Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 157804 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Michelle Nathania Lathifah
"Penelitian ini mengkaji pertanggungjawaban para pihak dalam pengangkutan barang melalui laut, terutama pada kasus ketidakakuratan pendeklarasian barang berbahaya oleh pengirim, yang menyebabkan kerugian pada pengangkut. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan regulasi mengenai pengangkutan barang berbahaya melalui laut dan batasan tanggung jawab para pihak berdasarkan hukum Indonesia dan konvensi internasional yang berlaku, serta menjelaskan pengalihan pertanggungjawaban dari American President Lines, Ltd. selaku carrier kepada CV Dua Sekawan Sejati selaku shipper/seller/merchant pada kasus ketidakakuratan pendeklarasian barang berbahaya pada konosemen berdasarkan Putusan Nomor 648/Pdt.G/2021/PN.Sby. Penelitian ini disusun menggunakan metode penelitian doktrinal dengan menyatukan, mengolah, dan menganalisis bahan hukum primer, sekunder, dan tersier melalui studi pustaka. Pokok-pokok pembahasan penelitian ini menekankan pada betapa krusialnya pemberitahuan dan pendeklarasian barang secara akurat pada konosemen oleh pengirim terhadap realita barang berbahaya yang dimuat agar pengangkut dapat memberikan penanganan yang sesuai demi meminimalisir risiko yang mungkin terjadi. Kewajiban pengirim untuk bersikap transparan atas barang yang dimuat diatur secara eksplisit dalam berbagai konvensi internasional, seperti The Hague Rules, The Hague-Visby Rules, The Hamburg Rules, dan The Rotterdam Rules. Konvensi-konvensi internasional tersebut juga menegaskan bahwa pertanggungjawaban atas ketidakakuratan deskripsi paket dan barang dibebankan pada pengirim. Akan tetapi, fakta bahwa pengangkut merupakan pihak yang menerbitkan konosemen membuat pengangkut dianggap harus bertanggung jawab atas ketidaksesuaian antara realita barang dengan deskripsi pada konosemen yang diterbitkannya. Maka dari itu, pengalihan pertanggungjawaban terhadap ketidaksesuaian paket dan barang pada konosemen harus dituliskan secara eksplisit dalam indemnity clauses pada bill of lading dan bill of lading terms and conditions. Indemnity clauses tersebut memberi kepastian bahwa pihak yang menyebabkan kerugian akan bertanggung jawab atas segala kerugian, biaya, dan denda yang disebabkan olehnya.

This research examines the liability of parties involved in the carriage of goods by sea, particularly in the case of misdeclaration of dangerous goods by the shipper, which results in losses to the carrier. This research aims to explain the regulations regarding the carriage of dangerous goods by sea and the limitations of the parties' liability based on applicable Indonesian law and international conventions, as well as to explain the transfer of liability from American President Lines, Ltd. as the carrier to CV Dua Sekawan Sejati as the shipper/seller/merchant in the case of misdeclaration of dangerous goods on the bill of lading based on Decision Number 648/Pdt.G/2021/PN.Sby. This research employs a doctrinal research method utilizing primary, secondary, and tertiary legal materials through library research. This research highlights the importance of notification and accurate declaration of dangerous goods on the bill of lading by the shipper so that the carrier can take appropriate measures to mitigate potential risks. The shipper's obligation to be transparent is explicitly regulated in various international conventions, such as The Hague Rules, The Hague-Visby Rules, The Hamburg Rules, and The Rotterdam Rules. These international conventions also emphasize that liability for inaccurate description of goods is imposed on the shipper. However, the fact that the bill of lading is issued by the carrier makes the carrier liable for any discrepancy between the actual goods and the description on the bill of lading issued. Therefore, the transfer of liability for the said discrepancies must be explicitly written in the form of indemnity clauses on the bill of lading and bill of lading terms and conditions. These indemnity clauses ensure that the party causing the loss will be liable for all damages and expenses incurred."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Clementine Belinda
"Pengangkutan barang melalui laut telah menjadi pondasi utama dalam perdagangan internasional. Menjadikan transportasi sebagai komponen penting dalam pertumbuhan ekonomi. Dalam pelaksanaannya kerugian pada kargo merupakan kejadian yang sering dijumpai, dalam waktu yang sama juga mengakibatkan kerusakan dan biaya yang tidak diingankan untuk para pihak dalam industri transportasi. Sebagaimana yang terjadi pada kapal M/V APL England yang mengalami kecelakaan dimana terdapat 40 kargo yang jatuh ke laut di Pantai Timur New South Wales, Australia. Pengaturan tanggung jawab pengangkut telah diatur lewat 3 rezim peraturan international yaitu Den Haag-Visby Rules, Hamburg Rules,dan Rotterdam Rules, sedangkan pada pengaturan maritim nasional telah tertuang dalam Undang-Undang No.17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran. Melalui 4 peraturan tersebut akan dilakukan analisis terhadap pertanggungjawaban pengangkut terhadap kerusakan dan kehilangan barang pada kasus M/V APL England dan keberlakuan Undang-Undang No.17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran terhadap kasus M/V APL England. Hasil penelitian menunjukan bahwa berdasarkan 4 peraturan yang ada diatas tanggung jawab atas kerusakan dan keterlambatan barang berada pada pengangkut. Selain itu Undang-Undang No.17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran belum mencakup beberapa ketentuan pada Den Haag-Visby Rules, Hamburg Rules,dan Rotterdam Rules sehingga masih perlunya unifikasi tehadap peraturan pengangkutan laut di Indonesia.

The transportation of goods by sea has become a major foundation in international trade. Making transportation an important component of economic growth. In practice, loss of cargo is a common occurrence, at the same time causing damage and unfortunate costs for parties in the transportation industry. As happened to the M/V APL England which had an accident where 40 cargoes fell into the sea on the East Coast of  New South Wales, Australia. The regulation of carrier responsibility has been regulated through 3 international regulatory regimes namely The Hague-Visby Rules, Hamburg Rules, and Rotterdam Rules, while the national maritime regulation has been contained in Undang-Undang No.17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran. Through these 4 regulations, an analysis will be made of the carrier's liability for damage and loss of goods in the M/V APL England case and the applicability of Undang-Undang No.17 Tahun 2008 to the M/V APL England case. The results showed that based on the 4 regulations above, the responsibility for damage and delay of goods lies with the carrier. In addition, Undang-Undang No.17 Tahun 2008  has not included several provisions in the Hague-Visby Rules, Hamburg Rules, and Rotterdam Rules so that there is still a need for unification of sea transportation regulations in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Leyden: A.W. Sijthoff, 1978
341.756 8 HAM
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Khaidir Tiar Arsyad
"ABSTRAK
Pengangkutan barang itu memiliki tujuan memindahkan barang dari satu
tempat ke tempat tujuan. Salah satu risiko yang sering terjadi dalam
pengangkutan barang melalui laut adalah terjadinya kerusakan dan kehilangan
barang. Dalam hal terjadi kerusakan maupun kehilangan barang, pengangkut
bertanggungjawab atas kerugian yang disebabkan oleh rusak atau hilangnya
barang. Dalam penelitian ini dibahas lebih dalam mengenai tanggung jawab
pengangkut dalam pengangkutan barang melalui laut, serta akan dilakukan
analisis terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor 2149/K/PDT/2012 antara
Rahmad Setiawan melawan Yuni. Penelitian ini bersifat yuridis normatif,
yaitu dengan menggunakan sumber data sekunder yang berupa bahan
kepustakaan. Dari penelitian ini didapat kesimpulan bahwa tanggung jawab
pengangkut dimulai pada saat diterimanya barang hingga diserahkan kepada
penerima; dan Majelis Hakim sudah tepat dalam menetapkan bahwa perbuatan
Tergugat adalah Perbuatan Melawan Hukum yang mana hal ini terbukti
dengan terpenuhinya unsur-unsur perbuatan melawan hukum sesuai rumusan
Pasal 1365 KUHPerdata.

ABSTRACT
The Carriage of goods has purpose of moving goods from one place to a
destination. One of the risks of carriage of goods by sea is the damage and loss of
the goods. In the event of damage or loss of the goods, carrier shall be liable for
loss or damage arising or resulting from the damaged or lost of goods. This
research discussed about liability or responsibility of the carrier in the carriage of
goods by sea, and analysis of the Supreme Court Decision No. 2149/K/Pdt/2012
between Rahmad Setiawan versus Yuni. This research is using normative
jurudical method, through study of various sources of primary law and secondary
data. This research concluded that liability of carrier begins upon the goods are
received and ends when the goods are delivered to the consignee; and the panel
decisions which established that the actions of the defendant is a tort are correct.
It's proved to the fulfillment of the elements of a tort in accordance the provisions
of Article 1365 KUH Perdata."
2016
S63742
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Intan Permata Sari Palayukan
"Pengangkutan barang dalam kegiatan logistik pada umumnya menggunakan lebih dari satu moda angkutan, oleh karena itu angkutan multimoda merupakan bagian
penting dari sistem logistik. Pengangkutan barang dengan menggunakan paling sedikit dua moda angkutan yang berbeda atas dasar satu kontrak sebagai dokumen angkutan multimoda. Pihak (pengangkut) yang bertanggung jawab pada angkutan multimoda atas kerugian yang muncul akibat adanya kerusakan, kehilangan dan keterlambatan dalam pengiriman barang, diberlakukan tanggung jawab tunggal atau tanggung jawab yang berlaku bagi setiap moda angkutan. Dengan meninjau pula pengangkut dalam penyelenggaraan dan pengusahaan pengangkutan
multimoda. Penelitian yang dilakukan merupakan bentuk penelitian jenis yuridisnormatif,
bertujuan untuk menelaah norma hukum tertulis dari suatu peraturan perundangan-undangan yang terkait dengan angkutan multimoda. Bahwa semua moda pengangkutan yaitu angkutan darat, laut dan udara telah mengatur mengenai keikutsertaannya dalam angkutan multimoda. Badan usaha angkutan multimoda
bertanggung jawab terhadap barang yang diangkutnya setelah badan usaha angkutan multimoda menerima barang muatan dalam rangka menjalankan perintah
pengguna jasa angkutan multimoda sesuai dengan ketentuan perjanjian dalam dokumen angkutan multimoda.

The transportation of goods in logistics activities generally uses more than one
mode of transportation, therefore multimodal transportation is an important part of the logistics system. Transporting goods using at least two different modes of transportation on the basis of one contract as a multimodal transport document.
Carrier is liable for multimodal transportation for losses arising from damage, loss and delay in the delivery of goods, is it a sole responsibility or liability that applies to each mode of transportation. By also reviewing the carrier in the operation of multimodal transportation. The research conducted is a form of juridical-normative
research, aimed at examining the written legal norms of a statutory regulation related to multimodal transportation. Whereas all modes of transportation, namely land, sea and air transportation, have regulated the participation in multimodal transportation. The Multimodal Transport Operator is responsible for the goods it transports after it has received the cargo in order to carry out the order of the users of multimodal transport services in accordance with the provisions of the
agreement in the multimodal transport document.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Intan Permata Sari Palayukan
"Pengangkutan barang dalam kegiatan logistik pada umumnya menggunakan lebih dari satu moda angkutan, oleh karena itu angkutan multimoda merupakan bagian penting dari sistem logistik. Pengangkutan barang dengan menggunakan paling sedikit dua moda angkutan yang berbeda atas dasar satu kontrak sebagai dokumen
angkutan multimoda. Pihak (pengangkut) yang bertanggung jawab pada angkutan multimoda atas kerugian yang muncul akibat adanya kerusakan, kehilangan dan keterlambatan dalam pengiriman barang, diberlakukan tanggung jawab tunggal atau tanggung jawab yang berlaku bagi setiap moda angkutan. Dengan meninjau pula pengangkut dalam penyelenggaraan dan pengusahaan pengangkutan multimoda. Penelitian yang dilakukan merupakan bentuk penelitian jenis yuridisnormatif, bertujuan untuk menelaah norma hukum tertulis dari suatu peraturan perundangan-undangan yang terkait dengan angkutan multimoda. Bahwa semua moda pengangkutan yaitu angkutan darat, laut dan udara telah mengatur mengenai keikutsertaannya dalam angkutan multimoda. Badan usaha angkutan multimoda bertanggung jawab terhadap barang yang diangkutnya setelah badan usaha angkutan multimoda menerima barang muatan dalam rangka menjalankan perintah pengguna jasa angkutan multimoda sesuai dengan ketentuan perjanjian dalam dokumen angkutan multimoda.
Transportation of goods in logistics activities generally uses more than one mode of transportation, therefore multimodal transportation is an important part of the logistics system. Carriage of goods using at least two different modes of transport on the basis of one contract as a document multimodal transport. The party (carrier) who is responsible for multimodal transportation for losses that arise due to damage, loss and delay in the delivery of goods, is subject to sole responsibility or liability that applies to each mode of transportation. By also reviewing the carrier in the operation and operation of multimodal transportation. This research is a form of juridical-normative research, which aims to examine the written legal norms of a statutory regulation related to multimodal transportation. That all modes of transportation, namely land, sea and air transportation, have regulated their participation in multimodal transportation. The multimodal transport business entity is responsible for the goods it transports after the multimodal transport business entity receives the cargo in order to carry out the orders of the multimodal transport service user in accordance with the provisions of the agreement in the multimodal transport document."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Boston: A.W. Sijthoff, 1978
341.756 6 HAM
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Chao, Wu
London: Kluwer Law International, 1996
363.76 CHA p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sitepu, Regina
"Angkutan udara yang mempunyai karakteristik bertekhnologi tinggi dan memerlukan tingkat keselamatan tinggi, perlu lebih dikembangkan potensinya dan ditingkatkan peranannya sebagai penghubung wilayah baik nasional maupun internasional, sebagai penunjang, pendorong dan penggerak pembangunan nasional demi peningkatan kesejahteraan rakyat. Banyaknya masyarakat yang menggunakan jasa transportasi udara, ditandai dengan meningkatnya jumlah arus pengguna jasa angkutan udara di berbagai kota di wilayah Indonesia. Dalam penyelenggaraan penerbangan ternyata banyak hak-hak penumpang yang tidak dipenuhi sebagai mana mestinya. Sehubungan dengan itu diperlukan adanya pengaturan-pengaturan secara hukum untuk menentukan tanggung jawab perusahaan penerbangan sehingga kepentingan penumpang terlindungi. Dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tanggung jawab hukum perusahaan penerbangan PT Pelita Air Service sebagai pengangkut untuk kerugian yang timbul terhadap penumpang dan bagasi dalam pengangkutan udara dengan charter pesawat udara, serta apakah peraturan perundang-undangan saat ini sudah cukup untuk menjawab permasalahan apabila terjadi kerugian yang diderita oleh pengguna jasa angkutan udara. Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yang dilakukan dengan penelusuran terhadap peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap penumpang transportasi udara niaga tidak berjadwal.Hasil penelitian yang diperoleh adalah bahwa dalam tatanan hukum positif di Indonesia terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan hukum bagi penumpang transportasi udara, yaitu antara lain : Ordonansi Pengangkutan Udara (OPU) 1939, Undang-Undang No 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, Undang-Undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Perlindungan Hukum yang diberikan dan paling banyak dibahas dalam Undang-Undang No 1 Tahun 2009 adalah tentang keselamatan baik untuk perusahaan penerbangan, awak pesawat, penumpang dan bagasi. Selain itu peraturan perundang-undangan juga menentukan upaya hukum yang dapat ditempuh oleh penumpang yang mengalami kerugian, yaitu upaya hukum melalui jalur pengadilan dan upaya hukum di luar pengadilan.

Air transportation has high technology and high safety requirement as its characteristic. In regards to this benefit, air transportation should have been developed for its potential and its role in connecting the national and international area in enhancing the national development for the prosperity of the people. The number of society that is using air transportation has been increased which indicated by the higher number of airline passenger across Indonesia. In its practice, many of passenger rights are not fulfilled as it should be. Given to this circumstance, it is necessary to establish regulation which defines the legal liability of air transportation companies for the protection of passenger rights. The objective of this study is to explore the legal liability of PT Pelita Air Service as an air transportation company concerning to the damages or losses of the passenger and baggage in the air transportation which are using chartered aircraft, and to review the sufficiency of the current regulatory law in protecting air transportation customer. This study is a normative legal study which performed by research of regulation and law that related to the legal protection for non-scheduled air transport passenger. This study revealed that in the positive legal order in Indonesia there are some regulations which related to the legal protection for air transportation passengers such as Air Transport Act Year 1939, Law No. 1 Year 2009 on Aviation and Law No. 8 Year 1999 concerning on Consumer Protection. The legal protection which defined in Law No. 1 Year 2009 is mostly regarding the safety of airline, air crew, passenger and baggage. In addition, this law has regulated the legal action for passenger who is suffering for any losses for an in court or out court settlement."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28764
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Noviantika Agustine
"Penelitian ini membahas mengenai pertanggungjawaban hukum perusahaan asuransi atas terjadinya pemalsuan polis yang dilakukan oleh agen asuransinya. Penelitian ini ditulis dengan menggunakan metode doktrinal. Yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana hubungan hukum antara perusahaan asuransi dan agen asuransi, serta bagaimana bentuk tanggung jawab perusahaan asuransi dalam hal terjadi pemalsuan polis yang disebabkan oleh agen asuransinya. Agen asuransi berperan sebagai pihak yang mewakili perusahaan asuransi dalam memasarkan produk asuransi. Untuk itu, peran agen asuransi merupakan peran yang krusial. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan hukum yang didasarkan pada sebuah perjanjian kerjasama antara perusahaan asuransi dan agen yaitu Perjanjian Keagenan. Hubungan hukum yang timbul adalah kontraktual. Perusahaan asuransi memberikan kuasa kepada agen asuransinya untuk bertindak dan berwenang atas nama perusahaan. Untuk itu, kesalahan ataupun pelanggaran yang dilakukan oleh agen dalam menjalankan wewenangnya menjadi tanggung jawab perusahaan asuransi yang mereka wakili. Adapun, bentuk tanggung jawab perusahaan asuransi dapat berupa tanggung jawab perdata dan tanggung jawab pidana. Tanggung jawab perdata disebut juga dengan tanggung jawab pihak ketiga yang berdasar pada Pasal 1367 KUHPerdata atau dikaitkan dengan asas vicarious liability. Selain itu, juga terdapat pidana korporasi yang dapat dijatuhkan berdasarkan pada Pasal 81 Ayat (1) UU Perasuransian.

This research discusses the legal liability of insurance companies for the occurrence of policy forgery committed by their insurance agents. The article is written using a doctrinal method. The issues addressed include the legal relationship between the insurance company and its agents, as well as the extent of the insurance company's responsibility in cases of policy forgery by its agents. Insurance agents act as representatives of the insurance company in marketing insurance products, making their role crucial. The research concludes that there exists a legal relationship based on a cooperation agreement between the insurance company and its agents, as known as Agency Agreement. This legal relationship is contractual. The insurance company grants authority to its agents to act on its behalf. Therefore, any errors or violations committed by agents in exercising this authority are the responsibility of the insurance company they represent. The forms of responsibility of insurance companies can take the form of civil liability and criminal liability. The insurance company's liability can include civil liability, also known as third-party liability under Article 1367 of the Civil Code or under the principle of vicarious liability. Additionally, corporate criminal liability can be imposed under Article 81 (1) of the Insurance Law.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>