Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 140232 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rajagukguk, Chelsea Raphael
"Penelitian ini membahas aspek hukum perdata internasional terkait perkawinan pengungsi Rohingya di Indonesia. Sebagai negara transit yang tidak meratifikasi Konvensi Pengungsi 1951 dan Protokol 1967, sulit bagi Indonesia untuk mencatatkan perkawinan yang melibatkan perkawinan pengungsi Rohingya, baik dengan WNI maupun dengan sesama pengungsi. Padahal, mereka pun berhak untuk menikah dan membentuk keluarga sebagaimana dijamin dalam Pasal 16 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. Melalui metode pendekatan doktrinal, permasalahan ini dianalisis berdasarkan Undang-Undang Perkawinan, Undang-Undang Administrasi Kependudukan, Undang-Undang Kewarganegaraan Republik Indonesia, dan Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 1975. Selain itu, Rancangan Undang-Undang Hukum Perdata Internasional digunakan juga sebagai comunis opinio doctorum. Penelitian ini menganalisis bagaimana status Rohingya sebagai pengungsi dan apatride menjadi hambatan dalam mencatatakan perkawinannya. Hal tersebut berimplikasi pada ketidakabsahan perkawinan dan maraknya praktik nikah siri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan prinsip lex loci celebrationis dapat menjadi solusi untuk mengatasi konflik hukum ini. Penelitian ini pun merekomendasikan penerbitan surat peristiwa penting yang secara resmi menerangkan perkawinan antar sesama pengungsi Rohingya yang tidak dapat diabsahkan. Selain itu, terhadap perkawinan antara pengungsi Rohingya dan warga negara Indonesia, direkomendasikan pula pewarganegaraan untuk menjamin hak-hak asasi mereka sebagai manusia.

The following research discusses international private law aspects related to the marriage of Rohingya refugees in Indonesia, particularly due to the legal vois in regulating their personal status. As a transit country that has not ratified the 1951 Refugee Convention and the 1967 Protocol, refugees are not officially recognized as legal subjects by Indonesia. However, they have the right to marry and form families, as guaranteed in Article 16 of the Universal Declaration of Human Rights. Using a doctrinal approach, this issue will be analyzed based on the Marriage Law, Population Administration Law, Indonesian Citizenship Law, and Presidential Regulation No. 9 of 1975. Additionally, the draft of the International Private Law Bill will also be used as a communis opinio doctorum. This research further analyzes how the Rohingya’s status as refugees and stateless persons prevents them from obtaining the necessary documents to register their marriages, which impacts their civil family rights being deemed invalid. This legal gap leads to difficulties in recognizing marriages between Rohingya refugees and Indonesian citizens as mixed marriages, while marriages among refugees fail to meet the criteria for being recognized as legal foreigner marriages under the Population Administration Law. This research concludes that applying the lex loci celebrationis principle could resolve this legal conflict. It recommends issuing an official certificate to document marriages between Rohingya refugees that cannot be legalized. Additionally, it suggests granting citizenship or using refugee documentation as a substitute for citizenship documents to guarantee their human rights."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shaila Tieken
"Penelitian ini mengkaji kekerasan struktural yang terjadi pada anak-anak rohingya tanpa kewarganegaraan. Peneliti mengkaji kasus anak-anak pengungsi rohingya yang ada di Wisma YPAP Medan, Indonesia. Konsep kekerasan struktural dan teori kriminologi konstitutif digunakan sebagai perspektif dalam mengkaji permasalahan ini. Untuk memahami kekerasan struktural yang dialami oleh anak-anak pengungsi Rohingya, peneliti melakukan sebuah penelitian menggunakan metode kualitatif dengan teknik wawancara mendalam dan observasi dengan anak-anak pengungsi Rohingya di community housing Wisma YPAP Medan. Untuk mendapatkan data yang komprehensif, peneliti turut melibatkan orang tua, lembaga supra-negara, pemerintah Indonesia, serta masyarakat sekitar dalam pengumpulan data. Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa ketiadaan kewarganegaraan pada anak-anak rohingya merupakan sebuah bentuk kekerasan struktural yang memisahkan jarak antara potensi anak dengan situasi riil yang dialami anak saat ini. Kekerasan struktural ini dilakukan oleh berbagai agen dalam kehidupan anak dalam berbagai bentuk, yaitu pembersihan etnis, hate crime, kriminalisasi migrasi, dan tidak terpenuhinya hak anak-anak rohingya yang tidak berkewarganegaraan.Penelitian ini mengkaji kekerasan struktural yang terjadi pada anak-anak rohingya tanpa kewarganegaraan.

This study discuss structural violence happened to stateless rohingyan children. The case of rohingyan child refugees in Wisma YPAP Medan had been researched using structural violence concept and constitutive criminology theory. Research with qualitative method was done to understand the situation of structural violence towards rohingyan children in Wisma YPAP Medan. Parents, supra-state actor, Indonesian government, and the community also involved in this research to get a comprehensive data. The research shows that statelessness in rohingyan children is a form of structural violence that creates a gap between potential and real situation of rohingyan children. This structural violence was done by many agents in the course of their lives, and happen in many forms, as recognized in this research, ethnic cleansing, hate crime, criminalization of migration, and unfulfilled rights of rohingyan stateless children."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmadi
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana budaya yang ada dalam masyarakat Aceh berimplikasi terhadap pemenuhan hak ndash; hak pengungsi anak etnis Rohingya di Aceh ndash; Indonesia. Masyarakat Aceh memiliki budaya yang biasa dikenal dengan budaya peumulia jamee atau dalam bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai budaya memuliakan tamu. Penelitian ini dilakukan dalam bentuk normatif. Bahan yang akan digunakan adalah bahan primer, sekunder, dan tersier yang diperoleh dari observasi lapangan, wawancara dengan informan di lokasi penelitian, dan kajian kepustakaan. Hasil penelitian ini akan menjelaskan bagaimana budaya peumulia jamee yang sudah terbentuk sejak lama dalam masyarakat dapat memenuhi hak - hak pengungsi anak. Dengan melihat teori norma tingkah laku conflict of conduct norm dari Sellin, penelitian ini akan menejelaskan bagaimana perbedaan budaya antara penggungsi etnis rohingya dengan budaya penduduk lokal berdampak pada pemenuhan hak anak pengungsi. Pemenuhan hak pengungsi anak etnis rohingnya seperti pemenuhan hak untuk keberlangsungan hidup survival right , pemehuhan hak perlindungan protection right , dan pemenuhan hak tumbuh kembang development right terpenuhi dengan adanya budaya peumulia jamee yang dipraktekkan oleh penduduk Desa Bayeun, Kecamatan Rantau Selamat, Aceh Timur.

This research aims to describe how Acehnese local culture implicate to the fulfillment of child refugee`s rights in Aceh Indonesia. The people of Aceh have a local culture commonly referred as peumulia jamee, which means a form of honor in Indonesian language. This normative research puts emphasis on fulfillment of child refugee`s rights for Rohingya child refugees in shelter camps. The study collected primary, secondary, and tertiary data from literature review. Results of this research explain how the ancient local culture can provide protection for refugee children and help fulfill their basic human rights. Looking at Sellin 39 s conflict of conduct norm theory, this study will explain how cultural differences between Rohingya refugee`s culture and local cultures influence the fulfillment of the rights of child refugee. The fulfillment of Rohingya child refugee`s right such the survival right, protection right, and development rights fulfilled by the peumulia jamee culture which is practiced by the villagers of Desa Bayeun, Kecamatan Rantau, East Aceh."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
T48460
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wira Anoraga
"ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai skenario penanganan yang dilakukan oleh
pemerintah Republik Indonesia terhadap pengungsi Rohingya asal Myanmar dan
Bangaladesh. Dalam penelitian ini pula disajikan skenario pencegahan persoalan
pengungsi Rohingya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
campuran dengan pendekatan kuantitatif merujuk pada analisa ancaman, analisa
kerawanan dan analisa resiko. Sementara pendekatan kualitatif yang digunakan
adalah teknik deskriptif. Dalam penelitian ini menekankan bagaimana kondisi
penanganan pengungsi saat gelombang pengungsi pertama kali datang pada Mei
2015 hingga Mei tahun 2016. Lebih lanjut dijelaskan bagaimana saran tindak
pencegahan pengungsi Rohingya berdasarkan metode penarikan skenario dengan
menggunakan teknik SWOT. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan masukan
dan rekomendasi mengenai skenario penanganan pengungsi yang ideal sesuai
dengan teknik penarikan skenario yang memperhatikan kekuatan, kelemahan,
peluang dan ancaman dari negara Republik Indonesia

ABSTRACT
This thesis discusses the scenanrio of treatment and prevention of rohingya
refugee in North Aceh District that was held by the government of Republic of
Indonesia. In this study also presented the Rohingya refugee problem handling
scenarios. The method used in this study is a mixed methods with quantitative
approach refers to the analysis of threat vulnerability analysis and risk analysis.
While the qualitative approach used is descriptive technique. In this study
emphasize how the handling conditions of refugees displaced when the first wave
came in May 2015 until May 2016. This study aims to provide feedback and
recommendations regarding the handling of refugees ideal scenario in accordance
with the sampling technique scenario of strenghts weaknesses opportunities and
threats of the republic of Indonesia."
2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sonia Mustikasari
"Skripsi ini menjelaskan kasus pengusiran paksa etnis Rohingya menggunakan perspektif ekonomi dan politik yaitu tuntutan globalisasi ekonomi yang mendorong pemerintah Myanmar untuk melakukan perampasan tanah di negara bagian Rakhine. Secara umum, penyebab konflik yang muncul di media massa dilatarbelakangi oleh perbedaan identitas primordial seperti agama dan etnis yang kemudian ditengarai menimbulkan gesekan berupa konflik komunal antara etnis Rakhine dengan etnis Rohingya. Namun, setelah mempelajari berbagai literatur, studi ini sampai pada temuan bahwa pemerintah Myanmar memainkan peran penting dibalik ketegangan konflik horizontal disana dalam konteks urusan lahan yang ditempati atau menjadi tempat tinggal etnis Rohingya selama ini. Hal ini diperjelas dengan adanya rencana pembangunan infrastruktur dan industri yang akan dibangun di wilayah tersebut. Oleh karena itu, demi menjamin kelancaran proyek pembangunan dan investasi asing maka pemerintah harus menciptakan iklim yang kondusif bagi investasi. Sehubungan dengan hal tersebut, pemerintah Myanmar melalui tangan militer melakukan tindakan yang mengakibatkan etnis Rohingya harus keluar dari tanah Rakhine yang telah ditempati sejak masa kolonial Inggris tanpa memberikan kompensasi apapun. Konflik perampasan tanah tersebut menyebabkan pengusiran etnis Rohingya secara paksa untuk mendukung proyek pembangunan infrastruktur dan industri di wi

This thesis explains the case of Rohingya ethnic's forced evictions using political economy perspectives, specifically on the demands of economic globalization which encouraged the Myanmar government to grab some lands in Rakhine state. In general, the cause of the conflict stated in the mass media was motivated by primordial identity differences such as religion and ethnic group which then suspected to cause friction in the form of communal conflict between Rakhine and Rohingya ethnic groups. However, after conducting literature review, this study came to the finding that Myanmar government played an important role behind horizontal conflict tensions of occupying the land where people from Rohingya ethnic live. This was clarified by the development plans of infrastructure and industry to be built in the region. Therefore, in order to ensure the smoothness of those projects and foreign investment, the government must create a conducive climate for investment. In relation to this, Myanmar government, with the help from the military force, had taken actions that caused the Rohingyas to leave Rakhine land that had been occupied since the British colonial period without providing any compensation. The land grabbing conflict led to the forced eviction of Rohingya ethnic group to support infrastructure and industrial development projects in Rakhine region through Asia 39s Final Frontier policy. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Rizky Julyansyah
"Penelitian ini membahas bagaimana peran FFM (Fact Finding Mission) UNHRC dalam upaya menerapkan Responsibility to Protect. Badan investigasi tersebut dibentuk oleh PBB melalui Dewan Hak Asasi Manusia untuk melihat fakta – fakta yang terjadi terkait dengan krisis kemanusiaan dan pelanggaran Hak Asasi Manusia yang telah berlangsung lama terhadap etnis Rohingya di negara bagian Rakhine. Upaya Dewan Hak Asasi Manusia merupakan upaya pencegahan langsung. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan masalah yang digunakan adalah Live-Case Study, yaitu pendekatan studi kasus pada peristiwa hukum yang masing berlangsung atau belum selesai atau belum berakhir. Hasil dari penelitian adalah adanya bentuk pelanggaran hukum dalam lingkup hukum intenasional yang dilakukan pemerintah Myanmar terhadap etnis Rohingya, sehingga perlu diambil tindakan untuk mengadili pelanggaran hukum yang terjadi dan perlu dilakukan investigasi lebih lanjut oleh badan investigasi yang dibentuk PBB dengan metode yang tepat untuk memperbaiki krisis kemanusiaan yang terjadi terhadap etnis Rohingya.

This Research explains the role of the UNHRC’s FFM (Fact Finding Mission) in the effort to implement the Responsibility to Protect.The investigative body was formed by the United Nations through the Human Rights Council to look at the facts related to the long running humanitarian crisis and human rights against the Rohingya ethnicities in Rakhine State.This research uses a normative legal research method with approach used is Live-Case Study, which is a case study approach to legal events that ae ongoing or have not been completed or have not ended. Theresult of the research is that there are forms of legal violations within the scope of international law committed by the Myanmar government against the Rohingya ethnicity, so that action needs to be taken to prosecute the violations of the law that have occurred and further investigations need to be carried out by an investigative agency established by the United Nations with the right method to solve the humanitarian crisis and human rights against the Rohingya ethinicity."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alifa Ayu Desti Saputra
"Posisi strategis Indonesia menjadikannya sebagai salah satu negara transit bagi pengungsi di Kawasan ASEAN. Namun, keterbatasan kuota resettlement yang disediakan oleh negara ketiga membuat Indonesia menjadi rumah yang tidak disengaja bagi para pengungsi. Sebagian pengungsi terpaksa untuk menetap di Indonesia dalam waktu lama yang kemudian menimbulkan interaksi sosial antara pengungsi dengan masyarakat Indonesia dalam kegiatan sehari-hari. Akibatnya, fenomena perkawinan campuran antara warga negara Indonesia dengan pengungsi di Indonesia menjadi suatu hal yang sering dijumpai di kalangan masyarakat. Keadaan pengungsi sebagai kelompok rentan tidak dapat membatasi hak asasi manusia dari pengungsi untuk menikah dan berkeluarga. Namun, sebagai negara bukan pihak Konvensi 1951 tentang Status Pengungsi, Indonesia belum memiliki payung hukum yang mengatur secara komprehensif mengenai pengungsi sebagai subjek hukum dalam melakukan suatu perkawinan campuran. Keadaan ini kemudian menimbulkan berbagai persoalan hukum terkait legalitas perkawinan dan implikasinya. Banyaknya pengungsi dengan latar belakang orang tidak berdokumen yang sulit untuk membuktikan kewarganegaraannya membuat beberapa pengungsi di Indonesia kesulitan dalam memenuhi persyaratan formil dan materiil perkawinan yang kemudian berdampak kepada tidak dapatdicatatkannya perkawinan tersebut. Dengan menggunakan metode yuridis-normatif, penelitian ini akan membahas mengenai legalitas perkawinan campuran antara warga negara Indonesia dengan pengungsi di Indonesia ditinjau dari hukum perdata internasional Indonesia dan hukum perkawinan Indonesia. Tulisan ini akan meninjau lebih jauh mengenai kemungkinan penerapan prinsip habitual residence untuk menentukan hukum yang berlaku bagi pengungsi dalam melakukan perkawinan dengan warga negara Indonesia di tengah kekosongan hukum yang mengatur mengenai orang dengan keadaan kewarganegaraan tertentu di Indonesia. Penerapan itsbat nikah pada perkawinan campuran antara warga negara Indoonesia dengan pengungsi di Indonesia sebagai salah satu upaya untuk mencatatkan perkawinan akan turut dibahas pada penelitian ini. Sebagai perkawinan campuran yang sulit untuk dicatatkan, perlindungan hukum bagi para pihak dari perkawinan tersebut perlu diutamakan dengan mempertimbangkan itikad baik dari para pihak. 


Indonesia's strategic position makes it one of the transit countries for refugees in the ASEAN region. However, limited resettlement quotas provided by third countries have made Indonesia an accidental home for refugees. Some refugees are forced to stay in Indonesia for a long time, which then creates social interactions between refugees and Indonesian people in their daily activities. As a result, the phenomenon of mixed marriages between Indonesian citizens and refugees in Indonesia is something that is often found in society. The situation of refugees as a vulnerable group cannot limit their human rights to marry and have a family. However, as a country that is not a party to the 1951 Convention on the Status of Refugees, Indonesia does not yet have a legal protection that regulates refugees as legal subjects in a mixed marriage comprehensively. This situation then gave rise to various legal issues related to the legality of marriage and its implications. The large number of refugees with undocumented backgrounds who find it difficult to prove their citizenship makes it difficult for some refugees in Indonesia to fulfil the formal and material requirements of marriage, which then has an impact on not being able to register the marriage. By using a juridical-normative method, this research will discuss the legality of mixed marriages between Indonesian citizens and refugees in Indonesia from the perspective of Indonesian private international law and Indonesian marriage law. This paper will examine further the possibility of applying the principle of habitual residence to determine the law that applies to refugees who marry Indonesian citizens in the absence of laws governing people with certain citizenship conditions in Indonesia. The application of itsbat nikah in mixed marriages between Indonesian citizens and refugees in Indonesia as a solution to register marriages will also be discussed in this study. As mixed marriages that is difficult to register, legal protection for the parties to the marriage needs to be prioritized by considering the good faith of the parties.

"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marieta Nurnissa
"Hak asasi manusia dianggap sebagai hak yang inheren dan tidak dapat diambil secara sewenang-wenang. Namun, kenyataannya seringkali hak tersebut dirampas dari mereka yang tidak dianggap sebagai warga negara di suatu negara. Stateless persons sebagai sekumpulan individu yang tidak diakui oleh negara manapun seringkali mengalami pelanggaran atas hak asasi manusianya serta tidak mendapatkan perlindungan dari negara tempat mereka tinggal. Salah satu contoh stateless persons ialah kaum etnis Rohingya yang dianggap sebagai the most persecuted ethnic minority in the world. Skripsi ini menganalisis berbagai hak asasi manusia bagi stateless persons, khususnya kaum Rohingya; seperti hak untuk memiliki kewarganegaraan; serta tanggapan dari pemerintah Myanmar dan masyarakat internasional atas krisis tersebut. Kesimpulan yang diperoleh ialah hak asasi manusia yang paling utama bagi kaum etnis Rohingya ialah hak untuk memiliki kewarganegaraan sebagai the right to have rights. Namun, terlepas dari tidak adanya status warga negara tersebut, penegakan atas hak asasi manusia bagi kaum etnis Rohingya sebagai hak yang inheren tetap harus dijalankan.

Human rights are considered inherent and cannot be arbitrarily deprived from one individual. However, the fact shows that many individuals are still arbitrarily deprived from their rights. Stateless persons, as certain individuals who are not considered as a citizen by the country they currently residing in, often experience the violation of their human rights and are not bound to any protection. One of the examples is the ethnic community of Rohingya whom UN considered as the most persecuted minority ethnic in the world. This thesis addresses the problem of human rights of stateless persons, especially the Rohingyas such as the right to nationality also, responses from the Myanmar government and the international community. The conclusion of the thesis is that the main right that should be given to the Rohingyas is the right to nationality, as the right to have rights. Nevertheless, despite of their status as stateless persons, their inherent human rights as human beings should still be enforced.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arini Dwi Deswanti
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas tentang gambaran kondisi biologis, psikologis, dan sosial atau
dapat disingkat menjadi biopsikososial pada keluarga pencari suaka etnis Rohingya
yang sedang tinggal sementara di YLBHI. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif
dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa kondisi
biopsikososial penting untuk diperhatikan karena kondisi biopsikososial individu
mampu mempengaruhi bagaimana individu tersebut memenuhi kebutuhan hidupnya.
Tidak hanya itu, kondisi biopsikososial individu juga mampu memperlihatkan
keadaan individu dapat dikatakan sejahtera atau tidak. Penelitian ini memberikan
gambaran mengenai kondisi biopsikososial keluarga pencari suaka etnis Rohingya
yang berkaitan dengan cara keluarga tersebut dalam usahanya memenuhi kebutuhan
hidup mereka selama tinggal di kantor YLBHI yang erat kaitannya dengan
kesejahteraan mereka.

ABSTRACT
This study is contained of a big frame description about biologically, psychologically,
and socially condition of asylum seeker family who currently lived in YLBHI for a
while. This study is a descriptive study that uses qualitative approach. The result of
this study says that biopsychosocial condition is an important thing that has influence
people to find a way to fulfill their daily life needs. In addition, biopsychosocial
condition of people is able to show the circumstances of well being or not which
people have. This study want to show you a full description about biopsychosocial
condition of asylum seeker family which has influence them to find a way to fulfill
their daily life needs during lived in YLBHI and its relation with asylum seeker
family well being."
2014
S53592
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ryasa Rabbanie Tinumbang
"Banyaknya Pengungsi Rohingya yang berdatangan di Aceh sejak tahun 2009, hal tersebut menimbulkan potensi gangguan keamanan dan ketertiban di Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) merupakan lembaga pemerintah yang memiliki tugas pokok sesuai dengan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, yaitu memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, dan memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Namun, ketika menghadapi masalah pengungsi Rohingya di Provinsi Aceh, peran intelijen kepolisian menjadi sangat penting dalam mendeteksi potensi tindakan kriminal dan mencegahnya sejak dini. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis tugas dan fungsi intelijen kepolisian dalam upaya penanganan dan pencegahan pengungsi Rohingya di Provinsi Aceh, serta faktor yang menghambat kinerjamereka dan bagaimana tugas dan fungsi dapat dioptimalkan. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara dan observasi partisipatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Direktorat Intelkam Polda Aceh memiliki peran penting dalam deteksi dini potensi konflik, pelayanan administrasi dan pengawasan, serta pengumpulan dan penyajian informasi kepada pimpinan dan instansi terkait, termasuk dalam penanganan pengungsi Rohingya di Aceh dengan melakukan deteksi dini konflik, menyediakan informasi dasar pengambilan keputusan, dan menerapkan strategi melibatkan masyarakat, membangun jaringan informasi, dan mendorong partisipasi masyarakat untuk meminimalisir potensi konflik.. Namun, masih terdapat tantangan dalam melaksanakan tugas dan fungsi intelijen kepolisian, seperti keterbatasan sumber daya dan kurangnya koordinasi antara instansi terkait. Oleh karena itu, penelitian ini merekomendasikan peningkatan koordinasi antara instansi terkait, pengembangan kapasitas intelijen kepolisian, dan perluasan jaringan kerja sama dengan pihak internasional untuk memperkuat upaya penanganan dan pencegahan pengungsi Rohingya di Aceh.

The large number of Rohingya refugees arriving in Aceh since 2009 has led to potential security and order disturbances in the Indonesian National Police (Polri) is a government agency that has a main task in accordance with Law Number 2 of 2002 concerning the Indonesian National Police, namely maintaining security and public order, enforcing the law, and providing protection, protection, and services to the community. However, when dealing with the Rohingya refugee problem in Aceh Province, the role of police intelligence becomes very important in detecting potential criminal acts and preventing them early on. The purpose of this study is to analyze the duties and functions of police intelligence in the handling and prevention of Rohingya refugees in Aceh Province, as well as factors that hinder their performance and how duties and functions can be optimized. The research method used is qualitative with data collection techniques through interviews and participatory observation. The results showed that the  Directorate of Intelligence  of the Aceh Regional Police has an important role in early detection of potential conflicts, administrative and supervisory services, as well as collecting and presenting information to leaders and related agencies, including in handling Rohingya refugees in Aceh by conducting early detection of conflicts, providing basic information for decision making, and implementing strategies to involve the community, build information networks, and encourage community participation to minimize potential conflicts. However, there are still challenges in carrying out the tasks and functions of police intelligence, such as limited resources and lack of coordination between related agencies. Therefore, this study recommends improving coordination between relevant agencies, developing police intelligence capacity, and expanding cooperation networks with international parties to strengthen efforts to handle and prevent Rohingya refugees in Aceh."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>