deed of power of attorney made on the same date with the deed of debt agreement. The research method used is normative juridical research. This type of research is based on a descriptive analytical type. The data processing method used is a qualitative method.The results of the study can be concluded that the validity of the sale and purchase deed made by a Notary/PPAT based on an absolute power of attorney for land certificates used as collateral for accounts payable, according to the author is invalid and has no legal force because the basis for the sale and purchase deed does not meet the legal requirements of the agreement under Article 1320 Civil Code is the element of agreement and legal reason. Responsibilities of the Notary/PPAT in making the sale and purchase agreement, the deed of emptying agreement and the deed of power of attorney made on the same date as the deed of debt agreement, according to the writer of the Notary/PPAT, may be subjected to administrative sanctions in the form of a verbal warning from the notary supervisor as stipulated in the Law of Notary Position and civil sanctions in the form of payment of compensation to the Plaintiff. The Notary/PPAT must be neutral in upholding the professionalism of his position and dare to reject the making of a deed against a client who has bad intentions."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T54872
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Reva Vergano
"Salah satu yang dapat menyebabkan dibatalkannya suatu akta perjanjian pengikatan jual beli disertai dengan akta kuasa menjual adalah wanprestasi. Prestasi yang tidak terpenuhi dalam pembuatan akta, dengan sebab adanya keterangan palsu disampaikan para pihak kedalam akta notaris. Hal ini menjadi penting untuk mengetahui peran dan tanggung jawab notaris terhadap akta perjanjian pengikatan jual beli disertai akta kuasa menjual. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis normatif yang dilakukan dengan penelusuran data sekunder. Tipe penelitian yang digunakan bersifat eksplanatoris. Bahan penelitian yang digunakan dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan, wawancara dan pemahaman terhadap Putusan Pengadilan Tinggi Surabaya Nomor 135/PDT/2020/PT SBY terkait pembatalan akta. Hasil penelitian bahwa peran notaris dalam membuat akta perjanjian pengikatan jual beli disertai akta kuasa menjual, dengan memastikan terpenuhinya syarat sahnya perjanjian, namun dalam kasus ini tidak terpenuhinya syarat subjektif yang menyebabkan akta dapat dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi Surabaya dan tanggung jawab notaris hanya sebatas formalitas dari suatu akta dan tidak memiliki tanggung jawab atas materi dari isi akta autentik, maka keterangan palsu yang diberikan oleh almarhum Tuan SO dan Tuan SE yang menyatakan telah terjadinya pelunasaan atas objek tanah yang termuat pada akta perjanjian pengikatan jual beli dan akta kuasa menjual merupakan tanggung jawab pribadi para pihak.
One of the things that can cause the cancellation of a deed of sale and purchase agreement accompanied by a deed of power of attorney to sell is a default. due to non-fulfillment of achievements in the formation of the deed, the reason is due to incorrect information submitted by the parties in making the deed by a notary. It is important to know the roles and responsibilities of a notary in the deed of binding sale and purchase agreement accompanied by the deed of power of attorney to sell. To answer these problems, a normative juridical research method was used which was carried out by tracing secondary data. The type of research used is explanatory. The research materials used are secondary legal materials. The data collection technique was carried out by means of a literature study and understanding of the Surabaya High Court Decision Number 135/PDT/2020/PT SBY regarding the cancellation of the deed. The results of the study show that the role of the notary in creating the validity of the binding sale and purchase agreement deed is accompanied by the power to sell by ensuring the fulfillment of the conditions for the validity of the agreement, but in this case the subjective conditions are not fulfilled which causes the deed to be canceled by the Surabaya High Court and the responsibility of the notary is only limited to the formality of a deed. and does not have responsibility for the material from the contents of the authentic deed, then the false information given by the late Mr. SO and Mr. SE stating that the settlement of the land object contained in the deed of binding sale and purchase agreement and the deed of power of attorney to sell has been the responsibility of the parties."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library