Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 190911 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Abdul Raihan Putra Safiandi
"Skripsi ini membahas anticipatory breach sebagai bentuk wanprestasi dalam perjanjian dengan fokus pada perbandingan hukum di Indonesia, Inggris, dan Singapura. Anticipatory breach adalah pelanggaran kontrak yang terjadi sebelum kewajiban kontraktual jatuh tempo atau dilanggar secara aktual, memberikan pihak yang dirugikan hak untuk segera mengambil tindakan hukum. Skripsi ini menggunakan metode penelitian yuridis-normatif, yang melakukan analisis terhadap peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan, serta literatur hukum terkait. Di Indonesia, anticipatory breach belum diatur secara eksplisit dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), yang mensyaratkan wanprestasi hanya dapat terjadi setelah kewajiban jatuh tempo. Sebaliknya, Singapura dan Inggris, yang menganut sistem common law, mengakui anticipatory breach sebagai prinsip hukum, memungkinkan pihak yang dirugikan untuk mengajukan tuntutan lebih awal. Penelitian ini menganalisis putusan pengadilan terkait di ketiga yurisdiksi untuk mengeksaminasi penerapan doktrin ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anticipatory breach telah sejak lama diterapkan di Inggris dan Singapura dan memberikan perlindungan lebih baik kepada pihak yang dirugikan dibandingkan sistem hukum Indonesia. Namun, adaptasi prinsip ini ke dalam hukum Indonesia terhambat karena keberadaan pasal 1238 jo. pasal 1243 jo. pasal 1269 KUHPerdata. Penelitian ini memberikan rekomendasi untuk menerapkan doktrin anticipatory breach dalam sistem hukum Indonesia guna mendukung perkembangan penyelesaian sengketa perjanjian yang semakin modern.

This thesis examines anticipatory breach as a form of default in contracts, focusing on a comparative legal study between Indonesia, England, and Singapore. Anticipatory breach refers to a contractual violation that occurs before the contractual obligations are due or breached in actuality, granting the aggrieved party the right to take immediate legal action. This study employs a normative-juridical research method, analyzing legislation, court decisions, and relevant legal literature. In Indonesia, anticipatory breach is not explicitly regulated in the Indonesian Civil Code (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata or KUHPerdata), which requires default to occur only after the obligation becomes due. In contrast, Singapore and England, which adhere to the common law system, recognize anticipatory breach as a legal principle, enabling the aggrieved party to file claims earlier. This research analyzes court decisions in the three jurisdictions to examine the application of this doctrine. The findings reveal that anticipatory breach has long been implemented in England and Singapore, offering better protection to the aggrieved parties compared to Indonesia’s legal system. However, the adaptation of this principle into Indonesian law faces challenges due to the provisions of Articles 1238, 1243, and 1269 of the Civil Code. This study provides recommendations to adopt the doctrine of anticipatory breach into the Indonesian legal system to support the evolving resolution of contractual disputes in modern times."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutauruk, Karsten Maruli Rogate
"Perjanjian pemberian kuasa sering digunakan dalam menghadapi suatu permasalahan hukum yang dapat dilakukan oleh setiap masyarakat baik di Indonesia maupun di Belanda. Dalam perjanjian pemberian kuasa di Indonesia diatur dalam Pasal 1823 dan 1814 KUHPerdata yang menyatakan bahwa pemberi kuasa dapat menarik kembali kuasanya apabila dikehendakinya, namun ternyata dalam prakteknya juga terdapat banyak perjanjian bantuan hukum yang melarang pemberi kuasa untuk mencabut kuasa yang telah diberikannya kepada penerima kuasa. Kuasa yang tidak dapat ditarik kembali disebut sebagai kuasa mutlak, yang dalam penggunaanya diatur dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri No.14 Tahun 1982 dan Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 1997 tentang larangan penggunaan kuasa mutlak. Dalam skripsi ini juga membahas mengenai perbandingan hukum antara Indonesia dengan Belanda yang mengatur terkait dengan Perjanjian Pemberian Kuasa. Perbandingan dilakukan secara khusus terkait peraturan Pemberian Kuasa di Indonesia yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dengan kodifikasi hukum perdata Belanda yakni Niew Burgerlijk Wetboek.  Dalam penelitian ini akan menganalisis Putusan Perkara Nomor 704/Pdt.G2017/PN.Mdn, sebagai bentuk adanya penggunaan kuasa mutlak. Dengan adanya penarikan kuasa secara sepihak sehingga penerima kuasa mengajukan gugatan wanprestasi ke pengadilan.

The power of attorney agreement is commonly found in dealing with a legal problem that carried out by the community, both in Indonesia and the Netherlands. In Indonesia the Power of Attorney Agreement, is regulated in Articles 1823 and 1814 of the Book of Civil Law which states that the Principal could revoke power of attorney at any time, but turns out that in practice there is Power of Attorney that can not be revoked called Irrevocable Power of Attorney. Regulated in the Instruction of the Internal Affairs Minister No. 14/1982 and Government Regulation No. 24 of 1997 that regulate prohibition the use of Irrevocable Power of Attorney. This undergraduate thesis also discusses on a legal comparison between Indonesian and Dutch Law, specifically related to the regulation of granting of Power of Attorney which is regulated in the Indonesian Book of Civil Law with the Niew Burgerlijk Wetboek. This thesis also analyze Medan District Court Number 704/Pdt.G2017/PN.Mdn, as a form that the parties were using Irrevocable Power of Attorney. With the one-sided revocation of power of attorney, the Grantee of the power of attorney filed a lawsuit to the court by reason of breach of contract."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Carla Vania
"Indonesia yang menganut sistem hukum Civil Law mengatur ketentuan tentang perjanjian dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu dalam Buku Ketiga KUHPerdata tentang Perikatan dalam Pasal 1233 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Salah satu penyebab hapusnya perjanjian adalah pelanggaran kontrak atau wanprestasi, yaitu kegagalan pihak dalam kontrak memenuhi prestasi kontraktual. Hukum perjanjian di Indonesia mengatur bentuk-bentuk penyelesaian wanprestasi berupa pembatalan perjanjian, pembatalan perjanjian disertai ganti rugi, pemenuhan perjanjian, dan pemenuhan perjanjian disertai ganti rugi. Berbeda dengan Indonesia, negara Singapura menganut sistem hukum Common Law. Wanprestasi dalam Hukum Perjanjian di Singapura dikenal dengan istilah breach of contract. Adapun, penyelesaian wanprestasi atau remedies for breach of contract terbagi menjadi dua, yaitu common law remedies berupa ganti rugi (damages) dan equitable remedies berupa specific performance dan injunction. Penelitian skripsi ini bertujuan memperoleh informasi terkait perbandingan antara paham dan ajaran penyelesaian pelanggaran kontrak dalam Hukum Perjanjian di Indonesia dan Singapura serta implementasinya dalam putusan pengadilan di kedua negara.

Indonesia, which adheres to the Civil Law system, regulates the provisions regarding contract in the Burgerlijk Wetboek, namely in the Third Book, concerning contract in Article 1233. One of the causes of the termination of the contract is a breach of contract, namely the failure of the parties to the contract to fulfill the contractual performance. Contract Law in Indonesia regulates forms of remedies in the form of termination of contract, termination of contract with compensation or damages, fulfillment of contract, and fulfillment of contract with compensation or damages. Unlike Indonesia, Singapore adheres to the Common Law system. Breach in the Contract Law in Singapore is known as a breach of contract. Meanwhile, remedies for breach of contract are divided into two, namely common law remedies in the form of damages and equitable remedies in the form of specific performance and injunctions. This research aims to obtain information related to the comparison between the understanding and teachings of the remedies for breach of contract under Contract Law in Indonesia and Singapore and the implementation in court cases in both countries."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ananda Nabilla
"Perjanjian Pemberian Kuasa sering ditemukan dalam praktek sehari-hari di masyarakat. Pemberian kuasa diatur dalam pasal 1792 KUHPerdata sampai pasal 1819 KUHperdata. Pasal 1813 dan 1814 KUHPerdata mengatur bahwa salah satu cara berakhirnya kuasa adalah penarikan kembali kuasa oleh pemberi kuasa dimana pemberi kuasa dapat menarik kuasa tersebut kapanpun ia inginkan. Dalam prakteknya, terdapat kuasa yang tidak dapat ditarik kembali yang disebut kuasa mutlak. Namun telah diatur dalam Instruksi Dalam Negeri No. 14 Tahun 1982 dan Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 1997 tentang larangan penggunaan Kuasa Mutlak. Dalam perkara Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 110/Pdt.G/2011/PN.Jkt.Sel, ditemukan adanya penggunaan kuasa mutlak. Pemberi kuasa menarik kuasa tersebut secara sepihak sehingga penerima kuasa mengajukan gugatan wanprestasi ke pengadilan. Skripsi ini membahas tentang penggunaan kuasa mutlak di Indonesia dan penarikan secara sepihak kuasa mutlak sebagai bentuk wanprestasi.

Power of Attorney Agreement is commonly found in daily basis. The power of Attorney is regulated in Article 1792-1819 of the Book of Civil Law. Article 1813 and 1814 of the Book of Civil Law regulate how to end the power of attroney is the endorser could revoke the Power of Attorney and they can do it at anytime they want. in practice, there is the Power Of Attorney that can not be revoked called Irrevocable Power of Attorney. But, in the Instruction of the Internal Affairs Minister No. 14/1982 was changed to the Decree of the Agrarian Director General, on behalf of the Internal Affairs Minister No. 594/1492/AGR and Government Regulation No. 24 of 1997 regulate the Prohibition to use Irrevocable Power of Attorney. In a case from Jakarta Selatan District Court No. 110/Pdt.G/2011/PN.Jkt.Sel was discovered that the parties were using Irrevocable Power of Attorney. The endorser revoke the Power of Attorneyone sidedly so the endorsee sue them by reason of breach of contract. This thesis discussed about the use of Power of Attorney in Indonesia and one-sided revocation of irrevocable power of attorney as a form of breach of contract."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
S63661
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eduardy Armandana Eddin
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas tentang analisa putusan hakim yang menyatakan tergugat
telah wanprestasi berdasarkan Putusan No. 3129 K/Pdt/2013.Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk memahami pertimbangan hakim dalam Putusan No.
576/Pdt/G/2010/PN.Jkt.Sel, Putusan No. 55/PDT/2013/PT DKI, dan Putusan No.
3129 K/Pdt/2013 apakah sudah sesuai dengan yang seharusnya. Penelitian ini
adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Hasil penelitian
menyarankan agar hakim dalam putusannya lebih menerapkan prinsip exceptio
non adimpleti contractus sebagai pembelaan debitor yang telah dituduh
wanprestasi.

ABSTRACT
The focus of this thesis is the analysis of court decision that the defendant has
been declared breach of contract by decision No. 3129 K/Pdt/2013. The purpose
of this study is to understand if judges considerations of court decision No.
576/Pdt/G/2010/PN.Jkt.Sel, court decision No. 55/PDT/2013/PT DKI, and court
decision No. 3129 K/Pdt/2013 is right. This research is qualitative descriptive.
The researcher suggested that the judge in his decision must apply exceptio non
adimpleti contractus as a defense for defendant."
2016
S63478
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kharisma Puspita Mandala
"Penulisan ini membahas mengenai wanprestasi dalam kontrak jual beli secara elektronik dengan melakukan studi perbandingan antara Indonesia dengan Inggris, yang disertai dengan perbandingan situs komersial Lazada.co.id di Indonesia dan Asos.co.uk di Inggris. Perkembangan penggunaan internet untuk melakukan jual beli secara elektronik yang semakin pesat di Indonesia belum diiringi dengan pengaturan yang secara khusus mengatur mengenai jual beli secara elektronik, khususnya dalam hal terjadinya wanprestasi dalam jual beli secara elektronik. Untuk itu, perlu dilakukan perbandingan untuk mengetahui bagaimana pengaturan mengenai wanprestasi dalam perjanjian jual beli secara konvensional maupun elektronik menurut sistem hukum di Inggris, dan juga pengaturan mengenai hak pengembalian barang dan hak pengembalian uang dalam hal terjadinya wanprestasi dalam jual beli secara elektronik di Inggris. Skripsi ini juga disertai dengan perbandingan mengenai penerapan peraturan yang berlaku di masing-masing negara dalam situs komersial ang dimilikinya. Perbandingan dengan Inggris ini bertujuan untuk dapat menjadi gambaran bagi Indonesia dalam pembentukan peraturan yang mengatur tentang wanprestasi dalam jual beli secara elektronik.

The focus of this study is about breach of electronic contract in Indonesia in comparison with The United Kingdom, including the comparison of Lazada.co.id?s commercial site in Indonesia and Asos.co.uk?s commercial site in The United Kingdom. The rapid growth of internet usage for online selling in Indonesia is not yet accommodate with the regulations about online selling, especially about breach of electronic contract. Therefore, a comparative study is needed to learn about the regulations for breach of electronic sales contract according to The United Kingdom?s law system and the regulations of the right to return of goods and the right to have a refund in case of breach of electronic contract. This study is also explain about the comparison of the applications of the regulations in both countries on both commercial site. This comparison is aimed to give example for Indonesia in establishing the regulation for breach of electronic contract."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S65560
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reinatta Amelia Utami
"Sebuah perkawinan merupakan salah satu peristiwa penting dalam hidup manusia. Begitu banyak persiapan yang dilakukan agar perkawinan itu dapat terlaksana sesuai dengan yang diinginkan. Sebelum terlaksanya perkawinan, pada umumnya pasangan yang hendak melangsungkan perkawinan terlebih dahulu mengutarakan keseriusan niatnya dengan menjanjikan perkawinan atau menggelar acara peminangan atau yang dikenal pula dengan pertunangan. Akan tetapi tidak jarang janji-janji itu tidak dipenuhi dan menimbulkan kerugian bagi salah stau pihak sehingga membawanya ke muka pengadilan. Skripsi ini membahas sekaligus menganalisa beberapa putusan-putusan pengadilan berkaitan dengan pembatalan sepihak pelaksanaan perkawinan sebagai suatu pembuatan melawan hukum. Metode penelitian yang digunakan adalah metode peneltian normatif yuridis. Hasil penelitian dalam tulisan ini menunjukkan dalam mayoritas putusan hakim pengadilan menyatakan bahwa dibatalkannya pelaksanaan perkawinan secara sepihak merupakan sebuah perbuatan melawan hukum, namun Penulis juga menemukan perbedaan perdapat dalam putusan hakim yang mana menyatakan bahwa pembatalan secara sepihak atas pelaksanaan perkawinan adalah merupakan sebuah wanprestasi.

A marriage is one of the important events in human life. So many preparations were made so that the marriage itself could be carried out as desired. Before the marriage is carried out, in general, couples who want to get married first express the seriousness of their intention by promising marriage or holding a marriage ceremony or what is also known as engagement. However, it is not uncommon for these promises not to be fulfilled and cause harm to one of the parties, thus bringing them to court. This paper discusses as well as analyzes several court decisions relating to the cancellation of promise to marry by one of the party as the law of tort. The research method used is juridical-normative research method. The results of the research in this paper show that the majority of court judges' decisions stated that the cancellation of promise to marry is an act against the law, but the author also finds inconsistencies in the judge's decision which states that those same matter in some cases was categorized as a breach of contract."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arman Naimuddin
"Dalam perkembangan ilmu perikatan pada lapangan hukum perdata di Indonesia, kajian tentang wanprestasi sudah sering kita temui. Sebagai suatu peristiwa hukum, wanprestasi seringkali mengakibatkan kerugian bagi pihakpihak yang hak-haknya tidak dipenuhi oleh pihak yang menjanjikan untuk memenuhinya, oleh karena itu selalu ada gugatan ganti rugi dalam perkara wanprestasi. Dalam fenomena praktik hukum perdata di Indonesia seringkali kita mendapati adanya gugatan ganti rugi baik materiil maupun immateriil akibat wanprestasi akan tetapi jarang sekali hakim memenuhi gugatan ganti rugi immateriil meskipun secara doktrin maupun yuridis hal tersebut sangat mungkin untuk dapat dipenuhi. Skripsi ini menganalisa putusan Mahkamah Agung RI atas suatu kasus wanprestasi yang melibatkan Maria F. sebagai penggugat melawan Askan Soerjadji sebagai tergugat dan putusan ini telah menjadi yurisprudensi tentang dikabulkannya gugatan ganti rugi immateriil akibat wanprestasi.
Adapun hasil analisa kasus ini antara lain: Ganti rugi immateriil dapat dipenuhi jika suatu peristiwa wanprestasi menjadi sebab dan memiliki kaitan erat dengan akibat kerugian immateriil yang timbul. Lingkup, wujud dan nilai ganti rugi ditentukan oleh hakim dengan berpatokan pada ketentuan peraturan perundangan yang mengamanatkan adanya prinsip keadilan dan kemampuan serta kualitas para pihak.

In Indonesian Civil Law especially in the growth of contract law, the discourse about breach of contract it is a common situation that we usually found. As a legal action, breach of contract is always causing the loss for the parties in the contract. This is the reason that there is always a claim for every loss that happens because of breach of contract. In the phenomenon of private law practice in Indonesia, we often find there are claims losses either material or immaterial due to breach of contract but for the immaterial loss it is very rarely to the judge granted the claim of compensation like this. However, if we do a study about the law or legal doctrine of immaterial compensation, it is verypossible for a judge to grant it.This thesis analyzes the decision of the Indonesian Supreme Court for breach of contract case involving Maria F against Askan Soerjadji as this decision has become jurisprudence concerning the granting of immaterial compensation claims due to defaults.
The results of analysis of this case are: Immaterial compensation can be met if an event of default becomes cause and have close links with the consequent loss immaterial; The scope, form and amount of compensation determined by the judge to have relied on provisions of legislation that mandates the principles of justice and the ability and quality of the parties.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nuke Putri Amalia
"Dengan wilayah teritorial Indonesia yang luas dan terdiri atas lebih dari enam belas ribu pulau, membuat distribusi barang dagang memerlukan sarana yang mumpuni untuk menunjang kegiatan perdagangan. Saat ini, sudah banyak berdiri perusahaan jasa pengangkut barang yang bertanggung jawab atas proses pemindahan barang dagang. Penggunaan jasa pengangkutan ini menggunakan perjanjian pengangkutan sebagai dasar kerjasama. Perjanjian pengangkutan diatur dalam KUHPerdata, KUHD dan peraturan perundang-undangan terkait lainnya. Walaupun perjanjian pengangkutan tidak diatur secara khusus dalam KUHPerdata, pembuatan perjanjian pengangkutan mengikuti syarah sahnya perjanjian yang tercantum dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Dalam pemenuhan prestasi perjanjian dapat terjadi suatu keadaan tidak terduga yang tidak dapat dicegah dan memengaruhi proses pemenuhan perjanjian atau dapat disebut keadaan memaksa. Seperti yang termuat dalam kasus Putusan Nomor: 67/Pdt.G/2020/PN Pbr diajukan gugatan wanprestasi terhadap Tergugat yang ditolak oleh Majelis Hakim karena adanya keadaan memaksa. Oleh karena itu, penelitian ini akan membahas mengenai tanggung jawab pengangkut atas wanprestasi yang terjadi akibat keadaan memaksa dalam perjanjian pengangkutan. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif yang memilki pendekatan melalui peraturan perundang-undangan dan studi kasus. Dari penelitian ini dapat ditemukan bahwa dalam pemenuhan prestasi perjanjian pengangkutan dalam perkara ini terdapat wanprestasi yang disebabkan oleh keadaan memaksa sehingga tanggung jawab ganti rugi dari pengangkut dihapuskan.

With Indonesia's vast territorial territory consisting of more than sixteen thousand islands, distribution of trade goods requires adequate facilities to support trade activities. Currently, many goods carrier service companies have been established which are responsible for the process of moving merchandise. The use of this transportation service uses a transportation agreement as the basis for cooperation. Transportation agreements are regulated in the Civil Code, Commercial Code and other relevant laws and regulations. Even though transportation agreements are not specifically regulated in the Civil Code, the making of transportation agreements follows the legality of agreements as stated in Article 1320 of the Civil Code. In fulfilling the performance of an agreement, an unexpected situation may occur which cannot be prevented and affect the process of fulfilling the agreement or can be called a force majeure. As stated in case Decision Number: 67/Pdt.G/2020/PN Pbr, a lawsuit for breach of contract was filed against the Defendant which was rejected by the Panel of Judges due to compelling circumstances. Therefore, this research will discuss the carrier's responsibility for defaults that occur due to force majeure in the carriage agreement. This research is normative juridical research which has an approach through statutory regulations and case studies. From this research it can be found that in fulfilling the performance of the transportation agreement in this case there was a default caused by compelling circumstances so that the responsibility for compensation from the carrier was abolished.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nefaliana Rahma
"Skripsi ini membahas tentang pemutusan perjanjian Build, Operate and Transfer
yang dalam praktiknya dalam kasus Putusan No. 600 K/PDT/2018 dimungkinkan
adanya penyampingan terhadap Pasal 1266 KUHPerdata mengenai tidak
diperlukannya putusan pengadilan dalam pemutusan perjanjian. Dalam penelitian
ini adanya penyampingan pasal yang diperbolehkan dalam Putusan Tingkat
Pengadilan Negeri dengan alasan para pihak sepakat bahwa apabila terjadi
perbuatan lalai dalam melakukan pemenuhan prestasi oleh pihak kedua dalam masa
pembangunan fisik bangunan setelah lewatnya waktu dalam perjanjian maka pihak
kedua dinyatakan wanprestasi, dan oleh karena alasan tersebut serta kesepakatan
dalam perjanjian dilakukannya penyampingan Pasal 1266 KUHPerdata pihak
pertama berhak memutus perjanjian ini secara sepihak, para pihak juga setuju
bahwa pemutusan tersebut tidak memerlukan putusan pengadilan. Dalam hal ini,
hakim Pengadilan Negeri menyatakan bahwa Penggugat terbukti melakukan
wanprestasi. Dengan demikian, pemutusan perjanjian secara sepihak yang
dilakukan oleh pihak pertama disahkan. Namun pada tingkat Pengadilan Tingkat
Tinggi adanya perbedaan pendapat bahwa penyampingan pasal 1266 KUHPerdata
tersebut tidak dapat dilakukan dan pemutusan perjanjian secara sepihak tidak dapat
dilakukan. Penelitian ini dilakukan dengan studi dokumen putusan dan bahan
kepustakaan dan digunakan deskriptif analisis. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa penyampingan Pasal 1266 KUHPerdata dapat dilakukan apabila kedua belah
pihak sepakat adanya penyampingan dengan tidak diperlukannya putusan
pengadilan asalkan wanprestasinya terpenuhi. Bagi para hakim mungkin dapat
mempertimbangkan lebih dalam mengenai adanya perbuatan wanprestasi atau
tidak
This thesis will discuss the termination of agreement in Build, Operate and Transfer agreement model which is practiced in the case of Decision No. 600 K / PDT / 2018 where it is possible to waive Article 1266 of the Civil Code regarding the absence of court decisions in terminating the agreement. This research shows an article that is allowed in the District Court Decision, on the grounds that the party involved agrees that in an event of negligence in fulfilling performance of an agreement by the second party in a physical construction period of a building after the lapse of time in the agreement then the second party is deemed default, and for that reason as well as the agreement in the agreement on the attachment of Article 1266 of the Civil Code, the first party has the right to terminate this agreement unilaterally, parties also agrees that the termination/severance does not require a court decision. In this case, the District Court judge stated that the Plaintiff was proven to have default, therefore, the unilateral termination of the agreement made by the first party is approved. However, High Court does not agree, deeming that putting aside Article 1266 of the Civil Code and the unilateral termination of the agreement cannot be carried out. This research was conducted with the study of decision documents and library materials and use descriptive analysis. The results of this thesis indicate that the waiver of Article 1266 of the Civil Code can be done if both parties agree to the waiver with the need for a court verdict as long as the default is fulfilled. Judges may consider more deeply whether there is a default or not."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>