Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 177821 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Anisa Nabila Hamdi
"Penggunaan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) sering disalahgunakan dalam masyarakat. Hal ini dapat dilihat dengan adanya peristiwa hukum utang piutang yang disamarkan melalui PPJB dan Akta Pembelian Kembali. Dalam praktik ini, kreditor memanfaatkan kondisi debitor yang sedang menghadapi kesulitan keuangan untuk menandatangani PPJB yang merupakan upaya untuk mengalihkan kepemilkan tanah dan/atau bangunan debitor kepada kreditor. Penelitian ini mengangkat permasalahaan bagaimana PPJB dan Akta Pembelian Kembali yang didasarkan pada utang piutang dapat dianggap sebagai penyelundupan hukum serta peran dan tanggung jawab notaris dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 1261 K/PDT/2021. Metode penelitian ini bersifat doktrinal dengan pengumpulan data sekunder melalui studi dokumen dan analisis kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa PPJB dan Akta Pembelian Kembali yang didasarkan pada utang piutang dapat dikategorikan sebagai perjanjian semu dan penyelundupan hukum yang dapat dianggap batal demi hukum karena tidak memenuhi ketentuan hukum yang seharusnya diterapkan. Selain itu, peran notaris dalam penelitian ini yang kurang memberikan penyuluhan hukum dan melanggar ketentuan hukum tanah nasional berpotensi menimbulkan kerugian bagi para pihak. Sehingga, notaris dapat dikenakan sanksi administratif dan perdata terkait akta-akta yang telah dibuat.

The use of a Sale and Purchase Agreement (PPJB) is often misused in society. This can be observed in legal incidents involving debts and receivables that are disguised through PPJB and Deeds of Repurchase. In this practice, creditors take advantage of debtors facing financial difficulties to have them sign a PPJB, which is an attempt to transfer ownership of the debtor's land and/or buildings to the creditor. This research addresses the issue of how PPJB and Deeds of Repurchase based on debts and receivables can be considered forms of legal evasion, as well as the role and responsibilities of notaries in Supreme Court Decision Number 1261 K/PDT/2021. The research method employed is doctrinal, involving the collection of secondary data through document studies and qualitative analysis. The results indicate that PPJB and Deeds of Repurchase based on debts and receivables can be classified as sham agreements and legal contraband, which may be deemed null and void due to non-compliance with applicable legal provisions. Furthermore, the role of the notary in this research is characterized by a lack of legal guidance and violations of national land law, potentially resulting in harm to the parties involved. As a result, notaries may be subject to administrative and civil sanctions related to the deeds they have executed."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakhrul Ikhwanul Muslim
"Perjanjian Utang Piutang adalah perjanjian dimana pihak kreditur memberikan sesuatu kepada debitur, dengan syarat pihak debitur mengembalikan dengan jumlah yang sama. Namun diperlukan jaminan atas utang salah satunya hak atas tanah dengan menggunakan Hak Tanggungan, namun ada kalanya kreditor tidak menginginkan eksekusi dalam hak tanggungan, melainkan menggunakan PPJB dan Kuasa Untuk Menjual, yang mana bila debitor ingkar janji, maka kreditor dapat menjual atau memiliki jaminan tersebut. Dengan permasalahan yang dirumuskan adalah bagaimanakah kekuatan hukum pembuatan akta PPJB dan kuasa untuk menjual yang didasarkan pada perjanjian Utang piutang (analisis putusan Pengadilan Negeri Surakarta Nomor 115/Pdt.G/2017/PN.Skt), status peralihan hak atas tanah dan AJB yang dibuat berdasarkan akta PPJB dan kuasa menjual yang didasarkan pada perjanjian Utang piutang dan upaya apa yang dapat dilakukan oleh notaris untuk melindungi kepentingan kedua belah pihak dalam kasus tersebut. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normative, dengan tipologi penelitian deskriptif analitis. pada putusannya hakim menetapkan bahwa PPJB dan Kuasa Untuk Menjual yang dibuat adalah tidak sah, tidak mengikat dan batal demi hukum karena tidak terpenuhinya syarat sahnya perjanjian, yaitu tidak sesuai dengan kesepakatan yang awalnya adalah Utang piutang menjadi jual beli, dan tidak sesuai dengan sebab yang halal karena tujuannya menguasai objek secara melawan hukum. Serta pemindahan hak atas tanah yang dilakukan adalah batal demi hukum, serta upaya yang dilakukan notaris adalah harus menjalankan jabatan dengan tidak berpihak dan menjelaskan akta kepada para pihak.

Credits Agreement are agreements where the creditor gives something to the debtor, provided that the debtor shall return the same amount. However, collateral for debt is required , one of them is the rights to land by using Mortgage, but sometimes when creditors do not want execution in mortgages, but use PPJB and Power of Attorney to Sell, which if the debtor breaks the promise, then the creditor can sell or have the guarantee. while the problems formulated,  how is the legal force of making PPJB deeds and the power to sell based on the debt agreement (analysis of the Surakarta District Court`s decision Number 115/Pdt.G/2017/PN.Skt), the status of the transfer of land rights and AJB passed or made on the basis of the PPJB deed and the power of attorney to sell based on the debt agreement and what efforts can be made by the notary to protect the interests of both parties in the case. This study uses normative legal research methods, with descriptive analytical research typology. in its decision the judge stipulates that the PPJB and the power of attorney to sell made are invalid, non-binding and null and void because the legal terms of the agreement are not fulfilled, which are not in accordance with the initial agreement that the debt becomes a sale and is not in accordance with the legal because the goal is to control the object against the law. As well as the transfer of land rights carried out is null and void by law, and the efforts made by the notary are to carry out the position impartially and explain the deed to the parties."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T54069
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Angel Fransisca Christy Manga
"Perjanjian hutang piutang dapat dibuat secara lisan maupun tertulis. Namun, yang kerap terjadi adalah para pihak mengikatkan diri ke dalam suatu perjanjian hutang piutang secara lisan membentuk suatu Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) atas objek yang dijadikan jaminan perjanjian hutang piutang lisan yang bersangkutan, sebagaimana terjadi dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2288/K/PDT/2020. Permasalahan utama yang diangkat adalah terkait dengan kedudukan hukum perjanjian hutang piutang lisan berdasarkan hukum pembuktian dan akibat penyelundupan hukum perjanjian hutang piutang lisan yang dibuat sebagai pendahuluan Akta PPJB dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 2288/K/PDT/2020. Guna menjawab permasalahan tersebut, digunakan metode penelitian doktrinal, dengan metode analisis kualitatif. Hasil penelitian menemukan bahwa perjanjian hutang piutang lisan in casu terbukti dengan alat bukti persangkaan hakim sebagaimana diatur dalam Pasal 173 HIR, yang ditarik dari alat bukti saksi, dan tertulis seperti Akta PPJB dengan klausul hak membeli kembali dan laporan appraiser atas objek sengketa yang menyatakan perbedaan nilai ril objek sengketa dengan harga yang diperjanjikan dalam Akta PPJB dan telah dibayar lunas 2,5 (dua setengah) bulan sebelum pembuatan Akta PPJB. Perjanjian hutang piutang lisan yang dibuat sebagai pendahuluan Akta PPJB yang memuat klausul hak membeli kembali adalah suatu penyelundupan hukum karena telah memenuhi unsur penyelundupan hukum dan telah melanggar syarat objektif sahnya perjanjian, yaitu kausa yang halal dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Berangkat dari itu, Akta PPJB in casu harusnya batal demi hukum.

Debt agreements can be made either in an unwritten or written format. However, what often happens is that parties that bind themselves into an unwritten debt agreement would then form a Sales and Purchase Agreement Deed on the object used as a collateral in the previous unwritten debt agreement, as happened in the Supreme Court Decision Number 2288/K/PDT/2020. The main issues raised are related to the legal position of an unwritten debt agreement based on the law of evidence, and the consequences of legal evasion in an unwritten debt agreement made as a preliminary agreement to a Sales and Purchase Agreement Deed in the Supreme Court Decision Number 2288/K/PDT/2020. To provide answers for the issues above, a doctrinal research method is used, with a qualitative analysis method. The results found that the unwritten debt agreement in this case is proven by the judge’s presumption as stipulated in Article 173 of the HIR, that is drawn from witness evidence and written evidence, such as the Sales and Purchase Deed with the right to repurchase clause, and the appraiser’s report on the disputed object, which states the obvious difference between the real value and the agreed value that had been fully paid 2,5 (two and a half) months prior to making the Sales and Purchase Agreement Deed. The unwritten debt agreement made as a preliminary agreement to the Sales and Purchase Agreement Deed containing the right to repurchase clause is a form of a legal evasion, because it has fulfilled the elements of legal evasion and has violated one of the objective requirements for the validity of an agreement which is regulated in Article 1320 of the Civil Code. Therefore, the Sales and Purchase Agreement Deed in this case should be null and void."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratu Chairunissa
"Notaris sebagai pejabat umum yang memiliki kewenangan untuk membuat akta autentik wajib memperhatikan prinsip kehati-hatian dalam membuat akta. Lahirnya akta yang bermasalah akibat tidak terlaksananya prinsip kehati-hatian akan merugikan para pihak yang ada di dalam akta, pihak ketiga dan Notaris itu sendiri. Penelitian ini menganalisis putusan Pengadilan Negeri Dompu Nomor 23/PDT.G/2018/PN/DPU mengenai penerapan prinsip kehati-hatian Notaris dalam pembuatan Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli dan Akta Kuasa Menjual yang didasari utang piutang serta perlindungan hukum pihak ketiga yang dirugikan terhadap batal demi hukumnya akta-akta tersebut oleh Putusan Pengadilan. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan penelitian doktrinal dengan data sekunder berupa meneliti bahan pustaka dan data primer berupa wawancara. Hasil penelitian ini adalah Notaris wajib mendengarkan keterangan kedua belah pihak sebagai pertimbangan dalam menuangkan suatu konstruksi hukum ke dalam suatu bentuk akta autentik, oleh sebabnya Notaris perlu menguasai pembaharuan pengetahuan hukum. Notaris wajib memberikan edukasi serta penyuluhan hukum agar para pihak mengerti dengan perbuatan hukum yang akan mereka lakukan bahkan akibat hukum yang akan ditimbulkan. Terkait pemahaman terhadap isi akta, Notaris wajib melakukan pembacaan akta sebagai pemenuhan terhadap syarat formiil pembuatan akta Notaris serta melakukan penolakan jika terhadap permintaan pembuatan akta yang mengandung sebuah kausa palsu. Pemenuhan perlindungan hukum kepada pihak ketiga atas jual beli tanah dari penjual yang tidak berhak mengacu kepada unsur itikad baik. Apabila unsur ini terpenuhi maka hukum memberikan perlindungan kepadanya dimana pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah tidak dapat lagi menuntut hak atas tanahnya dengan jangka waktu 5 tahun sejak terbitnya sertipikat, melainkan hanya dapat mengajukan pengembalian uang kembali dang anti rugi kepada penjual yang tidak berhak.

Notaries as public officials who have the authority to make authentic deeds should pay attention to the precautionary principle in making deeds. The birth of a problematic deed that cannot be implemented with the precautionary principle will not only harm the parties in the deed but can also harm third parties outside the deed who have interests, even the notary himself. This study analyzes the decision of the Dompu District Court Number 23/PDT.G/2018/PN/DPU regarding the application of the notary's precautionary principle in making the Deed of Sale and Purchase Agreement and the Deed of Power of Attorney to sell which frees debts as well as the protection of third parties who have problems against null and void the law of these deeds by the Court. The approach used in this study uses a normative legal research approach by tracing literature or secondary data. The results of this study are that the notary is obliged to listen to the statements of both parties as a consideration in pouring a legal construction into an authentic deed because the notary needs to understand the renewal of legal knowledge. Notaries are required to provide legal education and counseling so that the parties understand the legal actions they will take and even the legal consequences that will arise. Regarding the understanding of the contents of the deed, the notary is obliged to read the deed as a fulfillment of the formal requirements for making a notarial deed and to fight if the request for making a deed contains false causes. Fulfillment of legal protection to third parties for buying and selling land from sellers who are not entitled to refer to the element of good faith. If this element is fulfilled, the law protects him whereby other parties who feel they have land rights can no longer claim their land rights within 5 years from the issuance of the certificate, but can only apply for compensation only to sellers who are not entitled."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Abimukti Primanto
"

Jual beli hak atas tanah berdasarkan permohonan pengampuan yang dikehendaki oleh para pihak untuk dituangkan ke dalam Akta Jual Beli (AJB) yang dibuat Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) seharusnya dilakukan berdasarkan ketentuan Pasal 438 KUHPerdata yakni mengenai kesaksian dari para keluarga sedarah atau semenda,  yang permohonannya diajukan ke Pengadilan Negeri (PN) setempat. Namun ditemukan permohonan pengampuan yang kesaksiannya tidak lengkap karena tidak semua keluarga sedarah atau semenda yang berkaitan langsung dengan pengampuan memberikan kesaksian seperti dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 915K/pdt/2021 di mana salah seorang anak kandung tidak dimintakan kesaksiannya. Oleh karena itu penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis tanggung jawab PPAT terhadap AJB yang dibuatnya berdasarkan pengampuan yang cacat hukum karena tidak lengkapnya kesaksian dari keluarga sedarah atau semenda. Selain itu juga menganalisis pertimbangan hakim dalam memutuskan keabsahan AJB yang dibuat oleh PPAT berdasarkan pengampuan yang cacat hukum. Penelitian hukum ini berbentuk doktrinal dengan mengumpulkan data sekunder. Selanjutnya data tersebut dianalisis secara kualitatif. Dari hasil analisis dapat dijelaskan bahwa PPAT sesungguhnya dapat dimintakan pertanggungjawaban secara administratif dan perdata karena AJB yang dibuatnya melanggar hak subjektif orang lain dan formil jual beli, dalam hal ini adalah hak dari anak kandung yang tidak dimintakan kesaksiannya terkait pengampuan dari ibunya yang menjual tanah warisan dari keluarganya dengan dibantu oleh ayahnya. Adapun pertimbangan hakim yang memutuskan bahwa AJB dinyatakan sebagai dibatalkan karena akta tersebut tidak memenuhi salah satu syarat subjektif perjanjian yakni tentang kecakapan para pihak karena dalam kenyataannya penjual tidak cakap (berada di bawah pengampuan) sehingga dalam melakukan perbuatan hukum jual beli yang melibatkannya harus didukung dengan adanya persetujuan dari pengadilan negeri atas permohonan pengampuan yang dimintakan para keluarga sedarah atau semenda secara lengkap. Dengan tidak lengkapnya kesaksian tentang pengampuan dari pihak penjual maka seharusnya jual beli hak atas tanah tidak bisa dilakukan sehingga AJB yang sudah dibuat menjadi dapat dibatalkan.


The buying and selling of land rights based on a desired power of attorney application by the parties to be documented in the Deed of Sale and Purchase (AJB) made by a Land Deed Official (PPAT) should be done according to Article 438 of the Civil Code, concerning testimonies from blood relatives or similar relatives, whose application is submitted to the local District Court. However, a power of attorney application was found to have incomplete testimonies because not all blood relatives or similar relatives directly involved in the power of attorney provided testimonies, as in Supreme Court Decision Number 915K/pdt/2021 where one of the biological children did not give testimony. Therefore, this study aims to analyze the responsibility of the PPAT towards the legally defective AJB made due to the incompleteness of testimonies from blood relatives or similar relatives. It also analyzes the judge's considerations in deciding the validity of the AJB made by the PPAT based on the legally defective power of attorney. This legal research takes a doctrinal form by collecting secondary data. Subsequently, the data is qualitatively analyzed. From the analysis results, it can be explained that the PPAT can actually be held civilly responsible because the AJB made by them violates the subjective rights of others, in this case, the rights of the biological child whose testimony was not requested regarding the power of attorney from their mother selling inherited land from their family with the assistance of their father. As for the judge's considerations in ruling that the AJB is declared null and void because the deed does not meet one of the subjective requirements of the agreement, namely the capacity of the parties, as in reality, the seller is not competent (under guardianship), so in carrying out the legal act of buying and selling involving them, it must be supported by approval from the district court based on the power of attorney application requested by blood relatives or similar relatives completely. With the incompleteness of testimonies about the seller's power of attorney, the sale and purchase of land rights should not be carried out, thus the AJB that has been made can be declared void

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Akbar Kurniawan
"Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) merupakan perjanjian pendahuluan sebelum dilaksanakannya jual beli dikarenakan belum terpenuhinya syarat-syarat jual beli. Dalam Putusan Majelis Pengawas Wilayah Notaris DKI Jakarta Nomor: 3/PTS/Mj.PWN.Prov.DKIJakarta/III/2020, Notaris diberikan sanksi teguran tertulis karena membuat Akta PPJB dengan kausa palsu serta pada saat penandatanganan akta Notaris tidak hadir. Berkaitan dengan PPJB terdapat dua putusan lain yaitu Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor: 478/Pdt.G/2019/PN.JKT.Sel dan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara Nomor: 159/Pdt.G/2020/PN.JKT.Utr, ketiga putusan tersebut mempunyai objek sengketa yang sama. Adapun permasalahan penelitian ini adalah: 1. Bagaimana implikasi hukum Akta PPJB yang dibuat berdasarkan kausa palsu berupa utang piutang; 2. Bagaimana tanggung jawab Notaris yang membuatnya. Tesis ini menggunakan metode penelitian yuridis-normatif bersumberkan data sekunder. Pendekatan analisis dengan kualitatif. Hasil penelitian menunjukan: 1. Implikasi hukum Akta PPJB yang dibuat berdasarkan kausa palsu adalah: a. Batal demi hukum dan terdegradasi menjadi akta dibawah tangan, b. Hak atas tanah dalam PPJB dapat beralih apabila PPJB dijadikan dasar pembuatan Akta Jual Beli (AJB), c. Apabila hak atas tanah dalam PPJB beralih maka pemilik hak atas tanah akan mengalami kerugian. 2. Notaris bertanggungjawab secara administratif berupa teguran tertulis dikarenakan tidak jujur dan karena kesalahannya tidak membacakan akta. Notaris juga dapat dikenakan sanksi perdata apabila terdapat kerugian atas terdegradasinya Akta-Akta PPJB menjadi dibawah tangan dan apabila dinyatakan batal demi hukum. Selain itu Notaris juga dapat dituntut penggantian kerugian apabila hak atas tanah beralih dengan dibuatnya AJB berdasarkan Akta-Akta PPJB tersebut. Adapun PPJB yang dibuat berdasarkan kausa palsu berpotensi menimbulkan kerugian bagi pemilik hak atas tanah.

The Sale and Purchase Binding Agreement (PPJB) is a preliminary agreement before the sale and purchase is carried out because the sale and purchase conditions have not been fulfilled. In the Decision of the Supervisory Council of the DKI Jakarta Notary Region Number: 3/PTS/Mj.PWN.Prov.DKIJakarta/III/2020, the Notary was given a written warning for making the PPJB Deed with a false cause and was not present at the time of signing the deed. Regarding PPJB, there are two other decisions, namely the South Jakarta District Court Decision Number: 478/Pdt.G/2019/PN.JKT.Sel and the North Jakarta District Court Decision Number: 159/Pdt.G/2020/PN.JKT.Utr, The three decisions have the same object of dispute. The problems of this research are: 1. What are the legal implications of the PPJB Deed based on false causes in the form of debts; 2. What is the responsibility of the Notary who made it. This thesis uses a juridical-normative research method based on secondary data. Qualitative analysis approach. The results of the study show: 1. The legal implications of the PPJB deed based on false causes are: a. Canceled by law and relegated to a deed under the hand, b. Land rights in PPJB can be transferred if PPJB is used as the basis for making a Sale and Purchase Deed (AJB), c. If the land rights in the PPJB are transferred, the owner of the land rights will suffer losses. 2. The notary is administratively responsible in the form of a written warning due to dishonesty and because of his mistake he did not read the deed. Notaries can also be subject to civil sanctions if there is a loss due to the degradation of PPJB Deeds to be under the control and if declared null and void by law. In addition, the Notary can also be sued for compensation if the land rights are transferred by making AJB based on the PPJB Deed. The PPJB made based on false causes has the potential to cause harm to the owner of land rights."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Karina Alexandra
"Peralihan hak atas tanah, salah satunya melalui jual beli harus dilakukan sesuai prosedur dan peraturan yang berlaku. Hal ini untuk mencegah terjadinya sengketa kepemilikan tanah dan memberikan kepastian hukum bagi para pihak dalam jual beli. Salah satu syarat formil dalam jual beli adalah Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) harus menerima sertipikat asli dan memeriksa kesesuaian data pada sertipikat tanah dengan data pada Kantor Pertanahan. Salah satu sengketa dalam jual beli tanah terjadi pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 3081 K/Pdt/2021. Penelitian ini menganalisis kedudukan hukum pihak yang menguasai secara fisik hak atas tanah berdasarkan akta jual beli tanpa kepemilikan sertipikat dan tanggung jawab PPAT yang membuat akta jual beli yang bersangkutan dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 3081 K/Pdt/2021. Metode penelitian ini adalah yuridis normatif dengan tipologi penelitian eksplanatoris yang menggunakan studi dokumen. Hasil penelitian ini adalah pihak yang menguasai secara fisik hak atas tanah berdasarkan akta jual beli tanpa kepemilikan sertipikat tidak memiliki kedudukan sebagai pihak yang berhak atau pemilik yang sah atas hak atas tanah yang bersangkutan karena jual beli tidak sah sesuai peraturan yang berlaku. PPAT yang membuat akta jual beli tanpa melakukan pengecekan sertipikat dapat dimintakan tanggung jawab secara administratif, perdata, dan pidana. PPAT seharusnya menolak untuk membuat akta jual beli apabila tidak diserahkan sertipikat asli.

The transfer of land rights, such as through buying and selling, should be done according to the procedure and prevailing regulations. This must be fulfilled to prevent conflict of land rights ownership and to give legal certainty for the parties. One of the formal requirements in the buying and selling of land rights is The Land Deed Official (PPAT) must receive the authentic land certificate and verify the data in the certificate with the data in the National Land Agency. An example of this issue happens in Supreme Court Decision Number 3081 K/Pdt/2021. This research analyses the legal standing of a party who physically own land right based on sale and purchase deed without owning the certificate and the responsibility of The Land Deed Official who makes the sale and purchase deed in the Supreme Court Decision Number 3081 K/Pdt/2021. This research uses juridical normative method with explanatory typology using document studies. As the result of this research, the party who physically own land right based on sale and purchase deed without owning the certificate does not have the legal standing as the rightful owner of the land right because the sale and purchase deed does not fulfil the formal requirements and regulations. The Land Deed Official who made the sale and purchase agreement without verifying the certificate can be held responsible either administrative, civil, or criminal. The Land Deed Official should refuse to make the sale and purchase deed if there is no authentic certificate provided."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adara Skyla Sakinah
"Ketentuan perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) seringkali disalahgunakan oleh masyarakat. Hal ini ditunjukkan dengan adanya peristiwa hukum perjanjian utang dengan jaminan hak atas tanah 送ang dikemas dalam bentuk PPJB dengan klausul ƒhak membeli kembali ƒang bertujuan untuk mengalihkan kepemilikan tanah debitur kepada kreditur jika debitur wanprestasi. Adapun, permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah akibat hukum perjanjian utang yang dibuat sebagai perjanjian jual beli hak atas tanah dengan hak membeli kembali, keabsahan Akta Jual Beli (AJB) jika PPJB yang mendasarinya memuat klausul hak membeli kembali, dan peran serta tanggung jawab notaris dan PPAT jika terdapat perbedaan fakta hukum antara PPJB yang ditata dengan AJB berdasarkan kasus pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 407 K/Pdt/2022. Metode penelitian hukum yang digunakan adalah yuridis normatif dengan tipe penelitian eksplanatoris. Hasil analisis menunjukkan bahwa perjanjian hutang yang dikemas sebagai perjanjian jual beli hak atas tanah dengan hak membeli kembali memutuskan bahwa perjanjian menjadi batal demi hukum. Uang yang disebutkan dalam PPJB bukanlah uang pembayaran jual beli, melainkan uang pinjaman, sehingga perbuatan hukum pada AJB dianggap tidak memenuhi unsur tunai dan transaksi jual beli tidak sah. Notaris berperan penting dalam hal transaksi jual beli hak atas tanah, salah satunya adalah pembuatan PPJB. Namun dalam praktiknya pembuatan PPJB tidak selalu dilakukan di hadapan notaris. Hal ini memicu terjadinya permasalahan hukum, seperti pemuatan klausul terlarang dalam PPJB yang bersangkutan. Dengan demikian, jika para pihak hendak membuat suatu AJB, PPAT harus menyelaraskan antara data dan dokumen yang benar serta keselarasannya dengan undang-undang.

The existence of the Conditional of Sales and Purchase Agreement (CSPA) is frequently abused by the public. This is evidenced by the inclusion of a buyback rights clause in the CSPA to envelope a loan arrangement with land rights security with the purpose of transferring land ownership from the debtor to the creditor in the event of default. Issues raised by this study relate to legal ramifications of a debt agreement made as a land sale and purchase agreement with buyback rights, legality of the Deed of Sale and Purchase (DSP) if the underlying contains a buyback rights clause, and roles and responsibilities of a notary and Land Deed Official (LDO) if there are discrepancies of legal facts between the CSPA and DSP based on Supreme Court Decision Number 407 K/Pdt/2022. The method of law research used is normative judicial with explanatory research type. Result of analysis indicate that the debt arrangement, disguised as land sale and purchase agreement with buyback rights, renders the contract null and void. The money stipulated in the CSPA is not the payment for the sale and purchase, rather as a lent money, therefore legal actions on the DSP does not fulfill the cash element and the transaction is illegal. However, in practice the CSPA is not always prepared before the notary. This trigger legal issues, such as the inclusion of illegal clauses in the CSPA. Accordingly, the LDO shall properly take into account the conformity between data and documents as well as the law."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yoanes Oetomo Putra
"ABSTRAK
Profesi PPAT Sementara ada dalam rangka membantu masyarakat di Indonesia, dalam menjalankan tugasnya PPAT Sementara diberikan wewenangan oleh negara. PPAT Sementara dalam menjalankan jabatannya berkewajiban bertindak jujur, saksama, mandiri, dan tidak berpihak dan menjaga kepentingan para pihak yang terkait. Namun dalam prakteknya banyak sekali penyelewengan yang dilakukan oleh PPAT Sementara. Dan dalam penulisan tesis ini, penulis mengangkat salah satu contoh kasus penyelewengan yang dilakukan oleh PPAT Sementara yang berkaitan dengan Akta Jual Beli Tanah beserta bangunannya sebagai landasan dari Perjanjian Hutang Piutang dengan pihak lain.Sehingga di dalam tesis ini penulis menyimpulkan ke dalam dua pokok permasalahan, yaitu bagaimanakah perlindungan hukum terhadap pihak yang dirugikan dengan adanya Akta Jual Beli yang diduga palsu yang dibuat oleh PPAT Sementara dan bagaimanakah pertimbangan hukum hakim terhadap para pihak dalam memutus perkara Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor : 17 / PDT.G / 2012 / PT.TK, apakah sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.Penulisan tesis ini bertujuan untuk mengetahui secara mendalam mengenai perlindungan hukum kepada pihak yang dirugikan dengan adanya Akta Jual Beli Tanah yang diduga palsu yang dibuat oleh PPAT Sementara dan mengenai pertimbangan hukum hakim terhadap para pihak dalam memutus perkara Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor : 17 / PDT.G / 2012 / PT.TK, sudah sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku atau belum.Metode penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif, di mana penelitian hukum tersebut dilakukan dengan cara meneliti bahan-bahan kepustakaan atau data sekunder dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan dan metode analisis datanya adalah dengan analisis kualitatif.

ABSTRACT
While PPAT profession exists in order to help the people in Indonesia, in carrying out its duties PPAT While wewenangan given by the state. PPAT While in performing his obligation to act honestly, thoroughly, independently and impartially and safeguard the interests of the parties concerned. However, in practice a lot of abuses committed by PPAT meantime. And in the writing of this thesis, the author raised one example in cases of corruption committed by PPAT While relating to the Deed of Sale and Purchase of Land along the building as a cornerstone of Debt Agreements with other parties.Hence, in this thesis the authors conclude into two main issues, namely how the legal protection for the injured party to the Sale and Purchase Agreements allegedly false made by PPAT meantime and how the legal considerations of the judge to the parties in deciding the case the Supreme Court of the Republic of Indonesia Number 17 PDT.G 2012 PT.TK, whether in accordance with the applicable legislation.This thesis aims to determine the depth of the legal protection to the aggrieved party to the Deed of Sale and Purchase of Land allegedly false made by PPAT meantime and to learn in depth about the legal considerations of the judge to the parties in deciding the case the Supreme Court of the Republic of Indonesia Number 17 PDT.G 2012 PT.TK, is in conformity with the laws in force or not.The research method in this study is a normative legal research methods, in which the legal research done by researching library materials or secondary data based and methods of data analysis is qualitative analysis, namely by examining the data obtained. "
2017
T46995
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elvira
"Pembuatan Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) pada praktiknya banyak menimbulkan permasalahan, salah satunya disebabkan oleh muatan Klausul Hak Membeli Kembali yang memberikan hak kepada Penjual untuk dapat membeli kembali objek tanah dan bangunan yang telah dijualnya kepada Pembeli. Beberapa Yurisprudensi terkait pencantuman Hak Membeli Kembali dalam jual beli tanah memutuskan untuk melarang penggunaannya sebab berpotensi menimbulkan penyelundupan hukum. Namun sampai dengan saat ini tidak ada peraturan yang mengatur kebolehan atau larangan penggunaan hak tersebut, oleh karenanya banyak menimbulkan permasalahan, salah satunya adalah kasus pada Putusan Peninjauan Kembali Nomor 539 PK/Pdt/2020 di mana hakim justru menyatakan sah dan mengikat atas Akta PPJB yang memuat Klausul Hak Membeli Kembali. Berangkat dari hal tersebut maka permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai alasan dikategorikannya PPJB dengan Hak Membeli Kembali sebagai penyelundupan hukum serta analisis Putusan PK tersebut yang memperbolehkan penggunaan Hak Membeli Kembali dalam PPJB. Untuk menjawab permasalahan digunakan bentuk metode penelitian hukum yuridis normatif dengan tipologi penelitian preskriptif. Hasil analisis penelitian menunjukkan bahwa PPJB dengan Hak Membeli Kembali merupakan bentuk penyelundupan hukum kepemilikan tanah karena memenuhi unsur-unsurnya yaitu adanya perbuatan hukum penundukan kepada lembaga PPJB dengan Hak Membeli Kembali dengan cara menghindari lembaga utang- piutang dengan jaminan kebendaan dan ada niat untuk mencapai tujuan tertentu untuk memperoleh keuntungan. Selanjutnya terkait analisis putusan didapatkan hasil bahwa putusan tersebut tidak tepat karena melanggar Asas Kebebasan Berkontrak, Asas Iktikad Baik, Asas Keadilan, dan Asas Kesesuaian dengan Hukum Adat. Oleh karenanya untuk mencegah permasalahan serupa terjadi kembali diharapkan adanya pengaturan mengenai PPJB secara khusus serta kejelasan atas penggunaan Hak Membeli Kembali pada transaksi tanah.

The Deed of Sale and Purchase Binding Agreement (PPJB Deed) has already caused many problems, one of which is caused by the content of The Right of Buy Back Clause that gives the Seller right to buy back the land and building objects that he has been sold to the Buyer. Several precedents related to the use of The Right of Buy Back in the Sale and Purchase agreement decided to prohibit its use because it may lead to legal smuggling. However, there has not been a single regulation to permit or prohibit the use of these right yet. As a result it causes many problems, for example is the case on the Judicial Review Decision Number 539 PK/Pdt/2020. The judge of such Decision declared that the PPJB Deed with The Right of Buy Back Clause was valid and binding. Based on that situation, the problems in this study are the reasons why PPJB Deed with The Right of Buy Back Clause can be categorized as a legal smuggling of land ownership and the analysis of Judicial Review Decision which permit the use of The Right of Buy Back. In term of answering the problem, a normative juridical legal research method is used with a prescriptive research typology. The research’s analysis show that PPJB Deed with Buyback Right is a form of legal smuggling of land ownership because the parties deliberately use PPJB with Buyback Right instead of using debt agreement with material guarantees, and also there is an intention party to achieve certain goals to make a profit. Furthermore, regarding the analysis of the Judicial Review Decision was found that it is not correct because it is against the principles of freedom of contract, the principle of good faith, the principle of justice, and the principle of conformity with customary law. Therefore, to prevent similar problems from happening again, it is hoped that there will be regulations regarding PPJB Deed specifically and clarity on the use of the Buyback Right in term of land transaction."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>