Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 197436 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sandi Nugraha
"Latar belakang: Malnutrisi merupakan komplikasi utama anak dengan penyakit ginjal tahap akhir (PGTA) akibat gangguan asupan nutrisi dan metabolisme. Kondisi ini ditandai dengan perubahan cadangan energi dan protein tubuh. Penilaian komposisi tubuh, seperti fat mass (FM) dan fat-free mass (FFM), menjadi indikator penting dalam mengevaluasi status nutrisi. Meskipun antropometri sederhana seperti IMT dan LLA sering digunakan, keduanya memiliki keterbatasan dalam menggambarkan perubahan komposisi tubuh secara akurat. Metode seperti BIA dan ADP merupakan referensi standar dalam menilai komposisi tubuh. Hingga saat ini belum ada studi komposisi tubuh di Indonesia yang mengevaluasi hubungannya dengan antropometri sederhana dan asupan nutrisi, serta membandingkan metode BIA dan ADP pada anak dengan PGTA. Metode: Penelitian ini menggunakan desain studi potong lintang terhadap 40 anak dengan PGTA, usia 5-18 tahun, yang menjalani dialisis di RSUPN Cipto Mangunkusumo. Evaluasi status gizi dengan pengukuran antropometri sederhana (berat badan, tinggi badan, IMT, dan lingkar lengan atas), penilaian komposisi tubuh (fat mass dan fat-free mass) menggunakan BIA (Tanita RG 753) dan ADP (BodPod), serta penilaian asupan nutrisi dilakukan dengan metode 3-day food record. Hasil penelitian: Mayoritas subjek berjenis kelamin laki-laki dengan median usia 14 tahun, terdapat55%diantaranyamengalamimalnutrisidan52,5% perawakanpendek(52,5%).Korelasi yang kuat ditemukan pada pengukuran BB, IMT dan LLA terhadap FM (BIA r=0,713-0,769 dan ADP r=0,626-0,680; p<0,001) dan pengukuran BB dan TB terhadap FFM (BIA r=0,878-0,897 dan ADP r=0,888-0,899; p<0,001). Korelasi lebih kuat ditemukan pada pengukuran IMT dan LLA terhadap FMI (BIA r=0,672-0,736 dan ADP r=0,527-0,579; p<0,001) dan BB terhadap FFMI (BIA r=0,633 dan ADP r=0,730; p<0,001). Metode BIA dan ADP menunjukkan korelasi kuat dalam pengukuran FM (r=0,728) dan FFM (r=0,878) dengan p<0,001. Uji kesesuaian antara BIA terhadap ADP menunjukkan rerata perbedaan -1,23 kg dengan LoA-6.34 kg hingga 3.89 kg, sedangkan pada pengukuran FFM didapatkan bias sebesar 2.16 kg dengan LoA -6.02 kg hingga 10.34 kg. Tidak terdapat korelasi pada seluruh asupan nutrisi makronutrien dan mikronutrien dengan FM dan FFM.
Kesimpulan:
Antropometri sederhana menunjukkan korelasi kuat dengan komposisi tubuh yang diukur menggunakan BIA dan ADP pada anak dengan PGTA. Kedua metode memiliki kesesuaian baik, meskipun BIA memberikan estimasi sedikit lebih rendah untuk FM dan lebih tinggi untuk FFM dengan variabilitas yang cukup luas. Antropometri sederhana dapat digunakan sebagai deteksi awal terjadinya malnutrisi pada anak PGTA.

Background: Malnutrition is a major complication in children with end-stage renal disease (ESRD) due to impaired nutritional intake and metabolism, marked by changes in body energy and protein reserves. Body composition assessment, including fat mass (FM) and fat-free mass (FFM), is an important indicator for evaluating nutritional status. Although conventional anthropometric measurements such as BMI and mid-upper arm circumference (MUAC) are commonly used, they have limitations in accurately depicting body composition changes. Methods like bioelectrical impedance analysis (BIA) and air displacement plethysmography (ADP) are reference standards for body composition assessment. To date, no studies in Indonesia have examined the correlation between conventional anthropometry and body composition using BIA and ADP, the correlation and agreement between BIA and ADP in measuring body composition, or the correlation between nutritional intake and body composition as assessed by BIA and ADP in children with ESRD.
Methods: This cross-sectional study involved 40 pediatric patients with ESRD aged 6–18 years undergoing dialysis at Cipto Mangunkusumo National Referral Hospital. Nutritional status was evaluated using conventional anthropometry (weight, height, BMI, and MUAC), body composition assessment (FM and FFM) using BIA (Tanita RG 753) and ADP (BodPod), and macronutrient and micronutrient intake assessment (vitamin D, calcium, phosphate) using the 3- day food record method.
Results: The majority of the subjects were male, with a median age of 14 years. Of these, 55% were malnourished and 52.5% were stunted. Stronger correlations were observed between weight, BMI, and MUAC measurements with fat mass (FM) (BIA r=0.713–0.769; ADP r=0.626–0.680; p<0.001), as well as between weight and height with fat-free mass (FFM) (BIA r=0.878–0.897; ADP r=0.888–0.899; p<0.001). Similarly, BMI and MUAC showed stronger correlations with fat mass index (FMI) (BIA r=0.672–0.736; ADP r=0.527–0.579; p<0.001), and weight showed stronger correlations with fat-free mass index (FFMI) (BIA r=0.633; ADP r=0.730; p<0.001). Both BIA and ADP exhibited strong correlations for FM (r=0.728) and FFM (r=0.878; p<0.001). Agreement testing revealed a mean difference of -1.23 kg (LoA -6.34 kg to 3.89 kg) for FM, while FFM showed a bias of 2.16 kg (LoA -6.02 kg to 10.34 kg). Weak correlations were found between macronutrient intake and %FM (r=0.320–0.374; p<0.005), while no significant correlations were observed between micronutrient intake (vitamin D, calcium, phosphate) and body composition.
Conclusion: Conventional anthropometric measurements strongly correlate with body composition assessed using BIA and ADP in children with ESRD. Both methods show strong correlations and good agreement, though BIA tends to underestimate FM and overestimate FFM with wide variability. Macronutrient and micronutrient intake shows no significant correlations with body composition. While conventional anthropometry can be used as an alternative for early nutritional evaluation.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2025
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Surya Wijaya
"Latar Belakang: Dengan adanya hemodialisis, angka harapan hidup pasien penyakit ginjal tahap akhir (PGTA) meningkat. Akan tetapi, kualitas hidupnya semakin lama semakin menurun. Kualitas hidup pasien PGK dinilai dengan KDQOL SF-36 yang memiliki 3 komponen, yaitu PCS (fisik), MCS (mental), dan KDCS (berhubungan dengan penyakit ginjalnya). Status nutrisi merupakan salah satu faktor penentu kualitas hidup. Belum jelas apakah massa otot atau massa lemak yang berpengaruh terhadap peningkatan kualitas hidup pasien PGTA.
Tujuan. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi hubungan antara persentase massa bebas lemak (FFM) dengan kualitas hidup pasien PGTA.
Metode. Studi potong lintang ini dilakukan di Unit Hemodialisis, Divisi Ginjal hipertensi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo pada bulan Juni-Juli 2018. Sebanyak 102 pasien diteliti pada studi ini. Sampel darah diambil untuk pemeriksaan laboratorium. Persentase massa bebas lemak dihitung menggunakan Bioimpedance Analysis (BIA). Kualitas hidup dievaluasi menggunakan kuesioner KDQOL SF-36 versi 1.3. Analisis statistik dilakukan menggunakan uji korelasi Pearson. Analisis kualitas hidup berdasarkan klasifikasi persentase lemak dilakukan dengan uji Anova.
Hasil. Pada penelitian ini, rerata skor KDQOL keseluruhan adalah 47,86+6,56, dengan rerata skor PCS 40,97+9,66, median skor MCS 46,6 (22,05-59,95), dan KDCS 55,98+9,02. Persentase FFM subjek 74,21+1% dengan rerata massa 43,06+8,16 kg. Hasil uji korelasi Pearson antara skor keseluruhan KDQOL dan persentase FFM mendapatkan nilai r 0,032 dan p 0,750. Hasil signifikan didapatkan antara subkomponen PCS dengan FFM (r 0,223, p 0,024). Persentase massa otot didapatkan berhubungan dengan KDCS (r 0.23, p 0.041) dengan usia sebagai faktor perancu dalam hubungan persentase massa otot dan KDCS.
Kesimpulan. Terdapat hubungan positif lemah antara FFM (dalam kg) dengan kualitas fisik pasien PGTA. Terdapat hubungan positif lemah antara persentase massa otot dengan komponen KDCS pada pasien PGTA .

Background. Due to the occurrence of hemodialysis, the life expectancy of end stage renal disease (ESRD) patients are lengthening. However, their quality of life (QoL) are decreasing. The QoL of ESRD patients are composed of physical (PCS), mental (MCS), and kidney-related (KDCS) components. Nutritional status is one of the influencing factors of QoL. It is not clear whether free fat mass (FFM) or fat mass that contribute to the increase of QoL of ESRD patients.
Objectives. This study aims to identify the correlation of FFM percentage and quality of life of ESRD patients.
Method. This cross-sectional study was conducted in Hemodialysis Unit, Division of Kidney and Hypertension Cipto Mangunkusumo General Hospital Jakarta from June-July 2018. 102 subjects were included in this study. Blood samples were collected for laboratory examination. FFM percentage was measured using bioimpedance analysis (BIA). Meanwhile, QoL was evaluated using KDQOL SF-36 version 1.3. Statistical analysis was done using Pearson correlation test. Analysis of QoL based on fat percentage was done using Anova test.
Result. In this study, the overall KDQOL score was 47,86+6,56 with PCS 40,97+9,66, MCS 46,6 (22,05-59,95), and KDCS 55,98+9,02. FFM percentage was 74,21+1% with mean mass of 43,06+8,16 kg. Statistical analysis showed no correlation between FFM percentage and overall KDQOL score (r 0,032, p 0,750). However, there was a significant correlation between PCS and FFM (r 0,223, p 0,024). Muscle mass percentage also shows a positive correlation with KDCS (r 0.23, p 0.041) with age as confounding factor between this two variables.
Conclusion. There is a weak positive correlation between FFM in kg and physical quality of ESRD patients. There is also a weak positive correlation between muscle mass percentage and KDCS."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Febiansyah Kartadinata Rachim
"Latar Belakang: Fistula arteriovenosa (FAV) sebagai akses hemodialisis terpilih saat ini semakin banyak digunakan, seiring dengan meningkatnya jumlah penderita Penyakit Ginjal Tahap Akhir (PGTA). Pada kondisi FAV terjadi perubahan hemodinamik karena adanya penurunan resistensi dari feeding artery ke draining vein, yang apabila menyebabkan kegagalan kompensasi, dapat terjadi gangguan perfusi. Salah satu indikator untuk menilai perfusi yang baik pada lengan adalah dengan menilai basal digital pressure (BDP). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi antara volume flow pada feeding artery dan draining vein FAV dengan BDP pada pasien PGTA.
Metode: Desain yang digunakan adalah desain potong lintang. Penelitian ini dilakukan di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo selama periode Oktober hingga November 2019 pada pasien yang menjalani hemodialisis dengan menggunakan akses native fistula lengan atas atau lengan bawah dengan atau tanpa gejala iskemia pada tangan dan mengukur BDP menggunakan photoplethysmography.
Hasil: Total sampel didapatkan sebanyak 62 sampel, dengan karakteristik 40 pria dan 22 wanita. Sebanyak 38 pasien berusia <65 tahun dan 24 pasien berusia ≥65 tahun. Sebanyak 45 dan 25 pasien menderita hipertensi dan diabetes melitus. Tidak didapatkan pasien dengan gejala nyeri, defisit neurologis, ataupun gangrene. Dari hasil analisis, tidak didapatkan adanya korelasi antara diameter dan volume flow anastomosis FAV dan feeding artery terhadap BDP, baik di radiosefalika maupun brakhiosefalika.
Simpulan: Tidak terdapat korelasi antara diameter dan volume flow anastomosis FAV dan feeding artery terhadap FAV, baik di radiosefalika maupun brakhiosefalika.

Background: Arteriovenous fistula (FAV) as the chosen hemodialysis access is currently being used for more, along with the increasing number of patients with End Stage Renal Disease (ESRD). In the FAV condition, there is a hemodynamic change due to a decrease in resistance from feeding artery to draining vein, which if it causes compensation failure, impaired perfusion can occur. One indicator to assess good perfusion in the arm is to assess basal digital pressure (BDP). This study aims to determine the correlation between volume flow in feeding artery and draining vein FAV with BDP in PGTA patients.
Method: This study was a cross-sectional design. This research was conducted at Dr. RSUPN Cipto Mangunkusumo during the period from October to November 2019 in patients undergoing hemodialysis using native access to the upper or lower arm with or without symptoms of ischemia on the hands and measuring BDP using photoplethysmography.
Results: A total of 62 samples were obtained, with the characteristics of 40 men and 22 women. A total of 38 patients aged <65 years and 24 patients aged ≥65 years. 45 and 25 patients suffer from hypertension and diabetes mellitus. There were no patients with symptoms of pain, neurological deficits, or gangrene. From the analysis results, there was no correlation between the diameter and volume of FAV anastomosis flow and feeding artery to BDP, both in radiosefalica and brakhiosefalika.
Conclusion: There was no correlation between diameter and volume flow of FAV anastomosis and feeding artery to FAV, both in radiocephalica and brachiocephalica."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ilham Arif
"Latar belakang: Penyakit ginjal tahap akhir (PGTA) terusmeningkat jumlahnya di dunia maupun di Indonesia. Fistula arterio-venosa (FAV) masih menjadi standard emas aksesvaskular untuk hemodialisa dan untuk pasien diabetes melitusdirekomendasikan untuk membuat FAV di brakiosefalika. Steal Syndrome merupakan salah satu komplikasi FAV. Telah adapenelitian basal digital pressure (BDP), saturasi oksigen, dan change digital pressure (CDP) untuk diagnosa Steal Syndrome, namun belum pada pasien dengan diabetes melitus. Penelitianini bertujuan untuk mengukur akurasi BDP, saturasi oksigen, dan CDP untuk diagnosa Steal Syndrome pada pasien PGTA dengandiabetes melitus.
Metode: Penelitian ini merupakan kohort prospektif yang melibatkan 69 pasien PGTA dengan diabetes melitus tipe 2 yang melakukan kontruksi FAV brakiosefalika pada 3 senter vaskulardi Jakarta. Pemeriksaan BDP, CDP, dan saturasi oksigendilakukan minimal 4 minggu setelah proses pembuatan FAV dan setelah FAV dinyatakan matur serta telah digunakan untukhemodialisa. Analisis statistic menggunakan SPSS versi 25.
Hasil: Terdapat perbedaan bermakna pada CDP, BDP, maupun saturasi oksigen antara pasien Steal Syndrome dan tidak Steal Syndrome (p<0,001). Nilai area under curve (AUC) BDP, CDP, dan Saturasi oksigen untuk memprediksi Steal Syndrome adalah 95,9% (IK95%: 90,1%-100%), 93,8% (IK95%: 87,6%-99,9%), dan 97,5% (IK95%: 93,8%-100%). Dan nilai ambang batasBDP, CDP, dan saturasi oksigen yang optimal untukmemprediksi Steal Syndrome adalah <85 mmHg (sensitivitas: 80%, Spesifisitas 100%) untuk BDP, >35 mmHg (sensitivitas: 80%, Spesifisitas 90,74%) untuk CDP, dan 94,5% (sensitivitas80%, spesifisitas 100%) untuk saturasi oksigen.
Kesimpulan: BDP, CDP, dan saturasi oksigen meski dengansensitivitas dan spesifisitas yang masih terbatas terbukti dapatdigunakan untuk mendiagnosa Steal Syndrome pada pasienPGTA dengan diabetes melitus.

Background: The number of end-stage renal disease patient keep increasing globally. Arteriovenous Fistula (AVF) is still the golden standard vascular access for hemodialysis and the recommended site for AVF construction in diabetic patient is at brachiocephalic. Steal Syndrome is one of AVF complication.There have been studies that used basal digital pressure (BDP), oxygen saturation, and change digital pressure (CDP) for Steal Syndrome diagnosis. However, there is no study in diabetic patient. This study aims to measure the accuracy of BDP, CDP, and oxygen saturation to diagnose Steal Syndrome in end-stage renal disease patient with type 2 diabeters mellitus.
Methods: This is a prospective cohort study with 69 end-stage renal disease patient with type 2 diabetes mellitus that have braciocephalic AVF construction in 3 vascular centers in Jakarta. BDP, CDP, and oxygen saturation examination was performed after AVF was considered mature and being use for hemodialysis, the earliest being 4 weeks after AVF construction.SPSS version 25 was used for statictical analysis.
Result: There was significant association between CDP, BDP,and oxygen saturation with Steal Syndrome (p<0,001). Area Under Curve (AUC) value of BDP, CDP, and oxygen saturation to predict Steal Syndrome was 95,9% (90,1%-100%), 93,8% (87,6%-99,9%), and 97,5% (93,8%-100%) consecutively. The optimal threshold of BDP, CDP, and oxygen saturation for predicting steal syndrome was <85 mmHg (sensitivity: 80%, Spesificity 100%) for BDP, >35 mmHg (sensitivity: 80%, Spesificity 90,74%) for CDP, dan 94,5% (sensitivity 80%, spesificity 100%) for oxygen saturation.
Conclusion: BDP, CDP, and oxygen saturation can be used to diagnose Steal Syndrome in end-stage renal disease patient with diabetes mellitus. However, BDP, CDP, and oxygen saturation still have limited sensitivity and specificity.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syarifuddin Anshari
"Latar Belakang: Beberapa penelitian telah membuktikan faktor-faktor yang berpengaruh pada maturasi fistula arteriovenosa, namun pengaruh profil lipid (LDL,HDL, Trigliserida, Kolesterol total) belum terlalu jelas.
Tujuan: Untuk mengetahui pengaruh profil lipid pada maturasi fistula arteriovenosa pada pasien penyakit ginjal tahap akhir dengan komorbid diabetes mellitus tipe 2.
Metode: Desain yang digunakan adalah desain potong lintang. Penelitian ini mengambil data sekunder dari penelitian dr. Dedy Pratama, SpBSubVE yang melakukan penelitian di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, RS Hermina Bekasi Barat, dan RS Hermina Depok pada pasien penyakit gagal ginjal tahap akhir dengan diabetes mellitus tipe 2 dan dilakukan operasi fistula arteriovenosa brachiocefalica.
Hasil: Total sampel 67, sampel terbanyak berjenis kelamin laki-laki 34 (50,7%) sedangkan perempuan sebanyak 33 (49,3%). Sebanyak 47 (70,1%) matur, sedangkan yang tidak matur 20 (29,9%). Didapatkan nilai rerata LDL pada sampel matur FAV 110,13(32,786) dan tidak matur 135,6(39,317) P=0,008. Didapatkan diameter arteri brachialis pre operasi 4,25 mm(0,68) pada kelompok matur, 3,85(0,69) pada tidak matur P=0,029. Volume aliran pasca operasi 568,48(44,9-1451) pada kelompok matur, 347,12(43,1-1295) pada kelompok tidak matur dengan P=0,031. Usia, hipertensi, merokok, gula darah sewaktu, indeks massa tubuh, trigliserida, HDL, kolesterol total, volume aliran pre operasi, IMT feeding artery, PSV feeding artery per dan pasca operasi tidak berpengaruh pada maturasi.
Simpulan: Nilai LDL lebih tinggi dari 119,5 mg/dL dapat menurunkan angka maturasi FAV pada pasien PGTA dengan DM tipe 2. Sedangkan kolesterol total, HDL, dan trigliserida pada penelitian ini tidak berpengaruh pada maturasi FAV.

Background: Several studies have shown the factors that influence the maturation of arteriovenous fistulas, but the effect of the lipid profile (LDL, HDL, triglycerides, total cholesterol) is not clear.
Objective: To determine the effect of lipid profiles on the maturation of arteriovenous fistulas in end-stage renal disease patients with comorbid type 2 diabetes mellitus.
Method: The design used is a cross-sectional design. This study took secondary data from the research of dr. Dedy Pratama, SpBSubVE who conducted research at RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, West Bekasi Hermina Hospital, and Hermina Depok Hospital in patients with end-stage renal failure with type 2 diabetes mellitus and undergoing surgery for fistula arteriovenosa brachiocefalica.
Results: The total sample was 67, the largest sample was male 34 (50.7%), while the female was 33 (49.3%). A total of 47 (70.1%) were mature, while 20 (29.9%) were not mature. The average value of LDL in the mature FAV sample was 110.13 (32.786) and the immature sample was 135.6 (39.317) P = 0.008. The preoperative brachial artery diameter was 4.25 mm (0.68) in the mature group, 3.85 (0.69) in the immature P = 0.029. Postoperative flow volume was 568.48 (44.9-1451) in the mature group, 347.12 (43.1-1295) in the immature group with P = 0.031. Age, hypertension, smoking, temporary blood sugar, body mass index, triglycerides, HDL, total cholesterol, preoperative flow volume, BMI of artery feeding, PSV feeding arteries per and postoperatively had no effect on maturation.
Conclusion: LDL values higher than 119.5 mg/dL can reduce the maturation rate of AVF in ESRD patients with type 2 diabetes. Meanwhile, total cholesterol, HDL, and triglycerides in this study had no effect on FAV maturation.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Gabriella Reyna Ardisa Gunawan
"

Penyakit ginjal kronis merupakan masalah kesehatan global yang dapat menimbulkan beban mortalitas dan morbiditas yang substansial. Hasil Riskesdas 2018 menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi dengan jumlah pasien PGK tertinggi di Indonesia, dengan prevalensi yang lebih tinggi dari nasional, yaitu 0,48%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian penyakit ginjal kronis pada penduduk usia ≥35 tahun di Provinsi Jawa Barat. Penelitian dilakukan dengan desain studi cross-sectional menggunakan data sekunder dari Riskesdas 2018. Sampel penelitian ini adalah seluruh penduduk usia ≥35 tahun di Provinsi Jawa Barat. Terdapat sebanyak 32.044 sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi penelitian. Hasil penelitian menunjukkan prevalensi kejadian penyakit ginjal kronis pada penduduk usia ≥35 tahun di Provinsi Jawa Barat adalah 0,6%. Faktor yang berhubungan dengan kejadian penyakit ginjal kronis adalah usia ≥60 tahun (nilai p=0,001; POR=1,662; 95% CI: 1,23-2,25), jenis kelamin laki-laki (nilai p=0,013; POR=1,431; 95% CI: 1,08-1,89), diabetes (nilai p=0,000; POR=3,770; 95% CI: 2,39-5,96), penyakit jantung  (nilai p=0,000; POR=2,725; 95% CI: 1,60-4,63), dan aktivitas fisik (nilai p=0,015; POR=1,521; 95% CI: 1,08-2,14).


Chronic kidney disease is a global health problem that can cause a substantial burden of mortality and morbidity. The 2018 Riskesdas results show that West Java Province is one of the provinces with the highest number of CKD patients in Indonesia, with a higher prevalence than the national one, which is 0.48%. This study aims to determine the factors associated with the incidence of chronic kidney disease in people ages ≥35 years in West Java Province. The research was conducted using a cross-sectional study design using secondary data from the 2018 Riskesdas. The sample for this study was all residents ages ≥35 years in West Java Province. There were 32.044 samples that met the inclusion and exclusion criteria of the study. The results showed that the prevalence of chronic kidney disease in people ages ≥35 years in West Java Province was 0.6%. Factors associated with the incidence of chronic kidney disease were age ≥60 years (p-value=0.001; POR=1.662; 95% CI: 1.23-2.25), male gender (p-value=0.013; POR =1.431; 95% CI: 1.08-1.89), diabetes (p-value=0.000; POR=3.770; 95% CI: 2.39-5.96), heart disease (p-value=0.000; POR=2.725; 95% CI: 1.60-4.63), and physical activity (p-value=0.015; POR=1.521; 95% CI: 1.08-2.14).

 

 

"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Neli Suharti
"Pola hidup masyarakat perkotaan yang semakin komplek berdampak pada penurunan derajat kesehatan masyarakat. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh faktor lingkungan, perilaku, keturunan dan pelayanan kesehatan. Salah satu dampaknya adalah meningkatnya penyakit hipertensi dan diabetes melitus yang merupakan penyebab utama terjadinya Gagal Ginjal Kronis (GGK). GGK terjadi penurunan fungsi ginjal dan penimbunan sisa metabolisme protein yang disebut toksin uremik. GGK salah satunya menyebabkan gangguan integritas kulit seperti kulit kering (xerosis) yang dapat mempengaruhi kualitas hidup. Peran perawat sangat diperlukan dalam upaya promotif untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan preventif untuk menghindari suatu kejadian sebelum terjadi komplikasi lebih lanjut. Penulisan karya ilmiah ini bertujuan untuk melakukan analisis praktik klinik keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan pada pasien gagal ginjal kronik dengan intervensi pemberian coconut oil terhadap xerosis. Kegagalan ginjal dapat menyebabkan perubahan pada kelenjar keringat dan kelenjar minyak yang menyebabkan kulit menjadi kering. Kulit kering akan menyebabkan infeksi, apabila terluka akan membuat proses penyembuhannya lebih lambat dan menjadi penyebab gatal-gatal. Pemberian coconut oil dapat dijadikan suatu pilihan dalam mengatasi xerosis.

The complexity of urban people's lifestyle affects on decreasing health status of people. That condition is influenced by environment, behavior, genetic, and health service factor. One of the effects is high prevalence of hypertension and diabetes mellitus which can cause chronic kidney disease (CKD). CKD occurs is kidney function decrease and waste metabolism accumulation of protein named uremic toxin. CKD can cause impaired skin integrity such as dry skin (xerosis) that affects quality of life. The role of nurses is necessary in promotion to increase people health status and preventive to avoid further complication. This study aims to analyze clinical practice of urban health nursing by application of coconut oil in CKD patient with xerosis. Decreased kidney function causes change in sweat and oil glands that leads skin dryness. Skin dryness can cause itchy skin and infection when injured by affecting healing process. The application of coconut oil can be one option to overcome xerosis.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sukron
"Gagal Ginjal Kronis merupakan salah satu masalah perkotaan. Gaya hidup yang tidak sehat pada masyarakat perkotaan seperti konsumsi makanan dan minuman olahan, kurang aktivitas, merokok, penggunaan alkohol, dan obat-obatan meningkakan risiko masalah kesehatan seperti hipertensi dan diabetes melitus.
Kedua masalah kesehatan tersebut merupakan dua penyebab utama terjadinya Gagal Ginjal Kronis (GGK). Salah satu masalah yang terjadi pada pasien Gagal Ginjal adalah intoleransi aktifitas disebabkan kelelahan/fatigue baik fisik maupun spikologis.
Tujuan penulisan ini adalah untuk melakukan analisis praktik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan pada pasien GGK dan intervensi mengenai Progressive Muscle Relaxation dalam mengatasi kelelahan/Fatigue pada pasien Gagal Ginjal Kronis.
Rekomendasi penulisan ini ialah agar perawat dapat mengajarkan latihan Progressive Muscle Relaxation kepada pasien Gagal Ginjal Kronis yang mengalami intoleransi aktifitas karena kelelehan/ fatigue.

Chronic Kidney Disease is one of the urban health problem that related to unhealthy lifestyles such as instant packaged food consuming, less activity, smoking, alcohol consuming, and drugs consuming. Those unhealthy lifestyles increase health risk problems such as hypertension and diabetes mellitus.
Both diseases are the main causes of Chronic Kidney Disease (CKD). Activity intolerance which caused by physical and psychological fatigue is one of the problem in patient with Chronic Kidney Disease.
This study aimed to analyse the Urban Health Nursing in CKD patients and intervention of Progressive Muscle Relaxation to overcome fatigue in patient with CKD.
This study recommends nurses to teach Progressive Muscle Relaxation to patient with chronic kidney disease who experience activity intolerance which caused by fatigue.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Monica Joice Viona Parasvita
"Pendahuluan: Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah kondisi hilangnya fungsi ginjal progresif dan ireversibel yang sangat mungkin mengancam jiwa pasien. Penyebab terbanyak PGK adalah diabetes mellitus (DM) dan hipertensi (HT) yang juga memiliki efek terhadap organ lain terutama jantung. Hal ini mengakibatkan disfungsi ginjal berat pada pasien seringkali ditemukan bersama dengan disfungsi jantung. Tata laksana nutrisi optimal diperlukan untuk mendapatkan hasil klinis yang baik.
Presentasi kasus: Empat pasien perempuan, usia 49-67 tahun dengan riwayat DM dan HT, datang ke RS dengan keluhan sesak nafas, penurunan kesadaran, dan edema. Pasien didiagnosis dengan congestif heart failure (CHF), PGK (G5, G4, G4, dan G3), HT, DM tipe 2. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang didapatkan bahwa pasien berisiko malnutrisi, anemia, hiperuricemia, dan dislipidemia. Selama perawatan, pasien mendapatkan nutrisi secara bertahap sampai mencapai kebutuhan energi total, protein 0,8 g/kg BB, minyak ikan 2 g/hari, multivitamin, dan kalsium, disertai pembatasan asupan garam. Hasil pemantauan menunjukkan bahwa keempat pasien mengalami perbaikan klinis, namun tetap mengalami peningkatan kreatinin.
Kesimpulan: Tata laksana nutrisi pasien PGK membutuhkan strategi pemberian nutrisi yang lebih komprehensif, tidak hanya dengan melakukan pembatasan asupan protein.

Introduction: Chronic kidney disease (CKD) is life threathening condition caused by lost of kidney function progressively and irreversibly. Diabetes Mellitus (DM) and hypertension (HT) are the most common etiology of CKD, which also have impact to other organs such as heart. It make clinical manifestation in CKD patients often found with heart dysfunction, named as cardiorenal syndrome. Optimal nutrition therapy is needed to achieve good clinical outcomes.
Case presentation: Four female patients, ages 49-67 years old with history of DM and HT, came to hospital with chief complain dyspneu, decreased conciousness, and oedema anasarca. Patients had diagnose with CHF, PGK, anemia, DM, and HT. Data from anamnesis, physical, and laboratorium examination showed that all pasien have malnutrition risk, anemia, dyslipidemia, and hiperuricemia. During hospitalization, nutrition had given gradually to reach total energy needs, protein 0,8 g/kg BW, fish oil 2 g/day, multivitamin, calcium and salt restriction to recommended daily intake value. Monitoring result show that all patients have clinically improvement, but not creatinin level which act as marker of kidney damage.
Conclusion: Nutrition management in CKD patients need comprehensif strategy, not only with restriction protein intake.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Kartika Mawarsari Sugianto
"Prevalensi penyakit Gagal Ginjal Kronik (GGK) di masyarakat perkotaan mengalami peningkatan. Peningkatan kasus penyakit ini disebabkan oleh gaya hidup yang tidak sehat seperti pola makan yang tidak sehat, dan merokok yang dapat memicu penyakit kronis seperti diabetes mellitus (DM) dan hipertensi. DM dan hipertensi merupakan penyebab utama terjadinya GGK. Penatalaksanaan pasien GGK meliputi terapi konservatif, dialisis, dan transplantasi ginjal. Dialisis menjadi pilihan terbanyak sebagai penatalaksanaan pada gagal ginjal stadium akhir, untuk menyelamatkan hidup pasien. Penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pasien yang disarankan hemodialisis mengalami rasa cemas dan depresi, hal inilah yang seringkali memicu ketidakpatuhan terhadap kegiatan hemodialisis dan program pengobatan. Pemberian dukungan pada pasien GGK pre-dialisis dapat digunakan sebagai intervensi untuk meningkatkan kepatuhan terhadap regimen pengobatan. Praktikan merekomendasikan pentingnya dibuat standar prosedur operasional dalam pemberian dukungan pre-hemodialisis.

The prevalence of Chronic Kidney Disease (CKD) in urban communities has been increasing. The increase of this disease is caused by an unhealthy lifestyle such as unhealthy diet, and smoking which can lead to chronic diseases such as diabetes mellitus (DM) and hypertension. DM and hypertension are major causes of CKD. Treatment CKD includes conservative therapy, dialysis, and kidney transplantation. Dialysis becomes the most considered as the management of the end stage renal failure, to save lifes. Research shows that the majority of hemodialysis patients are advised to experience anxiety and depression, it is this which often trigger non-compliance with hemodialysis and treatment program activities. Providing support can be used as an intervention to improve patient’s adherence to treatment regimens. It is recommended operating procedures should developed in providing of pre-hemodialysis support.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>