Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 130277 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Farida Zein
"Di era di mana media global memegang peran penting dalam membentuk persepsi budaya, penggambaran komunitas Tionghoa di Hollywood sering menjadi subjek penelitian dan perdebatan. Selama beberapa dekade, representasi komunitas Tionghoa sering kali bergantung pada stereotip tertentu atau interpretasi dangkal terhadap nilai-nilai budaya mereka. Prinsip Konfusianisme tentang kesalehan anak (filial piety), yang menjadi dasar hubungan keluarga orang Tionghoa serta menekankan penghormatan, merupakan salah satu tema yang sering diangkat dalam film-film Hollywood yang berfokus pada keluarga Tionghoa-Amerika. Akan tetapi, filosofi yang rumit di balik prinip kesalehan anak ini sering kali terlalu disederhanakan dalam beberapa film, yang kemudian memunculkan pertanyaan mengenai sejauh mana media populer mampu menggambarkan kedalaman dari nilai budaya tersebut. Penelitian ini mengeksplorasi penggambaran kesalehan anak Konfusianisme dalam film Shang-Chi and the Legend of the Ten Rings (2021), dengan meneliti apakah film ini selaras dengan ajaran inti Konfusianisme atau justru memperkuat stereotip yang biasa terlihat di media Barat. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif, penelitian ini menekankan bahwa penggambaran kesalehan anak dalam film ini menunjukkan kompleksitas ajaran Konfusianisme, di mana penyimpangan yang dilakukan Shang-Chi bukanlah semata-mata penolakan terhadap ajaran Konfusianisme, tetapi justru mencerminkan fleksibilitas dari ajaran Konfusianisme serta sifatnya yang multifaset sebagai kerangka budaya. Meskipun beberapa stereotip masih terlihat dari narasi film ini, namun penelitian ini menemukan bahwa film Shang-Chi and the Legend of the Ten Rings (2021) tetap berperan penting atas kontribusinya dalam merepresentasikan budaya Tionghoa di media Barat.

In the age where global media holds a pivotal role in shaping perceptions of culture, the portrayal of Chinese community in Hollywood remains a subject of scrutiny and debate. For decades, depictions of Chinese have often relied on certain stereotypes or surface-level interpretations of their cultural values. Confucian principle of filial piety, a cornerstone of Chinese familial relationships emphasizing respect, is one of the theme that is often explored in Hollywood films that centered around Chinese-American families. However, the intricate philosophy behind filial piety is frequently diluted in some films, raising questions about how well popular media captures the depth of this cultural value. This paper explores the portrayal of Confucian filial piety in Shang-Chi and the Legend of the Ten Rings (2021), examining whether the film aligns with the core teachings of Confucianism or perpetuates stereotypes commonly seen in Western media. Using a qualitative approach, the study highlights the film's nuanced depiction of filial piety, suggesting that Shang-chi’s deviation in the film do not merely signify a rejection of Confucian teachings but rather reflect its flexibility and multifaceted nature as a cultural framework. While certain stereotypes persist in the narrative, this research finds that Shang-Chi and the Legend of the Ten Rings (2021) remains notable for its contribution to representing Chinese culture in Western media."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2025
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Washington, D.C.: The Council for Research in Values and Philosophy, 2008
181.112 CON
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Qurrota A`yunin
"Penelitian ini menjelaskan bagaimana perkembangan teknologi telah menyediakan ruang kontestasi bagi nilai-nilai dan praktik-praktik pendisiplinan tubuh. Bartky (1990) mendefinisikan pendisiplinan tubuh sebagai konstruksi atas standar tubuh dan subjek perempuan yang ideal dengan memproduksi tubuh dengan gerakan dan penampilan yang dianggap feminin. Dengan menggunakan konsep teoretis komodifikasi kesalehan, dalam artian menambahkan nama merk Islami (semacam modal kesalehan baru) untuk menjelaskan pemasaran komoditas (Shirazi, 2016), penelitian ini berargumen bahwa dengan menggunakan platform sosial media Instagram (IG), perempuan-perempuan niqabis yang berprofesi sebagai selebriti dan memiliki usaha busana muslim telah memodifikasi nilai-nilai kesalehan mengenai ketubuhan perempuan dalam konteks Islam. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yang akan fokus pada data berupa teks yaitu foto dan caption dalam postingan platform sosial media instagram (IG). Penelitian ini bertujuan untuk menunjukkan bagaimana kelompok perempuan niqabis melakukan praktikpraktik komodifikasi nilai kesalehan perempuan yang dimaknai secara tunggal dan kaku sehingga dapat membentuk pendisiplinan tubuh perempuan muslim. Penelitian ini membahas bagaimana ideologi pendisiplinan tubuh perempuan melalui penggunaan niqab pada dasarnya merupakan salah satu bentuk performativitas yang masih diperdebatkan dalam konteks Islam di Indonesia. Perempuan kelompok niqabis pada dasarnya memanipulasi kesalehan perempuan dalam konteks Islam yang sebenarnya ramah dan bersifat tidak kompulsif mengenai aturan ketubuhan perempuan. Manipulasi kesalehan tersebut bermuatan pendisiplinan tubuh perempuan muslim yang disesuaikan dengan misi ekonomi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konstruksi femininitas terbangun melalui interpretasi kesalehan niqabis di Instagram yang mendisiplinkan tubuh perempuan muslim dengan cara berpakaian lebih tertutup. Hal itu dinilai sebagai norma kehormatan bagi perempuan muslim di mana cadar atau niqab digunakan sebagai sarana atau ‘ornamented surface’ dalam perwujudan norma tersebut. Penelitian ini juga mengelaborasi bahwa niqabis dalam Instagram memanfaatkan nilai kesalehan tersebut untuk membangun brand islami, yang secara tidak disadari juga mengandung propaganda pengaturan tubuh perempuan muslim. Kesimpulan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa perempuan muslim dihadapkan pada kategorisasi terbatas mengenai ketubuhannya. Niqab menjadi faktor pembentukan norma gender feminine yang dilekatkan pada tubuh perempuan muslim di Indonesia sebagai standar ideal kesalehan perempuan dalam konteks Islam. Selain itu, terdapat proses komodifikasi pada nilai-nilai yang dikonstruksi melalui media sosial Instagram. Proses tersebut tidak hanya melibatkan niqab dan pesan kesalehan saja melainkan juga tubuh perempuan yang dijadikan sebagai komoditas untuk mendongkrak penjualan produk busana muslim. Pada akhirnya, nilai-nilai kesalehan dalam sebuah iklan busana muslim yang sebenarnya tidak mendisiplinkan tubuh perempuan muslim tampak sebagai kesalehan tunggal dan dipaksakan. Kesalehan dalam konteks Islam yang ramah dan memberikan beragam pilihan dalam hal ketubuhan perempuan muslim, dalam hal ini, dipersempit dalam interpretasi yang kaku dan dialih-fungsikan sebagai media periklanan pada platform media sosial Instagram yang secara jelas bersifat komersil dan dapat menggiring pada praktik konservatisme dan bahkan ekstrimisme beragama.

This research elaborates how technological developments have provided a space for contestation of the values and practices of disciplinary bodies. Bartky (1990) defines body discipline as a construction of the ideal female body and subject standards by producing bodies with movements and appearances that are considered feminine. By using the theoretical concept of piety commodification, in the sense of adding an Islamic brand name (a kind of new piety capital) to explain commodity marketing (Shirazi, 2016), this study argues that by using the Instagram social media platform (IG), niqabis women who work as celebrities and own Muslim fashion businesses have modified piety values regarding the female body in an Islamic context. This study uses a qualitative approach, which will focus on data in the form of text, which are photos and captions in posts on the Instagram social media platform (IG). This study aims at showing how groups of niqabis women carry out the practices of commodifying the values of female piety which are interpreted singly and rigidly so that they can form discipline in the body of Muslim women. This research discusses how the ideology of disciplining women's bodies through the use of the niqab is basically a form of performativity that is still being debated in the context of Islam in Indonesia. Niqabis women group basically manipulate women's piety in an Islamic context which is actually friendly and is not compulsive about the rules of the female body. This piety manipulation involves disciplining Muslim women's bodies according to the economic mission. The results showed that the construction of femininity was built through the interpretation of piety of niqabis on Instagram which disciplines Muslim women's bodies by dressing more closed. It is considered as a norm of honor for Muslim women where the veil or niqab is used as a means or an “ornamented surface” in the embodiment of the norm. This research also elaborates that the niqabis on Instagram utilizes these piety values to build an Islamic brand, which unconsciously also contains propaganda for regulating the body of Muslim women. The conclusion in this study shows that Muslim women are faced with a limited categorization of their bodies. The niqab is a factor in the formation of feminine gender norms that are embedded in the body of Muslim women in Indonesia as the ideal standard of female piety in the context of Islam. In addition, there is a process of commodification of values constructed through Instagram social media. This process does not only involve the niqab and messages of piety but also women's bodies which are used as commodities to boost sales of Muslim clothing products. In the end, the values of piety in a Muslim fashion advertisement that actually do not discipline the Muslim woman's body appear to be single piety and are forced. Piety in an Islamic context that is friendly and provides various choices in terms of the body of Muslim women, in this case, is narrowed down in a rigid interpretation and is converted as an advertising medium on the Instagram social media platform which is clearly commercial in nature and can lead to conservatism and even practices of religious extremism.
"
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Wirasmi Abimanyu
"ABSTRAK
Menurut Charles H. Southwick, ekologi adalah ilmu yang mempelaj ar i tentang hubungan kehi dupan makhluk hi dup dengan sesamanya dan dengan lingkungannya. Yaitu interaksi antara individu, populasinya, dan masyarakatnya. Ekologi juga mempelajari hubungan antara makhluk hidup dengan benda-benda mati yang ada di lingkungan hidupnya. C Southwi ck, 1976: XVI5
Dengan demikian seperti juga makhiuk hidup yang lain, lingkungan hidup manusia teridiri dari lingkungan biotik dan lingkungan abiotik. Lingkungan biotik terdiri atas tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia yang lain, sedangkan lingkungan abiotik antara lain, tanah, air, udara dan cahaya. Lingkungan hidup tldak hanya ditentukan oleh jenis dan j umlah benda hi dup dan mati, melainkan juga oleh kondisi dan kelakuan benda hidup dan mati itu, serta hubungan antara benda-benda itu. CSoerja.nl, 1987: 19OX Dengan kata lain, manusia bersama dengan seluruh unsur kehidupan yang membentuk suatu sistem ekologi CekosisteirO mempunyai hubungan timbal-balik antara keduanya. Untuk menjaga kelestarian hidup manusia, manusia harus pula menjaga kelestarian ekosistemnya dengan *Jalan menjaga keserasian hubungan dengan lingkungan hidupnya. CSoeryani, 1987: 1913
Sebagai masyarakat-agraris, masyarakat Jawa mempunyai dasar sikap persatuan dengan alam. Mereka menyebut dirinya sebagai jagad ctlib. Cdunia kecil dan lingkungan alam sebagai jagad g&dh.& Cdunia besarO. Bagian lahiriah dari diri manusia ialah badannya dengan segala hawa nafsu dan daya-daya rohani , Badan ini merupakan wilayah kerajaan rohnya, yai tu dunia yang harus dikuasainya, maka dari itu badan seringkali di sebut, jagad c i I iM, sedang alam lingkungannya disebut, Jagad gedhe. Jagctd. cili& akan berkembang secara harmonis, selaras dengan kesempurnaan batinnya. Mengembangkan jagad ciLiM merupakan suatu syarat agar perkembangan jagad g&dh, & dapat- berlangsung dengan baik. CDe Jong, 1976: 14-163
Dalam hal ini Niels Mulder menyatakan bahwa "Bagi mistik Jawa, model jagad g&dhs C kosmosS ini di anggap sebagai paradigma bagi manusia selaku jagad cilib. Cmikro kosmos^. Kuasa-kuasa kekacauan dilambangkan oleh segi 1 ahi r C segi 1 uar dan badani D yang menglkatkan manusia kepada dunia gejala-gejala, sementar a segi batlnnya menghubungkan dengan makna terdalam dari kosmos dan moralitas". CMulder, .1984: 43
Sedangkan Frans Magnis Suseno menyatakan bahwa, "dalam lingkaran pandangan dunia Jawa, ciri-ciri pandangan ini ialah penghayatan terhadap masyarakat, alam dan adikodrati sebagai kesatuan yang tak terpecah-pecah. Dari kelakuan yang tepat terhadap kesatuan itu tergantung keselamatan manusia, " CSuseno, 1984: 83
Uraian tentang alam yang terpantul dalam Sastra Kak awi n menur ut Zoetmulder C1983: 2703, adalah alam seperti di pandang oleh penyalr Jawa Kuna bi 1 a i a meli hat sekelilingnya. Cara ia melukiskan hubungan antara manusia dan alam membuktikan bahwa ia memandang dunia ini dengan cara yang bagi dia sendiri serta para pendengarnya jelas sek ali. yak nl dasarnya bersatu, Sebagai contoh, dalam semua ungkapan puitis Jawa Kuna kita jumpai kemanunggalan alam semesta dan semua makhluk dl dalamnya yang kait-mengait. Ungkapan-ungkapan seperti kadang ing asana yang arinya keluarga dengan asana Cnama bungaD dan war gem. L ng campaha, yang ar t i nya saudar a bunga campak a, apabila seorang pemuda menyapa kekasihnya, menunjukkan arah yang sama. Bila seorang wanita ingin mati. ia mohon kepada Dewa, agar kecantikannya dikembalikan kepada bulan
.**
Kartikka, keindahan rambutnya kepada awan-awan yang penuh hujan, tetes air matanya kepada embun yang bergantungan pada pucuk daun rumput dan lain sebagainya. CZoetmulder, 1985: 3693
Dengan sikap batln orang Jawa akan rasa persatuannya dengan alam yang demikian itu, dan seperti yang kita ketahui Pulau Jawa mempunyai iklim yang dipengaruhi oleh « angin musim, sehingga kesuburan tanah dan pertanian
"
1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Joyceline
"Yakuwarigo atau bahasa peran mempunyai definisi yaitu jenis bahasa yang berasal dari sebuah karya fiksi dan dikaitkan dengan ciri khas suatu karakter. Penggunaan yakuwarigo sering terlihat dalam manga Jepang. Salah satunya adalah manga One Piece karya Eichiiro Oda. Penelitian ini menganalisis jenis yakuwarigo dalam manga One Piece berdasarkan kategori yakuwarigo menurut Satoshi Kinsui, serta menjelaskan penggunaannya. Data yang digunakan adalah ujaran-ujaran kalimat dari 19 tokoh dalam manga One Piece yang menggunakan yakuwarigo. Jenis yakuwarigo yang ditemukan yaitu dansei go, josei go, onee kotoba, roujingo, Hiroshima ben, kuruwa kotoba, chōnin kotoba, bushi kotoba, dan kyara gobi. Beberapa yakuwarigo seperti dansei go, josei go, dan dialek digunakan juga di kehidupan sehari-hari dan yakuwarigo seperti kyara gobi dan roujingo beberapa digunakan hanya di karya fiksi saja. Selain itu ditemukan juga bahwa terdapat yakuwarigo yang jarang atau tidak terdapat dalam manga lainnya, seperti kuruwa kotoba dan chōnin kotoba.

Yakuwarigo or role language has a definition, namely, a type of language that originates from a work of fiction and is associated with the characteristics of a character. The use of yakuwarigo is often seen in Japanese manga. One of them is the One Piece manga by Eichiiro Oda. This research analyzes the types of yakuwarigo in the One Piece manga based on the yakuwarigo category according to Satoshi Kinsui, and explains their use. The data used are utterances from 19 characters in the One Piece manga who use yakuwarigo. The types of yakuwarigo found are dansei go, josei go, onee kotoba, roujingo, Hiroshima ben, kuruwa kotoba, chōnin kotoba, bushi kotoba, and kyara gobi. Some yakuwarigo such as dansei go, josei go, and dialects are also used in everyday life while some yakuwarigo such as kyara gobi and roujingo are used only in works of fiction. Apart from that, it was also found that there are yakuwarigo which are rare or not found in other manga, such as kuruwa kotoba and chōnin kotoba."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Staya Saraswati
"Penelitian ini mengungkap ideologi laten yang ada di balik program acara radio Guys' Talk yang disiarkan Hard Rock FM 87,6 Jakarta. Penelitian menggunakan analisis kritis wacana Norman Fairciough. Model analisis ini mengubungkan tiga dimensi dalam communicative events, yaitu teks, praktik wacana (discourse practice), dan praktik sosiokultural (sociocultural practice). Penelitian ini menemukan bahwa Guy's Talk secara taat asas menyampaikan ideologi kebebasan seksual dengan menampilkan seks sebagai sesuatu yang bebas, individual, subyektif, dan hedonis."
2004
TJPI-III-2-MeiAugust2004-73
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Nani Sunarni
"Di era globalisasi seperti sekarang ini, budaya membaur dan saling mendominasi sehingga membuat anak bingung akan jati dirinya. Indonesia, sebagai negara majemuk yang multiras dan multikultural, sangat kaya dengan kearifan-kearifan lokal, dan kekayaan ini bisa diaplikasikan untuk membentuk karakter anak dan membentengi diri mereka dari pengaruh negatif budaya global atau asing. Jepang merupakan bangsa yang hidup dengan berbasis budaya dan menjadikan kearifan lokal sebagai landasan hidup serta materi pembelajaran yang langsung diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Hal serupa juga terlihat dalam masyarakat Sunda. Saat ini banyak anak-anak yang tidak mengenali kearifan lokalnya. Hal ini, menurut peneliti, disebabkan adanya kekosongan nilai-nilai kearifan lokal dalam kurikulum dan pembelajaran. Untuk itu, berbagai penelitian tentang pembelajaran kearifan lokal perlu dilakukan, termasuk pembelajaran melalui tradisi sastra lisan seperti pupuh dan dongeng, serta permainan tradisional. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Data yang digunakan adalah pembelajaran kearifan lokal dalam budaya Sunda, yaitu jadwal pembelajaran terkait kearifan lokal yang dibatasi pada pembentukan karakter, dan data terkait kearifan lokal dalam pendidikan di Jepang, yaitu berupa jadwal kegiatan pembelajaran “moral”. Data dianalisis berdasarkan pandangan Ratna (2015). Berdasarkan hasil penelitian teridentifikasi bahwa pemahaman terhadap nilai-nilai kearifan lokal dapat menciptakan bangsa yang berkarakter. Hasil penelitian ini secara teoretis bermanfaat untuk menambah referensi, khususnya tentang pembelajaran kearifan lokal, dan secara praktis dapat dijadikan model pembelajaran."
Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2017
810 JEN 6:1 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1992
LP.pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>