Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 92931 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Yusuuf
"Penelitian ini berfokus pada naskah Cariyos Kina Kyai Poleng (CKKP), yang merupakan koleksi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dengan kode koleksi NB 1093. Naskah ini termasuk dalam kategori naskah Jawa yang mengupas konsep legitimasi dalam cerita prosa rakyat. Permasalahan utama yang dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana teks CKKP menyampaikan konsep legitimasi religius dalam cerita prosa rakyat. Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami konsep legitimasi serta hubungannya dengan realitas sosial.Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode kerja filologi dan dikaitkan dengan teori legitimasi dari Franz Magnis Suseno. Hasil penelitian menunjukkan bahwa teks CKKP mengandung tiga unsur legitimasi religius. Pertama, penguasa mampu membuktikan tingkat kesaktiannya. Kedua, masyarakat yang dipimpinnya hidup dalam kondisi adil, makmur, tenteram, dan sejahtera, tata-tentrem-kertaraharja. Ketiga, pemimpin menunjukkan sifat tanpa pamrih, berbudi luhur, bijaksana, murah hati, dan adil.Dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa teks CKKP berfungsi sebagai folklor yang tidak hanya memainkan peran penting dalam melegitimasi kekuasaan, tetapi juga menyampaikan nilai-nilai moral.

This study focuses on the Cariyos Kina Kyai Poleng (CKKP) manuscript, which is part of the collection of the National Library of the Republic of Indonesia under the catalog code NB 1093. The manuscript is classified as a Javanese text that explores the concept of legitimacy in folk prose narratives. The primary issue addressed in this research is how the CKKP text conveys the concept of religious legitimacy within folk literature. The objective of this study is to comprehend the concept of legitimacy and its relation to social reality. This research employs a qualitative approach using philological methods and is linked to the legitimacy theory proposed by Franz Magnis Suseno. The findings indicate that the CKKP text encompasses three elements of religious legitimacy. First, the ruler is able to demonstrate their supernatural powers. Second, the society under the ruler's governance experiences justice, prosperity, peace, and welfare, known as tata-tentrem-kertaraharja. Third, the leader exhibits selflessness, noble character, wisdom, generosity, and fairness. Based on these findings, it can be concluded that the CKKP text serves as folklore that not only plays a significant role in legitimizing power but also conveys moral values."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2025
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Syarifa Syifaa Urrahmah
"Mitos yang masih bertahan dewasa ini merupakan kepercayaan masyarakat dari berbagai kisah dan tindakan hasil kebudayaan Jawa pada zaman sebelum adanya agama Hindu, kebudayaan Jawa saat masuknya agama Hindu, dan kebudayaan Jawa saat kedatangan agama Islam. Hal tersebut terlihat dari karya pujangga dan sastrawan Jawa seperti cerita wayang. Pada cerita pewayangan Jawa terdapat tokoh bernama Aswatama. Aswatama diketahui memiliki panah sakti bernama cundhamani. Penelitian ini mengkaji sebuah naskah berjudul Cariyos Kina Mula Bukanipun Nama Redi Arjuna (selanjutnya disingkat CKM). Teks tersebut menceritakan Prabu Aji Pamasa yang pergi ke Gunung Udarati untuk mencari cundhamani. Oleh sebab itu ditemukan masalah penelitian yaitu bagaimana mitos cundhamani dalam CKM?. Tujuan penelitian ini menjelaskan mitos cundhamani dalam CKM dan nasihat yang dapat diambil dari teks tersebut. Metode penelitian ini menggunakan langkah kerja filologi dan motif cerita dalam Motif-Index of Folk Literature (1966) oleh Stith Thompson. Keunikan dari teks CKM pada halaman ke-11 dan 12 terdapat kutipan dari Serat Ajipamasa pupuh XXV (pucung) bait ke-78 sampai dengan bait ke-81. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mitos dalam teks CKM merupakan sebuah permata yang dapat berubah menjadi panah api dengan melakukan puja samadi. Adapun perubahan tersebut dikaitkan dengan motif cerita D452.1.11. Transformation: stones to weapons dalam Stith Thompson. Selain itu juga terdapat motif cerita B200. Animals with human traits dan A165.1.1. Birds as messengers of the gods. Motif cerita tersebut berasal dari burung maliwis yang dapat berbicara dengan memberi pesan kepada Prabu Ajipamasa untuk mencari cundhamani atas perintah dari dewa. Nasihat yang dapat diambil dari teks adalah apabila manusia melakukan sesuatu dengan penuh konsentrasi dan menghilangkan nafsu indrawi maka akan mendapatkan kehendak yang diinginkan.

The myth that still survives today is the public's belief from various stories and actions of the results of Javanese culture in the era before the existence of Hinduism, Javanese culture at the entry of Hinduism, and Javanese culture at the arrival of Islam. This can be seen from the work of Javanese poets and writers such as wayang stories. In the Javanese puppet story there is a character named Aswatama. Aswatama is known to have a magic arrow called cundhamani. This research examines a manuscript entitled Cariyos Kina Mula Bukanipun Nama Redi Arjuna (hereinafter abbreviated as CKM). The text tells the story of Prabu Aji Pamasa who went to Mount Udarati to find cundhamani. Therefore, a research problem was found, namely how is the cundhamani myth in CKM?. The purpose of this research is to explain the cundhamani myth in CKM and the advice that can be taken from the text. This research method uses philological work steps and story motifs in the Motif-Index of Folk Literature (1966) by Stith Thompson. The uniqueness of the CKM text on the 11th and 12th pages is an excerpt from the Ajipamasa pupuh XXV (pucung) verse 78 to the 81st verse. The results of the research show that the myth in the CKM text is a gem that can turn into a fire arrow by doing puja samadi. The change is associated with the motive of the story D452.1.11. Transformation: stones to weapons in Stith Thompson. In addition, there is also a B200 story motif. Animals with human traits and A165.1.1. Birds as messengers of the gods. The motive of the story comes from a maliwis bird who can speak by giving a message to King Ajipamasa to look for cundhamani on the orders of a god. The advice that can be taken from the text is that if humans do something with full concentration and eliminate sensory desires, they will get the desired will."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Mughniya Firli Imani Akbar
"Penelitian ini mengkaji naskah Cariyos Kina Nuluri Sekar Wijayakusuma (CKNSW), salah satu koleksi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dengan kode NB 1580. Naskah ini menggambarkan kearifan lokal masyarakat Jawa melalui simbolisme pusaka Sekar Wijayakusuma yang dianggap sebagai representasi kekuasaan dan spiritualitas raja-raja Jawa. Kajian ini bertujuan untuk mengidentifikasi nilai-nilai kearifan lokal dalam naskah CKNSW serta relevansinya dalam konteks masyarakat Cilacap masa kini. Penelitian dilakukan menggunakan metode filologi, meliputi inventarisasi naskah, deskripsi naskah, alih aksara, dan analisis isi. Teori kearifan lokal digunakan sebagai pendekatan utama, mengacu pada pendapat Bratawijaya (1997), yang mengungkapkan bahwa nilai-nilai kearifan lokal dalam budaya Jawa meliputi budi pekerti, pengendalian diri, dan kepemimpinan yang berakar pada harmoni dan moralitas sebagai panduan hidup. Hasil penelitian menunjukkan bahwa CKNSW memuat nilai-nilai kepemimpinan, pengendalian diri, dan budi pekerti yang menjadi landasan moral masyarakat Jawa. Nilai-nilai ini tetap relevan sebagai panduan dalam membentuk karakter dan identitas budaya masyarakat Cilacap, sekaligus memperkuat hubungan antara tradisi dan kehidupan modern. Penelitian ini memberikan kontribusi dalam pelestarian kearifan lokal sebagai bagian dari identitas budaya Nusantara.

This study examines the manuscript Cariyos Kina Nuluri Sekar Wijayakusuma (CKNSW), one of the collections in the National Library of the Republic of Indonesia under the code NB 1580. The manuscript illustrates the local wisdom of the Javanese people through the symbolism of the Sekar Wijayakusuma heirloom, which is regarded as a representation of the power and spirituality of Javanese kings. This study aims to identify the values of local wisdom in the CKNSW manuscript and their relevance to the contemporary Cilacap community. The research employs philological methods, including manuscript inventory, description, transliteration, and content analysis. The theory of local wisdom serves as the primary approach, referring to Bratawijaya (1997), who states that local wisdom values in Javanese culture include noble character, self-control, and leadership rooted in harmony and morality as a guide to life. The findings indicate that CKNSW contains values of leadership, self-control, and noble character that serve as the moral foundation of Javanese society. These values remain relevant as guidelines for shaping the character and cultural identity of the Cilacap community while strengthening the connection between tradition and modern life. This research contributes to the preservation of local wisdom as part of the cultural identity of the Nusantara."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2025
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Soewignja
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1978
899.222 SOE k
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Tarisha Tendri Larasati
"Film White Snake: The Origin (2019) merupakan film animasi yang diadaptasi dari legenda klasik Tiongkok, Bai Niangzi Yongzhen Leifengta, yang ditulis oleh Feng Menglong. Dalam proses adaptasinya, sutradara menyajikan berbagai transformasi pada aspek tokoh, pengubahan cerita, dan latar. Transformasi tersebut tidak hanya berhasil memperkenalkan kebudayaan Tiongkok kepada penonton, namun sekaligus meraih keuntungan komersial. Transformasi-transformasi yang dibuat oleh sutradara mencakup transformasi pada aspek tokoh, seperti perubahan nama, visualisasi karakter utama, dan penambahan tokoh-tokoh baru, aspek pengubahan cerita yakni modifikasi pada prolog dan epilog, serta transformasi pada latar waktu dan tempat yang menciptakan konteks historis yang memperkuat elemen fantasi dan legenda dalam cerita. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun film ini masih mempertahankan unsur klasik legenda, transformasi yang diciptakan sutradara dalam film ini telah menarik banyak penonton masa kini. Signifikansi penelitian ini dalam ranah studi sastra dan film memperlihatkan bahwa kekayaan sastra klasik merupakan sumber yang dapat terus dieksplorasi untuk mendukung kesuksesan industri perfilman, khususnya animasi di Tiongkok.

White Snake: The Origin (2019) is an animated film adapted from the classic Chinese legend, Bai Niangzi Yongzhen Leifengta, written by Feng Menglong. In the adaptation process, the director presents various transformations in aspects of the characters, changes of the story, and setting. This transformation not only succeeded in introducing Chinese culture to the audience but also achieved commercial benefits. The transformations made by the director include transformations in aspects of the characters, such as changing names, visualization of the main characters, and adding new characters. In aspects of changing the story, there are modifications to the prologue and epilogue, as well as transformations in the time and place setting which creates a clear historical context and strengthens the elements of fantasy and legend in the story. The research results show that although this film still maintains the classic elements of the legend, the transformation that the director created in this film has attracted many audiences today. The significance of this research in the realm of literature and film studies shows that the richness of classical literature is a source that can continue to be explored to support the success of the film industry, especially animation in China."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
cover
"Teks yang diperoleh pada tanggal 1 April 1942 ini, berisi legenda desa Batur. Nama Batur merupakan pemberian Raden Jaka Dorang yang, setelah melarikan diri dari kerajaan Majapahit, berganti memeluk agama Islam karena pengaruh ajaran Sunan Kalijaga; namanya pun kemudian diganti menjadi Danalapa. Setelah meninggal, jenasahnya dimakamkan bersebelahan dengan saudara perempuannya, Retna Angronsari, di desa Batur, hingga kemudian terkenal dengan sebutan Kyai dan Nyai Ageng Batur. Naskah ini juga berisi teks Patilasan ing Widadaren yang sesungguhnya masih berhubungan dengan cerita pertama. Pada cerita pertama, kisah berkisar pada Raden Jaka Dorang (Kyai Danalapa). Pada teks ini, kisah berkisar pada saudara perempuan-nya yang bernama Retna Angronsari."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
LS.16-W 66.07
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
Agustina
"Karya sastra berupa naskah atau manuskrip, sebagai peninggalan budaya lama Indonesia merupakan dokumen bangsa warisan budaya yang sangat diperlukan sebagai sumber penelitian dalam rangka penggalian, pelestarian, dan pengembangan kebudayaan Indonesia. menurut Haryati Subadio dalam Lembar Sastra, hal. 1 bahwa dari peninggalan tertulis beberapa naskah itu dapat diperoleh gambaran yang jelas mengenai nilai-nilai tata hidup dan budaya dalam masyarakat bangsa yang bersangkutan. Naskah Jawa sebagai salah satu peninggalan tertulis yang banyak tersimpan diberbagai perpustakaan, baik di dalam maupun di luar negri, memiliki jumlah yang paling besar dibandingkan dengan naskah dari daerah lain. naskah-naskah tersebut kini telah mendapat penanganan khusus, baik dalam bentuk perawatan maupun pengungkapan isi yang dilakukan para ahli dalam dan luar negri. ada beberapa ahli yang telah berhasil menyusun catalog dan menggolong-golongkan jenis naskah jawa berdasarkan sudut pandang yang berlainan. salah satu diantaranya adalah pigeaud, yang menelompokkan menjadi : 1. religi dan Etika, didalamnya termasuk naskah-naskah yang mengambil unsure-unsur hindhuisme, Budhisme, Islam, Kristen, ramalan, magi, dan sastra wulang, 2. Sejarah dean Mitologi, 3. Belle-Letters, dan 4. Hukum, Foklor, Kesenian, dan Kemanusiaan (1967 : 2) Berdasarkan pembagian tersebut di atas, penulis mencoba mengungkapkan naskah jawa yang tergolong dalam kelompok pertama, berupa karya sastra wulang jenis suluk 1. Karya sastra ini dihasilkan setelah agama islam dating dan berkembang di pulau jawa. Kesusastraan suluk menurut Simuh, adalah jenis kesusastraan jawa yang mengumgkapkan perpaduan (Sinkretisme) antara ajaran mistik 2 islam dengan tradisi kejawen warisan jawa-hindhu. 3. Menurut Pigeaud kesusastraan suluk diperkirakan timbul pada abad ke-16. Mengenai pemunculannya, pesisiran yang tumbuh di sekitar lingkungan pesantren, yang terutama banyak menghasilkan sastra ini adalah kesultanan Cirebon. Dalam perkembangan selanjutnya kemudian di serap, digubah, dan dikembangkan menjadi sastra yang amat halus di pusat-pusat kesultanan cirebon. Disamping itu harun dalam konsepsi tenteng manusia dalam kebatinan jawa juga menjelaskan bahwa islam yang datang tersebut adalah agama islam yang terpengaruh tasawuf 5 Persia dan mistik India yang terbukti dengan ditemukannya dokumen-dokumen di Aceh yang berasal dari abad ke-16 (Hadiwijono, 1983 : 55). A. H. John (Dalam Koentjaraningrat)."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1994
S11686
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
PATRA 6(3-4) 2005 (1)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Iskandar
"Studi ini bertitik tolak dari tesis Clifford Geertz yang menyebutkan bahwa kyai di Jawa menjadi besar karena perannya sebagai broker budaya, dan tidak mempunyai pengalaman apa-apa dalam bidang politik. Penulis mencoba untuk mengunggakpkan kembali mengenai peranan kyai dan ulama, khususnya di daerah Priangan pada masa colonial Belanda, yaitu sekitar tahun 1900-1942. Dan penelitian kearsipan, kepustakaan, dan lapangan (wawancara), dalam studi ini ditemukan bahwa kyai tradisional di daerah Jawa Barat pada umumnya, kyai menjadi besar dan kharismatis, bukan semata-mata karena perannya sebagai broker budaya, melainkan juga karena sebagai agent of change (agen perubahan). Kemampuan mereka.Dalam menjawab persolan yang muncul di kalangan ummat Islam, membuat peranan mereka menjadi begitu penting. Namun di pihak lainnya, terutama pihak penguasa colonial, kemampuan kyai seperti itu justru dianggap sebagai ancaman yang dapat menggoyahkan wibawa dan kedudukan mereka. Olehkarena itu seringkali mereka dituduh sebagai penghalang kemajuan atau dalang kekacauan. Tidak terkecuali kaum reformis menganggap para kyai tradisional sebagai pihak yang memperbodoh ummat Islam, sehingga Islam menjadi mundur"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1991
T39943
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>